indeks desa membangun kementerian desa pdtt hh

INDEKS DESA MEMBANGUN

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
DAN TRANSMIGRASI

Indeks Desa Membangun 2015

Pengarah :
Anwar Sanusi
Syaiful Huda
Penanggung Jawab :
Ahmad Erani Yustika

Tim Penyusun :
Hanibal Hamidi (Ketua)
FX. Nugroho Setijonegoro (Sekretaris)
Fujitriartanto
Armen Sa’id
Harioso
Huda
Andik Hardiyanto

Bambang Waluyanto
Indra Sakti Gunawan Lubis
Dani Setiawan
Hadi Prayitno
Ana Fitrotul Mu’arofah

Tim Pendukung :
Heryadi
Ali Mashuda
Muhammad Rahmat

Diterbitkan oleh :
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Alamat : Jl. TMP Kalibata no. 17 Jakarta Selatan

ii 
 

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI ……………………………………………… …………….. iii
PRAKATA MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH
TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI ……………………………...…. v
I.

PENDAHULUAN ……....……………………………….………….. 1

II.

IDM DAN PENGEMBANGAN PROGRAM …………………….... 3

III. KLASIFIKASI DAN STATUS DESA ……………………..………. 5
IV. METODE PENYUSUNAN IDM ………………….……………….. 7
V.

PETA DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN... 8

VI. SITUASI DESA-DESA DI PERBATASAN BERDASARKAN
INDEKS DESA MEMBANGUN (IDM) 2015 ….………..………... 12


DAFTAR TABEL
INDIKATOR DESA MEMBANGUN
INDEKS DESA MEMBANGUN PER KABUPATEN / KOTA 2015
LOKASI SASARAN PRIORITAS PEMBANGUNAN 15.000 DESA

DAFTAR GAMBAR
TIGA DIMENSI INDEKS DESA MEMBANGUN
JUMLAH DAN KLASIFIKASI DESA BERDASARKAN STATUS IDM
2015
STATUS DESA BERDASARKAN IDM 2015
INDEKS DESA MEMBANGUN PER PROVINSI
JUMLAH DAN STATUS DESA BERDASAR IDM PER PROVINSI
INDEKS DESA MEMBANGUN PER PROVINSI DI PULAU BESAR
JUMLAH DAN STATUS DESA BERDASARKAN IDM DI DAERAH
PERBATASAN

iii 
 

iv 

 

Men
nteri Desa, Pembangu
P
unan Daera
ah Tertingg
gal, dan Traansmigrasii
R
Republik In
ndonesia
PRAKA
ATA

NAWA
WACITA Jok
kowi–Jusuf Kalla telahh diarusutam
makan
menjaadi strategii pembang
gunan di ddalam Ren

ncana
Pembaangunan Jaangka Men
nengah Nassional (RPJJMN)
2015-22019.

Paada

NAW
WACITA

Ketiga

telah

dimanndatkan

un
ntuk

“Mem

mbangun

Indonesia

dari

pinggiiran dengan
n memperkuat daerah dan Desa””. Hal
itu dim
maksudkan untuk menjawab persooalan kemiskinan
dan kerenttanan akibaat dari ketim
mpangan pem
mbangunan yang telah dilakukan.
Realisasi kebijakan tentu
t
saja tiidak dapat dilakukan secara
s
sekalligus, melainkan
secara beertahap. Ag
genda satuu tahun pertama dim

maksudkan sebagai upaya
u
membanguun fondasi untuk melaakukan akseelerasi yang
g berkelanjuutan pada tahuntahun beriikutnya, di samping m
melayani keebutuhan-keebutuhan ddasar masyaarakat
yang terggolong men
ndesak. Deengan berllandaskan fondasi yaang lebih kuat,
pembanguunan pada tahun-tahunn berikutny
ya dapat diilaksanakann dengan laancar.
Sementaraa, agenda taahun kedua sampai tahu
un kelima sendiri diharrapkan jugaa akan
meletakkaan fondasi yang kokooh bagi taahap-tahap pembangunnan selanju
utnya.
Dengan deemikian, strrategi pembbangunan jangka menen
ngah, termaasuk di dalaamnya
strategi paada tahun pertama, addalah strateegi untuk menghasilka
m
kan pertumb
buhan
bagi sebessar-besar keemakmuran rakyat secaara berkelan

njutan.
Sehingga pemerintah
h bertangggung jawab
b untuk meelakukan uupaya peceepatan
pemerataaan

dan

keadilan
k

m
melalui

menciptakan
m
n

pertumbbuhan


ink
klusif,

memperbeesar investaasi padat pekkerja, memb
berikan perhatian khussus kepada usaha
u
ekonomi yang tradeable, mennjamin perrlindungan sosial, meeningkatkan
n dan


 

memperluas pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu, memperluas
ekonomi perdesaan dan mengembangkan sektor pertanian, serta menjaga stabilitas
harga dan menekan laju inflasi.
Penggunaan istilah “pembangunan Desa” atau “Desa membangun” merupakan
pilihan paradigmatis yang sarat makna. Pengakuan dan penghormatan Negara
kepada Desa yang disertai dengan redistribusi sumberdaya dan kewenangan
pembangunan secara penuh sebagaimana mandat Undang-Undang No. 6 Tahun
2014, memberikan tanda yang jelas bahwa dari situlah Desa harus menjadi

tumpuan untuk membangun Indonesia.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia menyambut Undang-Undang tersebut sebagai titik tolak atas lahirnya
(kembali) Desa baru, sekaligus menjadi momentum untuk membuang jauh-jauh
paradigma Desa lama.
Pada hakekatnya Desa merupakan entitas bangsa yang telah membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Melalui pengembangan paradigma dan
konsep baru tata kelola Desa secara nasional, berlandaskan prinsip keberagaman
serta mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas, tidak lagi menempatkan
Desa sebagai “latar belakang Indonesia”, melainkan sebagai “halaman depan
Indonesia”.
Visi Desa Membangun Indonesia adalah irisan sinergis antara Catur Sakti dan Tri
Sakti yang merupakan pengejawantahan operasional Nawa Cita Presiden
Republik Indonesia. Catur Sakti bermakna Desa bertenaga secara sosial, berdaulat
secara politik, bermartabat secara budaya, dan mandiri secara ekonomi.
Cita-cita tersebut memberikan arah yang jelas kepada pemerintah untuk hadir
dalam kerangka fasilitasi, afirmasi, integrasi dan akselerasi menuju terciptanya
Desa Mandiri. Kebijakan yang lahir tidak lagi dalam kapasitas mengendalikan dan
mendikte, melainkan untuk memicu kreativitas asli Desa secara emansipatoris
serta mengisi kebutuhan pembangunan yang belum mampu diselenggarakan

sendiri oleh Desa.

vi 
 

Pengembangan Indeks Desa Membangun (IDM) didedikasikan untuk memperkuat
pencapaian sasaran pembangunan prioritas sebagaimana tertuang di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, yaitu
mengurangi jumlah Desa Tertinggal sampai 5000 Desa, dan meningkatkan jumlah
Desa Mandiri sedikitnya 2000 Desa pada tahun 2019.
Indeks Desa Membangun (IDM) meletakkan prakarsa dan kuatnya kapasitas
masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan dan keberdayaan Desa
yaitu meliputi aspek ketahanan sosial, ekonomi dan ekologi. Sehingga indeks ini
difokuskan pada upaya penguatan otonomi Desa melalui pemberdayaan
masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat Desa inilah yang akan menjadi tumpuan utama
terjadinya

proses

peningkatan

partisipasi

yang

berkualitas,

peningkatan

pengetahuan, dan peningkatan keterampilan, atau secara umum dapat disebut
sebagai peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat Desa itu sendiri.
Oleh karena itu terbitnya buku “INDEKS DESA MEMBANGUN” ini diharapkan
akan membantu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi serta Kementerian Negara/Lembaga lainnya, maupun pemerintah
daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam menentukan lokus dan fokus
strategis sebagai sasaran pembangunan, dalam mencapai sasaran strategis
terentaskannya 5000 Desa Tertinggal (dan Desa sangat Tertinggal) serta
terwujudnya paling sedikit 2000 Desa mandiri pada tahun 2019.
Jakarta, Oktober 2015
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia

MARWAN JAFAR

vii 
 

Indeks Desa Membangun

I.

PENDAHULUAN

Indeks Desa Membangun, atau disebut IDM, dikembangkan untuk
memperkuat upaya pencapaian sasaran pembangunan Desa dan Kawasan
Perdesaan sebagaimana tertuang dalam Buku Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2015 – 2019 (RPJMN 2015 – 2019), yakni mengurangi
jumlah Desa Tertinggal sampai 5000 Desa dan meningkatkan jumlah Desa
Mandiri sedikitnya 2000 Desa pada tahun 2019. Sasaran pembangunan tersebut
memerlukan kejelasan lokus (Desa) dan status perkembangannya. Indeks Desa
Membangun tidak hanya berguna untuk mengetahui status perkembangan setiap
Desa yang lekat dengan karakteristiknya, tetapi juga dapat dikembangkan sebagai
instrumen untuk melakukan targeting dalam pencapaian target RPJMN 2015 –
2019 dan koordinasi K/L dalam pembangunan Desa.
IDM lebih menyatakan fokus pada upaya penguatan otonomi Desa. Indeks
ini mengikuti semangat nasional dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan
Desa seperti yang dinyatakan sangat jelas dalam dokumen perencanaan
pembangunan nasional melalui optimalisasi pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014
Tentang Desa (UU Desa), serta komitmen politik membangun Indonesia dari
Desa melalui pembentukan kementerian Desa (Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) dalam kepemimpinan pemerintahan Kabinet
Kerja Jokowi – Jusuf Kalla.
Banyak pihak telah memahami, UU Desa memberi inspirasi dan semangat
perubahan. Terkait Dana Desa misalnya, redistribusi asset negara bersumber
APBN itu membuktikan mampu menggerakan perubahan di Desa. Pembangunan
Desa tumbuh menjadi kehebatan dan semangat baru dalam kehidupan Desa.
Berdasar UU Desa tersebut, perubahan kehidupan Desa digerakan dalam kerangka
kerja: pengertian dan jenis Desa (yakni Desa dan Desa Adat atau yang disebut
dengan nama lain), tujuan pengaturan, azas-azas, kedudukan, kewenangan,
keuangan dan asset, tata pemerintahan, kelembagaan masyarakat dan adat,
pemberdayaan masyarakat Desa, pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan,
dan berikut dukungan pendamping Desa dan sistem informasi Desa. Dalam
kontekstual relevansi itulah IDM dikembangkan.
Azas-azas yang menjadi dasar pengaturan Desa dalam UU Desa dikuatkan
dengan penegasan tentang Kewenangan Desa. Kewenangan Desa itu sendiri
dijelaskan meliputi kewenangan yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan
Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan adat istiadat Desa. Dalam fokus kewenangan berdasar hak asal usul dan
kewenangan lokal berskala Desa, tiga hal yang disebut terakhir, yakni: prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa itu akan memperkuat pondasi
1

otonomi Desa. Dan dalam kerangka pemahaman itulah, pendekatan Indeks Desa
Membangun dikembangkan. IDM memandang penting prakarsa dan kuatnya
masyarakat Desa dalam proses kemajuan dan keberdayaan kehidupan Desa yang
di dalamnya memiliki ketahanan sosial, ekonomi dan ekologi.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
dibentuk untuk melaksanakan mandat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Undang- Undang Desa memberi dasar bagi cara pandang dan pendekatan baru
tentang
Desa, mengedepankan prinsip keberagaman, azas rekognisi dan
subsidiaritas itu serta menguatkannya dalam jenis-jenis kewenangan Desa. Pasal 4
Undang-Undang Desa menguraikan tujuan pengaturan Desa sebagai berikut:
a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada
dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia;
c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat
Desa;
d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk
pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;
e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif,
terbuka, serta bertanggung jawab;
f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna
mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna
mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan
sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;
h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi
kesenjangan pembangunan nasional; dan
i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.
Tujuan pengaturan Desa tersebut di atas merefleksikan masalah dan
hambatan struktural dalam pembangunan Desa yang harus ditangani di satu sisi,
serta apa yang hendak diwujudkan melalui pelaksanaan Undang Undang Desa di
sisi yang lain. Secara teknokrasi pembangunan, pesan penting „membangun
Indonesia dari Desa‟ termuat dalam NawaCita yang juga telah diadopsi penuh
menjadi Agenda Pembangunan Nasional dalam RPJMN 2015 – 2019.
Desa Membangun Indonesia tetap dihadapkan pada kenyataan kemiskinan
kehidupan Desa. Wilayah Desa adalah tempat di mana sebagian besar penduduk

2

miskin tinggal. Maka di sini, ketersediaan data dan pengukuran dalam konteks ini
sangat dibutuhkan, terutama dalam pengembangan intervensi kebijakan yang
mampu menjawab persoalan dasar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Pencapaian pemerataan keadilan merupakan isu penting dalam
pembangunan nasional, dan tentu juga dalam pembangunan Desa. Pertumbuhan
ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan yang inklusif, di mana pengelolaan
potensi ekonomi Desa dan Kawasan Perdesaan tidak hanya mampu menyertakan
sebanyak-banyaknya angkatan kerja lulusan SD/SMP, tetapi juga ramah keluarga
miskin, mampu memperbaiki pemerataan dan mengurangi kesenjangan. Perhatian
khusus terhadap usaha mikro di Desa haruslah dikedepankan yang memang nyata
perlu dukungan dalam hal penguatan teknologi yang ramah lingkungan,
pemasaran, permodalan dan akses pasar.
Selain itu, Desa Membangun Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk
juga mampu memperluas ekonomi perdesaan dan mengembangkan sektor
pertanian. Produksi pertanian petani miskin, perikanan tangkap dan budidaya
tidak saja harus dilindungi, tetapi terus diberdayakan dengan dukungan
ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian Desa dan Kawasan Perdesaan,
akses pada kredit keuangan dan sumber permodalan, riset dan teknologi, serta
penyediaan informasi.
Dengan demikian, pengembangan Indeks Desa Membangun harus mampu
menjangkau semua dimensi kehidupan Desa, yakni dimensi sosial, ekonomi, dan
ekologi atau lingkungan yang memberi jalan pada pembangunan Desa yang
berkelanjutan yang lekat dengan nilai, budaya dan karakteristik Desa.

II. IDM DAN PENGEMBANGAN PROGRAM
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
melalui Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
telah mengembangkan program unggulan berdasar tiga (3) pendekatan yang
disebut sebagai pilar Desa Membangun Indonesia, yakni: (i) Jaring Komunitas
Wiradesa; (ii) Lumbung Ekonomi Desa; dan (iii) Lingkar Budaya Desa. Melalui
tiga (3) pilar tersebut diharapkan arah pengembangan program prioritas untuk
menguatkan langkah bagi kemajuan dan kemandirian Desa, yang juga mampu
dikembangkan sebagai daya lenting dalam peningkatan kesejahteraan kehidupan
Desa. Tiga (3) pilar yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:


Jaring Komunitas Wiradesa. Memperkuat kualitas manusia dengan
memperbanyak kesempatan dan pilihan dalam upaya penduduk Desa
menegakkan hak dan martabatnya, serta peningkatan memajukan
3





4

kesejahteraan, mereka, baik sebagai individu, keluarga maupun
kolektiva warga Desa. Masalah yang dihadapi saat ini adalah
perampasan daya, yang ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan dan
marjinalisasi. Fakta ketidakberdayaan itu telah berkembang menjadi
aspek, sebab, dan sekaligus dampak kemiskinan, yang menghalangi
manusia warga Desa itu hidup bermartabat dan sejahtera. Kemiskinan
dalam kehidupan Desa telah berkembang dalam sifatnya yang
multidimensi dan cenderung melanggar hak asasi. Di sini, pilar Jaring
Komunitas Desa harus melakukan tindakan yang mampu mendorong
ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek
kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan
moral, serta pengetahuan lokal Desa.
Lumbung Ekonomi Desa. Potensi sumber daya di Desa bisa
dikonversi menjadi ekonomi yang di dalamnya melibatkan adanya
modal, organisasi ekonomi, ada nilai tambah dan mensejahterakan
secara ekonomi. Lumbung Ekonomi Desa bukan hanya soal dan untuk
produksi, tapi dikapitasi memiliki nilai tambah melalui pendayagunaan
teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Pengembangan Lumbung
Ekonomi Desa harus mampu menjawab masalah modal, jaringan dan
memiliki informasi yang kuat dan oleh karenanya, organisasi ekonomi
yang dikembangkan haruslah kompatibel dengan hal tersebut. Dalam
konteks pelaksanaan Undang-Undang Desa misalnya, BUMDes akan
kuat jika dibangun dan dikelola orang-orang Desa yang teruji secara
nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, mampu
mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan
dan informasi.
Lingkar Budaya Desa. Gerakan sosial pembangunan Desa tidaklah
tergantung pada inisiasi orang perorang, tidak tergantung pada insentif,
tapi lebih panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan
pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, di
dalamnya terdapat kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran mau
melakukan perubahan secara kolektif. Pembangunan Desa hendaknya
melampaui pamggilan pribadi. Dana Desa dalam konteks memperkuat
pembangunan dan pemberdayaan Desa, misalnya, harus dikritisi agar
tidak menjadi bentuk ketergantungan baru. Tidak ada Dana Desa
tidaklah boleh sekali-kali dimaknakan sebagai tidak ada pembangunan.
Adanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan
kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya
dengan norma dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct,
dan dengan begitu perilaku ekonomi dalam kehidupan Desa akan
mampu menegakkan martabat dan mensejahterahkan. Di sini, Lingkar
Budaya Desa bertugas memastikan itu terjadi.

Tiga pilar tersebut di atas saling terkait. Komitmen untuk
mendayagunakan sebagai pendekatan
diharapkan dapat melipatgandakan
kemampuan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi dan K/L lainnya mencapai target dan menghasilkan dampak yang
bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan kesejahteraan
kehidupan Desa.
Dalam kaitan penajaman fokus dan lokus dalam pengembangan program
prioritas (program unggulan dan kegiatan prioritas), pilar-pilar tersebut di atas
dapat menjadi pijakan untuk membangun instrumen program di mana Indeks Desa
Membangun berguna untuk penetapan lokus. Berdasar Indeks Desa Membangun
dapat ditetapkan 15.000 Desa yang menjadi lokus dari pelaksanaan program
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa, yang terdiri dari 5.000 Desa
Sangat Tertinggal, 5.000 Desa Tertinggal, 2.500 Desa Berkembang, dan 2.500
Desa Maju, yang di dalam jumlah 15.000 Desa dengan semua status Desa itu
terdapat 1.138 Desa Perbatasan.

III. KLASIFIKASI DAN STATUS DESA
Indeks Desa Membangun mengklasifikasi Desa dalam lima (5) status,
yakni: (i) Desa Sangat Tertinggal; (ii) Desa Tertinggal; (iii) Desa Berkembang;
(iv) Desa Maju; dan (v) Desa Mandiri. Klasifikasi Desa tersebut untuk
menunjukkan keragaman karakter setiap Desa dalam rentang skor 0,27 – 0,92
Indeks Desa Membangun. Klasifikasi dalam 5 status Desa tersebut juga untuk
menajamkan penetapan status perkembangan Desa dan sekaligus rekomendasi
intervensi kebijakan yang diperlukan. Status Desa Tertinggal, misalnya, dijelaskan
dalam dua status Desa Tertinggal dan Desa Sangat Tertinggal di mana situasi dan
kondisi setiap Desa yang ada di dalamnya membutuhkan pendekatan dan
intervensi kebijakan yang berbeda. Menangani Desa Sangat Tertinggal akan
berbeda tingkat afirmasi kebijakannya di banding dengan Desa Tertinggal.
Dengan nilai rata-rata nasional Indeks Desa Membangun 0,566 klasifikasi
status Desa ditetapkan dengan ambang batas sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Desa Sangat Tertinggal
Desa Tertinggal
Desa Berkembang
Desa Maju
Desa Mandiri

: < 0,491
: > 0,491 dan < 0,599
: > 0,599 dan < 0,707
: > 0,707 dan < 0,815
: > 0,815

5

Desa Berkembang terkait dengan situasi dan kondisi dalam status Desa
Tertinggal dan Desa Sangat Tertinggal dapat dijelaskan dengan faktor kerentanan.
Apabila ada tekanan faktor kerentanan, seperti terjadinya goncangan ekonomi,
bencana alam, ataupun konflik sosial maka akan membuat status Desa
Berkembang jatuh turun menjadi Desa Tertinggal. Dan biasanya, jika faktor
bencana alam tanpa penanganan yang cepat dan tepat, atau terjadinya konflik
sosial terus terjadi berkepanjangan maka sangat potensial berdampak menjadikan
Desa Tertinggal turun menjadi Desa Sangat Tertinggal. Sementara itu,
kemampuan Desa Berkembang mengelola daya, terutama terkait dengan potensi,
informasi / nilai, inovasi / prakarsa, dan kewirausahaan akan mendukung gerak
kemajuan Desa Berkembang menjadi Desa Maju.
Klasifikasi status Desa berdasar Indeks Desa Membangun ini juga
diarahkan untuk memperkuat upaya memfasilitasi dukungan pemajuan Desa
menuju Desa Mandiri. Desa Berkembang, dan terutama Desa Maju, kemampuan
mengelola Daya dalam ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi secara
berkelanjutan akan membawanya menjadi Desa Mandiri.

Gambar 1. Tiga Dimensi Indeks Desa Membangun (IDM).
Indeks Desa Membangun merupakan komposit dari ketahanan sosial, ekonomi
dan ekologi. IDM didasarkan pada 3 (tiga) dimensi tersebut dan dikembangkan lebih
lanjut dalam 22 Variabel dan 52 indikator. Penghitungan IDM pada 73.709 Desa
berdasar data Podes 2014 dengan angka rata-rata 0,566 menghasilkan data sebagai
berikut:






6

Desa Sangat Tertinggal
Desa Tertinggal
Desa Berkembang
Desa Maju
Desa Mandiri

: 13.453 Desa atau 18,25 %
: 33.592 Desa atau 45,57 %
: 22.882 Desa atau 31,04 %
: 3.608 Desa atau 4,89 %
:
174 Desa atau 0,24%

IV. METODE PENYUSUNAN IDM
INDEKS DESA MEMBANGUN (IDM) disusun dengan memperhatikan
ketersediaan data yang bersumber dari Potensi Desa, yang diterbitkan oleh Badan
Pusat Statistik. Untuk perhitungan IDM 2015 digunakan sumber data PODES
tahun 2014.
IDM merupakan indeks komposit yang dibangun dari dimensi sosial,
ekonomi dan budaya. Ketiga dimensi terdiri dari variabel, dan setiap variabel
diturunkan menjadi indikator operasional.
Prosedur untuk menghasilkan Indeks Desa Membangun adalah sebagai
berikut :
1) Setiap indikator memiliki skor antara 0 s.d. 5; semakin tinggi skor
mencerminkan tingkat keberartian. Misalnya : skor untuk indikator akses
terhadap pendidikan sekolah dasar; bila Desa A memiliki akses fisik 10 Km,
maka memiliki skor 1. Ini berarti penduduk Desa A memiliki akses yang
lebih baik dibandingkan dengan penduduk Desa B.
2) Setiap skor indikator dikelompokkan ke dalam variabel, sehingga
menghasilkan skor variabel. Misalnya variabel kesehatan terdiri dari indikator
(1) waktu tempuh ke pelayanan kesehatan < 30 menit, (2) ketersediaan tenaga
kesehatan dokter, bidan dan nakes lain, (3) akses ke poskesdes, polindes dan
posyandu, (4) tingkat aktifitas posyandu dan (5) kepesertaan Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Total skor variabel selanjutnya
dirumuskan menjadi indeks :
∑ Indikator X
Indeks Variabel : _________
Nilai Maksimum (X)
3) Indeks dari setiap variabel menjadi Indeks Komposit yang disebut dengan
Indeks Desa Membangun (IDM).
IiIDM = 1/3 IS + IEK + IL
IDM
IS
IEK
IL

:
:
:
:

Indeks Desa Membangun
Indeks Sosial
Indeks Ekonomi
Indeks Lingkungan (Ekologi)

7

4) Untuk menetapkan status setiap Desa dilakukan
klasifikasi dengan
menghitung range yang diperoleh dari nilai maksimum dan minimum. Nilai
range yang diperoleh menjadi pembatas status setiap Desa, sehingga
ditetapkan lima klasifikasi status Desa yaitu :

No.
1.
2.
3.
4
5.

Tabel.1. Klasifikasi Desa Berdasarkan Idm
STATUS DESA
NILAI BATAS
SANGAT TERTINGGAL
≤ 0,491
TERTINGGAL
> 0,491 dan ≤ 0,599
BERKEMBANG
> 0,599 dan ≤ 0,707
MAJU
> 0,707dan ≤ 0,815
MANDIRI
> 0,815

V. PETA DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN
Berdasarkan Permendagri No. 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data
Wilayah Administrasi Pemerintahan bahwa jumlah Desa yang telah memiliki
kode wilayah administrasi Desa adalah 74.754 Desa. Sedangkan jumlah Desa
berdasarkan sumber Potensi Desa, BPS, 2014 adalah 73.709 Desa dari total
82.190 Desa/kelurahan/UPT.
Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) dihasilkan jumlah dan
proporsi Desa dengan status mandiri, maju, berkembang, tertinggal dan sangat
tertinggal ditunjukkan pada Gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Jumlah dan Klasifikasi Desa Berdasarkan Status IDM 2015

8

Tabel 2 menampilkan jumlah Desa dan persentase Desa per provinsi berdasarkan
status mandiri, maju, berkembang, tertinggal dan sangat tertinggal. Provinsi
dengan jumlah status Desa tertinggal dan sangat tertinggal terbesar adalah
Provinsi Papua Barat 3.900 Desa (96,6%), sedangkan Provinsi dengan status
Desa mandiri terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat.

9

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Desa Per Provinsi Berdasarkan I ndeks Desa Membangun 2015
KDPROV

PROVINSI

IDM

MANDIRI

MAJU

BERKEMBANG

TERTINGGAL

Jml Desa

%

Jml Desa

%

Jml Desa

%

Jml Desa

5

0,08

105

1,61

1226

18,8

4211

%

SANGAT TERTINGGAL

Jumlah Desa

Jml Desa

%

64,7

963

14,8

6.510
5.406

11

ACEH

12

SUMATERA UTARA

0,540

0

-

39

0,72

1063

19,7

3019

55,8

1285

23,8

13

SUMATERA BARAT

0,619

7

0,79

119

13,43

377

42,6

332

37,5

51

5,8

886

14

RIAU

0,534

0

-

9

0,56

278

17,3

888

55,4

428

26,7

1.603

15

JAMBI

0,558

0

-

14

1,01

345

24,8

839

60,4

191

13,8

1.389

16

SUMATERA SELATAN

0,558

0

-

18

0,63

553

19,4

1990

69,8

290

10,2

2.851

17

BENGKULU

0,564

0

-

22

1,62

386

28,5

768

56,6

180

13,3

1.356

18

LAMPUNG

0,585

1

0,04

57

2,35

912

37,6

1302

53,7

151

6,2

2.423

0

-

7

2,27

127

41,1

169

54,7

6

1,9

309

0,552

19

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 0,593

21

KEPULAUAN RIAU

0,559

0

-

5

1,84

54

19,9

187

68,8

26

9,6

272

32

JAWA BARAT

0,639

39

0,73

726

13,64

3141

59,0

1355

25,5

60

1,1

5.321

33

4335

55,5

2535

32,5

50

0,6

7.809

JAWA TENGAH

0,629

21

0,27

868

11,12

34

D I YOGYAKARTA

0,694

32

8,16

136

34,69

175

44,6

49

12,5

0

-

392

35

JAWA TIMUR

0,634

33

0,43

929

12,03

4458

57,7

2262

29,3

39

0,5

7.721

36

BANTEN

0,581

4

0,32

53

4,28

396

32,0

674

54,5

110

8,9

1.237

51

BALI

0,690

27

4,25

248

38,99

279

43,9

78

12,3

4

0,6

636

52

NUSA TENGGARA BARAT

0,618

3

0,30

63

6,33

553

55,6

364

36,6

12

1,2

995

53

NUSA TENGGARA TIMUR

0,538

0

-

7

0,24

274

9,3

2206

74,8

464

15,7

2.951

61

KALIMANTAN BARAT

0,499

0

-

30

1,49

225

11,2

752

37,4

1002

49,9

2.009

62

KALIMANTAN TENGAH

0,499

0

-

8

0,56

118

8,3

643

45,1

658

46,1

1.427

63

KALIMANTAN SELATAN

0,557

1

0,05

16

0,86

411

22,0

1184

63,5

252

13,5

1.864

64

KALIMANTAN TIMUR

0,525

0

-

8

0,96

140

16,7

393

47,0

295

35,3

836

65

KALIMANTAN UTARA

0,472

0

-

4

0,90

33

7,4

117

26,4

290

65,3

444

71

SULAWESI UTARA

0,582

0

-

15

1,00

554

36,8

852

56,6

84

5,6

1.505

72

SULAWESI TENGAH

0,566

0

-

15

0,83

508

28,1

1084

59,9

202

11,2

1.809

10 
 

KDPROV
73

PROVINSI
SULAWESI SELATAN

IDM
0,582

MANDIRI

MAJU

BERKEMBANG

TERTINGGAL

Jml Desa

%

Jml Desa

%

Jml Desa

%

Jml Desa

1

0,04

28

1,25

876

39,1

1181

%

SANGAT TERTINGGAL

Jumlah Desa

Jml Desa

%

52,7

154

6,9

2.240

74

SULAWESI TENGGARA

0,547

0

-

3

0,16

228

12,1

1410

74,6

250

13,2

1.891

75

GORONTALO

0,587

0

-

14

2,13

265

40,3

348

53,0

30

4,6

657

76

SULAWESI BARAT

0,548

0

-

4

0,70

151

26,3

286

49,7

134

23,3

575

81

MALUKU

0,507

0

-

16

1,52

120

11,4

431

41,0

483

46,0

1.050

82

MALUKU UTARA

0,527

0

-

10

0,94

150

14,1

557

52,3

349

32,7

1.066

91

PAPUA BARAT

0,460

0

-

5

0,34

63

4,2

364

24,4

1060

71,0

1.492

94

PAPUA

0,414

0

-

7

0,15

108

2,3

762

16,0

RATA RATA NASIONAL

0,566

174

0,24

3.608

4,89

22.882

31,0

33.592

45,57

3900

81,6

4.777

13.453

18,25

73.709

11 
 

VI. SITUASI DESA-DESA DI PERBATASAN BERDASARKAN INDEKS
DESA MEMBANGUN (IDM) 2015
Desa-desa di daerah perbatasan sungguh memprihatinkan. Berdasarkan
ukuran Indeks Desa Membangun (IDM) 2015 jumlah Desa-Desa di perbatasan
yang memiliki status tertinggal dan sangat tertinggal sangat dominan. Sebanyak
644 Desa (45%) adalah Desa berstatus tertinggal dan 635 Desa (44%) berstatus
sangat tertinggal (lihat gambar 3). Rata rata Indeks Desa Membangun (IDM)
Desa perbatasan adalah 0,498, sedangkan rata rata IDM nasional adalah 0,566.
Situasi ini menggambarkan tingkat kesejahteraan Desa perbatasan yang masih
rendah.

Gambar 3. Status Desa di Perbatasan Berdasarkan IDM 2015

Gambaran yang menunjukkan bahwa Desa-Desa di perbatasan di dominasi
oleh situasi dan kondisi tertinggal dan sangat tertinggal memperlihatkan bahwa
pemerintah belum mengoptimalkan potensi sumberdayanya untuk dikembangkan,
sehingga mereka tumbuh berkembang tertatih tatih sesuai dinamika sosial
internalnya yang merupakan hak asal usul dan kewenangan lokal. Sedangkan
Desa-Desa yang berkembang dan maju lebih karena keberuntungan geografis dan
kebijakan pembangunan yang melintasinya.
Tekad dan semangat mengentaskan ketertinggalan perbatasan yang
demikian tentu membutuhkan bukan sekedar alokasi anggaran dan rencana
pembangunan mengintervensi dengan kebijakan umum, karena persoalan yang
membelenggu dan mendekapnya mencerminkan problem struktural dan
paradigma pembangunannya. Tindakan afirmasi dan perlindungan yang

12

menyeluruh diperlukan sehingga menghindarkan dari terpencar dan retaknya
masyarakat di Desa perbatasan.
Gambar 4. Perbandingan IDM Daerah Perbatasan dan Nasional
0,649 0,647
0,593
0,505

0,566
0,498

0,459
0,340
Perbatasan
Nasional

Indeks Ketahanan
Lingkungan

Indeks Ketahanan Indeks Ketahanan
Ekonomi
Sosial

IDM

13

Indikator Desa Membangun

INDIKATOR DESA MEMBANGUN

NO

DIMENSI
KESEHATAN

PENDIDIKAN

VARIABEL
1
Pelayanan Kesehatan

2

Keberdayaan Masyarakat utk
Kesehatan

3
4

Jaminan Kesehatan
Akses Pendidikan Dasar dan
Menengah

5

Akses Pendidikan Non Formal

3
4
5
6

INDIKATOR
Waktu Tempuh ke prasarana kesehatan < 30 menit
Tersedia tenaga kesehatan, bidan, dokter dan nakes
lain
Akses ke poskesdes, polindes dan posyandu
Tingkat aktivitas posyandu
Tingkat kepesertaan BPJS
Akses ke Pendidikan Dasar SD/MI