PEMETAAN SEBARAN DAN POTENSI BIJIH BESI BERDASARKAN DATA ANOMALI MAGNETIK DAN DATA RESISTIVITAS DI PESISIR TIMUR KECAMATAN BINANGUN KABUPATEN CILACAP

  

“Tema: 2 pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pedalaman”

PEMETAAN SEBARAN DAN POTENSI BIJIH BESI

BERDASARKAN DATA ANOMALI MAGNETIK DAN DATA

RESISTIVITAS DI PESISIR TIMUR KECAMATAN BINANGUN

KABUPATEN CILACAP

  

Oleh

Sehah, Sukmaji Anom Raharjo, dan Sri Muntiqoh

Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, UNSOED Jalan Dr. Suparno No.61

  

Purwokerto

sehah.geophysics@gmail.com

ABSTRAK

  Eksplorasi geofisika untuk memetakan sebaran dan potensi bijih besi di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap telah dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2017. Eksplorasi ini dilakukan dengan dua metode yaitu metode magnetik dan metode geolistrik. Hasil yang diperoleh dari survei magnetik adalah peta kontur anomali magnetik lokal, dengan nilai berkisar -314,08 – 356,42 nT. Berdasarkan peta kontur tersebut diperoleh beberapa closure anomali yang cukup kuat di bagian utara, yang mengindikasikan kemungkinan adanya endapan bijih besi. Survei geolistrik dilakukan di area tersebut untuk memperkirakan kedalaman endapan bijih besi dan potensinya. Berdasarkan hasil interpretasi data resistivitas diperoleh endapan bijih besi dalam bentuk lapisan pasir besi yang berselingan dengan lanau dan lempung dari formasi alluvium. Lapisan pasir besi tersebut tersebar dari titik sounding Sch-2 pada posisi 109,276906 BT dan 7,687275 LS hingga titik sounding Sch-4 pada posisi 109,290344 BT dan 7,689886 LS; dengan kedalaman berkisar 7,48 – 22,20 meter. Selain itu bijih besi ditemukan dalam lapisan alluvium yang lain yang tersusun atas lanau, pasir, lempung, dan kerikil. Berdasarkan hasil eksplorasi geofisika, potensi bijih besi di kawasan pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap diperkirakan relatif tinggi.

  Kata Kunci: eksplorasi geofisika, magnetik, geolistrik, bijih besi, pesisir timur Binangun

  ABSTRACT

  Geophysical exploration to investigate distribution and potential of iron ore on the eastern coastal of District of Binangun Regency of Cilacap was implemented in April – October 2017. Exploration was carried out by two methods, i.e. magnetic method and geoelectric method. The results obtained from the magnetic method survey is a contour map of the local magnetic anomaly, with values of - 314.08 – 356.42 nT. Based on the contour map, then obtained some closures that enough strong in the north which show the possible of subsurface iron ore deposit. Geoelectric survey was done in the area to estimate the depth of iron ore deposit and it potency. Based on the interpretation results to resistivity data, then obtained iron ore in the iron sand deposits which intermittent with silt and clay from the alluvium formation. That iron sand deposits is distributed from the sounding point of Sch-2 at position of 109.276906W and 7.687275S to the point of Sch-4 at position of 109.290344E and 7.689886S; with the depth of 7.48 – 22.20 meters. In addition, iron ore found in the other alluvium formation that consist of silt, clay, sand, and gravel. Based on the geophysical exploration results, the potency of iron ore in the eastern coastal area of District of Binangun, Regency of Cilacap is estimated to be relatively high. Keyword: geophysics exploration, magnetic, geoelectric, iron sand, eastern coastal of Binangun

  PENDAHULUAN

  Kawasan pesisir selatan Kabupaten Cilacap mempunyai potensi bahan tambang bijih besi yang melimpah. Kegiatan penambangan di kawasan ini telah menghasilkan kurang lebih 300.000 ton konsentrat bijih besi per tahun (Herman, 2005). Penambangan bijih besi yang dilakukan selama bertahun-tahun mengakibatkan cadangan bijih besi di sepanjang pantai selatan Kabupaten Cilacap mengalami penurunan sehingga tidak ada lagi penambangan secara besar-besaran. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Cilacap, saat ini jumlah bijih besi yang tersisa diperkirakan sekitar 600 ribu ton dengan kandungan besi (Fe) di bawah 50% sehingga kurang ekonomis. Meski penambangan dalam skala besar telah ditutup dan bekas wilayah penambangan direklamasi, namun penambangan dalam skala kecil masih terus berjalan (Burhani, 2007).

  Salah satu wilayah pesisir Kabupaten Cilacap yang diperkirakan masih menyimpan potensi bijih besi adalah Pesisir Binangun, yang berlokasi sekitar 35 kilometer dari timur Kota Cilacap. Cadangan bijih besi di wilayah ini termasuk yang belum ditambang dengan luas area lebih dari 500 hektar, derajat kemagnetan (MD) sekitar 12.2% dan kandungan besi di atas 53%. Cadangan bijih besi di kawasan ini tersebar dari pesisir Desa Welahan Wetan Kecamatan Binangun hingga Desa Jetis Kecamatan Nusawungu dengan perkiraan potensi kurang lebih 744.678,85 ton (KBCC, 2015). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di pesisir Kecamatan Binangun bagian barat (Sehah et.al. 2016). Hasil penelitian menunjukkan adanya lapisan bijih besi yang berselingan dengan lanau, lempung, pasir dan kerikil dari formasi

  

alluvium. Lapisan bijih besi tersebut ditemukan pada kedalaman 1,709 – 11,966 meter dengan

panjang 1.576,7 meter.

  Untuk menginvestigasi potensi bijih besi di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap, maka perlu dilakukan survei geofisika. Survei geofisika merupakan pengukuran besaran-besaran fisika di permukaan bumi yang dapat digunakan untuk mengetahui model struktur geologi, batuan bawah permukaan, dan fenomena fisika yang terjadi di bawah permukaan. Adapun metode survei geofisika yang diterapkan adalah metode magnetik dan metode geolistrik. Metode magnetik didasarkan terhadap pengukuran variasi medan magnetik di permukaan bumi yang muncul akibat distribusi batuan maupun mineral yang termagnetisasi secara medan magnetik yang terukur untuk memodelkan benda-benda anomali bawah permukaan berdasarkan nilai suseptibilitas magnetiknya (Mariita, 2007). Adapun metode geolistrik adalah metode survei geofisika yang dapat digunakan untuk merekonstruksi struktur atau batuan bawah permukaan berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis atau resistivitasnya (Agodzo et.al. 2003).

  Teknik akuisisi data geolistrik resistivitas dapat dilakukan dengan mengalirkan arus 1 2 listrik searah (DC) ke dalam lapisan batuan kerak bumi melalui dua buah elektroda arus, C dan C .

  Arus listrik yang diinjeksikan ke dalam lapisan batuan akan menyebar secara merata ke seluruh medium batuan seperti Gambar 1. Selanjutnya polarisasi listrik yang terjadi pada medium batuan 1 2 diukur nilai beda potensialnya melalui dua buah elektroda potensial, P dan P . Setelah diketahui nilai arus dan beda potensialnya, maka nilai resistivitas semu (apparent resistivity) batuan bawah permukaan dapat dihitung dengan persamaan (Telford et.al., 1990):

  

  V  

  K a (1) a

  I

  dimana:  adalah resistivitas semu, K adalah faktor geometri yang tergantung terhadap konfigurasi elektroda, V adalah beda potensial, dan I adalah kuat arus listrik. Faktor geometri (K) tergantung dari konfigurasi atau model susunan jarak bentangan elektroda yang digunakan. Untuk konfigurasi Schlumberger, konfigurasi dan jarak antar elektroda didesain seperti Gambar 1 dengan nilai faktor geometri dapat dinyatakan dengan persamaan (Telford et.al., 1990): 2 2

    2  

  a b

    

  K Sch

        2 b

  1

  1

  1

  1  

        

  (2)

  C P P C C P P C 1 1 1 2 1

2

2 2

     

  Gambar 1. Skema akuisisi data geolistrik resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger.

METODE PENELITIAN

  Akuisisi data penelitian survei magnetik dan geolistrik telah dilakukan di kawasan pesisir timur Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap seperti terlihat pada Gambar 2 pada bulan April – Oktober 2017. Pengolahan, pemodelan dan interpretasi data dilakukan di Laboratorium Elektronika Instrumentasi dan Geofisika, Fakultas MIPA, UNSOED Purwokerto. Peralatan yang digunakan di dalam survei magnetik terdiri atas Proton Precession Magnetometers (PPM), Global Positioning

  

System (GPS), kompas, perangkat lunak Surfer, dan beberapa peralatan pendukung lain. Sedangkan

  peralatan survei geolistrik adalah Resistivitymeter tipe Naniura model NRD-22S lengkap dengan kabel-kabel, elektroda, perangkat lunak, dan komponen pendukung yang lain. Data yang diperoleh dari akuisisi di lapangan meliputi intensitas magnetik total, posisi geografis dan elevasi titik ukur, serta data resistivitas listrik batuan bawah permukaan.

  Pesisir Kecamatan Binangun Gambar 2. Lokasi survei magnetik di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten

  Cilacap (dalam kotak) Penelitian ini diawali dengan akuisisi data survei magnetik. Setelah diperoleh data medan magnetik total, selanjutnya dilakukan koreksi-koreksi data anomali magnetik yang meliputi koreksi harian dan koreksi medan magnetik utama bumi, sehingga diperoleh data anomali magnetik total. Data anomali magnetik total yang terdistribusi pada permukaan topografi, selanjutnya direduksi ke bidang datar dan dikoreksi efek magnetik regional sehingga diperoleh data anomali magnetik lokal.

  Berdasarkan analisis visual terhadap peta kontur anomali magnetik lokal, maka dilakukan plotting titik-titik sounding pada peta kontur untuk akuisisi data geolistrik. Plotting titik-titik sounding ini dilakukan di atas zona-zona yang diestimasi prospek mengandung bijih besi berdasarkan distribusi anomali magnetik. Akuisisi data geolistrik satu dimensi (1D) dilakukan pada masing-masing titik sounding sehingga diperoleh data resistivitas batuan bawah permukaan.

  Teknik akuisisi data geolistrik menggunakan konfigurasi Schlumberger dilakukan dengan memvariasi jarak elektroda C

  1 terhadap P 1 dan C 2 terhadap P 2 seperti Gambar 1. Pemvariasian

  jarak elektroda dilakukan untuk memperoleh informasi struktur geologi dan litologi batuan bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitas secara vertikal 1D. Oleh karena itu adanya perbedaan nilai resistivitas batuan bawah permukaan, akan terlihat jelas ketika penentuan kedalaman lapisan batuan

  P P

  yang mempunyai nilai resistivitas berlainan. Jarak bentangan elektroda potensial (

  1 dan 2 ) dibuat C C

  berubah secara perlahan, sedangkan elektroda arus (

  1 dan 2 ) digerakkan mengikuti penambahan

  jarak bentangan elektroda, seperti Gambar 3. Semakin lebar jarak bentangan elektroda, informasi litologi (batuan) bawah permukaan yang diperoleh juga semakin dalam (Bernard, 2003).

  Resistivitas batuan yang terukur sesuai persamaan (1) bukan nilai resistivitas sesungguhnya tetapi resistivitas semu (apparent resistivity). Nilai resistivitas semu tergantung dari jarak elektroda dan heterogenitas medium batuan. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap lapisan batuan di dalam kerak bumi mempunyai nilai resistivitas yang berlainan, tergantung dari beberapa parameter seperti kandungan logam, air, suhu, komposisi mineral, tekstur, permeabilitas, dan umur geologi. Hasil akuisisi data geolistrik dengan konfigurasi Schlumberger menghasilkan kurva a resistivitas semu ( ) versus jarak ½AB. Kurva resistivitas semu tersebut dimanfaatkan sebagai dasar untuk menghitung nilai resistivitas sesungguhnya lapisan-lapisan batuan bawah permukaan melalui suatu pemodelan. Hasil pemodelan adalah kurva resistivitas sesungguhnya (true resistivity)

  

versus jarak ½AB dan log resistivitas batuan bawah permukaan versus kedalaman masing-masing

  lapisan. Interpretasi litologi dilakukan terhadap log resistivitas batuan, sehingga diperoleh tabel berbagai lapisan batuan bawah permukaan lengkap dengan formasi batuan, nilai resistivitas, dan kedalamannya.

  Gambar 3. Pergerakan elektroda arus dalam survei geolistrik resistivitas menggunakan konfigurasi Schlumberger (Aizebeokhai, 2010).

  HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akuisisi dan Pengolahan Data Medan Magnetik

  Akuisisi data medan magnetik total telah dilaksanakan di 146 buah titik yang tersebar pada posisi geografis 109,2699 – 109,2982BT dan 7,6851 – 7,7019LS. Hasil yang diperoleh adalah data intensitas medan magnetik total di setiap titik dengan nilai berkisar 44.621,42 – 45.537,00 nT. Untuk memperoleh nilai anomali magnetik total, maka dilakukan koreksi harian dan koreksi medan magnetik utama bumi. Berdasarkan hasil perhitungan online dari National Geophysical Data Center (1999), nilai medan magnetik utama bumi daerah penelitian diperoleh sebesar 44.999,0 nT. Setelah dilakukan koreksi-koreksi tersebut, maka diperoleh data anomali magnetik total yang terdistribusi pada topografi dengan nilai berkisar -374,34 – 552,82 nT. Peta kontur anomali magnetik total yang terdistribusi pada permukaan topografi ditunjukkan pada

  Gambar 4(a).

  Selanjutnya data anomali magnetik total ini direduksi dari bidang topografi ke bidang datar yaitu ketinggian topografi rata-rata sebesar 25,63 meter di atas sferoida referensi, menggunakan perhitungan Deret Taylor (Blakely, 1995). Data anomali magnetik yang diperoleh memiliki nilai berkisar -274,44 – 396,07 nT dengan peta kontur ditunjukkan pada Gambar 4(b). Target penelitian adalah batuan bawah permukaan yang bersifat lokal dan dangkal yaitu endapan pasir besi, sehingga pengaruh dari anomali magnetik regional harus dibersihkan. Data anomali magnetik regional dapat diperoleh melalui pengangkatan ke atas (upward continuation) terhadap data anomali magnetik total yang telah terdistribusi di bidang datar hingga ketinggian tertentu, sedemikian hingga interval data anomali menunjukkan nilai yang sangat kecil dan closure yang cenderung tetap. Data anomali magnetik regional yang diperoleh, selanjutnya dikoreksikan terhadap data anomali magnetik total, sehingga diperoleh data anomali magnetik lokal dengan peta kontur anomali seperti ditunjukkan pada Gambar 5(a).

  Li nt an g at S el an -7.695 -7.690 Li an g el at an nt S -7.690 -7.695

  • 7.700 109.270 109.275 109.280 109.285 109.290 109.295 Interval Kontur 50 nT Bujur Timur -7.700 109.270 109.275 109.280 109.285 109.290 109.295 Interval Kontur 50 nT Bujur Timur

  (a) (b)

  Gambar 4. Peta kontur anomali medan magnetik total daerah penelitian (a) yang

  terdistribusi pada topografi (b) yang telah terdistribusi pada bidang datar Berdasarkan peta kontur anomali magnetik lokal daerah penelitian, terlihat bahwa trend anomali magnetik lebih cenderung terkonsentrasi di bagian utara. Menurut Herman (2005), batuan yang mengandung butiran bijih besi adalah endapan pantai. Informasi tersebut tidak bertentangan dengan peta kontur anomali magnetik lokal, karena secara keseluruhan daerah penelitian terletak di kawasan pesisir Kabupaten Cilacap yang tertutup oleh formasi alluvium termasuk endapan pantai (Asikin dkk., 1992). Keberadaan endapan pasir besi diperkirakan terdistribusi pada zona anomali magnetik rapat, yaitu di sekitar titik-titik Sch-1 hingga Sch-5 yang dibuat pada peta kontur anomali magnetik lokal dan peta wilayah dari google earth, seperti Gambar 5. Sch-1 Sch-2 Sch-3 S el g nt -7.695 at an an Li -7.690 Sch-4 Sch-5

  • 7.700 109.270 109.275 109.280 109.285 109.290 109.295 Interval Kontur 50 nT Bujur Timur

  (a) (b)

  Gambar 5. Plotting titik-titik survei geolistrik di atas (a) peta kontur anomali magnetik

  lokal (b) peta lokasi daerah penelitian dari google earth

  Hasil Akuisisi dan Pengolahan Data Geolistrik

  Akuisisi data geolistrik dilakukan di atas zona yang diestimasi berpotensi mengandung bijih besi berdasarkan peta kontur anomali magnetik lokal. Oleh karena itu sebelum proses akuisisi data, dilakukan plotting posisi titik sounding geolistrik di atas peta kontur dan peta wilayah yang diakses melalui google earth seperti telah diperlihatkan pada Gambar 5. Jumlah titik sounding yang dipilih adalah lima titik yang tersebar di bagian utara daerah penelitian. Resistivitas semu masing-masing lapisan batuan bawah permukaan pada setiap titik sounding dihitung menggunakan persamaan (1). Hasil perhitungan ini digunakan untuk memodelkan nilai resistivitas sesungguhnya masing-masing lapisan batuan bawah permukaan menggunakan perangkat lunak Progress versi

  3.0. Gambar 6, diperoleh hasil pemodelan resistivitas batuan bawah permukaan Berdasarkan pada titik sounding Sch-1 berupa kurva dan log resistivitas yang terdiri atas lima lapisan batuan yang diperkirakan berasal dari formasi alluvium. Berdasarkan nilai resistivitas yang diperoleh yang didukung informasi geologi daerah penelitian, dilakukan interpretasi litologi (jenis batuan) untuk masing-masing lapisan. Secara lengkap hasil interpretasi litologi masing-masing lapisan batuan

  Tabel 1. Selanjutnya hasil-hasil pemodelan resistivitas batuan bawah permukaan

  ditunjukkan pada pada titik sounding Sch-2 hingga Sch-5 ditunjukkan pada Gambar 7 hingga Gambar 10, dan hasil interpretasi litologinya ditunjukkan pada Tabel 2 hingga Tabel 5.

  

Gambar 6. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-1

Tabel 1. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-1

No. Posisi Titik Lapisan Resistivitas Kedalaman Interpretasi Litologi

  Batuan (meter) Sounding (m)

  1 Lapisan 1 53,23 0 – 2,88 Tanah permukaan (top soil) Bujur:

  2 Lapisan 2 84,07 2,88 – 16,76 Lanau, pasir, lempung, dan 109,271844 kerikil berselingan dengan

  BT

  bijih besi

  3 Lapisan 3 11,73 16,76 – 31,79 Pasir lempungan Lintang:

  4 Lapisan 4 3,65 31,79 – 61,93 Pasir (terintrusi air laut) 7,687275 LS

  5 Lapisan 5 1,43 > 61,93 Tidak diinterpretasi

  

Gambar 7. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-2

Tabel 2. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-2

Posisi Titik Lapisan Resistivitas Kedalaman No.

  Interpretasi Litologi Sounding Batuan (m) (meter)

  1 Lapisan 1 44,51 0 – 1,52 Tanah permukaan (top soil) Bujur:

  2 Lapisan 2 87,57 1,52 – 9,42 Lanau, pasir, lempung, dan 109,276906 kerikil berselingan dengan

  BT

  bijih besi

  3 Lapisan 3 52,99 9,42 – 19,48 Pasir besi berselingan Lintang: dengan lanau dan lempung

  7,687275 LS

  4 Lapisan 4 11,43 19,48 – Pasir lempungan

  33,70

  5 Lapisan 5 1,80 > 33,70 Pasir (terintrusi air laut)

  

Gambar 8. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-3

Tabel 3. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-3

No. Posisi Titik

  Sounding Lapisan Batuan Resistivitas (m) Kedalaman (meter) Interpretasi Litologi

  1 Bujur : 109,282469

  BT Lintang :

  7,687269 LS Lapisan 1 63,99 0 – 1,35 Tanah permukaan (top

  soil)

  2 Lapisan 2 113,86 1,35 – 7,48 Perselingan antara pasir, lempung, kerikil, dan kerakal

  3 Lapisan 3 55,50 7,48 – 16,10 Pasir besi berselingan dengan lanau dan lempung

  4 Lapisan 4 21,67 16,10 – 36,52 Pasir lempungan

  5 Lapisan 5 3,80 > 36,52 Pasir (terintrusi air laut)

  Pada titik sounding Sch-4, lapisan yang diinterpretasi sebagai pasir besi berselingan dengan lempung, pasir, dan kerikil diestimasi ditemukan pada kedalaman 10,56 – 22,20 meter. Khusus titik sounding Sch-4 keberadaan bijih besi diestimasi juga ditemukan pada lapisan tanah permukaan (top soil) yang memiliki nilai resistivitas sebesar 25,65 m dan kedalaman berkisar 0 – 1,33 meter. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya butiran-butiran bijih besi pada permukaan tanah di sekitar titik sounding tersebut dan nilai resistivitas yang relatif kecil.

  

Gambar 9. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-4

Tabel 4. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan pada titik sounding Sch-4

Posisi Titik Lapisan Resistivitas Kedalaman No.

  Interpretasi Litologi Sounding Batuan (meter)

  (m)

  1 Lapisan 1 25,65 0 – 1,33 Tanah permukaan (top soil)

  2 Lapisan 2 75,50 1,33 – 10,56 Lanau, pasir, lempung, dan Bujur : kerikil berselingan dengan

  109,290344

  bijih besi

  BT

  3 Lapisan 3 49,03 10,56 – Pasir besi berselingan 22,20 dengan lempung, pasir, dan

  Lintang : kerikil

  7,689886 LS

  4 Lapisan 4 13,63 22,20 – Pasir lempungan 40,28

  

5 Lapisan 2,28 > 40,28 Pasir (terintrusi air laut)

  5 Gambar 10. Hasil pemodelan resistivitas lapisan batuan permukaan pada titik sounding Sch-5

Tabel 5. Hasil interpretasi litologi batuan bawah permukaan terhadap log resistivitas hasil

  pemodelan pada titik sounding Sch-5

  Posisi Titik Lapisan Resistivitas Kedalaman No.

  Interpretasi Litologi Batuan (meter) Sounding (m)

  1 Lapisan 1 44,10 0 – 1,50 Tanah permukaan (top soil)

  2 Lapisan 2 84,02 1,50 – 4,97 Lanau, pasir, lempung, dan Bujur : kerikil berselingan dengan

  bijih besi

  109,293218

  3 Lapisan 3 109,94 4,97 – 16,59 Perselingan antara pasir, BT lempung, kerikil, dan kerakal

  Lintang :

  4 Lapisan 4 12,59 16,59 – Pasir lempungan 7,688772 LS

  26,75

  

5 Lapisan 5 1,30 > 26,75 Pasir (terintrusi air laut)

  Berdasarkan hasil pemodelan dan interpretasi pada lima titik sounding, lapisan pasir besi yang berselingan dengan lanau dan lempung ditemukan pada titik sounding Sch-2, Sch-3, dan Sch- 4 pada kedalaman rata-rata 7,48 – 22,20 meter dengan resistivitas berkisar 49,03 – 55,50 Ωm. Oleh karena itu, area yang terletak pada titik sounding Sch-2 hingga Sch-4 diinterpretasi berpotensi besar mengandung endapan pasir atau bijih besi. Secara umum berdasarkan hasil eksplorasi geofisika ini, potensi pasir atau bijih besi di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap diperkirakan cukup besar, sehingga prospek dieksploitasi, terutama untuk memenuhi kebutuhan pasir besi lokal. Namun eksploitasi pasir besi yang dilakukan harus mempertimbangkan faktor kelestarian alam dan lingkungan di kawasan pesisir serta dampak negatif yang mungkin terjadi seperti abrasi, intrusi air laut, dan rusaknya sistem akuifer pantai. Bagaimanapun juga formasi batuan alluvium yang kaya akan bijih besi ini mempunyai peran penting untuk mempertahankan kawasan pantai dari ancaman abrasi dan intrusi air laut. Hasil pemetaan sebaran dan potensi pasir besi berdasarkan peta anomali magnetik dan data resistivitas di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

  

Gambar 11. Peta sebaran dan potensi bijih besi di kawasan Pesisir Timur Kecamatan Binangun

KESIMPULAN

  Eksplorasi geofisika untuk menginvestigasi potensi bijih besi di pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap telah dilaksanakan pada bulan April – Oktober 2017. Eksplorasi telah dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap survei magnetik dan survei geolistrik. Hasil yang diperoleh dari survei magnetik adalah peta kontur anomali magnetik lokal, dengan nilai berkisar -314,08 – 356,42 nT. Berdasarkan peta anomali magnetik lokal diperoleh beberapa pasang closure anomali magnetik yang cukup kuat di bagian utara daerah penelitian. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya endapan bijih besi yang cukup potensial di kawasan tersebut sesuai informasi geologi. Oleh karena itu survei geolistrik dilakukan di kawasan ini untuk mengestimasi kedalaman lapisan bijih besi tersebut. Hasil yang diperoleh dari survei geolistrik adalah data resistivitas masing-masing lapisan batuan bawah permukaan. Berdasarkan hasil pemodelan data resistivitas, diperoleh lapisan batuan yang diinterpretasi sebagai pasir besi (mengandung bijih besi) yang berselingan dengan lanau dan lempung yang diperkirakan cukup potensial. Pasir besi diestimasi tersebar dari titik

  

sounding Sch-2 pada posisi 109,276906 BT dan 7,687275 LS hingga titik Sch-4 pada posisi

  109,290344 BT dan 7,689886 LS dengan kedalaman berkisar 7,48 – 22,20 meter dan nilai resistivitas berkisar 49,03 – 55,50 Ωm. Hasil interpretasi juga menunjukkan adanya bijih besi dalam bentuk perselingan dengan endapan alluvium seperti lanau, pasir, lempung, dan kerikil. Berdasarkan hasil eksplorasi geofisika, potensi bijih besi di kawasan pesisir timur Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap diperkirakan masih cukup tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Terima kasih disampaikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, Rektor Universitas Jenderal Soedirman, dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNSOED atas dana yang telah disediakan. Terima kasih juga disampaikan untuk seluruh crew peneliti yang terdiri atas dosen dan mahasiswa yang telah bekerja keras, bahu-membahu, dan semangat melakukan akuisisi data di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

  Agodzo, S.K., Okyere, and P.Y., Kussi-Apiah, K., 2003. The Use of Wenner Configuration to

  Monitor Soil Water Content. School of Engineering. Kwame. Nkrumah University of Science and Technology. Kumasi (KNUST). Ghana.

  Asikin, S., Handoyo, A., Prastistho, B., 1992. Peta Geologi Lembar Banyumas, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

  Aizebeokhai, A.P., 2010. 2D and 3D Geoelectrical Resistivity Imaging: Theory and Field Design.

  Scientific Research and Essays. Vol. 5(23): 3592 – 3605.

  Bernard, J., 2003. Short Note on The Depth of Investigation of Electrical Methods; Parameters Controlling The Depth of Investigation. www.HeritageGeophysics.com. Diakses tanggal 20 Oktober 2017.

  Blakely, R.J., 1995. Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications, Cambridge University Press, New York. Burhani, R., 2007. Cadangan Pasir Besi di Cilacap Menurun. www.antaranews.com. Diakses pada 27 September 2017. Herman, D. Z., 2005. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Sumberdaya Mineral Daerah Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Kolokium Hasil Lapangan. Bandung. KADIN Bussines Center Cilacap (KBBC), 2005. Potensi Energi dan Sumberdaya Mineral. http://kadincilacap.or.id/tentang-cilacap/potensi/energi-sdm.html. Diakses pada tanggal 09 November 2015. Mariita, N.O. “The Magnetic Method”. Paper. Presented at Short Course II on Surface Exploration for Geothermal Resources. UNU-GTP and KenGen at Lake Naivasha, Kenya, 2 – 17

  November 2007. National Geophysical Data Center, 1999. Magnetic Field Calculators; Estimated Value Magnetic Field. http://www.w3.org. Diakses pada tanggal 07 Juni 2017.

  Telford, W.M., Gedaart, L.P., Sheriff, R.E. 1990. Applied Geophysics. Cambridge. New York. Sehah, S. A. Raharjo, dan A. Kurniawan, 2016. Distribution of Iron Sand in the Widarapayung

  Coast Area at Regency of Cilacap Based on Magnetic Anomaly Data. Indonesian Journal of Applied Physics (IJAP). 06 (02): 97 – 106.