KARYA TULIS ILMIAH PERENGKAHAN KATALITIK RESIDU KILANG PPSDM MIGAS DENGAN KATALIS ZEOLIT ALAM

  KARYA TULIS ILMIAH PERENGKAHAN KATALITIK RESIDU KILANG PPSDM MIGAS DENGAN KATALIS ZEOLIT ALAM Dalam Rangka Pelaksanaan kegiatan Karya Tulis Ilmiah di PPSDM MIGAS Tahun Anggaran 2016 Disusun oleh:

  Yoeswono Eko Nugroho Budi Santosa

  Rieza Mahendra Kusuma Setiyono

  Linda Suryani Dwi Purwanto

  Galih Adi Nugroho Sadiran

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

  

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MINYAK DAN GAS BUMI PPSDM MIGAS Cepu, Oktober 2016

KATA PENGANTAR

  Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tim dapat menyusun proposal penelitian dalam rangka pelaksanaan kegiatan Karya Tulis Ilmiah Tahun Anggaran 2016 di PPSDM Migas dengan judul:

  “Perengkahan Katalitik Residu Kilang PPSDM Migas dengan Katalis Zeolit”.

  Penentuan judul penelitian tersebut terkait erat dengan upaya menjaga keberlangsungan proses produksi Kilang PPSDM Migas sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia bidang migas, serta sebagai upaya peningkatan keekonomian produk residu menjadi produk lain yang lebih tinggi daya jualnya.

  Penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah merupakan sarana yang strategis dalam rangka peningkatan kompetensi sumber daya manusia untuk menunjang pengembangan SDM di PPSDM Migas.

  Cepu, Oktober 2016 Penulis

  

DAFTAR ISI

  BAB 1   PENDAHULUAN .................................................................... 1  

  1.1 Latar Belakang dan Permasalahan .................................. 1

  1.2 Tujuan dan Manfaat .......................................................... 5

  BAB 2   TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6  

  2.1 Perengkahan Minyak Berat .............................................. 6

  2.2 Karakteristik Minyak Bakar Cepu .................................... 15

  BAB 3   LANDASAN TEORI .............................................................. 17  

  3.1 Reaksi Katalisis .............................................................. 17

  3.2 Metode Pembuatan Katalis ............................................. 19

  3.3 Reaksi Perengkahan Hidrokarbon .................................. 22

  3.4 Zeolit Sebagai Katalis ..................................................... 24

  BAB 4   METODE PENELITIAN ........................................................ 27  

  4.1 Bahan dan Alat Penelitian .............................................. 27

  4.2 Prosedur Kerja ................................................................ 30

  4.3 Diagram Alir Proses ........................................................ 31

  BAB 5 DATA DAN PEMBAHASAN ................................................. 32

     

  5.1 Karakterisasi Katalis ....................................................... 32

  5.2 Karakterisasi Produk Reaksi ........................................... 41

  BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 46

     

  6.1 Kesimpulan ..................................................................... 46

  6.2 Saran .............................................................................. 46

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Minyak Bakar Cepu (MBC) ................................. 15  Tabel 5.1 Hasil Analisis Adosrpsi Isotermal N

  2 Terhadap ZAA dan

  Co-Ni/ZAA pada Temperatur 77,3 K ....................................... 36  

Tabel 5.2   Rasio Konsentrasi Situs Asam Lewis Terhadap Situs

  Asam Bronsted pada Katalis ZAA dan Co-Ni/ZAA Menggunakan Piridina sebagai Molekul Probe Dianalisis Menggunakan FTIR pada Temperatur 100 °C ........................ 40

Tabel 5.3 Hasil Analisis GC-MS Sampel Produk RCC ............................ 41Tabel 5.4 Mood Produk Hasil RCC ......................................................... 43Tabel 5.5 Karakteristik Fisika-Kimia Produk Hasil Reaksi ........................ 45

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Reaksi-Reaksi Penting yang Terjadi pada RCC .................. 23Gambar 4.1 Kondisi MBC pada Temperatur Ambien ............................. 27Gambar 4.2 Zeolit Alam ......................................................................... 27Gambar 4.3 Unit Reaktor dan Furnace ................................................... 29Gambar 4.4 Diagram Alir Proses Perengkahan RESIDU/MBC ................ 31

  Gambar 5.1Difraktogram Zeolit Struktur Mordenit (Treacy dan Higgins, 2007), katalis ZAA, Ni-Co/ZAA, Co standar, dan Ni standar (Match!) ...................................................... 33

Gambar 5.2 Kurva Adsorpsi N2 Terhadap Katalis ZAA dan Co-

  Ni/ZAA ................................................................................ 34

Gambar 5.3 Distribusi Jari-Jari Pori Metode BJH katalis ZAA dan

  Ni-Co/ZAA ........................................................................... 34

Gambar 5.4 Gugus Hidroksil pada Ujung Kisi Gugus Silanol Zeolit ........ 37

  Gambar 5.5Spektra FTIR Katalis ZAA dan Ni-Co/ZAA pada Rentang Bilangan Gelombang 3600-3800 cm-1 ................. 38

Gambar 5.6 Spektra FTIR Katalis ZAA dan Ni-Co/ZAA pada

  Rentang Bilangan Gelombang 400-1500 cm-1 ................... 39

Gambar 5.7 Situs Asam Bronsted dan Lewis pada Permukaan

  Katalis ZAA dan Co-Ni/ZAA Setelah Adsorpsi Piridina pada Temperatur 100 dan 200 °C.......................... 40

Gambar 5.8 Hasil GC-MS Produk Tanpa Katalis pada

  Temperatur 500 °C ............................................................. 42

Gambar 5.9 Hasil GC-MS Produk RCC dengan Katalis ZAA pada

  Temperatur 500 °C ............................................................. 42

Gambar 5.10 Hasil GC-MS Produk RCC dengan Katalis Co-Ni

  ZAA pada Temperatur 500 °C ............................................ 42

Gambar 5.11 Hasil GC-MS Produk RCC dengan Katalis ZAA pada

  Temperatur 400 °C ............................................................. 43

Gambar 5.12 Hasil GC-MS Produk RCC dengan Katalis Co-Ni

  ZAA pada Temperatur 400 °C ............................................ 43

Gambar 5.13 Spektra FTIR produk reaksi perengkahan katalitik dengan katalis ZAA pada temperatur 400 dan 500 °C ........ 44

PERENGKAHAN KATALITIK RESIDU KILANG PPSDM MIGAS DENGAN KATALIS ZEOLIT ALAM

  Disusun oleh: Yoeswono

  Eko Nugroho Budi Santosa Rieza Mahendra Kusuma

  Setiyono Linda Suryani Dwi Purwanto

  Galih Adi Nugroho Sadiran

  

ABSTRAK

Telah dilakukan preparasi dan karakterisasi katalis zeolit alam aktif (ZAA)

dan Co-Ni-ZAA untuk mempelajari pengaruh katalis zeolit pada perengkahan

katalitik residu. Katalis dibuat dengan metode impregnasi, dilanjutkan kalsinasi

pada temperatur 500 °C, oksidasi, dan reduksi hidrogen. Karakterisasi katalis

zeolit menggunakan analisis XRD, adsorpsi N2, analisis FTIR, dan keasaman

katalis.

  Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa pengembanan logam Co dan Ni

pada permukaan zeolit mengakibatkan penurunan luas permukaan sebesar

55,7% dan penurunan volume pori sebesar 41,5 % . Penurunan luas permukaan

pada katalis Co-Ni/ZAA dibandingkan katalis ZAA tersebut diikuti dengan

peningkatan distribusi pori dengan jari-jari lebih dari 15 Å (mesopri sempit). Hal

ini menunjukkan bahwa logam Co dan Ni yang diembankan teradsorp pada pori

dengan ukuran lebih besar tetapi tidak sampai menutup pori tersebut

sepenuhnya sehingga menyisakan pori sempit yang berakibat pada penurunan

luas permukaan katalis.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

  Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Minyak dan Gas Bumi (PPSDM Migas) adalah instansi pemerintah di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 13 Tahun 2016, PPSDM Migas mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sumber daya manusia di bidang minyak dan gas bumi.

  Untuk menunjang kegiatan pengembangan SDM diperlukan sarana prasarana yang mendukung kegiatan tersebut. Kilang PPSDM Migas merupakan salah satu sarana pendukung dalam kegiatan pengembangan SDM subsektor minyak dan gas bumi sekaligus sebagai pelayanan jasa pengolahan minyak mentah bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero). Kilang PPSDM Migas mengolah minyak mentah yang dikirim dari PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu dan menghasilkan produk-produk Pertasol CA, Pertasol CB, Pertasol CC, solar, dan, Residu/Minyak Bakar Cepu (MBC).

  Kilang PPSDM Migas sempat mengalami stop operasi dalam jangka waktu lama disebabkan oleh kendala penyaluran residu. Hal tersebut salah satunya karena karakteristik residu mempunyai pour point tinggi sehingga agak menyulitkan dalam penanganan dan penyimpanan, karena dibutuhkan fasilitas pemanas supaya residu tetap dalam keadaan cair dalam temperatur ambien, dan tidak semua calon pembeli mempunyai fasilitas tersebut.

  Beberapa alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut telah dilakukan antara lain dengan penambahan additive pour point depressant dan blending. Percobaan penambahan additive pour point depressant belum berhasil menurunkan titik tuang residu. Sedangkan penurunan dengan teknik blending telah berhasil menurunkan titik tuang residu pada kisaran 24 – 27 °C dengan mencampur 30 % v/v Residu dengan 70 % v/v minyak bakar Pertamina. Namun demikian penerapan teknik blending ini tentunya masih diperlukan sarana prasarana blending dan pemanas residu.

  Pada karya tulis ilmiah ini hendak dikaji proses perengkahan katalitik Residu/Residue Catalytic Cracking (RCC). Saat ini, RCC merupakan proses yang umum digunakan dalam industri pengolahan minyak bumi untuk meningkatkan jumlah dan mutu produk (Li et al., 2012; Chen et al., 2012; Sadeghbeigi, 2012; Liu et al., 2015). Tipe Zeolit yang umum digunakan sebagai katalis dalam proses catalytic cracking antara lain zeolit type X, type Y, dan ZSM-5 (Sadeghbeigi, 2012).

  Saat ini zeolit telah dapat disintesis dari bahan yang mengandung silika dan alumina dari bauksit dan kuarsa atau dari abu sisa pembakaran kayu, sekam padi, dan sumber-sumber lainnya melalui suatu tahapan proses yang kompleks. Sintesis zeolit dari bahan alam yang mengandung aluminosilikat memberikan alternatif proses sintesis Zeolit yang lebih sederhana (Li et al., 2012). Indonesia memiliki deposit zeolit alam yang relatif besar dengan kemurniannya cukup tinggi. Daerah-daerah yang mempunyai tambang zeolit diantaranya adalah Lampung Selatan, Bayah, Cikembar, Cipatujah, Jawa Barat Nangapada, Kabupaten Ende NTT, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Gunung Kidul (Maygasari et al., 2010). Zeolit alam banyak dimanfaatkan dalam proses pengolahan air, pertanian, bahan tambahan pada pakan hewan, sebagai bahan imbuh pada tanah dan kompos, sebagai pembawa herbisida dan pestisida, dan sebagai media tanam (Maygasari et al., 2010). Pada umumnya zeolit yang ditambang langsung dari alam masih mengandung pengotor- pengotor organik berwujud kristal maupun amorf.

  Untuk meningkatkan kualitas zeolit alam, terutama sebagai pengemban katalis, harus dilakukan aktivasi terhadap zeolit alam. Sifat katalitik dan struktur pori zeolit yang sedemikian rupa dapat digunakan untuk konversi atau pemurnian minyak mentah menjadi bahan bakar yang memenuhi persyaratan teknik dan lingkungan. Beberapa produk petrokimia direngkahkan, diisomersasikan, dan/atau dihidrotreating dalam struktur zeolit. Ion yang dapat dipertukarkan menjadikan zeolit digunakan dalam pembuatan detergen. Struktur pori dan situs yang sedemikian rupa menjadikan Zeolit banyak digunakan dalam proses adsorpsi gas, misal: adosprsi karbon, metana, dan media penyimpanan hidrogen. Kombinasi sifat adsorpsi dan katalitik yang dimiliki menjadikan zeolit dapat dimanfaatkan dalam reduksi selektif NOx dengan ammonia untuk dikonversi menjadi N2. Situs aktif dapat difungsionalisasi melalui impregnasi dengan logam. Saat ini zeolit telah digunakan sebagai membrane dalam proses separasi dan penangkapan CO

  2 (van Speybroeck et al., 2015).

  Aktivitas katalitik zeolit juga dapat dibentuk melalui pengembanan logam. Kadarwati dan Wahyuni (2015) telah mengkaji sintesis biofuel dari minyak sawit menggunakan katalis Ni yang teremban pada zeolit melalui proses perengkahan. Alsobaai et al. (2006) telah melakukan pengembanan NiMo, CoMo, NiW dan CoW pada Zeolit USY untuk digunakan dalam perengkahan gas oil (minyak diesel). Ghosh et al. (2015) juga telah me-review penggunaan beberapa katalis bimetal termasuk NiW, NiMo, dan CoMo teremban pada beberapa penyangga katalis termasuk zeolit pada proses hydrocracking. Garrido Pedrosa et al., (2006) telah melaporkan penggunaan katalis Ni-Co yang teremban pada HY zeolit untuk mengkonversi n-hexane menjadi hidrokarbon bercabang. Sementara itu, Remón et al. (2016) telah melaporkan penggunaan katalis Ni-Co yang teremban pada karbon nanofiber untuk upgrading Bio-Oil. Katalis Co dan Ni yang masing-masing teremban pada SBA-15 (jenis bahan silika mesopori) digunakan Vizcaíno et al. (2016) dalam proses

  steam reforming

  etanol. Co atau Ni juga digunakan sebagai katalis dalam proses RFCC untuk meningkatkan yield minyak diesel (Jeon dan Kim, 2015). Penggunaan zeolit sebagai katalis perengkahan bahan-bahan organik telah banyak dilakukan. Trisunaryanti et al. (2013) menggunakan zeolit alam sebagai pengemban logam-logam transisi (Cu, Cr, Ni, dan Pd) untuk digunakan dalam proses hydrocracking polyrthylrne terephthalate. Usui et

  al

  . (2004) menggunakan zeolit Y teremban Ni dan Pd untuk perengkahan minyak asphaltene. Penggunaan zeolit alam secara umum sebagai katalis hidrorengkah masih mengandalkan pengembanan logam dan penambahan oksida logam yang prosesnya kompleks dan memakan biaya yang mahal (Trisunaryanti et al., 1996; Trisunaryanti et al., 2008; Trisunaryanti et al., 2010). Setiadi dan Pertiwi (2007) melaporkan bahwa zeolit alam Malang memiliki kandungan mordenit yang cukup tinggi yaitu sebesar 44,1%. Trisunaryanti dan Sudiono (2004) mengatakan bahwa zeolit alam klaten termasuk golongan mordenit. Dengan pernyataan tersebut, sebenarnya preparasi zeolit alam cukup dibersihkan dari pengotornya, karena memiliki kandungan mordenit yang cukup tinggi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa zeolit sintetik golongan mordenit banyak digunakan dalam proses depolimerasi dan alkilasi dalam pengolahan minyak bumi (Majid et al., 2012). Proses sintesis Zeolit tersebut relative kompleks. Setiadi dan Pertiwi dalam Majid et al. (2012) melaporkan bahwa zeolit alam Malang memiliki kandungan mordenit yang cukup tinggi yaitu sebesar 44,1% demikian pula dengan zeolit alam Klaten. Sehingga, cukup melalui proses aktivasi atau pengembanan logam dan aktivasi zeolit-zeolit lokal tersebut akan dapat dihasilkan katalis yang berpotensi untuk digunakan dalam proses perengkahan.

  Mengingat masalah yang ada pada residu dan berdasarkan uraian tersebut di atas maka dipandang perlu untuk dikaji perengkahan residu menjadi jenis produk minyak bumi lain yang tidak menimbulkan kesulitan dalam penyimpanan dan pendistribusiannya dengan menggunakan zeolit alam baik sebagai katalis ataupun sebagai penyangga katalis Co-Ni. Variabel penelitian yang hendak dikaji adalah pengaruh katalis dan temperatur.

1.2 Tujuan dan Manfaat

  Dalam kajian ini akan dilakukan perengkahan residu secara katalitik dengan menggunakan katalis zeolit dan logam Co dan Ni yang diembankan pada permukaan zeolit dengan dilakukan variasi temperatur. Produk reaksi selanjutnya dianalisis untuk menentukan distribusi komponen dan sifat fisika-kimia produk reaksi tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengkaji efektifitas katalis zeolit dalam proses perengkahan katalitik.

  Data primer yang dihasilkan pada kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian selanjutnya terkait rencana pengembangan kilang RCC sebagai secondary process di PPSDM Migas dan untuk menunjang pelaksanaan pengembangan SDM di PPSDM Migas terkait proses pengembangan kilang.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perengkahan Minyak Berat

  Dewasa ini, kebutuhan bahan bakar terutama sektor transportasi cenderung meningkat khususnya bensin dan minyak solar. Peningkatan kebutuhan bahan bakar tersebut mendorong pengembangan teknologi pengolahan minyak bumi untuk dapat memenuhi peningkatan kebutuhan bahan bakar tersebut, antara lain melalui proses perengkahan. Proses perengkahan minyak merupakan proses konversi minyak berat menjadi minyak lebih ringan dengan cara merengkahkan rantai-rantai hidrokarbon yang terdapat dalam minyak berat tersebut (Cejka et al., 2010; Sadeghbeigi, 2012). Pada dasarnya terdapat dua tipe perengkahan, yaitu perengkahan termal dan perengkahan katalitik. Namun demikian, saat ini perengkahan katalitik yang umum digunakan, antara lain karena faktor energi dan selektivitas produk (Aguado et al., 2007). Katalis yang umum digunakan antara lain Co-Mo atau Ni-Mo pada penyangga katalis γ- alumina dengan kadar Mo berkisar antara 11-14 % dan kadar Co atau Mo sebagai promotor sekitar 23 % (Gray, 1994) dan Zeolit (Raseev, 2003; Aguado et al., 2007; Cejka et al., 2010)

  Zeolit banyak digunakan sebagai katalis dalam reaksi perengkahan minyak (terutama zeolit sintetik). Hal ini terkait dengan karakteristik zeolit yang memiliki aktivitas, selektivitas, dan stabilitas yang baik dalam reaksi perengkahan (Raseev, 2003; Cejka et al., 2010). Berbagai jenis zeolit sintetik untuk perengkahan minyak telah beredar secara komersial (antara lain: ZSM-5, USY Zeolit, dan MCM-41), namun demikian pemanfaatan bahan alam yang mengandung aluminosilikat dalam sintesis zeolit dapat dijadikan alternatif karena menjadikan proses lebih sederhana (Li et al., 2012).

2.1.1 Preparasi Katalis Zeolit

  Preparasi katalis zeolit dalam hal ini adalah preparasi zeolit sedemikian hingga siap untuk digunakan sebagai katalis dalam suatu proses. Pada dasarnya preparasi katalis zeolit adalah dalam usaha meningkatkan aktivitas dan stabilitas katalis, antara lain melalui penghilangan impurities, peningkatan konsentrasi situs asam, pembukaan pori zeolit, dan pengembanan logam.

  Zhang et al. (2016) telah melaporkan kajian perengkahan n- heksana menggunakan katalis zeolit HEU-1, ZSM-5, dan ZSM-48 dengan variasi rasio SiO2/Al2O3. Untuk menghasilkan zeolit terprotonasi, zeolit dikalsinasi pada 550 C selama 5 jam untuk menghilangkan template. Kemuadian dilakukan pertukaran ion dua kali menggunakan 1 mol/L larutan NH

  4 NO 3 pada 90 °C selama 2 jam dna kemudian dikalsinasi

  kembali selama 3 jam. Katalis yang diperoleh dibuat tablet digerus dan disaring sehingga diperoleh butiran ukuran 20-40 mesh.

  Chen et al (2011) mensintesis katalis Mo yang teremban pada mordenit dengan perlakuan asam nitrat kemudian digerus dan dikeringkan pada 120 °C dan dikalsinasi dalam lingkungan udara pada 550 °C. Mo dipasang pada permukaan mordenit melalui teknik pertukaran kation, dengan merendam 8 g mordenit ke dalam 10 mL larutan Mo(NiO

  3 ) 2 ·6H

  2 O

  diaduk selama 24 jam pada temperatur 90 °C. Selanjutnya dilakukan penyaringan dan refinat dikeringkan pada 120 °C, dikalsinasi pada 550 °C dalam aliran udara.

  Usui et al. (2004), juga melakukan pemuatan logam pada permukaan Zeolit dengan teknik pertukaran kation. Zeolit Y tersubstitusi NH

  4 direndam dalam larutan [Pd(NH 3 ) 4 ](NO 3 ) 2 (0.025 M) pada 40 °C

  selama 24 jam, disaring dan dicuci dengan air deionisasi, dikeringkan pada 100 °C selama 24 jam. Katalis Pd/NH

  4 -Zeolit Y diaduk dalam larutan 3)2

  Ni(NO (0.14 M) pada 90 °C selama 24 jam dan dilanjutkan dengan tahapan seperti saat memuat Pd. Pd-Ni/NH

  4 –Zeolit Y dikalsinasi dalam aliran udara (50 mL/menit) pada 450 °C selama 4 jam dan direduksi dengan hydrogen (50 mL/menit) pada 450 °C selama 1 jam.

  Trisunaryanti et al., 2013 menggunakan Zeolit alam asal Sukabumi sebagai penyangga katalis. Zeolit (< 100 mesh) 5 g direndam dalam 125 mL HCl 3N dan dipanaskan pada 90 °C selama 30 menit sambal diaduk. Campuran disaring dan dicuci dengan air deionisasi sampai tidak terdeteksi adanya ion klorida dalam air bilasan saat dideteksi dengan larutan AgNO

  3 . Katalis kemudian dikeringkan pada 120 °C selama

  3 jam dan dipanaskan dalam microwave 450 W selama 30 menit sehingga dihasilkan ZAA. Selanjutnya 205 g ZAA direfluks dalam larutan Ni(NO

  3 ) 2 .6H

2 O (1.25 g) dalam 200 mL methanol selama 5 jam, kemudian

  methanol diuapkan pada 120 °C selama 3 jam dan dilanjutkan pemanasan dengan microwave 450 W selama 30 menit. Katalis direduksi dalam aliran hidrogen (20 mL/menit) pada 400 °C selama 3 jam sehingga diperoleh Ni/ZAA. Trisunaryanti et al., 2013 juga melakukan pemasangan logam-

  3

  3

  2

  logam lainnya, yaitu: Cr (dari garam Cr(NO ) .9H O (1.95 g)), Cu (dari garam Cu(NO

  3 ) 2 .3H

2 O (0.925 g)), dan Pd (dari garam PdCl 2 (0.4 g)).

2.1.2 Pengaruh Temperatur

  Reaksi perengkahan pada permukaan zeolite merupakan reaksi katalitik heterogen yang melibatkan proses adsorpsi. Proses adosrpsi bersifat eksotermik, laju reaksi menurun seiring dengan peningkatan temperatur. Namun demikian dalam suatu reaksi, suatu molekul dapat bereaksi menjadi spesies lainnya bila mampu mengatasi energi aktivasi reaksi terkait dan untuk mengatasi energi aktivasi tersebut diperlukan peningkatan temperatur. Dengan demikian diperlukan suatu kompromi antara sistem eksotermik dengan energi aktivasi agar reaksi dapat berjalan optimum. Zhang et al. (2016) juga melaporkan bahwa konversi n- heksana meningkat seiring dengan peningkatan temperatur, dan konversi tertinggi adalah 95 % pada 652 °C. Distribusi produk perengkahan paraffin pada permukaan katalis asam dapat dijelaskan melallui dua mekanisme yang terjadi simultan, yaitu: 1). Mekanisme transfer hidrida bimolecular yang meibatkan pemutusan-β trikoordinasi ion karbenium dan 2). mekanisme monomolecular di mana katalis asam memprotonasi paraffin untuk dihasilkan pentakoordinasi ion karbonium. Pada temperatur rendah, dengan konsentrasi olefin tinggi, reaksi bimolecular lebih dominan, sedangkan pada temperatur tinggi dengan konsentrasi olefin rendah perengkahan melallui mekanisme monomolecular lebih disukai. Dengan demikian pada temperatur tinggi lebih banyak terbentuk metana, etilena, dan etana.

  Chen et al. (2011) telah mengkaji perengkahan fenantrena (aromatic tiga cincin) menggunakan katalis Mo-Mordenit (8 % wt. Mo,

  2

  diameter pori 18 Å, luas permukaan 308 m /g, dan volume pori 0.165 cm3/g. Reaksi hidrokraking dilakukan dalam reactor fixed bed pada rentang tamperatur 370-470 °C dan tekanan parsial hydrogen dalam

  2

  rentang 30-50 kg/cm . Dengan laju alir 100 sccm. Diperoleh data bahwa perolehan benzene meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dan konversi fenantrena meningkat tajam pada rentang temperatur 410- 430 °C yang ditandai dengan perolehan benzene yang rendah pada temperatur di bawah 410 °C dan perolehan benzene yang meningkat tajam pada temperatur 410-430 °C. Sementara itu, perolehan xylene yang rendah teramati pada temperatur rendah dan menurun seiring dengan peningkatan temperatur. Fenomena yang berbeda dengan perolehan benzene tersebut dimungkinkan Karena terjadinya disproporsionasi xylene setelah hidrokraking fenantrena dengan laju konversi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju oembentukan xylene.

  Trisunaryanti et al. (2013) menggunakan katalis logam yang teremban pada Zeolit alam asal Sukabumi untuk perengkahan PET. Diperoleh data bahwa hidrokraking PET menggunakan katalis logam teremban pada Zeolit menghasilkan produk cair yang lebih banyak dibandingkan dengan hidrokraking PET secara thermal. Hal ini menunjukkan bahwa proses termal kraking terjadi melalui mekanisme radikal, sedangkan katalis yang memiliki situs asam merengkahkan PET melalui intermediat ion karbonium untuk menghasilkan alkane bercabang dan n-alkena dengan rentang jumlah karbon C

  7 -C 15 . Pada kondisi termal

  maupun katalitik kraking, produk dominan adalah Bensin. Namun demikian, dengan menggunakan logam yang teremban pada permukaan zeoilit diperoleh proporsi bensin sampai dengan 97.99 % yaitu pada penggunaan katalis Pd/ZAA. Thermal kraking dilakukan pada temperatur 600 °C selama 2 jam, sedangkan katalitik kraking dilaksanakan pada 350 °C selama 30 menit. Hal tersebut menunjukkan bahwa perengkahan dengan menguunakan katalis lebih efektif dibandingkan dengan perengkahan termal.

  Meng et al. (2011a) telah melakukan kajian reaksi perengkahan terhadap fraksi minyak diesel dan bensin menggunakan katalis Zeolit ZSM-5 komersial. Minyak diesel dan Bensin yang digunakan sebagai umpan memiliki rasio H/C rendah (minyak diesel = 1.17 dan Bensin = 1.28) dan kadar aromatik tinggi (minyak diesel = 88.4 % wt. dan Bensin = 87.6 % wt.). Minyak diesel dan Bensin tersebut merupakan hasil pirolisis HGO. Diperoleh data bahwa perengkahan terhadap fraksi minyak diesel memberikan konversi yang kurang baik (di bawah 51 % wt dengan total olefin kurang dari 11 %). Selektivitas terhadap dry gas, kokas, dan total olefin ringan pada temperatur 660 °C adalah 25 %, 26%, dan 22%. Perolehan total olefin ringan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur, rasio berat katalis terhadap minyak, rasio berat steam terhadap minyak, dan weight hourly space velocity (WHSV). Perengkahan terhadap fraksi minyak diesel memberikan konversi yang kurang baik (di bawah 30 % wt dengan total olefin kurang dari 7 %). Selektivitas terhadap dry gas, diesel, kokas, dan total olefin ringan pada temperatur 660 °C adalah 34%, 40%, 16% dan 22%. Pada reaksi pirolisis katalitik sebagaian fraksi minyak diesel dan Bensin terpecah menjadi komponen lebih ringan dan sebagian terkondensasi menjadi molekul lebih berat. Selektivitas produk rengkahan dan kondensasi pada pirolisis katalitik minyak diesel adalah 58% dan 42% pada 660 °C sedangkan untuk Bensin pada kondisi yang sama adalah 45% dan 55%. Reaksi yang terjadi pada proses tersebut didominasi oleh reaksi perengkahan dan melibatkan mekanisme reaksiradikal bebas dan ion karbonium.

  Usui et al. (2004) telah mengkaji perengkahan asphaltene turunan minyak mentah dan aspal alam menggunakan beberapa katalis logam yang diembankan pada permukaan zeoilit. Peningkatan temperatur meningkatkan konversi aspaltene lebih dari 60 % menjadi fraksi ringan. Reaktivitas dipengaruhi oleh rasio H/C, ukuran gugusan asphaltene, kadar heteroatom, dan berat molekul, di mana berat molekul memberikan pengaruh yang paling signifikan.

  Tugsuu et al., (2012) telah melakukan hidrorengkah beberapa tipe Atmospheric residue ( long residue) (4 g) menggunakan katalis komersial NiMo/Al2O3 (0.2 g) dalam reactor fixed bed kapasitas 50 mL pada rentang temperatur 450, 460, dan 470 °C selama 2 jam dan tekanan hydrogen sampai dengan 10 MPa. Diperoleh data bahwa perolehan produk cair termasuk gas meningkat seiring dengan peningkatan temperatur.

  Senyawa poliaromatik, hidorkarbon polar, dan sulfur lebih terkonsentrasi pada fraksi middle dan heavy Karena hidrokarbon ringan lebih banyak menuju ke fraksi ringan seiring dengan peningkatan temperatur. Kadar senyawa n-parafin pada fraksi berat lebih rendah dibandingkan pada fraksi middle. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa n-parafin (C20-C32) dalam fraksi berat bereaksi lebih baik dari pada senyawa hidrokarbon n- paraffin (C12-C20) dalam fraksi middle.

2.1.3 Pengaruh Rasio Si/Al

  Zhang et al. (2016) melaporkan bahwa kestabilan aktivitas perengkahan dipengaruhi oleh rasio SiO

  2 /Al

  2 O 3 . Pada penggunaan

  katalis dengan kadar Al tertinggi diperoleh konversi hamper mendekati

  100 % namun demikian menurun drastic sampai 53,4 % setelah 10 jam. Katalis dengan kadar Si tinggi menunjukkan konversi lebih rendah (sekitar 85 %) pada awal reaksi namun demikian hanya sedkit mengalami penurunan konversi setelah 24 jam, yaitu diperoleh konversi 80,3 %. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kestabilan aktivitas zeolit HEU

  2

  2

  3 cenderung meningkat seiring dengan penurunan rasio SiO /Al O .

  Kekuatan asam Brosted meningkatkan konversi n-heksana pada awal reaksi, demikian pula dengan meningkatnya pembentukan produk samping dan kokas Dengan demikian, kestabilan aktivitas Zeolit dengan rasio SiO

  2 /Al

  2 O 3 rendah dapat dikaitkan dengan rendahnya densitas asam

  kuat pada permukaan, yang melemahkan reaksi sekunder (transfer hidrida dan siklisasi-aromatisasi), sehingga cenderung menghasilkan sedikit kokas. Selektivitas terhadap propilena dan butilena meningkat seiring dengan peningkatan rasio SiO2/Al2O3 ratio, sementara itu selektivitas terhadap propane, butana dan benzene, toluene, xylene (BTX) menurun. Dalam reaksi bimolecular, olefin akan mudah terkonversi menjadi paraffin atau spesies rendah hidrogen seperti BTX dalam kondisi jumlah asam yang besar.

2.1.4 Pengaruh Waktu Tinggal

  Zhang et al. (2016) melaporkan pengaruh waktu tinggal dalam perengkahan n-heksana menggunakan beberapa jenis katalis Zeolit. Waktu tinggal dalam hal ini dinyatakan sebagai weight hourly space

  velocity

  (WHSV = mass flow/catalyst mass). Dengan demikian semakin tinggi nilai WHSV semakin rendah waktu tinggal reaktan dalam katalis. Diperoleh data bahwa konversi n-heksana meningkat seiring dengan penurunan WHSV, karena dengan semakin rendah WHSV maka probabilitas reaktan untuk kontak dengan permukaan katalis asam semakin tinggi. Olefin cenderung terkonversi menjadi paraffin pada WHSV tinggi, dan cenderung membentuk spesies sedikit hidrogen (BTX) pada WHSV rendah. Pada WHSV rendah, hidrokarbon ringan dapat terbentuk dari hasil perengkahan spesies hidrokarbon lebih berat melalui reaksi sekunder. Sehingga selektivitas terhadap olefin meningkat seiring dengan penurunan WHSV.

  Abul-Hamayel (2002) melakukan perengkahan long residue dengan menggunakan high severity-fluid catalytic cracking (HS-FCC) menggunakan katalis ultra stable Y-zeolit (USY) ditambah aditif berbasis ZSM-5. Reaksi perengkahan dilakukan pada temperatur 600 °C dengan injeksi steam. Diperoleh data bahwa dengan menggunakan HS-FCC, selektivitas terhadap olefin ringan mencapai 50 % wt termasuk propylene 25 % wt. dari umpan long residu. Dengan demikian long residu dapat digunakan sebagai umpan dalam HS-FCC. Pada rasio katalis terhadap mintak (C/O) rendah bahan baku yang mengandung nitrogen lebih tinggi, mengashilkan laju perengkahan yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakau yang mengandung nitrogen lebih rendah. Ini menunjukkan terjadinya peracunan katalis oleh adanya nitrogen pada rasio C/O rendah. Penurunan kadar nitrogen basa dapat dilakukan melalui roses

  hidrotreament

  , meskipun pada dasarnya hidrotreatment dilakukan untuk mengurangi sulfur. Pada rasio C/O lebih tinggi, pengaruh peracunan oleh nitrogen basa terencerkan oleh penggunaan jumlah katalis yang lebih banyaksehingga pengaruhnya tidak terlalu tampak. Dengan demikian dalam proses ini diperlukan rasio C/O yang tinggi. Pada temperatur tinggi, kesetimbangan adsorpsi/desorpsi bergerak ke arah desorpsi. Peracunan katalis dalam FCC disebabkan oleh adsorpsi reversible nitrogen basa pada situs asam. Temperatur tinggi akan menggeser kesetimbangan adsorpsi/desorpsi ke arah desorpsi, sehingga pengaruh peracunan juga dapat diminimalisasi.

2.1.5 Pengaruh Rasio H/C

  Meng et al. (2011b) telah melakukan perengkahan minyak diesel dan residu dengan menggunakan katalis zeolit komersial. Reaksi dilakukan dalam fluidized bed reactor pada temperatur 620, 660, dan 700

  °C. Diperoleh data bahwa perengkahan bahan baku parafinik (rasio H/C tinggi) menghasilkan konversi di atas 93 % wt dengan total olefin 43 % wt dna selektivitas terhadap total olefin 53 % wt. Bahan baku naftenik menghasilkan konversi moderat, sebesar 90 % wt pada 700 °C dan di bawah 70 % wt pada 620 °C. Bahan baku dengan rasio H/C terendah (aromatisitas tinggi) menghasilkan konversi paling rendah.

2.1.6 Pengaruh Penambahan Logam pada Permukaan Zeolit

  Zhao and Yu (2011) telah melaporkan kajian kinetika

  hydrocracking asphaltene

  2

  3

  dengan mengguankan katalis NiMo/γ-Al O pada temperatur 430 °C, diperoleh data bahwa pada proses thermal

  cracking

  , produk lebih dominan gas dan kokas, sedangkan untuk proses

  katalitik hydrocracking diperoleh produk dominan liquid.

  Pedrosa et al. (2006) menggunakan HY zeolit yang teremban katalis bifungsional Co-Ni untuk reaksi perengkahan dengan menggunakan n-heksana sebagai senyawa model. Zeolit asam diperoleh melalui pertukaran ion dengan larutan NH4Cl 1M pada 70 °C selama 2 jam. Campuran kemudian disaring, dikeringkan, dan dikalsinasi pada 500 °C selama 4 jam sehingga diperoleh zeolit asam. Katalis logam yang diembankan disiapkan menggunakan metode impregnasi basah menggunakan 1 % wt logam dari larutan M(NO

  3 ) 2 ·6H

  2 O (M = Co atau Ni) dan kemudian dikalsinasi dalam aliran udara pada 500 °C selama 1 jam.

  Reaksi katalitik dilakukan dalam reactor fixed bed aliran kontinu pada tekanan atmosfer. Katalis sejumlah 200 mg ditempatkan dalam reaktor dengan dilakukan variasi temperatur dalam rentang 300-380 °C. Campuran reaktan (H2/n-heksana) disiapkan dengan menjenuhkan hidrogen dengan n-heksana dalam bubbler. Diperoleh data bahwa pengembanan Co dan Ni pada permukaan Zeolit mempromosi aktivitas katalitik Zeolit dalam hidrokonversi n-heksana. Reaksi hidrokonversi terjadi dengan terbentuknya alkane normal dan bercabang. Konversi meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Tidak teridentifikasi terbentuknya olefin, yang menandakan bahwa Co dan Ni pada zeolit memiliki kinerja baik dalam proses hidrocracking.

  Nassar et al. (2011) menggunakan logam Co dan Ni, serta Fe dalam bentuk oksida (Co

  3 O 4 , NiO, dan Fe

  3 O 4 ) untuk adsorpsi dan

  gasifikasi steam/perengkahan katalitik aspaltene dengan harapan untuk

  2

  diperoleh produk dengan nilai lebih tinggi dan H . Nanopartikel tersebut memiliki afinitas adsorpsi dan aktivitas katalitik gasifikasi /perengkahan terhadap aspaltene yang tinggi, dan urutan aktivitas dari yang paling tinggi

  3

  4

  

3

  4

  berturut-turut NiO, Co O , dan Fe O . Keberadaan nanopartikel menyebabkan penurunan energi aktivasi dan menurunkan temperatur reaksi sehingga meningkatkan aktivitas katalitik. Nassar et al. (2011) juga berhasil mengidentifikasi hubungan antara konstanta afinitas adsorpsi dengan aktivitas katalitik. Konstanta afinitas adsorpsi merupakan ukuran kekuatan interaksi antara adsorbat dan adsorben, semakin tinggi nilai konstanta afinitas adsorpsi semakin kuat interaksi yang terjadi. Diperoleh data bahwa semakin tinggi nilai konstanta afinitas adsorpsi, semakin tinggi pula aktivitas katalitik.

2.2 Karakteristik Minyak Bakar Cepu

  MBC pada dasarnya merupakan long residue CDU PPSDM Migas. Typical karakteristik MBC seperti disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Minyak Bakar Cepu (MBC)

  Spesifikasi Hasil 1) 2) 2) Metode Uji No. Karakteristik Satuan MBC

  IFO I

  IFO II Uji ASTM Min. Maks. Min. Maks. Min. Maks

  1 Nilai Kalori MJ/kg o 3 44.7 41.87 - 41.87 - 41.87 - D240

  2 2 - - - Densitas pada 15 C kg/m 912.6 991 991 991 D1298

  3 Viskositas kinematik 65.75 180 180 380 D445 - - - mm /det pada 50 °C

  4 Kandungan sulfur % m/m 0.398 - - o

  3.5

  3.5

  4.0 D1552/2622 -

  48 48 - -

  • - 5 Titik tuang C
  • o

      30

      40 D97

      

    60

    60 - 60 - D93

    • 6 Titik nyala C 129
    No. Karakteristik Satuan Hasil Uji Spesifikasi

      Metode Uji ASTM

      7 Residu karbon % m/m 3.50 - 16 - 16 -

      20 D189/4530

      8 Kandungan abu % m/m 0.014 - 0.10 - 0.10 -

      0.10 D482

      9 Sedimen total % m/m 0.01 - 0.1 - 0.10 -

      0.10 D473

      10 Kandungan air % vol Trace - 1.0 - 1.0 -

      1.0 D95

    11. Vanadium (Teknik AAS) mg/Kg - - 200 - - -

      12. Alumunium + Silikon mg/Kg - - 80 - - D5184/AAS 1)

    Sesuai Lampiran Surat Dirjen MigasNo. 24606/10.12/DJM.T/2011 Tanggal 15 Agustus 2011, hal

    Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Permintaan Khusus Jensi Minyak Bakar Cepu (MBC) 2) Sesuai Lampiran Kep. Dirjen MigasNo. 14496 K/14/DJM/2008 Tanggal 21 Agustus 2008, Spesifikasi BBM jenis Minyak Bakar Spesifikasi I

    BAB 3 LANDASAN TEORI

    3.1 Reaksi Katalisis

      Reaksi katalisis didefinisikan sebagai suatu perubahan laju dalam suatu reaksi kimia akibat penambahan suatu spesies (katalis). Katalis dapat mempercepat (katalis positif) atau memperlambat laju suatu reaksi (katalis negatif) dengan mengubah mekanisme reaksi tersebut (mekanisme reaksi tanpa katalis). Biasanya katalis lebih diasosiakan dengan spesies yang mempercepat laju reaksi, sedangkan katalis yang memperlambat laju reaksi lebih sering disebut inhibitor. Jumlah katalis yang sangat sedikit dapat digunakan untuk mengubah laju suatu reaksi. Setiap katalis memiliki aktivitas khusus, dalam arti suatu katalis hanya mengubah laju untuk satu reaksi tertentu atau satu kelompok reaksi tertentu.

      Pada umumnya reaksi katalisis dibedakan menjadi reaksi katalisis homogen dan heterogen berkaitan dengan keadaan agregat reaktan dan katalis. Dalam katalis homogen terdapat satu keadaan agregat (satu fasa), sedangkan dalam katalis heterogen keadaan agregat reaktan dan katalis berbeda (berbeda fasa). Katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan mengubah mekanisme reaksi yang dengan energi aktivasi yang lebih rendah.

      Reaksi pada permukaan terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu (Castellan, 1983): (a) Difusi reaktan pada permukaan; (b) Adsorpsi reaktan pada permukaan; (c) Reaksi pada permukaan; (d) Desorpi produk; (e) Difusi produk dari reaktan.

      Satu atau kombinasi tahapan tersebut di atas mungkin ada yang lambat sehingga sebagai penentu laju reaksi. Dalam reaksi gas, tahap difusi (a) dan (e) berlangsung sangat cepat dan bukan sebagai penentu laju reaksi. Untuk reaksi dalam larutan yang sangat cepat, laju reaksi mungkin dibatasi oleh difusi ke dan dari permukaan katalis. Pada umumnya tahap (b) dan kombinasi (c) dan (d) merupakan tahapan penentu laju reaksi.

      Secara umum katalis menyediakan suatu mekanisme reaksi di mana suatu ikatan dapat dilemahkan atau diputus, dengan membentuk intermediat reaktif pada permukaan yang kemudian berinteraksi untuk menghasilkan produk reaksi (Augustine, 1996).

      Bila ditinjau suatu reaksi dekomposisi molekul pada permukaan, maka proses dapat dianggap sebagai reaksi kimia antara reaktan A dan situs kosong S pada permukaan. Setelah adsorpsi, molekul A mungkin terdesorpsi tanpa perubahan atau mungkin berubah menjadi produk. Tahapan proses dapat ditulis sebagai berikut (Castellan, 1983): k 1 Adsorpsi A + S AS k 1 A + S -

      Desorpsi AS k 2 Dekomposisi AS Produk Terdapat dua kriteria penting yang mempengaruhi kekuatan interaksi adsorpsi kimia, yaitu: derajat pengisian keadaan antiikatan

      d adsorbat-logam (yang terkait dengan ɛ ) dan besarnya tumpang tindih.

      Derajat pengisian meningkat dari kiri ke kanan dalam suatu baris logam- logam transisi dan terisi penuh pada logam Cu, Ag, dan Au. Tumpang tindih meningkat dengan semakin ke bawah dalam satu golongan dan semakin ke kanan dalam satu perioda. Prinsip yang digunakan pada adsorpsi atom tersebut dapat diperluas kepada adsorpsi molekul (Kolasinski, 2008).

      Secara umum katalis menyediakan suatu mekanisme reaksi sehingga suatu ikatan dapat dilemahkan atau diputus, dengan membentuk

      intermediate

      reaktif pada permukaan yang kemudian berinteraksi untuk menghasilkan produk reaksi (Augustine, 1996). Namun demikian katalis akan memberikan aktivitas maksimum untuk suatu reaksi tertentu bila kompleks permukaan cukup stabil untuk terbentuk dalam jumlah yang memadai dan cukup labil untuk terdekomposisi menjadi produk. Interaksi kompleks permukaan yang terlalu kuat akan memerlukan energi aktivasi lebih tinggi untuk terdekomposisi menjadi produk, sedangkan interaksi kompleks permukaan yang terlalu lemah akan cenderung mudah terdesorpsi sebelum terjadi transformasi kimia. Pernyataan tersebut dikenal sebagai Prinsip Sabatier (Jaksic, 2000).

    3.2 Metode Pembuatan Katalis

      Pada dasarnya terdapat empat metode pembuatan katalis padat, yaitu: deposisi, presipitasi dan ko-presipitasi, pembentukan gel, dan pembuangan selektif (selective removal) (Haber et al., 1995). Namun demikian lebih dari 80 % katalis yang ada saat ini dibuat melalui metode pengembanan (salah satu prosedur deposisi) dan presipitasi (Gallei et al., 2008).

      Reaksi katalisis heterogen terjadi pada permukaan katalis, dengan demikian akan lebih efisien bila situs aktif katalis tersebut terpapar dengan reaktan (Augustine, 1996). Pada metode presipitasi, akan diperoleh katalis tanpa penyangga. Pembuatan katalis dengan metode presipitasi diawali dengan presipitasi prekursor katalis, disaring, dikeringkan, dan dilanjutkan pembentukan. Setelah pengeringan atau pembentukan biasanya juga dilakukan kalsinasi (Gallei et al., 2008). Pada katalis logam tanpa penyangga, katalis tersusun atas butiran-butiran kecil logam untuk memperoleh rasio permukaan terhadap ruah atom-atom yang tinggi sehingga aktivitas katalis dapat meningkat. Namun demikian katalis tersebut rentan terhadap sintering saat dipanaskan. Metode pembuatan katalis untuk meminimumkan sintering katalis logam tersebut adalah dengan mendistribusikan komponen katalitik aktif pada penyangga berpori (Augustine, 1996). Haber et al. (1995) menggolongkan metode pengembanan logam pada penyangga berpori menjadi delapan golongan, diantaranya adalah pengembanan kering, pengembanan basah, dan ko- pengembanan.

      Pada pengembanan kering atau sering disebut pengembanan kapiler atau incipient wetness, penyangga dibasahi dengan larutan pengemban hanya sedemikian hingga hanya cukup untuk mengisi volume pori penyangga tersebut. Untuk mengetahui volume yang diperlukan, biasanya ditambahkan sedikit demi sedikit pelarut yang sesuai ke dalam sejumlah berat tertentu penyangga sambil diaduk sampai campuran menjadi sedikit cair. Rasio berat terhadap volume yang diperoleh digunakan sebagai dasar dalam membuat larutan garam untuk konsentrasi tertentu agar diperoleh pemuatan logam sesuai yang dikehendaki. Metode pengembanan kering merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pembuatan katalis (Augustine, 1996). Bila dikehendaki pemuatan logam yang tinggi, digunakan pengembanan berulang untuk mengatasi keterbatasan kelarutan senyawa prekursor (Hagen, 2001). Kelarutan prekursor katalis dan volume pori menentukan pemuatan maksimum katalis (Mul dan Moulijn, 2005).