BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Tentang Pelayanan Surat Keterangan Kelahiran dan Kematian di Kantor Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia sebagai negara yang telah melakukan penguatan demokrasi salah satunya dengan otonomi daerah yang seluas- luasnya, memerlukan adanya aparatur yang handal dan efisien melaksanakan penyelengaraan administrasi publik, dan pelayanan publik dalam meningkatkan kesejahteraan umum. Kehandalan ini harus diimplementasikan dalam bentuk budaya kerja oleh aparatur pemerintah pada organisasi pemerintah di daerah.

  Dalam kehidupan bernegara, masyarakat sebagai warga Negara membutuhkan suatu wadah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya baik itu yang diselengarakan oleh pemerintah maupun swasta. Pemerintah selain berperan sebagai abdi Negara. Peran inilah yang menugaskannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa adanya diskriminasi.

  Jika kita berbicara mengenai pelayanan publik, ada banyak faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kualitas pelayanan suatu birokrasi pemerintah baik itu yang bersifat internal organisasi seperti kewenangan diskresi, sikap yang berorientasi terhadap perubahan, budaya kerja, etika organisasi, sistem intensif maupun semangat kerja sama. Sedangkan faktor eksternalnya antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrol yang

   dilakukan oleh masyarakat dan organisasi lembaga swadaya masyarakat.

  Ada tiga masalah besar dalam pelayanan publik yaitu diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan dan rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Fakta bahwa pelayanan publik di Indonesia itu masih banyak yang menunjukkan kualitas yang buruk sering menjadi bahasan, baik itu secara lisan maupun tulisan. Kegagalan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang menghargai hak dan martabat warga Negara sebagai pengguna pelayanan mengakibatan lemahnya legitimasi pemerintah bukan hanya di mata warga Negaranya tetapi ini juga berdampak luas terhadap ketidak percayaan pihak swasta dan pihak asing untuk menanamkan modal investasinya.

  Salah satu penyebabnya adalah budaya birokrasi di Indonesia yang banyak mengadopsi budaya Jawa, yang hierarkis, tertutup, sentralis dan mempunyai nilai untuk menempatkan pimpinan sebagai pihak yang harus dihormati. Selain itu sangat kental budaya dimana para pelayanan berdasarkan kedekatan hubungan.

  Sudah sejak lama memang banyak kesan buruk yang disandang aparat pemerintah (sektor publik) dalam hal pelayanan. Hal ini antara lain dapat diindikasikan dari besarnya dana yang digunakan untuk membiayai 1 aparatur pemerintah, namun hal itu ternyata tidak diimbangi dengan Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance, Yogyakarta: UGM Press, 2005 hal 223. kualitas pelayanan yang maksimal. Ini menunjukkan bahwa budaya pelayanan pada instansi pemerintahan masih belum berorientasi pada kepuasan masyarakat selaku pelanggannya. Padahal masyarakat telah bersedia mengorbankan sebagian sumber dayanya untuk Negara dengan membayar berbagai macam pungutan, baik pajak, retribusi dan sebagainya. Sudah sewajarnya jika masyarakat mengharapkan kepuasan (satisfaction) yang maksimal atas pelayanan yang diberikan oleh Negara.

  Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu perubahan atmosfer kerja berupa perubahan paradigma atau cara pandang, pola pikir dan cara bertindak dalam menjalankan kegiatan oprasional. Dengan demikian, program transformasi cultural di suatu organisasi dapat berjalan dengan baik. Adapun suatu perusahaan yang telah menjalankan hal tersebut akan memiliki ciri-ciri perubahan yang bersifat sangat mendasar, strategis dan menyeluruh sehingga tujuan yang ditetapkan dalam bentuk visi dan misi dapat terlaksana.

  Budaya kerja adalah suatu filsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan tindakan yang terwujud sebagai kerja.

  Budaya kerja yang berlaku di kecamatan Binjai Kota merupakan wujud nyata dari aktualisasi budaya organisasi dimana merupakan suatu program yang komprehensif dalam melakukan percepatan dalam upaya pembaharuan kegiatan oprasional kerja secara lebih efesien dan efektif.

  Kecamatan sebagai bagian dari struktur dan sistem penyelengaraan pemerintah tingkat daerah, merupakan lapis kedua unit pelayanan masyarakat terdepan setelah kelurahan dalam mengurusi berbagai kepentingan publik. Hal ini disebabkan terdapatnya hubungan hirarkis antara kecamatan dengan kelurahan. Melalui kewenangan yang dilimpahkan oleh bupati /walikota (kewenagan delegatif), pemimpin kecamatan dapat melaksanakan berbagai peran yang disesuaikan dengan karakteristik ialah yang menuntut camat untuk dapat memahami kemudian menerjemahkannya ke dalam unit-unit internal organisasi yang ada di kecamatan.

  Bahwa Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh Kecamatan bukanlah dokumen final dalam penentuan status kematian atau lahir mati seseorang, namun sifatnya adalah sebagai pelaporan pertama atas peristiwa tersebut yang selanjutnya digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk pencatatan peristiwa kematian atau lahir mati oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

  Pemikiran ini tidak lepas dari pertimbangan, bahwa sejalan dengan perkembangan era globalisasi dan persaingan yang semakin terbuka, peran organisasi pemerintahan, khususnya kecamatan tidak biasa dianggap mudah. Peran organisasi kecamatan dari waktu ke waktu akan semakin besar dan kompleks. Beberapa perubahan struktural dari fenomena ini diperlukan , mulai dari stuktur, sistem, strategi, staf, gaya manajemen, hingga budaya kerja menjadi subjek perhatian perubahan organisasi pemerintahan secara komprehensif. Kinerja pelayanan yang baik untuk merelisasikannya, akan memerlukan waktu yang tidak sebentar dan energi yang tidak sedikit, satu aspek yang perlu mendapat penekanan dan pelatihan, dimana dengan fokus terhadap permasalahan ini, semua aspek dapat ikut terangkum dalam upaya perbaikan kinerja pelayanan adalah melalui proses pembelajaran didalam lingkungan organisasi.

  Melihat pentingnya peranan dan fungsi dari kecamatan, penulis melihat masih adanya permasalahan yang dihadapi diantaranya kurangnya budaya kerja di kantor kecamatan yaitu dengan adanya ketidak pastian jadwal dalam menyelesaikan surat yang diminta oleh masyarakat dan pelayanan yang kurang dalam kehadiran dan jadwal kedatangan para pegawainya sehingga para masyarakat kesulitan dalam menyelesaikan urusannya dikarenakan lamanya pelayanan di kantor kecamatan tersebut.

  Aspek budaya kerja adalah nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi kedalam perusahaan, sehingga anggota organisasi mampu memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus

  

  bertindak atau berprilaku. Apabila budaya kerja tersebut berjalan dengan baik maka akan mendorong timbulnya kinerja karyawan yang baik pula.

  Melihat pentingnya peranan budaya kerja terhadap kualitas pelayanan publik bagi masyarakat maka penulis terdorong untuk meneliti tentang “ Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Tentang Pelayanan Surat Keterangan Kelahiran Dan Kematian Pada Kantor Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai).

I.2 Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengemukakan permasalahan yaitu:

1. Seberapa Besar Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kualitas

  Pelayanan Publik (Studi Tetang Pelayanan Surat Keterangan Kelahiran Dan Kematian pada Kantor Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai)? 2. Apakah Budaya Kerja memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kulitas pelayanan publik di Kecamatan Binjai Kota?

2 Susanto, Dasar- dasar manajemen edisi baru, Jakarta: Cv Misuno, 1997

1.3 Tujuan Penelitian 1.

  Mengetahui Budaya Kerja yang ditetapkan di Kecamatan Binjai Kota.

2. Menganalisis tentang pengaruh budaya kerja terhadap kualitas pelayanan publik di Kecamatan Binjai Kota.

1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.

  Bagi penelitian, sebagai sarana dalam menerapkan teori yang telah didapatkan saat mengikuti perkuliahan dan menerapkannya.

  2. Bagi instansi, sebagai tambahan informasi bagi manajemen perusahaan yang berhubungan dengan usaha peningkatan kualitas pelayanan publik.

  3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan alternatif untuk penelitian selanjutnya mengenai peranan budaya kerja didalam organisasi yang mendorong pada upaya peningkatan kuliatas pelayanan publik.

  4. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan atau informasi bagi pihak pemerintah Daerah Kota Binjai dalam pembuatan kebijakan untuk mendukung kualitas pelayanan publik di Kecamatan.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Pengertian Budaya

  Budaya berasal dari kata buddayah (bahasa Sanskerta) yang artinya budi (hati nurani) dan akal (intelegensi). Suatu bangsa dikatakan berbudaya tinggi dapat dlihat dari tingginya budi dan akal para warganya, dalam bentuk keanekaragaman hasil budayanya (keiindahan seni tari, seni patung, seni bangunan, serta kemajuan ilmu dan teknologinya).

  Budaya merupakan konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama.

   Berikut ini adalah pendapat para ahli mengenai budaya.

  A.

  Budaya adalah sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi organisasi masyarakat tertentu.

  B.

  Budaya adalah suatu pola semua susunan baik materi maupun perilaku yang sudah diadopsi masyarakat sebagai suatu cara tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya. Budaya didalamnya juga termasuk cara yang telah diorganisasi, kepercayaan, norma, nilai- nilai budaya, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah.

3 Moeljono, Djokosantoso, Budaya korporat dan keunggulan korporasi, Jakarta: Elex

  Media Komputindo, 2003

  Sedangkan pendapat yang lain yaitu:

   A.

  Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat (Edward Burnett).

  B.

  Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan dan dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan intergrasi internal yang resmi dan terlaksanan dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut (Schein).

  Dari defenisi budaya di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam budaya terdiri dari ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat, asumsi-asumsi dasar, sistem nilai, pembelajaran/pewarisan, masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal serta cara mengatasinya.

1.5.2 Pengertian Kerja

  Kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Kerja dapat juga diartikan sebagai pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan 4 Pabundu Tika, Budaya organisasi dan peningkatan kinerja perusahaan, Penerbit: Bumi

  Aksara, 2006 oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.

  Menurut Dr. Franz Von Magnis di dalam Anogara (2009:11), pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan.

  Sedangkan Hegel didalam Anogara (2009:12) menambahkan bahwa inti pekerjaan adalah kesadaran manusia.

   Menyatakan bahwa tujuan kerja adalah untuk hidup. Dengan

  demikian mereka yang menukarkan kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana kebutuhan hidup berarti bekerja.

1.5.3 Pengertian Budaya Kerja

  Budaya kerja didefinisikan bahwa budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota- anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi

   internal.

  Dalam rentang dua puluh Tahun terakhir, topik budaya kerja menarik perhatian banyak orang, khususnya mereka yang mempelajari masalah perilaku kerja. Budaya kerja mulai dipandang sebagai sesuatu hal yang memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan akhir suatu perusahaan. Lingkungan yang berbeda akan memberi dampak pada pola 5 dan warna budaya, karena itu terjadi pola dan warna budaya yang tebal dan 6 Anogara, Pandji, manajemen bisnis, Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 2009 Anwar Prabu Mangkunegara, Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika Aditama, 2005 tipis. Dalam budaya yang tebal terdapat kesepakatan yang tinggi dari anggotanya untuk mempertahankan apa yang diyakini benar dari berbagai aspek sehingga dapat membina keutuhan, loyalitas dan komitmen perusahaan. Kesepakatan bersama ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi ada proses dalam mengadaptasi budaya kepada aparatur pemerintah.

  Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,

   cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.

  Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebgai tuntutan yang mengikat pada karyawan karena dapat diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari budaya yang ada dalam perusahaan. Pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh keanekaragaman sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai stimulus sehingga seseorang dalam perusahaan mempunyai perilaku yang spesifik bila dibandingkan dengan kelompok organisasi atau

   7 perusahaannya. 8 Triguna, Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Moeljono, Djokosantoso, Budaya Organisasi Dalam Tantangan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2005 Sebenarnya budaya kerja sudah lama dikenal manusia, namun belum disadari bahwa sebuah keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat-istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi

   kebiasaan tersebut dinamakan budaya kerja .

1.5.4 Manfaat Budaya Kerja

  Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Manfaat yang didapat antara lain menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik, membuka seluruh jaringan komunikasi, keterbukaan, kebersamaan, kegotong royongan, kekeluargaan, menemukan kesalahan dan cepat memperbaiki, cepat menyesuaikan diri dari perkembangan dari luar (faktor eksternal seperti pelanggan, teknologi, sosial, ekonomi dan lain-lain).

  Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku sumber daya manusia yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menhadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Adapun manfaat nyata dari penerapan suatu budaya kerja yang baik 9 dalam suatu lingkungan organisasi adalah meningkatkan jiwa gotong

  Triguno, Budaya Kerja, Jakarta: PT.Golden Trayon Press, 2004 royong, meningkatkan kebersamaan, saling terbuka satu sama lain, meningkatkan jiwa kekeluargaan, meningkatkan rasa kekeluargaan, membangun komunikasi yang lebih baik, menigkatkan produktivitas

   kerja.

1.5.5 Terbentuknya Budaya Kerja

  Budaya kerja terbentuk begitu satuan kerja atau organisasi itu berdiri. Pembentukan budaya kerja itu terjadi takala lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan- perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk budaya kerja. Pembentukan budaya kerja diawali oleh pemilik atau pimpinan paling atas (Top Management) atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya pengaruh yang dimiliki akan menentukan suatu cara tersendiri yang dijalankan dalam satuan kerja yang dipimpinnya.

  Budaya kerja yang dibangun dan dipertahankan ditunjukkan dari filsafat pendiri atau pimpinannya. Selanjutnya budaya itu sangat dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawan. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima atau tidak. Namun secara perlahan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya akan terseleksi dan terjadi perubahan yang akhirnya akan 10 muncul budaya kerja yang diinginkan. Dengan uraian tersebut dapat

  Triguno, Budaya Kerja, Jakarta: PT. Golden Trayon Press, 2004 disimpulkan bahwa perubahan dalam budaya kerja itu sangat penting, karena masalah budaya kerja terletak pada diri kita masing-masing dan

   musuh budaya kerja adalah diri kita sendiri.

  Di indonesia terdapat perilaku dan sikap budaya yang tercermin dari perilaku dan norma-norma kehidupan sehari-hari, hal ini tidak terlepas dari akar budaya yang dianut masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Perilaku dan sikap budaya dimaksud ada yang bersikap positif dan ada yang bersifat negatif bila dikaitkan dengan aktifitas dan atau pekerjaan seseorang.

  1.5.6 Perilaku Dan Sikap Budaya Positif

  Masyarakat Indonesia dikenal memiliki perilaku ramah tamah, budaya gotong royong yang sampai saat ini masih sangat dominan terutama di daerah perdesaan. Sikap budaya positif inilah yang akan dibawa karyawan atau aparatur negara dalam bekerja di perusahaan atau di pemerintahan dimana adanya budaya asli Indonesia dalam setiap kegiatannya.

  1.5.7 Perilaku Dan Sikap Budaya Negatif

  Selain perilaku dan sikap budaya positif seperti yang digambarkan di atas, rakyat Indonesia juga ditandai dengan perilaku dan sikap yang negatif. Kebiasaan negatif yang seolah-olah merupakan bagian dari 11 kehidupan bersifat kontraproduktif. Beberapa perilaku negatif yang sering

  Triguno, Budaya Kerja, Jakarta: PT. Golden Trayon Press, 2004

   terjadi adalah sebagai berikut.

  A.

  Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur Hampir semua bagian lapisan masyarakat pada berbagai kasus dan intensitas yang berbeda melakukan tindakan tidak disiplin dan tidak jujur, melakukan pelanggaran hukum/peraturan pemerintah maupun terhadap tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Perilaku tidak disiplin dan tidak jujur yang dilakukan tersebut akan mempengaruhi kinerja dan berdampak merugikan bangsa dan masyarakat.

  B.

  Perilaku tidak tegas dan tidak percaya diri Perilaku yang tidak tegas dan tidak percaya diri juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Orang yang tidak tegas akan selalu berbasa-basi, ragu-ragu dalam mengambil keputusan sehingga akan berakibat buruk bagi keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

  Tidak percaya diri membuat seseorang tidak mampu berfikir yang berdampak tidak dapat mengoprasikan pekerjaannya/ melaksanakan tugasnya secara maksimal dan sebagai implikasinya tujuan organisasi tidak tercapai.

12 Suyadi, Prawirosentono, Jelang Perdagangan Bebas Dunia, Jakarta: BPFF, 2000

1.5.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kerja

  Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja

   adalah kebersamaan dan intensitasi.

  1. Kebersamaan Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti dianut secara bersama. Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi khususnya anggota baru maupun melalui program- program latihan. Melalui program orientas, anggota-anggota baru orgnisasi diberi nilai-nilai budaya yang perlu dianut secara bersama oleh anggota- anggota organisasi. Di samping orientasi kebersamaan, juga dipengaruhi oleh imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah, tindakan-tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen nilai- nilai inti budaya kerja.

  2. Intensitas Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota perusahaan kepada nilai-nilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa merupakan sutu hasil dari struktur imbalan. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan perlu memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota perusahaan guna menanamkan nilai- nilai budaya kerja. 13

1.5.9 Perbedaan Budaya Kerja Dengan Budaya Organisasi

  Suyadi, Prawirosentono, Kebijakan Kinerja Karyawan, Yogyakarta: BPFE, 2000

  Budaya Kerja adalah suatu filsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.

  Budaya kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang

   harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.

  Terbentuknya Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hai itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai 14 kemampuan dan keahlian sesuai bidangnya masing –masing.

  Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Cetakan ke lima Gadjah Mada University Press, 2003

  Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

  Budaya organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan

   kegiatan unntuk mencapai tujuan organisasi.

  Terbentuknya Budaya Organisasi karena munculnya gagasan- gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari perseorangan atau kelompok, dari tingkatan bawah atau puncak.

1.6 Kualitas Pelayanan Publik

1.6.1 Pengertian Kualitas

  Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau

  

  melebihi harapan. Terdapat 5 (lima) sumber kualitas yang dijumpai yaitu: 1.

  Program, kebijakan, dan sikap yang melibatkan komitmen dari 15 manajemen puncak. 16 Robins, Stephen P, Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Indeks, 2006 Tjiptono, Fandly, Total Quality Service, Yogyakarta: Andi Offset, 1997

  2. Sistem informasi yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum dilepas ke pasar.

  3. Desain produk yang menekankan keandalan dan perjanjian ekstensif produk sebelum dilepas ke apsar.

  4. Kebijakan produksi dan tenaga kerja yang menekankan peralatan yang terpelihara dengan baik, pekerja yang terlatih dengan baik dan penemuan penyimpangan secara cepat.

  5. Manajemen yang menekankan kualitas sebagai sasaran utama.

  Selain itu menurutnya, pasa prinsipnya konsep kualitas memiliki dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi hubungan antara produk dan pemakai. Dimensi produk memandang kualitas barang dan jasa dari perspektif derajat konformitas dengan spesifikasinya yaitu yang memandang kualitas dari sosok yang dapat dilihat jasat mata dan dapat di identifikasikan melalui pemeriksaan dan pengamatan. Sedangkan perspektif hubungan anatra produk dan pemakai merupakan suatu karakterisktik lingkungan di mana kualitas produk adalah dinamis, sehingga produk harus disesuaikan denggan tuntutan perubahan dari pemakai produk. Untuk menjamin kualitas barang dan jasa yang cacat tidak dijual, namun kalau masih memungkinkan akan dilakukan perbaikan.

  Dari pengertian tersebut, kualitas mengandung elemen-elemen yang meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan yang mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan serta merupakan kondisi yang selalu berubah.

1.6.2 Pengertian Pelayanan Publik

  Diindonesia, penggunaan istilah pelayanan publik dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara dapat ditukarkan dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.

  Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pelayanan yang diperlukan manusia pada dasarnya ada 2 (dua) jenis yaitu layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan oleh orang lain selaku

   anggota organisasi, baik itu organisasi massa atau negara.

  Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M..PAN/7/2003 memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelengaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan peraturan perundang-undangan.

  Karakterisktik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya

  

  dari pelayanan swasta adalah:

a) Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa dan barang tak nyata.

  Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, 17 ketertiban, kebersihan, transportasi dan lain sebagainya. 18 Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1995 Mahsun, Mohamad, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta: BPFE, 2006 b) Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala regional atau bahkan nasional. Contohnya dalam hal pelayanan transportasi, pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajai, ojek, taksi dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di Jakarta.

  c) Pelanggan internal cukup meninjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokan pertugas pelayanaan agar mendahulukan pelanggan internal.

  d) Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan.

  e) Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja) akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

  Organisasi publik mempunyai ciri publik accuntability, yaitu setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitaas pelayanan yang mereka terima. Sangat sulit utuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan.

  Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan merupakan elemen pertama dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan untuk dikenali baik sebelum, dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan.

1.6.3 Bentuk, Makna dan Tujuan Pelayanan Publik

  Dikatakan bahwa pelayanan umum yang dilakukan oleh siapapun, bentuknya tidak terlepas dari 3 (tiga) macam yaitu:

  

  1. Layanan secara lisan

  Layanan secara lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat bidang informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan dan keterangan kepada siapapun yang memerlukan agar setiap layanan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Maka perlu diperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku layanan yakni dengan memahami benar masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya, mampu memberikan penjelasan tentang apa yang perlu degan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan pelayanan.

  2. Layanan melalui tulisan 19 Moenir, Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia, Yogyakarta: PT. Bumi Aksara, 1995

  Merupakn bentuk layanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas, tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranannya, pada umumnya layanan melalui tulisan cukup efesien bagi layanan jarak jauh karena faktor biaya agar layanan dalam bentuk tulisan dapat memuaskan pihak yang dilayani perlu diperhatikan faktor kecepatan baik dalam pengolahan masalah-masalah maupun proses penyelesaiannya.

3. Layanan dengan perbuatan

  Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan 70-80% dilakukan oleh petugas tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian dan keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil pekerjaan,

  Dalam Kep. Menpan No: 63/KEP/M.Pan/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, pengelompokan pelayanan publik secara garis besar adalah sebagai berikut:

  1. Pelayanan administratif

  2. Pelayanan barang

  3. Pelayanan jasa Tujuan pelayanan publik adalah memuaskan atau sesuai dengan keinginan masayarakat/pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dengan kenyataan. Dari hakekat dari pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

   Asas pelayanan publik yaitu:

   1.

  Transparan Bersifat terbuka mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakna secara memadai serta mudah dimengerti.

  2. Akuntabilitas Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  3. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efektivitas dan efisiensi

  4. Parsifatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspiratif, kebutuhan dan harapan masyarakat.

  5. Kesamaan hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan sukuu, ras, agama, golongan gender dan status ekonomi.

  6. Keseimbangan hak dan kewajiban 20 Juliantara, Dadang, Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik,

  Yogyakarta: Pembaruan, 2005 21 Juliantara, Dadang, Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Pelayanan Publik, Yogyakarta: Pembaruan, 2005

  Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

1.6.4 Indikator Kualitas Pelayanan Publik Yang Ideal

  Dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak mustahil dianggap sebagai suatu pelayanan yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai.

  Berkaitan dengan kualitas, diyakini bahwa harapan pelanggan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas barang dan jasa karena pada dasarnya hubungan yang erat antara penentuan kualitas dan kepuasan pelanggan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya pelangganlah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka pula yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka.

  Berdasarkan Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur No.63 Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelengaraan pelayanan publik dinyatakan bahwa hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanaan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pernyataan tersebut menguatkan peranan pemerintah senagai instansi yang memberi pelayanan yang priam kepasda masyarakat karena pada dasarnya konsumen/masyarakat adalah warga negara yang harus dipenuhi hak-haknya tidak terkecuali sehingga pemerintah sebagai instansi yang memberikan pelayanan harus dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya sesuai denagn perundang- undangan yang berlaku.

  Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam keputusan menteri pemberdayaan aparatur negara No.63/KEP/M.Pan/2003 yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid dan reliebel, sebagai unsur yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut: 1.

  Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

  2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan adminsitrative yang diperlukan untuk mendapat pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.

  3. Kejelasan tugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan tanggung jawab).

  4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugaas dalam penyelenggaraan pelayanan.

  6. Kemampuan petugaas pelayanan yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat.

  7. Kecepatan pelayanan yaitu target pelayanan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

  8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

  9. Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai.

  10. Kewajaran biaya pelayanan, yatiu keterjangkauan masyarakat terhadap pembiayaan yang ditetapkan oleh unit pelayanan.

  11. Kepastian biaya pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

  12. Kepastian jadwal yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan waktu yang ditetapkan .

  13. Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih rapi dan teratur sehingga memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.

  14. Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggaraan pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa senang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang akibatnya dari pelaksanaan.

  Pengukuran kinerja pelayanan dapat dilaksanakan dengan menggunakan instrument kinerja pelayanan yang telah dikembangkan oleh Zeithaml, Pasuraman dan Benny dalam buku mereka yang mereka beri judul Delivering Quality Service. Menurut mereka ada 11 (sebelas)

  

  indikator kinerja pelayanan, yaitu

  1. Kenampakan fisik

  2. Reliabilitas

  3. Responsivitas

  4. Kompetensi

  5. Kesopanan

  6. Kredibilitas

  7. Keamanan

  8. Akses

  9. Komunikasi

  10. Pengertian

  11. Akuntabilitas

1.7 Hubungan Budaya Kerja Dengan Kualitas Pelayanan Publik

  Pelayanan Publik tentunya sangat mempengaruhi oleh budaya kerja manusia. Harus disadari pula bahwa budaya erat kaitannya dengan manusia.

  Kuatnya budaya kerja akan terlihat dari bagaimana karyawan memandang 22 budaya kerja sehingga berpengaruh terhadap pelayanan publik yang

  Hessel Nogi, Manajemen Publik, Jakarta: Gramedia Widia, 2005 digambarkan memiliki motivasi, dedikasi, kreatifitas, kemampuan dan komitmen yang tinggi. Semakin kuat budaya kerja, semakin tinggi komitmen dan kemampuan yang dirasakan oleh masyarakat.

  Kualitas pelayanan publik adalah keseluruhan dari karakteristik pelayanan yang diberikan oleh pemberi layanan (pegawai) kepada penerima layanan (masyarakat) dalam suatu organisasi dengan menguatkan rasa puas bagi penerima layanan tersebut.

  Orang yang terlatih dalam budaya kerja akan menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan baru dan fakta baru, memecahkan permasalahan secara mandiri, berusaha menyesuaikan diri

   antara kehidupan pribadi dan sosialnya.

  Alasan utama mempelajari budaya kerja adalah untuk mengetahui cara para pimpinan bagaimana meningkatkan kemampuan pekerjaan karyawan atau pekerja. Seseoraang yang mempunyai budaya kerja yang baik maka akan membuat kualitas pelayanannya membaik juga sehingga dapat memaksimalkan tenaganya dalam melayani masyarakat.

1.8 Hipotesis

  Dinyatakan bahwa hipotesis merupakan dugaan, kesimpulan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dirumuskan di dalam 23 rumusan masalah sebelumnya. Dengan demikian hipotesis relevan dengan

  Irawan Prasetyo, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: DIA FISIP UI, 2001 rumusan masalah yakni, jawaban sementara terhadap hal-hal yang ditanyakan pada rumusan masalah. Hipotesis disebut sementara karena jawaban sebenarnya belum dikemukakan pada bagian ini, sebab belum ada

  

data apapun yang dikumpulkan peneliti.

  Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis yang dikemukakan penelitian adalah sebagai berikut: Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya kerja terhadap kualitas pelayanan publik pada Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai.

  Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya kerja terhadap kualitas pelayanan publik pada Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai.

1.9 Definisi Konsep

  Konsep merupakan suatu gagasan yang dinyatakan dalam suatu

   simbol atau kata.

  Definisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian,

  24 Juliandi Azuar, Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Bisnis, Bandung: 25 Ciptapustaka Media Perintis.

  Prasetyo dan Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif,, teori dan Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005

  

  keadaan, kelompok atau individu tertentu. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan pemikiran dan menghindari terjadinya interprestasi ganda dari variabel yang diteliti.

  1. Budaya Kerja Budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.

  2. Pelayanan Publik Pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelengaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan peraturan perundang-undangan.

1.10 Definisi Operasional

  Defenisi operasional adalah penelitian yang memberitahukan

   bagaimana carannya mengukur suatu masalah.

  Defenisi operasional penelitian yang digunkan oleh penulis adalah: 1. Variabel Bebas (X)

  Variabel Bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel 26 terikat (Jualiandi 2013:26). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah 27 Singarimbu, Masri Dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995 Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, Metode penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1995 Budaya Kerja dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: a.

  Sikap terhadap pekerjaan yakin kesukaan akan kerja dibandigkan kegiatan lain.

  b.

  Kedisiplinan yakni perilaku yang senantiasa berijak pada peraturan dan norma yang berlaku didalam maupun di luar kantor/badan.

  c.

  Bekerja keras yakni kegiatan bekerja secara maksimal dengan mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki.

  d.

  Saling membantu yakni kesediaan untuk saling memberi pertolongan denagn orang lain atau sesama anggota organisasi dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.

  e.

  Berdedikasi yaitu perilaku mengabdikan diri dengan mengorbankan tenaga, pikiran dan waktu demi pencapaian tujuan organisasi/badan.

  f.

  Bertanggung jawab merupakan suatu sikap bersedia menanggung segala sesuatu yang mungkin terjadi atas setiap tindakan dan keputusan yang diambil.

  2. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat adalah variabel yang dipegaruhi, terikat, tergantung

  

  oleh variabel lain yakni variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan publik, dapat diukur dengan indikator sebagai berikut:

  28 Juliandi Azuar, Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Bisnis, Bandung: Ciptapustaka Media Perintis. a.

  Kemudahan Mengakses 1. Lokasi kantor yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

  2. Kemudahan menghubungi petugas untuk mendapatkan pelayanan.

  3. Pemberian informasi pelayanan dengan mudah dan jelas.

  4. Prosedur yang diterapkan tidak berbelit-belit.

  b.

  Kredibilitas 1. Reputasi kantor/lembaga tersebut.

  2.Kepastian waktu dan kewajaran biaya pelayanan.

  3. Petugas yang selalu ada selama jam kerja.

  c.

  Kesopanan 1. Keramah tamahan petugas dalam memberikan pelayanan.

  2. Sikap petugas dalam menjelaskan prosedur untuk mendapatkan pelayanan.

  d.

  Kompetensi

  1. Kesesuaian antara kemampuan petugas dan tugas/fungsi

  2. Pengadaan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat sesuai dengan perkembangan/perubahan tugasnya.

1.11 Sistematika Penulisan

  Dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini, disusun secara sistematis yang terdiri dari 6 (enam) bab yang dilengkapi dengan sub-sub bab yaitu :

  BAB I : PENDAHULUAN Dalam ini disajikan tentang keadaan secara umum, yang

  terdiri dari: latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan yang merupakan gambaran singkat dari penulis laporan ini. Dan juga dalam bab ini disajikan mengenai tinjauan pustaka, yang berisi kerangka teori-teori dan referensi yang akan digunakan dan dikembangkan dalam membahas hasil penelitian. Kerangka teori yang dipergunakan adalah studi kepustakaan, berupa teori-teori dan peraturan yang mendasari tentang masalah yang dibahas.

  BAB II : METODE PENELITIAN Pada bab ini berisi metode penelitian yang dipergunakan

  dalam penyusunan laporan ini, terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

  BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Dalam bab ini penulis memuat gambaran lokasi penelitian,

  sejarah umum lokasi penelitian, visi dan misi, struktur organisasi, serta wilayah kerja.

  BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, disajikan mengenai hasil penelitian lapangan

  dan pembahasan yang menghubungkan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan maupun studi pustaka mengenai pelaksanaan budaya kerja terhadap kulaitas pelayanan publik di kecamatan.

  BAB V : ANALISIS DATA Pada bab ini, disajikan data analisi data yang sudah ada

  kemudian dihubungkan dan dicari pengaruh terhadap variabel X dan variabel Y yaitu budaya kerja (X) dan kualitas pelayanan public (Y). Dengan mengutip pendapat- pendapat dari informan yang dianggap kredibel dan tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, sistematika penyajian data dan pembahasan pokok-pokok permasalahan yang ada.

  BAB VI : PENUTUP Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan

  masalahan yang dikemukakan dari hasil penelitian dan pembahasan, serta landasan untuk mengemukakan saran yang mungkin berguna bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.

Dokumen yang terkait

II. TINJAUAN PUSTAKA - Rehabilitasi Lahan Kering Alang-Alang dengan Olah Tanah dan Amandemen Kapur Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung

0 0 13

Rehabilitasi Lahan Kering Alang-Alang dengan Olah Tanah dan Amandemen Kapur Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi - Uji Diagnostik Genexpert MTB/RIF Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 27

Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 0 10

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Nilai Perusahaan - Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 0 8

Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (1-<5) Tahun di Kota Padang sidempuan Tahun 2015

0 1 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita (1-<5) Tahun di Kota Padang sidempuan Tahun 2015

0 0 7

Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan Publik (Studi Tentang Pelayanan Surat Keterangan Kelahiran dan Kematian di Kantor Kecamatan Binjai Kota Kota Binjai)

0 0 14