ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN INDUSTRI PENGOLAHAN GARAM Yusmar Ardhi Hidayat1 dan Noor Suroija2

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

  

1

  2 Yusmar Ardhi Hidayat dan Noor Suroija 1,2 Jurusan Administrasi Bisnis, Politeknik Negeri Semarang, Jl. Prof.

  Soedharto SH. Semarang 50275.

  1

  2 Email: yusmardhi@gmail.com dan noorsuroija@yahoo.com Abstract Sustainability of salt production depends on variation of season that causes supply of salt is surplus in dry season and also scarcity of salt in rainy period. Price of salt increases in rainy season but price of salt decreases in dry season. To solve different stock of salt, buffer stock can adjust to stock surplus of salt in dry season and allocate the surplus to salt industries in rainy season. Purposes of this research are 1). To analyze economic order quantity in supply of salt at salt industries in dry and wet season. 2). To investigate policy of Government of Pati Regency to support performance of buffer stock. 3). To propose role model of buffer stock and trading rule of salt.Tools of analysis used in this research are Economic Order Quantity, Focus on Group Discussion, and Descriptive Statistic. Respondents used in this research were salt small industries located in Pati Regency. Sample used in this research were 55 owners of salt industries. Next, participant in Focus on Group Discussion were 7 government officers such as Trade and Industries Department, Ocean and Fishery Department, Regional Developing Planning Department, Research and Development Unit and members of research team. Results were 1). Salt industries tend to stock raw materials of salt that exceed than quantity store of production if they do not have land area for producing salt. Then they decide to buy salt from salt farmer. Policies used to support performance in buffer stock were setting logistic distribution and salt allocation. National logistic system should be coordinated by National Salt Company by supporting village unit cooperation to manage buffer stock. Government of Pati Regency should made regional company to produce industrial salt. Next, Government should encourage industry of snack to buy consumed salt from salt small industries. Besides Government should create role model of salt warehouse in order to reduce evaporation of salt. Keywords : Salt, Buffer Stock, EOQ, Production, and Policy Abstrak Keberlangsungan produksi garam sangat tergantung kondisi musim, produksi garam kristal melimpah saat musim kemarau menyebabkan harga jual garam rendah sedangkan jumlah pasokan garam akan berkurang saat musim hujan menyebabkan harga jual garam tinggi tetapi garam kristal sulit diperoleh. Pembentukan buffer stock diperlukan guna menyerap kelebihan produksi saat musim kemarau dan menyalurkan kelebihan stok garam di musim hujan.Tujuan penelitian ini adalah 1). Menganalisis kinerja sistem pengendalian persediaan bahan baku garam industri pengolahan garam saat musim hujan dan kemarau. 2). Menganalisis alternatif kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan kinerja sistem buffer stock garam yang optimal bagi industri pengolahan garam. 3). Merumuskan model sistem buffer stock dan tata niaga garam guna mendukung swasembada produksi garam nasional.Alat analisis yang digunakan adalah Economic Order Quantity (EOQ), Depth Interview dengan model Focus on Group Discussion (FGD), dan Statistik Deskriptif. Sampel yang digunakan adalah industri Multistage Cluster Random Sampling . Jumlah sampel yang diperoleh 55 orang pengusaha pengolahan garam yang berlokasi di Kabupaten Pati dengan metode penentuan sampel pengolahan garam. Peserta FGD didikuti 7 orang staf dari Disperindag, Dislautkan, Bappeda, Litbang, dan Tim Peneliti.Hasil yang diperoleh yaitu Industri pengolahan garam cenderung meyimpan bahan baku garam melebihi jumlah produksi jika tidak memiliki tambak sendiri dan membeli dari Petani dengan harga yang tinggi. Kebijakan untuk meningkatkan PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  

pengendalian persediaan industri pengolahan garam yaitu dengan : Penataan sistem distribusi

logistik dan alokasi Garam. Sistem Logistik Garam Nasional yang dikoordinasikan oleh PT

Garam (BUMN) bekerjasama dengan Koperasi/Sentra Produksi Garam memberdayaan KUD

untuk mengelola persediaan Garam. Kebijakan Pemerintah Daerah dengan mendukung

Industri Makanan Ringan untuk membeli Garam Konsumsi dari petani dan Industri

Pengolahan Garam. Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah

penyusutan garam.

  Kata Kunci : Salt, Buffer Stock, EOQ, Production, and Kebijakan PENDAHULUAN

  Kabupaten Pati merupakan salah satu pusat produksi garam nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kabupaten Pati memiliki pusat produksi garam yang terdiri atas petani garam dan industri pebuatan garam yang tersebar di seluruh wilayah pesisir pantai terutama di Kecamatan Batangan dan Juwanan. Terdapat 98 industri pengolah garam yang berlokasi di Kabupaten Pati. Berdasarkan sampel penelitian sebelumnya, potensi produksi garam konsumsi 202.200 kg sehari berupa garam briket dan halus dengan kebutuhan bahan baku garam kristal 303.300 kg sehari yang dipasok oleh industri 608 petani garam. Tenaga kerja yang digunakan 1334 orang dan kebutuhan solar diperlukan 3725 solar/hari untuk memasak garam konsumsi. Efisiensi produksi garam dipengaruhi oleh tenaga kerja dan bahan bakar dan jaringan pemasok bahan baku garam (Yusmar Ardhi Hidayat dan Suroija, 2013).

  Selama 6 bulan musim kemarau, simulasi produksi garam konsumsi mencapai 10.110 ton/bulan dengan kebutuhan bahan baku garam 13.143 ton garam kristal/bulan sedangkan petani garam mampu memproduksi 15.000 ton garam kristal tiap bulan. Maka terdapat kelebihan stok produksi garam 1.857 ton garam kristal/bulan. Jika kelebihan stok garam kristal ditampung di gudang selama 6 bulan, maka hanya terdapat stok garam 11.142 ton yang hanya cukup untuk produksi 1 bulan saja saat musim hujan sisanya 5 bulan di musim hujan, industri pengolahan garam tidak akan berproduksi karena garam kristal tidak ada dan akan meningkatkan harga garam kristal saat musim hujan. Tetapi, petani garam tidak bisa menghasilkan garam karena hujan padahal harga garam kristal akan meningkat mendekati HET Rp. 750/kg. Hal berbeda justru terjadi saat 6 bulan musim kemarau, harga jual garam kristal justru turun mencapai Rp. 400/kg padahal petani garam memproduksi garam kristal maksimal (Suroija, dkk., 2013).

  Kondisi di atas menyebabkan kesejahteraan petani garam tidak berubah dan industri pengolahan garam kesulitan mendapatkan bahan baku garam untuk berproduksi selama

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 satu tahun. Rekomendasi penelitian sebelumnya, Buffer Stock garam sangat diperlukan untuk menampung kelebihan produksi garam kristal dari petani garam dan menjamin ketersediaan bahan baku garam bagi industri pengolahan garam saat musim hujan.

  Bufferstock merupakan sebuah mekanisme untuk menyimpan sejumlah komoditi tertentu saat musim panen ketika harga rendah, dan menjual komoditi yang disimpan saat produksi sulit ketika harga tinggi. Pengaturan harga dan kebijakan pemerintah menjadi kunci penting pelaksaaan buffer stock (Anathasiou et.al, 2006). Penerapan buffer stock bahkan lebih efektif untuk mengatur kestabilan harga produk agroindustri daripada kebijakan intervensi pasar secara langsung (Wahyudi Sutopo et.al, 2012). Perbedaan stok saat panen raya dan saat musim panen menjadi masalah utama dalam sistem distribusi komoditas agroindustri. Dalam era perdagangan bebas, stok produksi berbeda akan menyebabkan ketidakstabilan harga dan kelangkaan sehingga jaminan pasokan komoditas nasional akan terganggu sedangkan permintaan tinggi sehingga impor dilakukan (Wahyudi Sutopo, et. al 2008b).

  Penelitian ini merujuk penelitian Wahyudi Sutopo (2008a) dengan perbedaan objek komoditas garam dan penggabungan analisis kuantitatif, metode optimasi, analisis kualitatif dan jalinan kerjasama industri pengolahan garam dalam membentuk sistem buffer stock.

  Keberlangsungan produksi garam sangat tergantung kondisi musim, produksi garam kristal melimpah saat musim kemarau menyebabkan harga jual garam rendah sedangkan jumlah pasokan garam akan berkurang saat musim hujan menyebabkan harga jual garam tinggi tetapi garam kristal sulit diperoleh. Hal tersebut menyebabkan kesejahteraan petani garam tidak berubah dan industri pengolahan garam kesulitan menetapkan harga jual garam konsumsi karena perbedaan harga bahan baku pada tahun yang sama.

  Pembentukan buffer stock diperlukan guna menyerap kelebihan produksi saat musim kemarau dan menyalurkan kelebihan stok garam di musim hujan. Tetapi lembaga

  

buffer stock ini belum terbentuk, sehingga industri pengolahan garam diperlukan sebagai

  unit pelaksana sistem buffer stock. Peran industri pengolahan garam sebagai buffer stock ini perlu didukung Pemerintah. Selain itu, kebijakan pengaturan jumlah persediaan dan tata niaga garam diperlukan dengan dukungan jalinan kerjasama industri pengolahan garam. Sehingga kapasitas produksi garam bisa optimal dengan adanya koordinasi

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 kebutuhan stok bahan baku. Hal lain yang penting diperhatikan adalah diperlukan modal yang besar guna membiayai kegiatan buffer stock garam di Kabupaten Pati. Oleh karena itu, pengelolaan buffer stock memerlukan industri pengolah garam yang memiliki kinerja pengelolaan persediaan bahan baku garam sebagai perwujudan lembaga penyangga garam. Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan penelitian yang muncul yaitu :

  a. Bagaimana bentuk pelaksanaan sistem persediaan gudang industri pengolahan garam dalam pembentukan buffer stock garam? b. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem persediaan garam?

  Bagaimana model pengelolaan buffer stock garam guna mengatur tata niaga dan menjamin ketahanan produksi garam? Tujuan penelitian yaitu 1). Menganalisis kinerja sistem pengendalian persediaan bahan baku garam industri pengolahan garam saat musim hujan dan kemarau, 2). Menganalisis alternatif kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan kinerja sistem buffer stock garam yang optimal bagi industri pengolahan garam, dan 3). Merumuskan model sistem buffer

  stock dan tata niaga garam guna mendukung swasembada produksi garam nasional.

  METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel

  Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yangn memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh persediaan garam kristal yang dimiliki oleh industri pengolahan garam pada satu periode tahun. Pengambilan sampel dilakukan guna memperoleh gambatan populasi secara keseluruhan. Lokasi populasi jumlah garam dimiliki industri pengolahan garam ini berlokasi di Kabupaten Pati dengan rincian sebagai berikut.

  Tabel 1 Jumlah Populasi Industri Pengolahan Garam di Pati dan Sampel

  

Kecamatan Desa Populasi (Unit)

Wedarijaksa Tlogoarum

  10 Kepoh

  7 Tluwuk

  3 Trangkil Asemparan

  12 Juwana Agungmulyo

  11 Genengmulyo 8 Margomulyo

  6 PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 Bajomulyo

  2 Bumirejo

  2 Doropayung

  2 Batangan Bumimulyo

  8 Ketitangwetan 4 Lengkong

  7 Gajahkumpul 2 Total 104

  Sumber : Disperindag, 2013. Rencana Sampel yang digunakan adalah 70 unit industri pengolahan garam yang berlokasi di Kabupaten Pati dengan pertimbangan tingkat keberhasilan pengembalian kuesioner di tahun lalu hanya 60 persen. Penentuan sampel 70 Industri Pengolahan Garam dengan penentuan sampel multistage cluster random dengan uraian sebagai berikut : Tahap 1 : Memilih IKM pengolahan garam Kecamatan Wedarijaksa, Trangkil, Batangan dan Juwana di Kabupaten Pati.

  Tahap 2 : IKM yang dipilih berada di Desa Tlogoarum, Kepoh, Tluwuk, Asemparan, Agungmulyo, Genengmulyo, Margomulyo, Bajomulyo, Bumirejo, Doropayung, Bumimulyo, Ketitang Wetan, Lengkong, Gajahkumpul.

  Membuat daftar kerangka sampel dan menentukan sampel secara random desa-desa tersebut di atas. Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini berupa :

  a. Data Primer, Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan di catat untuk pertama kalinya. Dalam penelitian ini, data yang didapat langsung dari industri pengolahan garam.

  b. Data Sekunder, data sekunder diperoleh dari pihak industri pengolehan garam, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi Industri Pengolah Garam Beryodium (APROGAKOB), dan LSM Micro Nutrient yang berlokasi di Pati berupa dokumen- dokumen produksi industri pengolahan garam.

  Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk memecahkan masalah yang ada sehingga data tersebut harus benar-benar dapat dipercaya dan akurat.

  Dalam suatu penelitian ilmiah, metode pengumpulan data dimaksudkan untuk

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat, dan terpercaya. Metode pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah: a. Wawancara Wawancara sebagai tehnik pencarian dan pengumpulan informasi dilakukan dengan mendatangi secara langsung kepada industri pengolahan garam untuk dimintai keterangan mengenai data stok persediaan garam dan persediaan.

  b. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara teliti dan sistematis dipandu dengan kuesioner guna mencari data persediaan garam dimiliki industri pengolahan garam selama satu siklus produksi selama masa produksi. Alat Analisis

  Analisis EOQ (Economic Order Quantity)

  Alat analisis EOQ digunakan untuk menjawab tujuan pertama penelitian yaitu menganalisis kinerja sistem pengendalian persediaan industri pengolahan garam saat musim hujan dan kemarau. Tehnik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode EOQ. Untuk mempermudah pengolahan data dilakukan dengan 2 tahap.

  1. Pengolahan Data Tahap I: Mengelompokkan data berdasarkan konsep Rank Month Movement. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengklasifikasian persediaan berdasarkan Rank Month Movement : a. Membuat daftar semua persediaan garam yang akan diklasifikasikan dan harga beli masing-masing garam kristal.

  b. Menentukan jumlah pemakaian rata-rata bahan baku garam kristal per tahun.

  c. Menentukan nilai pemakaian garam kristal per tahun dengan cara mengalikan jumlah pemakaian rata-rata per tahun dengan harga belinya.

  d. Menjumlahkan nilai pemakaian tahunan semua item untuk memperoleh nilai pemakaian total e. Menghitung persentase pemakaian setiap item dari hasil bagi antara nilai pemakaian per tahun setiap item dengan total nilai pemakaian per tahun.

  f. Mengurutkan sedemikian rupa nilai pemakaian tahunan semua persediaan yang memiliki nilai uang yang paling besar sampai yang terkecil agar mempermudah pembagian persediaan.

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  2. Menghitung nilai rata-rata persediaan a) Menghitung Safety Stock dengan rencana service level yaitu 95% sehingga z = 1.

  65. Dengan menggunakan persamaan.

  SS = Z . σ . √L.T …………………………………………………(1) σ = s/√n .............................................................................(2) Keterangan : SS = Safety Stock Z = Service Level σ = Standar Deviasi LT= Lead Time s = standart n = jumlah sampel

  b) Menghitung Reorder Point ROP = D L + SS ………………………………………….…(3) Dimana : D = Permintaan L = Lead Time SS= Safety Stock

  c) Menghitung Jumlah Persediaan Maksimum Persediaan maksimal merupakan jumlah persediaan yang paling banyak yang boleh ada di gudang. Penentuan persediaan maksimal ini diperlukan agar jumlah persediaan yang ada di gudang tidak berlebihan,sehingga tidak menimbulkan biaya yang lebih besar untuk penyimpanan persediaan tersebut. Besarnya persediaan maksimal atau maximum inventory yang ada di gudang dapat dicari dengan ROP dikali 2.

  Maksimal 1 = 2 x ROP ……………………………......……………...(4)

  d) Menentukan Nilai Rata-Rata Persediaan Persediaan Rata-Rata = (ROP + Maksimal) / 2................……………….(5) Nila Persediaan Rata-Rata = (Persediaan Rata-Rata/2) x Harga/kg..........(6)

  e) Menghitung tingkat persediaan Inventory Turn Lebih Banyak (ITO)

  ITO = Permintaan Tahunan/Rata-Rata Persediaan........….………………(7)

  f). Perhitungan Rasio Layanan

  Rasio layanan merupakan salah satu parameter untuk mengukur tingkat efektivitas dari persediaan barang. Artinya semakin tinggi rasio layanan, maka persediaan semakin mampu utuk memenuhi permintaan yang datang berarti pengelolaan persediaan semakin efektif.

  Rasio Layanan = Jumlah Transaksi Terpenuhi/Jumlah Seluruh Transaksi.(8)

  2. Pengelompokan Data Tahap II:

  a) Menghitung biaya persediaan dengan system interval pemesanan tetap atau Economic Order Interval (EOI).

  EOI = EOQ/Rata-Rata Pemakaian per tahun ..…………………….(9) Menghitung total biaya persediaan dengan system jumlah pemesanan tetap atau Economic Order Quantity (EOQ).

  EOQ = √(2DS/H) ………………………………………………(10) Dimana: D = Permintaan S = Biaya Pemesanan H = Biaya Penyimpanan Wawancara Mendalam diperkuat Analytical Hierarchy Process (AHP).

  Hasil analisis EOQ akan digunakan sebagai dasar untuk menganalisis kebijakan dan langkah perbaikan manajemen persediaan untuk meningkatkan kinerja sistem buffer stock garam yang optimal bagi industri pengolahan garam. Tahapan selanjutnya adalah melakukan wawancara dengan model panel untuk merumuskan pondasi dasar pembentukan buffer stock berbasis kerjasama antara industri pengolahan garam.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden

  Responden yang diperoleh dari hasil survei sejumlah 55 orang dari 80 kuesioner yang direncanakan. Berikut ini karakteristik responden yang dijelaskan sebagai berikut.

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  Tabel 2 Profil Responden

  Keterangan Mean Minimum Maksimum Std. Deviation Umur

  43.18

  23 62 10.456 Lama usaha

  12.42

  2 30 7.556 Jumlah keluarga ditanggung

  4.31

  2 7 1.069 Anggota keluarga bekerja 2.22 5 1.049 Anggota keluarga bersekolah 1.35 5 1.109

  Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55 Responden berusia rata-rata 43 tahun dengan usia termuda 23 tahun dan tertua 62 tahun. Usaha garam yang dijalani rata-rata 12 tahun dengan rentang usaha dijalani 2 sampai 30 tahun. Responden menanggung jumlah anggota keluarga rata-rata berjumlah 4 orang dengan rincian rata-rata 2 orang anggota keluarga sudah bekerja dan rata-rata 1 anggota keluarga masih bersekolah.

  Tabel 3 Tingkat pendidikan

  Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase SMA

  22

  40.0 SD

  12

  21.8 SMP

  11

  20.0 S1

  8

  14.5 D3

  1

  1.8 Total 55 100.0

  Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55 Sejumlah 22 orang (40 persen) pengusaha garam konsumsi berpendidikan SMA. Sebanyak 12 orang responden (21.8 persen) berijasah SD dengan jumlah yang hampir sama dengan responden yang berpendidikan SMP sejumlah 11 orang (20 persen). Sisanya berturut-turut, pengusaha garam yang berpendidikan S1 sebanyak 8 orang (14.5 persen) dan berpendidikan D3 hanya 1 orang.

  Tabel 4 Sumber Pendapatan Utama

  Sumber Pendapatan Jumlah Persentase Ya

  

46

  83.6 Tidak

  

9

  16.4 Total 55 100.0

  Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  34

  1.8 Toko, Tambak Bandeng

  1

  1.8 Total 55 100.0

  Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55 Sebagian besar responden sejumlah 24 orang (43,7 persen) menyatakan tidak memiliki usaha sampingan. Tetapi, sebanyak 20 orang (34,5 persen) memilih membudidayakan bandeng di tambak yang dimiliki. Hal tersebut dilakukan pada musim hujan, responden memanfaatkan lahan garam sebagai tambak bandeng karena usaha pembuatan garam tidak dilakukan selama musim hujan. Sisa responden menjalani berbagai usaha tambahan seperti usaha toko, pedagang, selep padi, sablon plastik, bengkel dan transportasi. Responden memiliki alasan untuk masih tetap eksis dalam usaha pembuatan garam dengan rincian berikut.

  Tabel 6 Alasan Eksis Pembuatan Garam

  Alasan Pembuatan Garam Jumlah Persentase Sumber Pendapatan Keluarga

  61.8 Permintaan garam tinggi

  1.8 Selep Padi

  10

  18.1 Pendapatan Tambahan

  5

  9.1 Membuka Lapangan Kerja 4

  7.3 Usaha Keluarga diteruskan 2

  3.6 Total 55 100.0

  1

  1

  Usaha pembuatan garam merupakan sumber pendapatan utama keluarga bagi responden dengan rincian sejumlah 83,6 persen dan sisanya 16,4 persen responden menyatakan tidak. Selain usaha pengolahan garam konsumsi, responden juga memiliki sumber pendapatan tambahan dari berbagai macam seperti dirinci senbagai berikut ini.

  3

  Tabel 5 Jenis Pendapatan Tambahan

  Jenis Usaha Tambahan Jumlah Persentase Tidak Ada

  24

  43.7 Tambak Bandeng

  20

  34.5 Toko

  5.4 Tambak Bandeng dan Transportasi 2

  1.8 Sablon Plastik dan Jual Sak

  3.6 Tambak dan Berdagang

  2

  3.6 Bengkel

  1

  1.8 Pedagang

  1

  Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55 Alasan utama responden masih eksis melakukan usaha pembuatan garam karena merupakan sumber pendapatan utama sejumlah 34 orang (61,8 prersen), permintaan garam tinggi dinyatakan oleh 10 orang (18,1 persen), dan sisanya berturut-turut karena alasan sumber pendapatan tambahan (9,1 persen), membuka lapangan kerja (7,3 persen) dan usaha turun temurun keluarga (3,6 persen). Kinerja Sistem Pengendalian Responden memproduksi garam konsumsi dalam bentuk garam halus, briket, dan krosok. Secara rinci disajikan tabel sebagi berikut.

  Tabel 7 Jumlah Produksi Garam Konsumsi Per Hari

  Jenis Garam Jumlah (Kg) Persentase Konsumsi 159250 53,50 Briket 110450 37,10 Halus 28000 9,40 Krosok 297700 100,00 Total

  Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55 Jenis produksi garam briket yang diproduksi sebanyak 159.250 Kg/hari (53,50 persen), sedangkan garam konsumsi jenis halus sejumlah 110.450 Kg/hari (37,10 persen), sedangkan, dan sisanya garam krosok 28.000 Kg/hari (9,40 persen).

  Tabel 8 Tenaga Kerja Digunakan Total Std.

  Jenis Tenaga Kerja Rata-Rata Minimum Maksimum (orang) Deviation Tenaga Cetak

  9.98

  2 35 549 6.835 Tenaga Pengemasan

  8.44

  3 16 464 3.563 Tenaga Cuci dan Giling

  5.71

  2 15 314 2.370 Tenaga Memanggang

  1.78

  1

  5 98 .956 Total 1425

  Sumber : Data Primer, diolah September 2014. n=55 Jumlah total tenaga kerja yang digunakan 1425 orang dengan rincian tenaga kerja cuci dan giling, cetak, pengemasan dan pemanggangan. Tenaga cetak merupakan tenaga dominan didunakan dalam produksi garam berkonsumsi sebagian besar 53,50 persen adalah garam briket. Tenaga cetak garam digunakan rata-rata sejumlah 10 orang dengan rantang 2 – 35 orang dan jumlah total tenaga cetak 549 orang. Tenaga kerja cuci dan giling digunakan rata-rata 5 orang dengan jumlah minimal orang sampai maksimum 15 dengan jumlah total 314 orang. Sisanya tenaga pemanggang garam sejumlah 98 orang.

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 Analisis EOQ

  Persediaan (inventory) adalah salah satu aset yang sangat mahal dalam suatu perusahaan. Industri pengolahan garam harus menjaga agar persediaan tidak habis dan mengganggu proses produksi dengan pertimbangan biaya penyimpanan yang minimal. Industri pengolahan garam harus mengatur titik optimal dengan biaya simpan minimal. Persediaan industri garam ini meliputi kebutuhan bahan baku garam kristal, garam yang sudah dicuci bersih, dan garam konsumsi yang sudah jadi.

  Industri pengolahan garam konsumsi harus memiliki perencanaan dan sistem pengendalian peersediaan yang spesifik. Hal utama dalam pengelolaan persediaan adalah berapa banyak harus disediakan yang diukur dengan Economic Order Quantity dan waktu penyediaan dilakukan. Kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan optimal untuk menjamin ketersediaan bahan baku produksi. Hasil analisis EOQ diperoleh sebagai berikut

  Tabel 9 Titik Pemesanan Optimal Bahan Baku Industri Pengolahan Garam

  No EOQ (Kg) Produksi/hari (Kg) Keterangan 1 2411 2000 Lebih

  2 2894 2400 Lebih 3 2853 2400 Lebih 4 3120 3200 JIT 5 3106 3200 JIT 6 7165 4000 Lebih 7 1967 1600 Lebih 8 7808 6500 Lebih 9 3813 5000 Kurang 10 3934 4800 Kurang 11 6221 4800 Lebih 12 2213 1800 Lebih 13 6401 5100 Lebih 14 863 800 Kurang 15 2072 2500 Kurang 16 1833 2000 Kurang 17 15088 13000 Lebih 18 186 800 Kurang 19 310 1000 Kurang 20 21585 16500 Lebih 21 8518 12000 Kurang 22 3514 4200 Kurang 23 27478 6800 Kurang PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 24 2199 3200 Kurang 25 1855 3200 Kurang 26 6885 5600 Lebih 27 3354 4500 Kurang 28 7854 6400 Lebih 29 60729 13000 Lebih 30 2951 2400 Lebih 31 2694 4900 Kurang 32 5072 3100 Lebih 33 5803 2500 Lebih 34 38684 7000 Lebih 35 6148 3000 Lebih 36 4259 6000 Kurang 37 17157 4500 Lebih 38 12910 2100 Lebih 39 10368 8000 Lebih 40 5054 2600 Lebih 41 4434 2550 Lebih 42 19440 5000 Lebih 43 1230 2000 Kurang 44 1984 2500 Kurang 45 6708 5000 Lebih 46 3394 8000 Lebih 47 2324 5000 Kurang 48 1304 3000 Kurang 49 1394 3000 Kurang 50 696 2300 Kurang 51 6820 4000 Lebih 52 1650 3000 Kurang 53 22243 12000 Lebih 54 31298 18000 Lebih 55 23236 17000 Lebih Sumber : Data Primer diolah, September 2014.

  Industri pengolahan garam cenderung meyimpan bahan baku garam melebihi jumlah produksi jika tidak memiliki tambak sendiri dan membeli dari Petani dengan harga yang tinggi.

  Industri penolahan garam cenderung untuk menyimpan bahan baku optimal (dan atau lebih sedikit) jika memiliki tambak sendiri yang berdekatan dengan lokasi pabrik pengolaan. Industri pengolahan garam membeli garam dari petani dengan harga yang relatif lebih murah.

  Konsekuensinya, industri pengolahan garam yang memiliki tambak sendiri akan membutuhkan gudang guna menampung bahan baku garam. Selain itu, petani garam juga memiliki gudang garam yang digunakan sebagai simpanan/tabungan.

  Tabel 10 Persediaan Stok Garam

  Keterangan Rata-Rata EOQ 4095 Kg Buffer Stock 472.5Ton Sumber : Data Primer diolah, September 2014.

  Alternatif Kebijakan Pengendalian Persediaan. Hasil FGD diperoleh Kebijakan untuk pengendalian persediaan garan yaitu :

  1. Penyuluhan dan pengetesan kadar garam sesuai standar SNI bagi industri pembuatan garam dengan kandungan >30 ppm (TES),

  2. Penegakan hukum dan Sidak kepada Industri Pengolahan Garam untuk pelaksanaan Perda SNI Garam Beryodium di Kabupaten Pati (HUKUM),

  3. Penetapan harga dasar jual garam oleh Pemerintah Kabuapaten Pati agar segera dilaksanakan untuk mendorong petani dan industri garam meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi garam (HARGA),

  4. Penataan sistem distribusi logistik dan alokasi Garam. Sistem Logistik Garam Nasional yang dikoordinasikan oleh PT Garam (BUMN) bekerjasama dengan Koperasi/Sentra Produksi Garam memberdayaan KUD untuk mengelola persediaan Garam (LOGISTIK).

  5. Kebijakan Pemerintah Daerah dengan mendukung Industri Makanan Ringan yang berlokasi di Kabupaten Pati untuk mengambil dari Garam Konsumsi Industri Pengolahan Garam (HULU).

  6. Pembuatan Badan Usaha Milik Derah Pengolahan Garam Industri yang menampung produksi garam dari Petani (BUMD).

  7. Pengawasan dan Penanggulangan GAKI, standar mutu, garam konsumsi bekerjasama dengan Disperindag, Satpol PP (PERDA).

  8. Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah penyusutan garam, rapat delapisi isolator, dan tidak bocor (GUDANG). Hasil yang diharapkan dari penetapan strategi diatas adalah

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  1. Industri pengolahan garam berdaya untuk memiliki askses pembelian bahan baku dari petani untuk mendukung kontinuitas produksi garam sepanjang tahun.

  2. Industri garam mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, sehingga termotivasi untuk terus meningkatkan kualitas garam SNI dan produktivitasnya.

  3. Peningkatan daya saing garam konsumsi sesuai standar SNI untuk menghadapi persaingan garam impor.

  4. Sinkronisasai dan koordinasi Pemerintah Kabupaten, Industri Pengolahan, Perbankan, Akademisi, dan Tokoh Masyarakat guna mendukung daya saing garam lokal.

  Model Buffer stock dan tata niaga garam guna mendukung swasembada produksi garam nasional. Secara lengkap model penguatan industri pengolahan garam guna mendukung ketahanan produksi nasional dilihat dari bagan berikut ini.

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  498 Pemberdayaan Industri Pengolahan Garam Sumber : Susilowati (2004), Sudantoko (2010), Poniman dkk (2011), Yusmar (2011, 2012), Soraija (2013) disesuaikan dengan kajian ini.

  LOGISTI Persedian Bahan Baku: EOQ Gudang Jaringan P t i Produksi Garam Konsumsi PENGENDALIAN PERSEDIAAN Industri Garam SWASEMBADA GARAM KONSUMSI HULU

HARGA GUDANG

HUKU TES PERDA

INDUSTRI MAKANAN PEMERINTAH

  Penjelasan

  1. Penyuluhan dan pengetesan kadar garam sesuai standar SNI bagi industri pembuatan garam dengan kandungan >30 ppm (TES). Kebijakan ini sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Pati melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang selalu mengadakan pengetesan kandungan yodium garam bekerjasama dengan MI. Dampaknya, industri pengolahan garam akan mematuhi aturan tersebut. Guna mendukung kegiatan tersebut, kebijakan selanjutnya sangat mendukung aktivitas tersebut.

  2. Penegakan hukum dan Sidak kepada Industri Pengolahan Garam untuk pelaksanaan Perda SNI Garam Beryodium di Kabupaten Pati (HUKUM).

  Penegakan hukum dan sangsinya sangat diperlukan untuk menegakkan aturan SNI garam beryodium. Sangsi penghentian produksi garam bisa dilakukan untuk sebagai hukuman pelanggaran sangsi.

  3. Penetapan harga dasar jual garam oleh Pemerintah Kabuapaten Pati agar segera dilaksanakan untuk mendorong petani dan industri garam meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi garam (HARGA). Penetapan harga dasar garam untuk masing-masing jenis kualitas I, II, dan III belum optimal. Tengkulak masih menguasai pasar garam. Petani garam yang terdesak kebutuhan hidup sehari-hari akan menjual murah garamnya kepada tengkulak sehingga kualitas garam yang dihasilkan tidak optimal.

  4. Penataan sistem distribusi logistik dan alokasi Garam. Sistem Logistik Garam Nasional yang dikoordinasikan oleh PT Garam (BUMN) bekerjasama dengan Koperasi/Sentra Produksi Garam memberdayakan KUD untuk mengelola persediaan Garam (LOGISTIK). Lembaga buffer stock secara nasional ini sudah dilaksanakan oleh PT Garam untuk menyerap garam dari Petani. Karena keterbatasan modal, PT Garam tidak bisa menyerap persediaan garam di Kabupaten Pati. Sehingga guna menyerap kelebihan persediaan garam maka kebijakan berikut ini sangat berkaitan.

  5. Kebijakan Pemerintah Daerah dengan mendukung Industri Makanan Ringan yang berlokasi di Kabupaten Pati untuk mengambil dari Garam Konsumsi Industri Pengolahan Garam (HULU). Kebijakan ini akan mendorong industri pengolahan

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  499 garam memproduksi garam konsumsi yang sesuai dengan standar kebutuhan industri makanan. Kebijakan tersebut perlu didukung dengan langkah beikut ini.

  6. Pembuatan Badan Usaha Milik Derah Pengolahan Garam Industri yang menampung produksi garam dari Petani (BUMD). Kebijakan ini bertujuan untuk menyerap produksi garam petani dan mendorong industri pengolahan garam untuk memproduksi garam industri yang berkualitas.

  7. Pengawasan dan Penanggulangan GAKI, standar mutu, garam konsumsi bekerjasama dengan Disperindag, Satpol PP (PERDA).

  8. Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah penyusutan garam, rapat delapisi isolator, dan tidak bocor (GUDANG).

  SIMPULAN

  a. Industri pengolahan garam cenderung meyimpan bahan baku garam melebihi jumlah produksi jika tidak memiliki tambak sendiri dan membeli dari Petani dengan harga yang tinggi.

  b. Industri penolahan garam cenderung untuk menyimpan bahan baku optimal (dan atau lebih sedikit) jika memiliki tambak sendiri yang berdekatan dengan lokasi pabrik pengolaan. Industri pengolahan garam membeli garam dari petani dengan harga yang relatif lebih murah.

  c. Konsekuensinya, industri pengolahan garam yang memiliki tambak sendiri akan membutuhkan gudang guna menampung bahan baku garam. Selain itu, petani garam juga memiliki gudang garam yang digunakan sebagai simpanan/tabungan..

  d. Kebijakan untuk meningkatkan pengendalian persediaan industri pengolahan garam yaitu dengan : 1). Penyuluhan dan pengetesan kadar garam sesuai standar SNI bagi industri, 2). Penegakan hukum dan Sidak kepada Industri Pengolahan Garam untuk kandungan yodium di garam, 3). Penetapan harga dasar jual garam oleh Pemerintah Kabuapaten Pati, 4). Penataan sistem distribusi logistik dan alokasi Garam. Sistem Logistik Garam Nasional yang dikoordinasikan oleh PT Garam (BUMN) bekerjasama dengan Koperasi/Sentra Produksi Garam memberdayaan KUD untuk mengelola persediaan Garam, 5). Kebijakan Pemerintah Daerah dengan mendukung Industri Makanan Ringan yang berlokasi di Kabupaten Pati untuk membeli Garam Konsumsi dari petani dan Industri Pengolahan Garam, 6). Pembuatan Badan Usaha Milik Derah Pengolahan Garam Industri yang menampung produksi garam dari

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  500 Petani, 7). Pengawasan dan Penanggulangan GAKI, standar mutu, garam konsumsi bekerjasama dengan Disperindag, Satpol PP, 8). Penentuan standar Gudang Garam dengan lantai yang mencegah penyusutan garam

  Kelemahan Penelitian

  a. Model yang dirumuskan masih berupa konsep untuk bisa diterapkan sehingga perlu adanya penyampaian konsep model peningkatan pengendalian persediaan garam kepada Pemerintah Daerah.

  b. Perlunya kajian hubungan biaya pengangkutan, biaya pergudangan, dan produksi garam untuk diteliti pada rancana penelitian berikutnya.

  DAFTAR PUSTAKA Agus Ristono.(2008). Manajemen Persediaan Edisi 1. Graha Ilmu. Yogyakarta.

  Athanasiou, George., Iasson Karafyllis, and Stelios Kotsios, 2006. Price Stabilization Using Buffer Stocks.

  Dept. of Economics, University of Athens, 8 Pesmazoglou Str., 10559, Athens, Greece

  Ballou, Ronald H. (2003). Business Logistics/Supply Chain Management and Logware .Pearson. Prentice Hall. USA. Donald J. Bowersox, David J. Closs, M. Bixby Cooper. (2002). Supply Chain Logistics

  Management Fourth Edition

  . McGraw-Hill. USA Freddy Rangkuti, (1996). Manajemen Persediaan. Rajawali. Jakarta. Ferdinand, Augusty, (2002). Structural Equation Modelling Dalam Penelitian

  Manajemen : Aplikasi Model-Model Rumit dalam penelitian untuk Tesis magister dan Disertasi Doktor

  . Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hair et all, (2006). Analysis of Multivariate. Sixth Edition. Singapore. Pearson International.

  Hani Handoko. (2000). Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi I. Henry Simamora. (2000). Akuntansi Bisnis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jilid 1.

  Salemba Empat: Jakarta. Imam Ghozali, (2006). Analisis Multivariate Aplikasi Program SPSS. Semarang. Badan Penerbit UNDIP Semarang.

  Lalu Sumayang. (2003). Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi . Salemba empat. Jakarta. Mudrajad Muncoro, (2009). Metode Riset Bisnis dan Ekonomi Edisi ke-3. Jakarta.

  Penerbit Erlangga. Noor Suroija, Yusmar Ardhi Hidayat, Ahmad Zaenuddi, dan Fatchun Hasyim (2013).

  Model Pemberdayaan Industri Pengolahan Garam Guna Mendukung Ketahanan

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  501 Produksi Nasional Berbasis C-E-L (Efficiency Production, Entrepeneurship, Linkage ). Laporan RUPT. Polines Semarang. Siti Wardah, Tiena G. Amran, Parwadi Moengin. (2013). Rancang Bangun Model

  Persediaan Dan Pemilihan Pemasok Bahan Baku Kelapa Parut Kering Di PT. X.

  Jurnal Teknik Industri. Diunduh 24 Desember 2013. Sofyan Assauri. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Revisi. LP-FEUI:

  Jakarta: Supriyono. (2001). Akuntasi Biaya Perencanaan dan Pengendalian Biaya serta

  pembuatan Keputusan . BPFE :Yogyakarta.

  Turban, E, Rainer Jr, R.K, Porter, R. (2004). Introduction to Information Technology.

  John. Willey & Sons Inc. USA. Wahyudi Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia, and TMA. Ari Samadhi.

  (2008a). Proceedings of the 9th Asia Pasific Industrial Engineering & Management Systems Conference. Nusa Dua, Bali – INDONESIA December 3rd

  • – 5th, 2008 : A Buffer Stocks Model for Stabilizing Price of Commodity under

  Limited Time of Supply and Continuous Consumption . APIEMS 2008.

  Wahyudi Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia, and TMA. Ari Samadhi.

  2008b. The 20th National Conference of Australian Society for Operations Research & the 5th International Intelligent Logistics System Conference. : A

  

Buffer Stock Model For Stabilizing Price With Considering The Expectation

Stakeholders In The Staple-Food Distribution System.

  Wahyudi Sutopo, Senator Nur Bahagia, Andi Cakravastia & T.M.A. Arisamadhi, 2012.

  A Buffer Stock Model to Ensure Price Stabilization and Availability of Seasonal Staple Food under Free Trade Considerations. ITB J. Eng. Sci., Vol. 44, No. 2,

  2012, p : 128-147.

  Yusmar Ardhi Hidayat dan Noor Suroija, 2013. Prosiding Seminar Nasional: Analisis

  Efisiensi Produksi Garam Konsumsi . UP2M Polines 2013. Penerbit Polines. 139- 144.

  PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097

  502