Opini Publik intro.pptx (98Kb)

Opini Publik

Manohara

 Pertengahan bulan April tahun 2009 nama

Manohara Odelia Pinot begitu ramai di media
massa. Namanya mencuat sejak kasus
dugaan kekerasan rumah tangga (KDRT)
yang dilakukan suaminya, Pangeran Kelantan
Malaysia, Tengku Muhammad Fakhry.
Meskipun gadis kebangsaan Amerika Serikat
dan Bugis ini sudah terjun di dunia model
sejak tahun 2006 namun namanya hampir tak
terdengar.

 Pada awalnya kasus ini biasa-biasa saja

namun menjadi sangat besar saat ibu
Manohara, Daisy Fajrina, melakukan jumpa
pers di kantor Komnas HAM tanggal 23 April.

Daisy menceritakan kisah “penculikan” dan
penganiayaan yang dialami putrinya itu.

Keperkasaan Media Massa
 Siapa yang tak kenal Manohara? Model yang

terpilih dalam 100 Pesona Indonesia menurut
Majalah Harper’s ini menjadi topik hangat pada
tahun 2009. Mulai dari ibu rumah tangga,
karyawan, sampai kanak-kanak pun familiar
dengan wajah cantik dan kisahnya yang mengharubiru. Media massa menjadikannya lalu-lalang
ramaikan layar kaca kita. Tak tanggung-tanggung,
semua stasiun televisi memiliki jadwal wawancara
langsung dengannya. Semua aspek kehidupannya
dikupas tuntas untuk dipaparkan kepada pemirsa.

 Kekuatan media memang tidak diragukan lagi

dalam memengaruhi massa. Respon dari
masyarakat begitu mendalam. Ketika sebuah

televisi berinovasi dengan Twitter dan
Facebook agar pemirsa bisa menanyakan
langsung hal-hal kecil tentang Manohara,
muncul pertanyaan “Is that Christian
Louboutin?” dan “Berapa buah koleksi Tas
Hermes milik Mano?”. Benar-benar luar
biasa. Pengaruh media terhadap khalayak
sampai sebegitu jauhnya sehingga mereka jeli
dan sangat sadar merk.

 Para ilmuwan komunikasi dari dulu sampai

sekarang berbeda pendapat mengenai
kekuatan media massa memengaruhi
pendapat dan sepak terjang khalayak.
Sebagian mengatakan sesungguhnya media
itu sangat  powerfull. Media tidak hanya
sanggup memengaruhi opini publik, tapi juga
tindakan publik.


 Di sisi lain, pengaruh media dikatakan

terbatas, tergantung pada konteks ruang dan
waktu, dan di mana media itu bekerja. Bagi
mereka yang menganggap the media is
powerfull, kemudian melahirkan beberapa
teori komunikasi massa yang memiliki
pengaruh besar terhadap masyarakat dan
budaya, yakni teori Agenda Setting, teori
Dependensi, Spiral of Silence, dan
Information Gaps.

Agenda Setting
 Masyarakat Indonesia yang plural dalam ragam

budaya dan strata ekonomi berhasil digiring televisi
pada satu titik sikap, simpati bagi Manohara. Inilah
kekuatan media massa, mampu memengaruhi
perubahan kognitif pemirsa.
 Dasar pemikiran teori ini adalah di antara berbagai

topik yang dimuat media massa, topik yang
mendapat lebih banyak perhatian dari media akan
menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan akan
dianggap penting dalam suatu periode tertentu.
Akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang
mendapat perhatian media.

 Teori agenda setting pertama kali

dikemukakan oleh Walter Lippman (1965)
pada konsep “The World Outside and The
Picture in Our Head” yang sebelumnya telah
menjadi bahan pertimbangan oleh Bernard
Cohen (1963) dalam konsep “The mass media
may not be successful in telling us what to
think, but they are stunningly successful in
telling us what to think about“.

 Penelitian empiris ini dilakukan Maxwell E.


McCombs dan Donald L. Shaw ketika mereka
meneliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka
mengatakan, walaupun para ilmuwan yang
meneliti perilaku manusia belum menemukan
kekuatan media seperti yang disinyalir oleh
pandangan masyarakat yang konvensional,
belakangan ini mereka menemukan cukup bukti
bahwa para penyunting dan penyiar memainkan
peranan yang penting dalam membentuk realitas
sosial kita.

 Itu terjadi ketika mereka melaksanakan tugas

keseharian mereka dalam menonjolkan
berita. Khalayak bukan saja belajar tentang
isu-isu masyarakat dan hal-hal lain melalui
media, mereka juga belajar sejauh mana
pentingnya suatu isu atau topik dari
penegasan yang diberikan oleh media massa.


 Contoh kasus lain yang menjadi pilihan media

adalah Prita Mulyasari. Ibu muda yang
dipenjara karena mengeluhkan pelayanan
sebuah institusi melalui email di sebuah
mailist. Media massa mengeksposnya. Tak ayal,
dukungan dan simpati mengalir deras bagi
pembebasannya. Sampai-sampai diadakannya
aksi solidaritas Koin Peduli Prita dalam rangka
membantu Prita dalam memperoleh uang
untuk bayar denda kepada Rumah Sakit Omni
Internasional sebesar Rp204.000.000,-.

 Alhasil sumbangan seluruh masyarakat dari

seluruh Indonesia sebesar Rp825.728.550,-.
Jumlah ini empat kali lipat melebihi denda
yang harus dibayarkan Prita kepada Rumah
Sakit Omni Internasional.


 Framing yang dilakukan media membuat

suatu berita terus menerus ditayangkan di
media sehingga muncul agenda publik.
Seperti yang dikatakan Robert N. Entman,
framing adalah proses seleksi dari berbagai
aspek realitas sehingga bagian tertentu dari
peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan
aspek lain. Masyarakat akan menjadikan
topik utama yang diangkat oleh media
sebagai bahan perbincangan sehari-hari.
Pengaruh dari teori agenda setting terhadap
masyarakat dan budaya sangat besar.

 Dunia fashion mengambil kesempatan ini

untuk menarik style untuk kemudian
menjadikannya trendsetter. Bahkan hingga
menyentuh lapisan masyarakat menengah ke
bawah. Banyak dijual kaos bergambar wajah

Manohara di pasaran. Popularitas Manohara
di tanah air langsung melesat bak meteor.
Begitu juga yang terjadi pada kasus Prita.
Dampak dari media massa yang terus memblow up kasusnya terbentuklah opini publik
yang cenderung untuk memberinya
dukungan.

 Agenda setting sendiri baru menunjukan

keampuhannya jika agenda media menjadi
agenda publik. Lebih hebatnya lagi jika
agenda publik menjadi agenda kebijakan.
Bernard C. Cohen (1963) mengatakan bahwa
pers mungkin tidak berhasil banyak pada saat
menceritakan orang-orang yang berpikir,
tetapi berhasil mengalihkan para pemirsa
dalam berpikir tentang apa.

 Kita bisa memakai media apa saja untuk


membangun opini, tapi jika tidak sejalan
dengan selera publik, maka isu yang
dibangun dengan instensitas sekuat apa pun
belum tentu efektif. Akibat dari opini yang
dibangun publik mengenai dua kasus di atas,
pemerintah turun tangan dalam memberikan
kebijakan terhadap kasus-kasus ini.

Kelemahan Teori Agenda Setting
 Coba kita lihat skandal Century yang semakin

memanas hingga hari ini. Beritanya tidak
menjadi topik utama di semua media massa.
Hanya beberapa media saja yang
menjadikannya headline. Itu terjadi karena
tidak sesuai dengan selera publik. Di sinilah
kelemahan dari teori agenda setting.

 Ketika mulai masuk ke selera publik maka


teori yang lebih relevan untuk melihatnya
adalah Uses dan Gratifcation. Teori ini
mempertimbangkan apa yang dilakukan
orang pada media, yaitu menggunakan media
untuk pemuas kebutuhannya.

 Dalam memenuhi kebutuhan secara

psikologis dan sosial, audiens menjadi
tergantung pada media massa. Audiens
memperlakukan media sebagai sumber
informasi bagi pengetahuan mengenai
perkembangan kasus Century. Karena itu,
media pun bersedia menayangkan Sidang
Pansus Century secara live.

 Media mencoba memberikan apa yang

dibutuhkan oleh audiens sehingga
memberikan efek dalam ranah afektif

audiens. Salah satunya adalah meningkat dan
menurunnya dukungan moral terhadap
skandal Century yang sedang dalam
penyelesaian.

 Bernard C. Cohen (1963) mengatakan bahwa

pers mungkin tidak berhasil banyak pada saat
menceritakan orang-orang yang berpikir,
tetapi berhasil mengalihkan para pemirsa
dalam berpikir tentang apa. Ini termasuk
dalam kelebihan dari teori agenda setting.
Sementara yang lainnya memiliki asumsi
bahwa suatu berita mudah dipahami dan
mudah untuk diuji. Dari kelemahan dan
kelebihan yang dimiliki teori agenda setting
tentu ada saja dampak negatif dan positifnya.

Media Literacy
 Teori yang disebut Cultural Norms,

beranggapan bahwa media tidak hanya
memiliki efek langsung terhadap individu,
tetapi juga memengaruhi kultur, pengetahuan
kolektif, dan norma serta nilai-nilai dari suatu
masyarakat. Media massa telah
menghadirkan seperangkat citra, gagasan,
dan evaluasi dari mana audiens dapat
memilih dan menjadikan acuan bagi
perilakunya. Sangat penting bagi pemirsa
untuk menyikapi dengan benar masalah
negatif yang timbul dari teori agenda setting.

 Dalam teori agenda setting, audiens bersifat

pasif sehingga tidak bisa mengontrol efek
yang menimpanya. Agar tidak terjadi
kesalahan dalam perolehan informasi maka
perlu untuk melek media atau Literacy
Media. James Potter dalam bukunya yang
berjudul “Media Literacy” (Potter, 2001)
mengatakan bahwa media Literacy adalah
sebuah perspekif yang digunakan secara aktif
ketika individu mengakses media dengan
tujuan untuk memaknai pesan yang
disampaikan oleh media.

Pendekatan Media
Literacy
 Sebuah rangkaian kesatuan, yang bukan

merupakan kondisi kategorikal
 Media literacy perlu dikembangkan dengan
melihat tingkat kedewasaan seseorang
 Tujuan dari media literacy adalah untuk
memberi kita kontrol yang lebih untuk
menginterpretasi pesan.

 Media literacy bersifat multidimensi, yaitu

domain kognitif yang mengacu pada proses
mental dan proses berpikir, domain emosi
yaitu dimensi perasaan, domain estetis yang
mengacu pada kemampuan untuk menikmati,
memahami dan mengapresiasi isi media dari
sudut pandang artistik, dan domain moral
yang mengacu pada kemampuan untuk
menangkap nilai-nilai yang mendasari sebuah
pesan

 Berita bukan refeksi dari realitas melainkan

konstruksi dari realitas. Sebagai masyarakat
modern, masyarakat yang selalu
membutuhkan informasi atau bisa dikatakan
Information Based Society, kita harus melek
media. Hal ini bertujuan agar kita tidak salah
dalam menerima berita. Kita jadi selektif
dalam menanggapi media massa. Karena
menjadi audiens yang pasif tidaklah
menyenangkan. Akankah selamanya
kehidupan kita diatur berdasarkan agenda
setting dari media?