HAK ATAS TANAH MENURUT PARA AHLI.docx (1)

HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA
Posted on June 15, 2011
HAK ATAS TANAH MENURUT UUPA
Pengertian Hak Atas Tanah Menurut UUPA
Pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai dari Negara
termaksud dalam UUPA (pasal 1 ayat 2) memberi wewenang kepada negara
untuk :
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang angkasa;
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum (UUPA, pasal 4 ayat 1). pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan
air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung

berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang
ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Jenis jenis Hak Atas Tanah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hak Milik
Hak Guna Usaha
Hak Pakai
Hak Sewa
Hak Membuka Tanah
Hak Memungut Hasil Hutan

Hak Milik
 Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah

 Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
 Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

 Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik
dan syarat-syaratnya (bank Negara, perkumpulan koperasi pertanian, badan
keagamaan dan badan social)
 Terjadinya hak milik, karena hukum adat dan Penetapan Pemerintah, serta karena
ketentuan undang-undang
 Hak milik, setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain, harus
didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan
pembuktian yang kuat.
Hak Guna Usaha
 Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, guna
perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan jangka waktu 35 tahun dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Sesudah jangka waktu
dan perpanjangannya berakhir ke pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak
Guna Usaha di atas tanah yang sama.
 Diberikan paling sedikit luasnya 5 hektar, jika lebih dari 25 hektar harus dikelola
dengan investasi modal yang layak dnegan teknik perusahaan yang baik sesuai
dengan perkembangan zaman.

 Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain
 Hak Guna Usaha dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan Hukum yang
didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
 Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah Tanah Negara
 Hak Guna Usaha terjadi karena penetapan Pemerintah
 Hak Guna Usaha setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain,
harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan
pembuktian yang kuat
 Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan
Hak Guna Bangunan
 Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, yang dapat berupa tanah Negara,
tanah hak pengelolaan, tanah hak milik orang lain dengan jangka waktu paling lama
30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Setelah berakhir jangka waktu
dan perpanjangannya dapat diberikan pembaharuan baru Hak Guna Bangunan di atas
tanah yang sama.
 Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
 Hak Guna Bangunan dapat dipunyai warga negara Indonesia, dan Badan Hukum yang
didirikan berdasarkan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
 Hak Guna Bangunan terjadi karena penetapan Pemerintah
 Hak Guna Bangunan setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak lain,

harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksud merupakan
pembuktian yang kuat
 Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Tanggungan
Hak Pakai

 Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan
Undang-undang
 Hak pakai dapat diberikan :
1. Selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan yang tertentu;
2. Dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.
3. Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsurunsur pemerasan.
 Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :
1. Warga negara Indonesia

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
 Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang berwenang.
 Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal
itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.
Hak Sewa
 Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak
mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
 Pembayaran uang sewa dapat dilakukan :
1. Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu;
2. Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
3. Perjanjian sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal ini tidak boleh disertai
syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
 Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah :
1. Warganegara Indonesia;
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia;
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan
 Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh
warganegara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Dengan mempergunakan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan
sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu.
Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena

1.
2.
3.
4.
5.

Jual beli
Tukar menukar
Penyertaan dalam modal
Hibah

Pewarisan

Hapusnya Hak Atas Tanah
1. Jangka waktu yang berakhir
2. Dibatalkan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang tidak
dipenuhi
3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegan haknya sebelum jangka waktunya berakhir
4. Dicabut untuk kepentingan umum
5. Diterlantarkan
6. Tanahnya musnah
7. Beralih ke warganegara asing (khusus Hak Milik) atau badan hukum asing (khusus
HGU dan HGB)

sumber : UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR
POKOK-POKOK AGRARIA
Hak Milik Atas Tanah
Sudah 48 tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun
1960. Namun selama kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai
hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis-habisnya
karena mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan hidup

manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani,
lalu lintas, perjanjian dan pada akhirnya tempat manusia berkubur.

Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria berlaku bersamaan dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme).
Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum tanah adat dan yang lain
bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya
hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap
tanah-tanah dengan hak barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus
dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat masuk ke dalam sisem dari
UUPA

diselesaikan

dengan

melalui

lembaga


konversi.

Konversi

adalah

pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk
sistem dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 : 1).

Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik
di bidang pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah,
ketimpangan dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama
antara sesama pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh
negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun
secara horizontal peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan
tanah, praktek-praktek manipulasi dalam perolehan tanah pada masa lalu dan di
era reformasi muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan (pusat-daerah)
tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat
dan masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-undangan agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai

sandaran peraturan pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di
lain pihak, hukum agraria nasional belum sepenuhnya mengakui validitas hukum
adat tersebut.

Pembahasan

Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil
manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan
atas tanah.
Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas
tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah
yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam
pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain:
1. Hak Milik
2. Hak Guna Usaha
3. Hak Guna Bangunan
4. Hak Pakai
5. Hak Sewa
6. Hak Membuka Tanah

7. Hak Memungut Hasil Hutan

8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang
ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya
bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut
hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan
atau

mengusahakan

tanah

tertentu.

Namun

kedua

hak

tersebut

tetap

dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk
menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak
tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak–
hak atas tanah yang disebut dalam pasal 16, dijumpai juga lembaga–lembaga
hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat
“sementara”. Hak–hak yang dimaksud antara lain :
1. Hak gadai,
2. Hak usaha bagi hasil,
3. Hak menumpang,
4. Hak sewa untuk usaha pertanian.

Hak–hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti
sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak–hak tersebut
menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi
lemah (kecuali hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas–
asas Hukum Tanah Nasional (pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak–hak tersebut juga
bertentangan dengan jiwa dari pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah
pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif
oleh orang yang mempunyai hak. Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan
maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai.
Hak menumpang dimasukkan dalam hak–hak atas tanah dengan eksistensi yang
bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak
menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari
hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang terdapat hubungan antara
pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di tanah si A, sehingga ada
hubungan tuan dan budaknya. Feodalisme masih mengakar kuat sampai
sekarang di Indonesia yang oleh karena Indonesia masih dikuasai oleh berbagai

rezim. Sehingga rakyat hanya menunngu perintah dari penguasa tertinggi. Sutan
Syahrir dalam diskusinya dengan Josh Mc. Tunner, pengamat Amerika (1948)
mengatakan bahwa feodalisme itu merupakan warisan budaya masyarakat
Indonesia yang masih rentan dengan pemerintahan diktatorial. Kemerdekaan
Indonesia dari Belanda merupakan tujuan jangka pendek. Sedangkan tujuan
jangka panjangnya adalah membebaskan Indonesia dari pemerintahan yang
sewenang–wenang dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Pada saat itu,
Indonesia baru saja selesai dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Walaupun PKI
sudah bisa dieliminir pada tahun 1948 tapi ancaman bahaya totaliter tidak bisa
dihilangkan dari Indonesia. Pasal 16 UUPA tidak menyebutkan hak pengelolaan
yang sebetulnya hak atas tanah karena pemegang hak pengelolaan itu
mempunyai hak untuk mempergunakan tanah yang menjadi haknya.
Dalam UUPA, hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut :
1.Hak atas tanah yang bersifat tetap, terdiri dari :
a.

Hak Milik

b.

Hak Guna Usaha

c.

Hak Guna Bangunan

d.

Hak Pakai

e.

Hak Sewa Tanah Bangunan

f.

Hak Pengelolaan
2.Hak atas tanah yang bersifat sementara, terdiri dari :

a.

Hak Gadai

b.

Hak Usaha Bagi Hasil

c.

Hak Menumpang

d.

Hak Sewa Tanah Pertanian

Pencabutan Hak Atas Tanah Maksud dari pencabutan hak atas tanah
adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara yang mengakibatkan hak

atas tanah itu hapus tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau lalai
dalam memenuhi kewajiban hukum tertentu dari pemilik hak atas tanah
tersebut. Menurut Undang–undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan
hak atas tanah dan benda–benda diatasnya hanya dilakukan untuk kepentingan
umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama
milik rakyat merupakan wewenang Presiden RI setelah mendengar pertimbangan
apakah benar kepentingan umum mengharuskan hak atas tanah itu harus
dicabut, pertimbangan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri
Hukum dan HAM, serta menteri lain yang bersangkutan. Setelah Presiden
mendengar

pertimbangan

tersebut,

maka

Presiden

akan

mengeluarkan

Keputusan Presiden yang didalamnya terdapat besarnya ganti rugi untuk pemilik
tanah yang haknya dicabut tadi. Kemudian jika pemilik tanah tidak setuju
dengan besarnya ganti rugi, maka ia bisa mengajukan keberatan dengan naik
banding pada pengadilan tinggi.
Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara
disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah
lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder. Kedua hak
tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di mana pemegangnya berhak
untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk
mendapat keuntungan dari orang lain mdalui perjanjian dimana satu pihak
memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari negara terdiri dari Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Tiap-tiap hak
mempunyai karakteristik tersendiri dnn semua harus didaftarkan menurut
ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan
dialihkan kepada pihak lain. Salah satu kekhususan dari Hak Milik ini tidak
dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak terbatas lamanya
yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka beriakunya UUPA, kecuali
akan ketentuan Pasal 27 UUPA.

Pasal 27 UUPA menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila :

A. Tanahnya jatuh kepada negara :
1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. Karena diterlantarkan
4. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
B. Tanahnya musnah.

Pada asasnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak
milik kecuali ditentukan secara khusus oleh Undang-undang atau peraturan
lainnya, seperti yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 1973 yaitu:
a.
b.

Bank-bank yang didirikan oleh negara.
Perkumpulan-perkumpulan
Koperasi

pertanian

yang

didirikan

c.

berdasarkan undang-undang Nomor 79 Tahun 1958.
Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah

d.

mendengar menteri agama.
Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah
mendengar menteri sosial.
Penjelasan umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan hukum
mempunyai hak milik, karena memangnya badan hukum tidak periu mempimyai
hak milik tetapi cukup bagi keperluan-keperluan yang khusus yaitu hak-hak lain
selain hak milik.
Hak Milik dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan-badan
hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya: Bank Pemerintah, Badan
keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk Pemerintah,
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial atas tanah. Jangka
waktu berlakunya Hak Milik: untuk waktu yang tidak ditentukan; Namun
demikian, Hak Milik hapus apabila:
* karena pencabutan hak
* karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
* karena diterlantarkan
* beralih kepada orang asing

* tanahnya musnah

Hak Guna Usaha dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Jangka waktu
berlakunya HGU: 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, dan
apabila waktu tersebut telah berakhir maka HGU dapat diperbaharui. Hak Guna
Banguan dapat diberikan kepada Warga negara Indonesia, Badan Hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktu
berlakunya HGB: 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, setelah
waktu tersebut berakhir maka HGB tersebut dapat diperbaharui; Hak Pakai dapat
diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Orang asing yang berkedudukan di
Indonesia, Instansi Pemerintah, Badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan. Jangka waktu berlakunya Hak Pakai:
25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, atau untuk jangka waktu
yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Instansi Pemerintah termasuk
Pemerintah Daerah, Badan usaha milik Negara, Badan usaha milik Daerah, PT
Persero, Badan otorita, Badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk
Pemerintah, Jangka waktu berlakunya Hak Pengelolaan: tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
Hak Milik atas Satuan Rumah Susun, Hak milik atas satuan rusun diberikan
atas pemilikan rusun. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang
dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan

secara terpisah, terutama untuk tempat hunian atau bukan hunian, yang
dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama.

DAFTAR PUSTAKA

A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
1990.
____________, 1990, Berakhirnya Hak-hak atas Tanah Menurut Sistem

UUPA,
Penerbit Mandar Maju, Bandung.

Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan
Pendaftaran Tanah (“Perka BPN 2/2013”) menyebutkan bahwa pemberian hak atas tanah
adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, termasuk
perpanjangan jangka waktu hak dan pembaharuan hak serta pemberian hak di atas hak
pengelolaan (“Pemberian Hak Atas Tanah”). Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai (“Hak Atas Tanah”). Kewenangan Pemberian Hak
Atas Tanah diberikan kepada (i) kepala Kantor Pertanahan, (ii) kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional, (iii) kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional adalah instansi vertikal Badan Pertanahan
Nasional di provinsi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (“Kanwil BPN”). Kantor Pertanahan adalah
instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di kabupaten/kota yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui
kepala Kanwil BPN (“Kantor Pertanahan”).

Kepala Kantor Pertanahan, kepala Kanwil BPN, dan kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia (“BPN”) mempunyai kewenangannya masing-masing dalam rangka
Pemberian Hak Atas Tanah. Jika ditinjau berdasarkan Hak Atas Tanah, maka pembagian
kewenangan tersebut, antara lain:
Hak Milik
Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:
 pemberian hak milik untuk orang perseorangan atas tanah pertanian yang

luasnya tidak lebih dari 50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi);
 pemberian hak milik untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian
yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 (tiga ribu meter persegi);
 pemberian hak milik untuk badan hukum keagamaan dan sosial yang
telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963
tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak
Milik atas Tanah, terhadap tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih
dari 50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi);
 pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program:
1. transmigrasi;
2. redistribusi tanah;
3. konsolidasi tanah;
4. program yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (“APBN”) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (“APBD”); dan
5. pendaftaran tanah yang bersifat strategis dan massal.

Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai:
1. pemberian hak milik untuk orang perseorangan atas tanah pertanian yang
luasnya lebih dari 50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi) dan tidak
lebih dari luas batas maksimum kepemilikan tanah pertanian perorangan;
2. pemberian hak milik untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian
yang luasnya lebih dari 3.000 m 2 (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih
dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);
3. pemberian hak milik untuk badan hukum keagamaan dan sosial yang
telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963
tentang Penunjukkan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak
Milik atas Tanah, terhadap tanah non pertanian yang luasnya lebih dari
50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi) dan tidak lebih dari 150.000 m 2
(seratus lima puluh ribu meter persegi).

Hak Guna Bangunan
Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:
1. pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas tanah
yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 (tiga ribu meter persegi);
2. pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang
luasnya tidak lebih dari 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi); dan
3. pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan.

Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai:
3. pemberian hak guna bangunan untuk orang perseorangan atas tanah
yang luasnya lebih dari 3.000 m 2 (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih
dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);
4. pemberian hak guna bangunan untuk badan hukum atas tanah yang
luasnya lebih dari 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi) dan tidak
lebih dari 150.000 m2 (seratus lima puluh ribu meter persegi).

Hak Pakai
Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:
1. pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian
yang luasnya tidak lebih dari 50.000 m2 (lima puluh ribu meter persegi);
2. pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian
yang luasnya tidak lebih dari 3.000 m2 (tiga ribu meter persegi);
3. pemberian hak pakai untuk badan hukum swasta, Badan Usaha Milik
Negara (“BUMN”)/Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”) atas tanah non
pertanian yang luasnya tidak lebih dari 20.000 m 2 (dua puluh ribu meter
persegi);
4. pemberian hak pakai atas tanah hak pengelolaan; dan
5. pemberian hak pakai aset pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Kepala Kanwil BPN memberikan keputusan mengenai:
1. pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah pertanian
yang luasnya lebih dari 50.000 m 2 (lima puluh ribu meter persegi) dan
tidak lebih dari 100.000 m2 (seratus ribu meter persegi);
2. pemberian hak pakai untuk orang perseorangan atas tanah non pertanian
yang luasnya lebih dari 3.000 m 2 (tiga ribu meter persegi) dan tidak lebih
dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi);
3. pemberian hak pakai untuk badan hukum swasta, BUMN/BUMD atas tanah
non pertanian yang luasnya lebih dari 20.000 m 2 (dua puluh ribu meter
persegi) dan tidak lebih dari 150.000 m2 (seratus lima puluh ribu meter
persegi).

Hak Guna Usaha
Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai pemberian hak guna usaha atas tanah
yang luasnya tidak lebih dari 2.000.000 m2 (dua juta meter persegi).
Kewenangan-Kewenangan Lainnya
1. Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai:
1. pemberian izin kerjasama pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak
ketiga, jika dipersyaratkan dalam surat keputusan pemberian hak
pengelolaan;
2. pemberian izin perolehan tanah bagi Badan Sosial dan Keagamaan,
jika dipersyaratkan dalam surat keputusan persetujuan bahwa
badan hukum tersebut dapat memiliki tanah dengan hak milik.

2. Kepala Kanwil BPN memberi keputusan mengenai penetapan tanah negara
untuk menjadi tanah obyek landreform.
3. Kepala BPN menetapkan Pemberian Hak Atas Tanah yang diberikan secara
umum.
4. Kepala BPN memberi keputusan mengenai Pemberian Hak Atas Tanah
yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kanwil BPN atau
Kepala Kantor Pertanahan.
Jakarta -Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kementerian Agraria atau Tata
Ruang setiap tahunnya menerbitkan Hak Guna Usaha bagi Badan Usaha alias
Perusahaan di Indonesia untuk melakukan kegiatan pertanian, perikanan dan
perkebunan atau kegiatan usaha lain yang diperbolehkan oleh undang-undang.
Namun sertifikat HGU yang sudah diterbitkan oleh BPN bisa dicabut bila
pemegangnya tidak menggunakan lahan tersebut atau menelantarkannya.
Parameter lahan bisa disebut terlantar bila sejak 3 tahun terbitnya HGB belum
dilakukan

pemanfaatan

usaha.

Demikian diterangkan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan
Nasional/Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (BPN/ATR) Gunawan
Muhammad

kepada

detikFinance,

Rabu

(22/4/2015).

"Tanah yang tidak digunakan sesuai dengan arahan tujuan pemberian haknya,
kita sebut sebagai tanah terlantar. Tanah terlantar itu tanah yang sudah
diberikan hak oleh negara tapi tidak dipergunakan atau dimanfaatkan sesuai
sifat

dan

tujuan

pemberian

haknya.

Itu

akan

kita

cabut,"

katanya.

Ia menjelaskan, pada dasarnya tanah berstatus HGU adalah tanah negara yang
diberikan izin penguasaannya kepada Badan Usaha tertentu dengan arah
pemanfaatan diantaranya kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan dan
peternakan.
Untuk dapat memanfaatkannya, badan usaha harus memenuhi syarat yang
sudah ditentukan termasuk harus membayar sejumlah biaya ke pemerintah
setiap

tahunnya

sebagai

Pemasukan

Negara

Bukan

Pajak

(PNBP).

Meski demikian, mengingat sifatnya yang merupakan miliki negara, pemerintah
bisa mencabut hak tersebut tanpa perlu memberikan penggantian atau
kompensasi

ke

Badan

Usaha

pemegang

HGU.

"Itu termuat dalam PP 11/2010 tentang pengendalian lahan terlantar. Tanah
terlantar dihapus haknya, HGU-nya nggak ada lagi. Diputus hubungan hukumnya
dan ditegaskan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Kalau sudah
dicabut tidak ada kompensasi apa-apa dari negara. Jadi kalau HGU dicabut ya
langsung

dikuasai

negara,"

katanya.

Tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar sebelumnya telah melalui tahap
pendataan alias inventarisasi. Dari hasi pendataan, akan terlihat bidang-bidang
tanah yang telah berstatus HGU namun tidak dimanfaatkan sebagaimana
mestinya. Tanah ini lah yang kemudian direkomendasikan sebagai tanah
terlantar.
Setelah ditetapkan sebagai tanah terlantar berdasarkan keputusan Kepala BPN,
pemegang HGU dapat mengajukan gugatan bila penetapan tersebut dianggap
tidak

tepat.

"Misalnya dia merasa dia sudah menggunakannya dengan sesuai, dia bisa
menggugat dan kita tunggu proses pengadilan. Tapi kalau tidak ada gugatan kita
bisa

lanjutkan

dan

tanah

itu

menjadi

cadangan

tanah

negara

untuk

dimanfaatkan sesuai kepentingan negara," katanya.
Perbandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Menurut
Undang-undang Pertanahan Berdasarkan UU No.55 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria
1. PENGERTIAN
Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,
dengan mengingat ketentuan pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, bahwa “semua hak tanah
mempunyai fungsi sosial”. Sifat-sifat hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya adalah
hak yang “terkuat dan terpenuh”, maksudnya untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah
yang dipunyai orang, hak miliklah yang paling kuat dan penuh.
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam
jangka waktu paling lama 25 tahun. Hak Guna Usaha merupakan hak khusus untuk mengusahakan
tanah yang bukan miliknya sendiri guna perusahaan, pertanian, perikanan dan perternakan.
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Tidak mengenai tanah
pertanian, oleh karena itu dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara maupun
tanah milik seseorang.
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
langsung olenh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan No.5
Tahun 1960.
Hak Pakai diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan yang tertentu;
Hak Pakai dapat diberikan dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa
apapun.
Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
2. PENGALIHAN
Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Peralihan Hak Guna Usaha terjadi karena:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. penyertaan dalam modal;
d. hibah;
e. pewarisan.
Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Peralihan Hak Guna Bangunan terjadi karena:
a. jual beli;
b. tukar menukar;
c. penyertaan dalam modal;
d. hibah;
e. pewarisan.
Hak Pakai
1. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan
kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang;
2. Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam
perjanjian yang bersangkutan.
3. KEPEMILIKAN/ SUBYEK
Hak Milik
1. Hanya dapat dimiliki oleh WNI;
2. Badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya ditetapkan oleh
pemerintah;
3. Orang-orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 ini memperoleh
hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan.
Hak Guna Usaha
1. Dapat dimiliki oleh WNI;
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Hak Guna Bagunan
1. Dapat dimiliki oleh WNI;
2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Hak Pakai
1. Dapat dimiliki oleh WNI;
2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
5. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
6. Badan-badan keagama-an dan sosial;
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
4. TIMBULNYA HAK
Hak Milik
Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah, selain itu bisa terjadi
karena Penetapan Pemerintah atau ketentuan Undang-Undang.
Hak Guna Usaha
Terjadinya hak guna usaha karena penetapan Pemerintah
Hak Guna Bangunan
1. Mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara; karena penetapan Pemerintah.
2. Mengenai tanah milik; karena perjanjian otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak
yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Hak Pakai
Terjadinya hak pakai karena pemberian oleh pejabat yang berwenang memberikan atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanah.
5. BUKTI PEMEGANG HAK
Hak Milik
 Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebannya dengan hak-hak lain
harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960.
 Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat
(Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).
Hak Guna Usaha
 Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
penghapusan hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam Pasal 19 Undang Nomor 5 Tahun 1960.
 Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat
(Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).
Hak Guna Bangunan

 Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan penghapusan hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam Pasal 19 Undang Nomor 5 Tahun 1960.
 Hal ini dibuktikan dengan penerbitan sertifikat oleh Kantor Pertanahan setempat
(Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).

Hak Pakai
 Hak Pakai Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan wajib didaftar dalam
buku tanah pada Kantor Pertanahan.
 Sebagai tanda bukti hak kepada pemegang Hak Pakai diberikan sertifikat hak atas tanah oleh
Kantor Pertanahan setempat (Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997)
6. PEMBEBANAN HAK
Hak Milik
Hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Hak Guna Usaha
Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Hak Pakai
Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani Hak Tanggungan.
7. Syarat tanah yang dapat diberikan hak. (berdasarkan peraturan pemerintah No.40 Tahun 1996)
Hak Milik
Tidak diatur
Hak Guna Usaha
Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah:
1. Tanah negara;
2. Tanah negara yang merupakan kawasan hutan, setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari
statusnya sebagai kawasan hutan;
3. Tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, setelah terselesaikannya
pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Hak Guna Bangunan
Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan adalah:
1. Tanah negara;
2. Tanah hak pengelolaan;
3. Tanah hak milik.
Hak Pakai
Tanah yang dapat diberikan hak pakai adalah:
1. Tanah negara;
2. Tanah hak pengelolaan;
3. Tanah hak milik.
8. KEWAJIBAN PEMEGANG
Hak Milik
Tidak diatur
Hak Guna Usaha

1. Membayar uang pemasukan kepada Negara;
2. Melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya;
3. Mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha
berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
4. Membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal
Hak Guna Usaha;
5. Memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam dan menjaga kelestarian
kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai pengunaan Hak Guna Usaha;
7. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak
Guna Usaha tersebut hapus;
8. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
9. Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak Guna Usaha kepadapihak
lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10. Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya
sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas
umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air
atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
Hak Guna Bangunan
1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya;
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan dan perjanjian pemberiannya;
3. memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup;
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang
Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus;
5. Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
6.

Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain
letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari
lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan
air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu

Hak Pakai
1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan
pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian
Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam
keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau perjanjian
pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup;
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak
Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus;
5. Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan;
6. Jika tanah Hak Pakai karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya
sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas
umum atau jalan air, pemegang Hak Pakai wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau
kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.
9. HAK PEMEGANG

Hak Milik
Tidak diatur
Hak Guna Usaha
1. Pemegang Hak Guna Usaha berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan Hak
Guna Usaha untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau
peternakan.
2. Penguasaan dan penggunaan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas tanah yang diberikan
dengan Hak Guna Usaha oleh pemegang Hak Guna Usaha hanya dapat dilakukan untuk mendukung
usaha di bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan atau peternakan dengan mengingat ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan masyarakat sekitarnya.
Hak Bangunan
Pemegang Hak Guna Bangunan berhak menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan
Hak Guna Bangunan selama waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk
keperluan pribadi atau usahanya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan
membebaninya.
Hak Pakai
Pemegang Hak Pakai berhak menguasai dan memperguna-kan tanah yang diberikan dengan Hak
Pakai selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak
tersebut kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.
10. Pemberian Hak. (berdasarkan peraturan pemerintah No.40 Tahun 1996)
Hak Milik
Tidak diatur
Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Hak Bangunan
1. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
2. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
Hak Pakai
1. Hak Pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
2. Hak Pakai atas Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan.
3. Hak Pakai atas tanah Hak Milik terjadi dengan pemberian tanah oleh pemegang Hak Milik dengan
akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Catatan :
 Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh
Kantor Pertanahan dalam buku tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengikat pihak ketiga sejak saat pendaftarannya dalam buku
tanah pada Kantor Pertanahan.

11. HAK PEMEGANG. (berdasarkan peraturan pemerintah No.40 Tahun 1996)
Hak Milik
Tidak diatur
Hak Guna Usaha
Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling
lama 25 tahun.
Catatan*) :
Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu HGU
diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf a, yaitu:
“Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat
diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun”.
Hak Bangunan
Hak guna bangunan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang
paling lama 20 tahun.
Catatan*) :
Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu HGB
diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf b, yaitu:
“Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat
diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat
diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun”.
Hak Pakai
1. Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling
lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu;
2. Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk
keperluan tertentu diberikan kepada:
• Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
• Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional;
• Badan Keagamaan daan badan sosial.
3. Hak Pakai atas tanah Hak Milik diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan
tidak dapat diperpanjang.
Catatan*) :
Dengan berlakunya UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka Jangka Waktu Hak Pakai
diperpanjang, berdasarkan Pasal 22 ayat (1) huruf c, yaitu:
“Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan
dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui
selama 25 (dua puluh lima) tahun”.

12. HAPUSNYA HAK
Hak Milik

Hak milik hapus bila:
1. Tanahnya jatuh kepada negara,
a. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18;
b. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
c. karena ditelantarkan;
d. karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).
2. Tanahnya musnah.

A. Pengertian Hak Guna Usaha

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria
Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam
pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.
Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, pengertian tanah negara ditemukan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 (L.N. 1953, No. 14, T.L.N. No. 362).
Dalam Peraturan Permerintah tersebut tanah negara dimaknai sebagai tanah yang dikuasai
penuh oleh negara. Substansi dari pengertian tanah negara ini adalah tanah-tanah memang
bebas dari hak-hak yang melekat diatas tanah tersebut, apakah hak barat maupun hak
adat (vrij landsdomein). Dengan terbitnya UUPA tahun 1960, pengertian tanah Negara
ditegaskan bukan dikuasai penuh akan tetapi merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara.[1] Artinya, negara di kontruksikan bukan sebagai pemilik tanah. negara sebagai
organisasi kekuasaan rakyat yang bertindak selaku badan penguasa, yang diberikan
wewenang dalam hal sebagai berikut :
1. mengatur dan menyelengarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya;
2. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas ( bagian dari ) bumi, air
dan ruang angkasa itu;
3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
perbuatan hukum yang mengenai buni, air dan ruang angkasa.”
Setelah lahirnya UUPA, di dalam berbagai peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa
pengertian tanah negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah. Atas
pemahaman konsep dan peraturan perundang-undangan tentang pengertian tanah negara
dapat ditarik kesimpulan dalam tataran yuridis bahwa terdapat dua kategori tanah negara
dilihat dari asal usulnya:
1. tanah negara yang berasal dari tanah yang benar-benar belum pernah ada hak atas
tanah yang melekatinya atau disebut sebagai tanah negara bebas;
2. tanah negara yang berasal dari tanah-tanah yang sebelumnya ada haknya, karena
sesuatu hal atau adanya perbuatan hukum tertentu menjadi tanah negara. Tanah bekas
hak barat, tanah dengan hak atas tanah tertentu yang telah berakhir jangka waktunya,
tanah yang dicabut haknya, tanah yang dilepaskan secara sukarela oleh pemiliknya.[2]

Berdasarkan pengertian tersebut, Hak Guna Usaha merupakan suatu hak yang diberikan oleh
negara kepada subjek hukum tertentu dengan syarat yang tertentu pula untuk mengelola dan
mengusahakan tanah negara dengan orientasi yang bergerak dalam bidang pertanian,
perikanan atau peternakan.[3]
Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum, dalam catatan Satjipto Rahardjo[4],
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Hak itu dilekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari
hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi
sasaran dari pada hak.
2. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara
hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.
3. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan
(commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan, yang disebut
sebagai isi dari pada hak
4. Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang disebut sebagai objek dari
hak,
5. Setiap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang
menjadi alasan melekatnya hak itu kepada pemiliknya.

1. Subjek Hak Guna Usaha
Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau badan yang akan memiliki hak
tersebut cakap secara hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya. Pengertian yang
termasuk pada hak meliputi, hak dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan kewajiban,
kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas.
Adapun subjek yang dapat memegang Hak Guna Usaha telah diatur dalam pasal 30 UUPA
yang menjelaskan subjek hukum yang dapat menjadi pemegang hak atas tanah, yaitu :
a. Warga Negara Indonesia
Sebagai subjek hukum, warga negara Indonesia memiliki otoritas untuk melakukan
kewajiban dan mendapatkan haknya. Dengan kata lain, warga negara Indonesia memiliki
kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, misalnya mengadakan suatu
perjanjian, mengadakan perkawinan, membuat surat wasiat, dan lain sebagainya termasuk
mengadakan suatu perbuatan hukum yang menyangkut dengan tanah dan hak-hak atas tanah.
[5]
Pada prinsipnya setiap orang adalah subjek hukum (natuurljik persoon). Dikaitkan dengan
kemampuan menjunjung hak dan kewajiban, orang akan menjadi subjek hukum apabila
perorangan tersebut mampu mendukung hak dan kewajibannya. Dalam pengertian ini, maka
orang-orang yang belum dewasa, orang yang dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-

hak keperdataanya tidak dapat digolongkan sebagai subjek hukum dalam konteks
kemampuan menjunjung hak dan kewajiban. Intinya, ada ketentuan-ketentuan tertentu yang
harus dipenuhi agar seseorang warga negara dapat digolongkan sebagai subjek hukum,
[6] ya