Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan. pdf

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1.

Kajian Pustaka

2.1.1. Pengertian Perbankan
Menurut Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998
tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Secara umum bank didefinisikan sebagai
perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit dalam jangka waktu
yang ditentukan dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana.
Definisi bank di atas memberi tekanan bahwa usaha utama bank adalah
menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank.
Demikian pula dari segi penyaluran dananya, hendaknya bank tidak semata-mata
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik tapi juga kegiatannya
itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat (Siamat, 2005).
Jenis-jenis perbankan di Indonesia dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain

(Kasmir, 2004) :

13

1. Dilihat dari segi jenisnya
Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 maka perbankan terdiri dari 2 jenis yaitu bank
umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Dimana bank umum merupakan bank
yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas
pembayaran.
2. Dilihat dari segi kepemilikannya, dibagi menjadi:
a. Bank Milik Pemerintah (Persero)
Merupakan bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh
pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah
pula. Menurut Taswan (2006) menjelaskan bahwa bank pemerintah pusat, yaitu
bank-bank komersial, bank tabungan atau bank pembangunan yang mayoritas
kepemilikannya berasa di tangan pemerintah pusat.

b. Bank Milik Swasta Nasional
Menurut Kasmir (2004), Bank Milik Swasta Nasional merupakan bank yang
seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte
pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya
diambil oleh swasta pula. Dalam Bank Swasta Milik Nasional termasuk pula
bank-bank yang dimiliki oleh badan usaha yang berbentuk koperasi. Sedangkan

14

menurut Taswan (2006) dijelaskan bahwa Bank Swasta Nasional, yaitu bank
yang dimiliki oleh warga nergara Indonesia. Menurut Bank Indonesia
dibedakan menjadi dua berdasarkan ruang lingkup usahanya, yaitu Bank Umum
Swasta Nasional Devisa dan Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa.
c. Bank Milik Asing
Merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing
maupun bank asing suatu negara.
d. Bank Milik Campuran
Merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan
pihak swasta nasional. Di mana kepemilikan sahamnya secara mayoritas
dipegang oleh warga negara Indonesia.

3. Dilihat dari segi statusnya
Bank jika dilihat dari segi statusnya maka dibagi menjadi dua jenis, yaitu bank
devisa dan bank non-devisa. Bank devisa merupakan bank yang dapat
melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang
asing secara keseluruhan. Sedangkan bank non-devisa merupakan bank yang
belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa,
sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa.
4. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga, baik
harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok yaitu bank berdasarkan
prinsip konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah.

15

Menurut Sri, dkk (2000) secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk
berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary.

2.1.2. Merger
Penggabungan usaha menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK) No. 22 adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi
satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau
memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain (Ikatan Akuntan
Indonesia, 1999). Jenis penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu
akuisisi dan penyatuan pemilikan.
Akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana satu perusahaan pengambil
alih memperoleh kontrol atas net assets dan operasi perusahaan lain yang diambil alih
melalui pertukaran aset, kewajiban jangka panjang atau modal saham (International
Accounting Standard (IAS) No. 22 (IASC, 1993a). Akuisisi sering dianggap sebagai
investasi pada perusahaan anak, yaitu penguasaan mayoritas saham perusahaan lain
sehingga tercipta hubungan perusahaan induk dan perusahaan anak. Perusahaan yang
sahamnya dimiliki oleh perusahaan lain akan tetap utuh sebagai satu kesatuan usaha
dan sebagai badan hukum yang berdiri sendiri. Dengan demikian, dua atau lebih
perusahaan yang bergabung tersebut tetap berdiri sebagai salah satu badan hukum.
Sedangkan merger merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan
dimana satu perusahaan tetap hidup sedangkan perusahaan yang lainnya dilikuidasi

16

(LP.G. Ary Suta (1992 : 4)). Harta dan kewajiban perusahaan yang dilikuidasi

diambil alih oleh perusahaan yang masih berdiri dan meneruskan usahanya.
Perusahaan yang hidup terus (surviving company) tersebut harus berbentuk Perseroan
Terbatas (PT). Kam (1990) memberi definisi merger sebagai berikut :
“…when one or more entities are absorbed by another that continues as the sole
survivor, the other absorbed firms surrender their legal identities and become a part

of in survivor”.
Sedangkan menurut Van Horne (1983) merger didefinisikan sebagai berikut :
“Merger is a combination of two corporation in which only one survive”.
Kedua definisi tersebut menjelaskan bahwa dalam merger, perusahaan yang
mengambil alih suatu perusahaan dengan sendirinya juga mengambil alih semua
aktiva dan kewajiban perusahaan tersebut.
Baridwan (1992) dan Aliamin (1993) menyatakan bahwa merger terjadi bila
suatu bentuk perusahaan mengeluarkan saham untuk ditukarkan dengan seluruh
saham biasa perusahaan lainnya. Pemegang saham perusahaan yang diambil alih ini
menjadi pemegang saham perusahaan yang mengambil alih, dan perusahaan yang
diambil alih tidak lagi merupakan perusahaan yang berdiri sendiri, tetapi menjadi
bagian dari perusahaan yang mengambil alih.
Menurut Lawrence J. Gitman (Principles of Managerial Finance 2009, p.766),
terdapat 4 jenis merger yaitu terdiri dari : Horizontal merger, Vertical merger,

Congeneric merger, dan Conglomerate merge. Horizontal merger terjadi ketika dua

atau lebih perusahaan yang bergerak di bidang industri yang sama bergabung.

17

Vertical merger terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier

atau customernya. Congeneric merger terjadi ketika perusahaan dalam industri yang
sama tetapi tidak dalam garis bisnis yang sama dengan supplier atau customernya.
Keuntungannya adalah perusahaan dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang
sama. Sedangkan conglomerate merger terjadi ketika perusahaan yang tidak
berhubungan bisnis melakukan merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi
resiko.

2.1.3. Motif Merger
Merger seringkali dilakukan oleh suatu perusahaan karena masalah-masalah
yang dihadapi oleh perusahaan serta adanya motivasi dan esensi penggabungan usaha
tersebut. Ada beberapa motif perusahaan melakukan merger menurut Lawrence J.
Gitman (Principles of Managerial Finance 2009, p.764), yaitu :

a.

Pertumbuhan atau diversifikasi (Growth or Diversification)
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar
saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi.
Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan
ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi
perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.

b.

Sinergi (Synergy)
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi
(economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya

18

overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah
pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika
perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena

fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c.

Meningkatkan dana (Fund Raising)
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi
internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal.
Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki
likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan
penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana
dengan biaya rendah.

d.

Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi (Increased Managerial Skill
or Technology)

Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya
efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak
dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk
mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan

yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e.

Pertimbangan pajak (Tax Considerations)
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau
sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak
dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk

19

memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi
akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan
pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun
merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari
tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f.

Meningkatkan likuiditas pemilik (Increased Ownership Liquidity)
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang
lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan

saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan
perusahaan yang lebih kecil.

g.

Melindungi diri dari pengambilalihan (Defense against Takeover )
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang
tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai
pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban
perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang
berminat.

2.1.4. Tujuan Merger
Pada umumnya tujuan dilakukannya merger adalah mendapatkan sinergi atau
nilai tambah. Nilai tambah yang dimaksud adalah lebih bersifat jangka panjang
dibanding nilai tambah yang bersifat sementara saja. Oleh karena itu, ada tidaknya
sinergi suatu merger dan akuisisi tidak bisa dilihat sesaat setelah merger dan akuisisi

20


itu terjadi, tetapi diperlukan waktu yang cukup panjang. Sinergi yang terjadi sebagai
akibat dari penggabungan usaha bisa berupa turun naiknya skala ekonomis, maupun
sinergi keuangan yang berupa kenaikan modal. (Admin.2009)
Dengan skala ekonomi yang dimiliki sehingga perbankan akan memiliki
peluang untuk :
a. Meningkatkan keanekaragaman produk jasa perbankan (product diversity),
memperkuat identitas merk, dan memperluas pasar, sehingga membuka potensi
bisnis perbankan lebih meluas dan semakin kuat yang berakibat juga dalam
mengurangi resiko penghasilan.
b. Pengurangan biaya tetap yang dapat distribusikan pada aneka produk dan jasa
perbankan, hal ini karena penghematan duplikasi teknologi.
c. Meningkatkan leverage operasional yang dihasilkan dengan cara berbagi biaya
overhead dari sumber operasional dan pendapatan yang lebih besar.

Adapun tujuan pemerintah menghimbau bank untuk melakukan merger
adalah:
1. Untuk membuat sinergi antara dua bank atau lebih yang sama-sama sehat,
sehingga diharapkan terbentuk bank yang besar dan kuat.
2. Untuk menyelamatkan bank yang bermasalah agar sehat kembali.
3. Untuk memudahkan pengawasan oleh Bank Indonesia jika jumlah bank sedikit
dan sehat.

21

Karena alasan diatas, maka bank-bank di dunia cenderung melakukan merger,
sehingga sangat memungkinkan tercipta suatu bank dalam skala nasional bahkan
global.
Sesudah dilakukan merger diharapkan terjadi peningkatan nilai, sehingga
kemakmuran pemegang saham (stockholder’s) meningkat, beberapa faktor kunci
keberhasilan dapat dijelaskan sebagai berikut (Kuncoro, 2002 hal. 412) :
1.

Dengan merger berarti terjadi peningkatan aktiva/aset yang berarti pula terjadi
peningkatan pangsa pasar. Seringkali pangsa pasar dana pihak ketiga yang
dikuasai sebuah bank menjadi penentu yang sangat penting seberapa besar nilai
bank jika dilakukan merger atau akuisisi, karena dengan begitu bank akan
memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pasar (Kuncoro, 2002, hal.
417). Seiring dengan perluasan pasar maka akan meningkatkan skala ekonomi
(economy of scale). Artinya penggunaan sumber daya yang ada menjadi semakin

ekonomis, yang pada gilirannya profitabilitas perbankan meningkat.
2.

Meningkatkan efisiensi dengan memungkinkan menutup cabang bank yang
saling berdekatan dan menghilangkan duplikasi lainnya.

3.

Mengurangi persaingan.

2.1.5. Variabel Keuangan yang Digunakan Dalam Penelitian
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No: 740/ KMK.00/1989 tanggal 28
Juni 1989, bahwa yang dimaksud dengan kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh

22

perusahaan dalam periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari
perusahaan tersebut.
Kinerja keuangan dapat diukur dengan efisiensi, sedangkan efisiensi bisa
diartikan rasio perbandingan antara masukan dan keluaran. Dengan pengeluaran
biaya tertentu diharapkan memperoleh hasil yang optimal atau dengan hasil tertentu
diharapkan mengeluarkan biaya seminimal mungkin. Kinerja keuangan perusahaan
diukur dari efisiensinya diproksikan dengan beberapa tolak ukur yang tercermin di
dalam keuangan (Machfoedz, 1999).
Untuk menilai dan mengevaluasi kinerja perbankan umumnya digunakan
rasio keuangan yang terlihat dari laporan keuangan. The Statement of Financial
Accounting Concept (SFAC) No. 1 yang dikeluarkan oleh Financial Accounting
Standard Board (FASB) memberikan indikasi pada profesi akuntansi bahwa
pelaporan keuangan harus mempunyai manfaat dalam rangka membantu pengguna
untuk membuat keputusan. Mandat yang disampaikan SFAC No. 1 tersebut tercermin
dalam pernyataannya bahwa laporan keuangan harus bermanfaat untuk membantu
investor dan pengguna lain dalam rangka membuat keputusan yang rasional. Dalam
pelaksanaan penilaian kinerja perusahaan yang paling berkepentingan adalah pemilik
perusahaan dalam hal ini investor, manajer, kreditor, pemerintah dan masyarakat
umum (Nasser, 2003, hal. 218).
Dengan melihat titik persamaan dalam hal tujuan pencapaian kinerja keuangan,
maka rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian Analisis Perbandingan Kinerja

23

Perusahaan PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Sebelum dan Setelah Melakukan Tindakan
Merger Dengan LippoBank adalah CAR, NPL, LDR, ROA dan PER.

a. Rasio Permodalan (Capital)

Rasio permodalan sering disebut juga rasio-rasio solvabilitas atau capital
adequacy ratio. Analisis solvabilitas digunakan untuk :

1) Ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugian-kerugian yang
tidak dapat dihindarkan,
2) Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai
batas tertentu, karena sumber-sumber dana dapat juga berasal dari hutang
penjualan aset yang tidak dipakai dan lain-lain,
3) Alat pengukuran besar kecilnya kekayaan bank tersebut yang dimiliki oleh para
pemegang sahamnya, dan
4) Dengan modal yang mencukupi, memungkinkan manajemen bank yang
bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi yang tinggi, seperti yang
dikehendaki oleh para pemilik modal pada bank tersebut.
Pada rasio permodalan yang digunakan adalah Capital Adequacy Ratio (CAR).
Dimana CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva
bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada
bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh
dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman
(utang), dan lain-lain (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).

24

Dalam penelitian kecukupan modal dinilai berdasarkan rasio CAR adalah
sebagai berikut :
……………….(2.1)
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan
oleh aktiva yang berisiko (Dendawijaya, 2009).
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) sesuai
dengan ketetuan Bank Indonesia dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel. 2.1.
Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio Modal Terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko
Rasio

Predikat

CAR ≥ 12 %

Sangat Signifikan

9 % ≤ CAR < 12 %

Cukup Signifikan

8 % ≤ CAR < 9 %

Sesuai Ketentuan

6 % ≤ CAR < 8 %

Dibawah ketentuan berlaku

CAR ≤ 6 %

Tidak Solvable

Sumber : Bank Indonesia

25

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, Bank yang memenuhi kriteria tertentu
wajib memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) atau Rasio
CAR dengan memperhitungkan Risiko Pasar lebih besar dari 8% baik secara
individual dan/atau secara konsolidasi dengan perusahaan anak. Jika rasio CAR
dibawah ketentuan yang berlaku maka Bank cenderung menjadi tidak solvable.
Menurut Hasibuan (2002), ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk:
1. Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan.
2. Melindungi dana pihak ketiga pada bank bersangkutan.
3. Untuk memenuhi ketetapan standar BIS Perbankan International dengan
formula sebagai berikut:
a. 4% modal inti yang terdiri dari shareholder equity, prefered stock, dan
freereserves, serta

b. 4% modal sekunder yang terdiri dari subordinate debt, loan loss provision,
hybrid securities, dan revolution reserves.

Dengan penetapan CAR pada tingkat tertentu dimaksudkan agar bank
memiliki kemampuan modal yang cukup untuk meredam kemungkinan timbulnya
resiko sebagai akibat berkembang atau meningkatnya ekspansi aset terutama
aktiva yang dikategorikan dapat memberikan hasil dan sekaligus mengandung
resiko (Werdaningtyas, 2002).

26

b. Aspek Kualitas Aktiva (Asset Quality)
Kinerja keuangan dari segi aset diukur melalui kualitas aktiva produktifnya.
Indikator kualitas aset yang dipakai adalah rasio Non Performing Loan (NPL).
Rasio tersebut menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam
mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Kredit dalam hal ini
adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada
bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar,
diragukan dan macet (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Almilia dan Herdiningtyas, 2005):

……………….(2.2)
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL (Non Performing Loan) dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel. 2.2.
Kriteria Predikat Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio
NPL (Non Performing Loan )
Rasio

Predikat

NPL ≤ 5 %

Sehat

NPL ≥ 5 %

Tidak Sehat

Sumber : Bank Indonesia

27

Berdasarkan tabel di atas, Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum
adalah sebesar 5%, apabila bank melebihi batas yang diberikan maka bank tersebut
dikatakan tidak sehat.

c. Aspek Likuiditas (Liquidity)

Suatu bank dikatakan liquid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi
kewajiban utang-utangnya, dapat membayar kembali semua depositonya, serta
dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.
Indikator yang digunakan dalam aspek likuiditas adalah LDR (Loan to Deposit
Ratio). Rasio ini adalah rasio yang digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank

yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana
pihak ketiga. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain
sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka,
sertifikat deposito (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Dendawijaya, 2009):

………….(2.3)
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, termasuk dalam
pengertian dana yang diterima bank adalah sebagai berikut.
1. KLBI (kredit likuiditas Bank Indonesia) jika ada.
2. Giro, deposito, dan tabungan masyarakat.

28

3. Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, tidak
termasuk pinjaman subordinasi.
4. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan.
5. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari
bulan.
6. Modal pinjaman.
7. Modal inti.
Loan to deposit ratio tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam

membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan
kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa
jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank
untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya
yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit.
Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah
dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar
(Dendawijaya, 2009).
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

29

Tabel. 2.3.
Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio LDR (Loan to Deposit Ratio )
Rasio

Predikat

50 % < LDR ≤ 75 %

Sangat Baik

75 % < LDR ≤ 85 %

Baik

85 % < LDR ≤ 100 %

Cukup Baik

100 % < LDR ≤ 120 %

Kurang Baik

LDR > 120 %

Kurang Baik

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rasio LDR dikatakan sangat baik
apabila diantara 50 % sampai dengan 75 %, rasio LDR dikatakan baik apabila
diantara 75 % sampai dengan 85 %, rasio LDR dikatakan cukup baik apabila
diantara 85 % sampai dengan 100 %, dan rasio LDR dikatakan kurang baik apabila
lebih besar dari 100 %.

d. Aspek Rentabilitas (Earning)
Rasio rentabilitas selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam
menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat
efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Indikator
yang dipakai adalah ROA (Return on Assets). Rasio ini digunakan untuk

30

mengukur kemampuan manjemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba)
secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut
dari segi penggunaan aset.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Dendawijaya, 2009) :

……………….(2.4)
Dengan demikian semakin tinggi aset bank dialokasikan pada pinjaman dan
semakin rendah rasio permodalan, maka kemungkinan bank untuk gagal akan
semakin meningkat; sedangkan semakin tinggi ROA maka kemungkinan bank
akan gagal akan semakin kecil (Sri Haryati, 2001).
Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank terdapat perbedaan kecil
antara perhitungan ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba
setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL laba yang diperhitungkan adalah
laba sebelum pajak (Dendawijaya, 2009).
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio ROA (Return on Assets) dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

31

Tabel. 2.4.
Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio ROA (Return on Assets)
Rasio

Predikat

ROA > 1, 5 %

Perolehan Laba Sangat Tinggi

1,25 % < ROA ≤ 1,5 %

Perolehan Laba Tinggi

0, 5 % < ROA ≤ 1,25 %

Perolehan Laba Cukup Tinggi

ROA ≤ 0, 5 %

Perolehan Laba Rendah

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa perolehan laba sangat tinggi
apabila rasio ROA lebih besar dari 1,5 %, perolehan laba tinggi apabila rasio ROA
antara 1,25 % sampai dengan 1,5 %, perolehan laba cukup tinggi apabila rasio
ROA antara 0,5 % sampai dengan 1,25 % dan perolehan laba rendah apabila rasio
ROA lebih kecil dari 0,5 %.

e. Sensitivitas Rasio Pasar
Aktivitas merger dan akuisisi membawa dampak yang cukup signifikan bagi
perusahaan (bidder ) maupun bagi pihak di luar perusahaan karena pihak bidder
sendiri menaruh harapan yang cukup besar akan adanya perubahan kinerja bagi
perusahaan yang tercermin dengan diperolehnya sinergi pasca merger dan akuisisi,
khususnya dari sisi pertumbuhan perusahaan. Rasio yang digunakan untuk

32

mengukur kinerja laba dibandingkan dengan kinerja value of firm, yaitu Price
Earning Ratio (PER) merupakan rasio untuk mengukur perbandingan antara harga

saham dengan laba bersihnya.
PER dilihat oleh investor sebagai suatu ukuran kemampuan menghasilkan
laba masa depan (future earning) dari suatu perusahaan. Perusahaan dengan
kemungkinan pertumbuhan yang tinggi biasanya memiliki PER yang besar dan
sebaliknya perusahaan dengan pertumbuhan rendah biasanya memiliki PER yang
rendah (Gibson, 1992).
Menurut Brigham, Gapensky and Daves (1998), perusahaan dengan PER
yang lebih tinggi akan memiliki prospek pertumbuhan yang tinggi dan sebaliknya
nilai PER yang lebih rendah menunjukkan resiko perusahaan yang lebih tinggi.
Formula Price Earning Ratio (PER) dalam White, et.al (2003:153) adalah sebagai
berikut :
…………………………….(2.5)
Namun semakin besar rasio ini berarti semakin besar jumlah rupiah yang
dibayarkan oleh pemegang saham dari laba yang dilaporkan.

2.2.

Kerangka Pemikiran
Merger merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan dimana satu

perusahaan tetap hidup sedangkan perusahaan yang lainnya dilikuidasi. Harta dan
kewajiban perusahaan yang dilikuidasi diambil alih oleh perusahaan yang masih

33

berdiri dan meneruskan usahanya. Perusahaan yang hidup terus (surviving company)
tersebut harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Alasan merger yang sering diungkapkan perusahaan yaitu memberikan efek
sinergi positif dalam produksi, pemasaran, penjualan, dan distribusi untuk
meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan solvabilitas. Dengan strategi tersebut
diharapkan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dan dapat meningkatkan
likuiditas perusahaan dalam rangka globalisasi (Anita H,2002).
Caves (1989) menemukan bahwa merger dan takeover berpengaruh positif
terhadap efisiensi ekonomi, karena adanya sinergi dan perubahan terhadap control
perusahaan dan pangsa pasarnya. Vennet (1996) berhasil membuktikan adanya
peningkatan keuntungan dan efisiensi biaya yang dialami bank-bank di Uni Eropa
yang melakukan merger dan akuisisi. Sinergi yang diperoleh saat merger dan akuisisi
juga dirasakan oleh perusahaan tersebut, yang dapat berupa keunggulan cost yang
semakin rendah, akses terhadap sumber daya yang semakin baik (Foster, 1994).
Dengan demikian kinerja dan efisiensi perusahaan bidder (pengakuisisi) dan target
akan meningkat. Merger merupakan titik balik bagi pelakunya untuk meningkatkan
efisiensi operasi dan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh memang tidak dalam
jangka waktu yang pendek tetapi dalam jangka waktu yang panjang.
Keputusan merger pada bank yang sudah beroperasi dapat menghasilkan
pertumbuhan yang lebih cepat. Margin yang tinggi dan biaya hutang yang rendah
karena setelah perusahaan di merger hutang masing–masing perusahaan akan menjadi
tangguhan bersama–sama, serta memiliki nilai asset yang lebih besar dibandingkan

34

dengan asset sebelum merger, sehingga setelah merger diharapkan perusahaan akan
mendapatkan peningkatan kinerja keuangannya. Peningkatan kinerja tersebut dapat
digunakan sebagai ekpetasi kedepannya untuk berkembangnya sebuah bank menjadi
lebih besar dari sebelumnya dan juga dapat dijadikan tolak ukur pertumbuhan sebuah
bank.
Kinerja keuangan perusahaan yang telah melakukan tindakan merger perlu
diukur dari efisiensinya diproksikan dengan beberapa tolak ukur yang tercermin di
dalam keuangan agar diketahui tingkat keberhasilan dari keputusan tersebut. Kinerja
perusahaan yang sinergis dapat terukur dari rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan
tersebut dilihat dari Rasio Permodalan (Capital), Aspek Kualitas Aktiva (Asset
Quality), Aspek Likuiditas (Liquidity), Aspek Rentabilitas (Earning) dan Sensitivitas

Rasio Pasar. Dari masing-masing rasio keuangan tersebut, diambil salah satu
indikator untuk pengukuran kinerja, yaitu

Capital Adequacy Ratio (CAR), Non

Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Return on Assets (ROA) dan
Price Earning Ratio (PER).
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan indikator terhadap kemampuan

bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian
bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Dengan adanya pengurangan
duplikasi aktivitas yang dilakukan dengan merger akan tercapai peningkatan skala
ekonomis berupa penghematan-penghematan biaya dan tercapai tingkat LDR yang
sehat, dan NPL sesuai dengan harapan Bank Indonesia (5%). Pada akhirnya akan
meningkatkan

return

yang

diindikasikan

terjadinya

peningkatan

ROA.

35

Kecenderungan peningkatan return yang diindikasikan dengan meningkatnya ROA
secara otomatis return mengalami peningkatan.
Merger ditandai dengan peningkatan aset, dalam sebuah PT ditandai dengan
peningkatan jumlah saham yang beredar. Jika terjadi peningkatan return, dapat
diartikan bahwa laba per lembar saham akan meningkat. Price Earning Ratio (PER
merupakan indikasi bahwa tujuan merger untuk meningkatkan nilai sekaligus
memaksimumkan kekayaan para pemegang saham tercapai, sehingga kemakmuran
pemegang saham (stockholder’s) meningkat.
Skema kerangka pemikiran berbentuk bagan yang dapat menggambarkan
bagaimana jalannya penelitian secara logis dan ilmiah. Adapun skema kerangka
pemikiran dibuat sedemikian rupa, sehingga mudah dipahami. Skema pemikiran
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1.
Kerangka Pemikiran
MERGER

Bank CIMB Niaga
sebelum Merger dengan
LippoBank

Kinerja Perusahaan

Bank CIMB Niaga
setelah Merger dengan
LippoBank
Pengaruh
Tindakan
MERGER
(Uji beda)

Kinerja Perusahaan

Sumber : diolah
36

2.3.

Hipotesis
Berdasarkan telaah literatur dan beberapa peneliti mengenai kinerja

perusahaan yang telah melakukan merger, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:
1.

CAR (Capital Adequacy Ratio)
Ha1

: CAR (Capital Adequacy Ratio) lebih besar setelah dilakukan tindakan
merger.

2.

NPL (Non Performing Loan)
Ha2

: NPL (Non Performing Loan) lebih kecil setelah dilakukan tindakan
merger.

3.

LDR (Loan to Deposit Ratio)
Ha3

: LDR (Loan to Deposit Ratio) lebih besar setelah dilakukan tindakan
merger.

4.

ROA (Return on Assets)
Ha4

5.

: ROA (Return on Assets) lebih besar setelah dilakukan tindakan merger.

PER (Price Earning Ratio)
Ha5

: PER (Price Earning Ratio) lebih besar setelah dilakukan tindakan
merger.

37

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63