TUGAS MAKALAH MATA KULIAH FISIKA DASAR I

TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH FISIKA DASAR II
PEMBIASAN CAHAYA
(REFRAKSI)

Dosen Pengampu :
Drs. JOKO NUGROHO
Disusun oleh :
Yayuk Hidayah

( 08421.080 )

Ela Kurniawati

( 09421.043 )

Fitri Wahyuningsih

( 09421.050 )

Mahasiswi Pendidikan Fisika VI.B DAN IV.B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
IKIP PGRI MADIUN
2011
1

BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN PEMBIASAN CAHAYA
Pembiasan cahaya berarti pembelokan arah rambat cahaya saat melewati
bidang batas dua medium tembus cahaya yang berbeda indeks biasnya. Pembiasan
cahaya mempengaruhi penglihatan pengamat. Contoh yang jelas adalah bila sebatang
tongkat yang sebagiannya tercelup di dalam kolam berisi air dan bening akan terlihat
patah, dasar bak mandi yang berisi air kelihatan lebih dangkal, sikat gigi yang
mengapung di air bak mandi kelihatan bengkok dan sebagainya.
a. Indeks Bias Medium
Ketika kamu sedang minum es pernahkah kamu memperhatikan sedotan yang
ada pada gelas es ? Sedotan tersebut akan terlihat patah setelah melalui batas antara
udara dan air. Hal ini terjadi karena adanya peristiwa pembiasan atau refraksi cahaya.

Bagaimana sebenarnya peristiwa ini terjadi?
Kecepatan merambat cahaya pada tiap-tiap medium berbeda-beda tergantung
pada kerapatan medium tersebut. Perbandingan perbedaan kecepatan rambat cahaya
ini selanjutnya disebut sebagai indeks bias. Dalam dunia optik dikenal ada dua macam
indeks bias yaitu indeks bias mutlak dan indeks bias relatif. Indeks bias mutlak adalah
perbandingan kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan cahaya di medium
tersebut
n medium 

c
v

dengan
nmedium

: indeks bias mutlak medium

c

: cepat rambat cahaya di ruang hampa


v

: cepat rambat cahaya di suatu medium
Indeks bias mutlak medium yaitu indeks bias medium saat berkas cahaya dari

ruang hampa melewati medium tersebut. Indek bias mutlak suatu medium dituliskan
nmedium. Indeks bias mutlak kaca dituliskan nkaca, indeks bias mutlak air dituliskan nair
2

dan seterusnya. Oleh karena c selalu lebih besar dari pada v maka indeks bias suatu
medium selalu lebih dari satu nmedium >1.
Contoh indeks bias mutlak beberapa zat.
Medium

Indeks bias mutlak

Udara (1 atm, 0° C)

1,00029


Udara (1 atm, 0° C)

1,00028

Udara (1 atm, 0° C)

1,00026

Air

1,33

Alkohol

1,36

Gliserin

1,47


Kaca kuarsa

1,46

Kaca kerona

1,52

Kaca flinta

1,65

Intan

2,42

Indeks bias relatif adalah perbandingan indeks bias suatu medium terhadap
indeks bias medium yang lain.
n12 


n1
n2

n 21 

atau

n2
n1

dengan
n12

: indeks bias relatif medium 1 terhadap medium 2

n21

: indeks bias relatif medium 2 terhadap medium 1


n1

: indeks bias mutlak medium 1

n2

: indeks bias mutlak medium 2
Setiap medium memiliki indeks bias yang berbeda-beda, karena perbedaan

indeks bias inilah maka jika ada seberkas sinar yang melalui dua medium yang
berbeda kerapatannya maka berkas sinar tersebut akan dibiaskan. Pada tahun 1621
Snellius, seorang fisikawan berkebangsaan Belanda melakukan serangkaian
percobaan untuk menyelidiki hubungan antara sudut datang (i) dan sudut bias (r).
Hukum pembiasan Snellius berbunyi:
1. Sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu bidang datar.
3

2. Perbandingan sinus sudut datang dengan sinus sudut bias dari suatu cahaya yang
melewati dua medium yang berbeda merupakan suatu konstanta.
n

sin i
 2
sin r
n1

Menurut teori muka gelombang rambatan cahaya dapat digambarkan sebagai muka
gelombang yang tegak lurus arah rambatan dan muka gelombang itu membelok saat
menembus bidang batas medium 1 dan medium 2 seperti diperlihatkan gambar 1.
Cahaya datang dengan
sudut i dan dibiaskan
dengan sudut r. Cepat
rambat

cahaya

di

medium 1 adalah v1 dan
di medium 2 adalah v2.
Waktu yang diperlukan

cahaya untuk merambat
dari

B

dengan

ke

D

sama

waktu

yang

dibutuhkan dari A ke E
sehingga DE menjadi
muka gelombang pada

medium 2.
Gambar 1. Muka gelombang pada pembiasan cahaya dari medium1 ke medium 2.
Pada segitiga ABD berlaku persamaan trigonometri sebagai berikut
Sin i =

BD
v .t
 1 ,
AD
AD

sedangkan pada segitiga AED berlaku persamaan trigonometri

sebagai berikut, Sin r =

AE
v .t
 2
AD
AD


. Bila kedua persamaan dibandingkan akan

diperoleh
sin i
v
 1
sin r
v2

Pada peristiwa pembelokan cahaya dari medium 1 ke medium 2 ini besaran frekuensi
cahaya tetap atau tidak mengalami perubahan. Karena v = .f maka berlaku pula,
sin i

 1
sin r
2

4

sin i

Sehingga berlaku persamaan pembiasa sin r



n2
v

 1  1
n1
v2
2

n

Dengan keterangan,
n1

: indeks bias medium 1

n2

: indeks bias medium 2

v1

: cepat rambat cahaya di medium 1

v2

: cepat rambat cahaya di medium 2

λ1

: panjang gelombang cahaya di medium 1

λ2

: panjang gelombang cahaya di medium 2
Di samping menunjukkan perbandingan cepat rambat cahaya di dalam suatu

medium, indeks bias juga menunjukkan kerapatan optik suatu medium. Semakin besar
indeks bias suatu medium berarti semakin besar kerapatan optik medium tersebut.
Bila cahaya merambat dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat, cahaya
akan dibiaskan mendekati garis normal, sebaliknya bila cahaya merambat dari
medium lebih rapat ke medium kurang rapat akan dibiaskan menjauhi garis normal.

Gambar 2. sinar merambat dari

medium kurang rapat ke medium lebih rapat akan

dibiaskan mendekati garis normal, sudut r < i

B. Pemantulan Total
Pada saat cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik
kurang rapat dengan sudut datang tertentu, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis
normal. Artinya sudut bias akan selalu lebih besar dibandingkan sudut datang.
Apabila sudut datang cukup besar, maka sudut bias akan lebih besar lagi, Apa yang
terjadi, bila sudut datang terus diperbesar?
Bila sudut datang terus diperbesar, maka suatu saat sinar bias akan sejajar dengan
bidang yang berarti besar sudut biasnya (r) 90°. Tidak ada lagi cahaya yang dibiaskan,
5

seluruhnya akan dipantulkan. Sudut datang pada saat sudut biasnya mencapai 90° ini
disebut sudut kritis atau sudut batas. Pemantulan yang terjadi disebut pemantulan total
atau pemantulan sempurna. Persamaan sudut kritis sebagai berikut.
n
sin i
 2
sin r
n1

sin i k
n
 2
0
n1
sin 90

sin ik =

n2
n1

Keterangan
ik = sudut kritis medium lebih rapat (asal sinar datang)
n1 = indeks bias medium kurang rapat (tempat sinar bias)
n2 = indeks bias bahan lebih rapat (asal sinar datang)
n1> n2
b. Pembiasan Cahaya Pada Plan Paralel (Balok Kaca)
Kaca plan paralel atau balok kaca adalah keping kaca tiga dimensi yang dibatasi oleh
sisi-sisi yang sejajar.
Gambar 3. Sebuah kaca
plan paralel atau balok
kaca. Dibatasi oleh tiga
pasang sisi – sisi sejajar

Cahaya dari udara memasuki sisi pembias kaca plan paralel akan dibiaskan mendekati
garis normal. Demikian pula pada saat cahaya meninggalkan sisi pembias lainnya ke
udara akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pengamat dari sisi pembias yang
berseberangan akan melihat sinar dari benda bergeser akibat pembiasan. Sinar bias
akhir mengalami pergeseran sinar terhadap arah semula.

6

Gambar 4. Pergeseran sinar bias terhadap arah
semula dari sinar datang pada kaca plan paralel.
Berkas sinar bias akhir sejajar dengan sinar
datang namun bergeser sejauh jarak titik G-C

Menentukan besar pergeseran sinar.

i1

Tinjau arah sinar di dalam kaca plan paralel.
A
Pada segitiga ABC siku-siku di B:



d
s

t

cos r1 

D

d
s

maka

s 

d
cos r1

Pada segitiga ACD siku-siku di D:
B

C

sin  

maka:
i1  α  r1
α  i1  r1

maka

Pergeseran sinarnya sejauh t,

r2

Karena

t
s

maka

Ketentuan lain adalah berlaku:

t 

i 1 = r2
r1 = i2

dengan keterangan
d = tebal balok kaca, (cm)
i = sudut datang, (°)
r = sudut bias, (°)
t = pergeseran cahaya, (cm)

7

t 

d
.sinα.
cosr1

d.sin(i1  r1 )
cosr1

t  s. sin 

c. Pembiasan Cahaya Pada Prisma Kaca
Prisma juga merupakan benda bening yang terbuat dari kaca, kegunaannya
antara lain untuk mengarahkan berkas sinar, mengubah dan membalik letak bayangan
serta menguraikan cahaya putih menjadi warna spektrum (warna pelangi).
Cahaya dari udara memasuki salah satu bidang pembias prisma akan dibiaskan dan
pada saat meninggalkan bidang pembias lainnya ke udara juga dibiaskan.

Gambar 5. Sebuah prisma kaca
dibatasi oleh dua segitiga dan
tiga segiempat

Rumus sudut puncak/pembias :

β  r1  i 2

Sedangkan rumus sudut deviasi :

δ  i1  r2  β

pada bidang pembias I :

sini1
n
 k
sinr1
n ud

pada bidang pembias II :

sini1
n
 ud
sinr2
nk

Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar
bias prisma.
Pada saat i1 = r2 dan r1 = i2, sudut deviasi menjadi sekecil-kecilnya disebut sudut
Deviasi Minimum (  m).
Menentukan persamaan sudut deviasi minimum.
Karena i1 = r2

δ  i1  r2  β
δm  i1  i1  β

δm  β  2i1
δm  β
i1 
2

dan r1 = i2

β  r1  i 2
β  r1  r1
β  2r1

sehingga :



r1 

sini 1
n
 2
sinr1
n1

8

β
2

δm  β
)
n
2
 2
β
n1
sin( )
2

sin(

untuk prisma dengan sudut pembias



≤ 150, sudut deviasi minimum ditentukan

tersendiri. Karena sudut deviasi menjadi sangat kecil (δm) sehingga nilai sin α = α.
Akibatnya persamaan Hukum Snellius di atas berubah dari,
δm  β
)
n
2
 2
β
n1
sin( )
2

sin(

(

δm  β
)
n
2
 2
β
n1
( )
2

δm  β
n
 2
β
n1
δm 

n2
β β
n1

δm  (

n2
 1)β
n1

d. Pembiasan Cahaya Pada Permukaan Lengkung
Permukaan lengkung lebih dikenal sebagai Lensa tebal, dalam kehidupan seharihari dapat diambilkan contoh, antara lain :
-

Akuarium berbentuk bola

-

Silinder kaca

-

Tabung Elenmeyer

-

Plastik berisi air di warung makan

Gambar 6. Permukaan lengkung atau lensa tebal
Sinar-sinar dari benda benda yang berada pada medium 1 dengan indeks bias mutlak
n1 di depan sebuah permukaan lengkung bening yang indeks bias mutlaknya akan

9

dibiaskan sehingga terbentuk bayangan benda. Bayangan ini bersifat nyata karena
dapat ditangkap layar.
Persamaan yang menyatakan hubungan antara indeks bias medium, indeks bias
permukaan lengkung, jarak benda, jarak bayangan, dan jari-jari permukaan lengkung
dapat dirumuskan sebagai berikut.
n 1 n 2  n 2  n 1 
 s  s'    R 

 


Dengan keterangan,
n1 = indeks bias medium di sekitar permukaan lengkung
n2 = indeks bias permukaan lengkung
s = jarak benda
s' = jarak bayangan
R = jari-jari kelengkungan permukaan lengkung
Syarat : R = (+) jika sinar datang menjumpai permukaan cembung
R = (-) jika sinar datang menjumpai permukaan cekung
Seperti pada pemantulan cahaya, pada pembiasan cahaya juga ada perjanjian tanda
berkaitan dengan persamaan-persamaan pada permukaan lengkung seperti dijelaskan
dalam tabel berikut ini.
s+

Jika benda nyata/sejati (di depan permukaan lengkung)

ss'+

Jika benda maya (di belakang permukaan lengkung)
Jika bayangan nyata (di belakang permukaan lengkung)

s'R+

Jika bayangan maya (di depan permukaan lengkung)
Jika permukaan berbentuk cembung dilihat dari letak benda

R-

Jika permukaan berbentuk cekung dilihat dari letak benda

Pembiasan pada permukaan lengkung tidak harus menghasilkan bayangan yang
ukurannya sama dengan ukuran bendanya.
Pembentukan bayangan pada permukaan lengkung.

10

Gambar 7. Pembiasan cahaya pada permukaan lengkung
Sinar dari benda AB dan menuju permukaan lengkung dibiaskan sedemikian oleh
permukaan tersebut sehingga terbentuk bayangan A'B'. Bila tinggi benda AB = h dan
tinggi bayangan A'B' = h', akan diperoleh
tan i =

h
s

atau

h = s tan i

tan r =

h'
s'

atau

h’ = s’ tan r

Perbesaran yang terjadi adalah

dan

M=

h'
h

=

s' tan r
s tan r

Bila i dan r merupakan sudut-sudut kecil, maka harga tan i = sin i dan tan r = sin r
s' sin r
s sin i

sehingga

M=

Karena

n
sin i
 2
sin r
n1

atau

n
sin r
 1
sin i
n2

maka diperoleh persamaan

perbesaran pada permukaan lengkung sebagai berikut.
M=

s' n 1
s n2

Permukaan lengkung mempunyai dua titik api atau fokus. Fokus pertama (F 1) adalah
suatu titik asal sinar yang mengakibatkan sinar-sinar dibiaskan sejajar. Artinya
bayangan akan terbentuk di jauh tak terhingga (s’ = ~) dan jarak benda s sama dengan
jarak fokus pertama (s = f1) sehingga dari persamaan permukaan lengkung

11

n 1 n 2  n 2  n 1 
 s  s'    R 

 

n 1
 n 2  n 1 
  0  

f1
  R 

di peroleh

n 1 n 2  n 2  n 1 
 


~  
 R 
f1

,

sehingga

atau

n  n1
1
 2
f
n 1R

Sehingga jarak fokus pertamanya sebesar, f1 =

n 1R
n 2  n1

Fokus kedua (F2) permukaan lengkung adalah titik pertemuan sinar-sinar bias apa bila
sinar-sinar yang datang pada bidang lengkung adalah sinar-sinar sejajar. Artinya
benda berada jauh di tak terhingga (s = ) sehingga dengan cara yang sama seperti
pada penurunan fokus pertama di atas, kita dapatkan persamaan fokus kedua
permukaan lengkung.
f2 =

n 2R
n 2  n1

e. Pembiasan Cahaya Pada Lensa Tipis
Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua permukaan dan minimal salah
satu permukaannya itu merupakan bidang lengkung. Lensa tidak harus terbuat dari
kaca yang penting ia merupakan benda bening (tembus cahaya) sehingga
memungkinkan terjadinya pembiasan cahaya. Oleh karena lensa tipis merupakan
bidang lengkung. Ada dua macam kelompok lensa :
a.

Lensa

Cembung

(lensa

positif/lensa konvergen)
Yaitu lensa yang mengumpulkan sinar.

Gambar 8. Lensa cembung bersifat
mengumpulkan sinar di satu bidang
fokus

Lensa cembung dibagi lagi menjadi tiga:

12

1. lensa cembung dua (bikonveks)
2. lensa cembung datar (plan konveks)
3. lensa cembung cekung (konkaf konveks)

Gambar 28.Macam-macam lensa cembung
b.

Lensa

Cekung

(lensa

negatif/lensa devergen)
Yaitu lensa yang menyebarkan sinar .

Gambar

9.

Lensa

cekung

bersifat

menyebarkan sinar dari arah bidang
fokus

Lensa cekung dibagi lagi menjadi tiga:
1. lensa cekung dua (bikonkaf)
2. lensa cekung datar (plan konkaf)
3. lensa cekung cekung (koveks konkaf)

Gambar 10. Macam-macam lensa cekung

Untuk memudahkan pembuatan diagram lensa digambar dengan garis lurus dan tanda
di atasnya, untuk lensa cembung di tulis (+) dan lensa cekung (–). Untuk lensa
memiliki dua titik fokus.

13

1. Berkas Sinar Istimewa pada Lensa Tipis
Seperti pada cermin lengkung, pada lensa dikenal pula berkas-berkas sinar istimewa.
a. Berkas sinar-sinar istimewa pada lensa cembung.
Ada tiga macam sinar istimewa pada lensa cembung.

Gambar 31 .Sinar-sinar istimewa pada lensa
(1).Sinar datang sejajar sumbu utama lensa, dibiaskan melalui titik fokus.
(2).Sinar datang melalui titik fokus lensa, dibiaskan sejajar sumbu utama.
(3).Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibiaskan melainkan diteruskan.
b. Berkas sinar-sinar istimewa pada lensa cekung.
Ada tiga macam sinar istimewa pada lensa cekung.

14

Gambar 32 .Sinar-sinar istimewa pada lensa
(1).Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik
fokus.
(2).Sinar datang seolah-olah menuju titik fokus lensa dibiaskan sejajar sumbu
utama.
(3).Sinar datang melalui titik pusat lensa tidak dibiaskan melainkan diteruskan.
2. Penomoran ruang pada Lensa Tipis
Untuk lensa nomor ruang untuk benda dan nomor-ruang untuk bayangan dibedakan.
nomor ruang untuk benda menggunakan angka Romawi (I, II, III, dan IV), sedangkan
untuk ruang bayangan menggunakan angka Arab (1, 2, 3 dan 4) seperti pada gambar
berikut ini:

Untuk ruang benda berlaku :
ruang I antara titik pusat optic (O) dan F2,
ruang II antara F2 dan 2F2
ruang III di sebelah kiri 2F2,
ruang IV benda (untuk benda maya) ada di belakang lensa.
Untuk ruang bayangan berlaku :
ruang 1 antara titik pusat optic (O) dan F1,
ruang 2 antara F1 dan 2F1
ruang 3 di sebelah kanan 2F1,
ruang 4 (untuk bayangan maya) ada di depan lensa.
Berlaku pula : R benda + R bayangan = 5
3. Melukis pembentukan bayangan pada lensa
Untuk melukis pembentukan bayangan pada lensa tipis cukup menggunakan minimal
dua berkas sinar istimewa untuk mendapatkan titik bayangan.
Contoh melukis pembentukan bayangan.
15

 Benda AB berada di ruang II lensa cembung

Sifat-sifat bayangan yang
terbentuk:
Nyata, terbalik, diperbesar

 Benda AB berada di ruang III lensa cembung
Sifat-sifat bayangan yang
terbentuk:
Nyata, terbalik, diperkecil

 Benda AB berada di ruang I lensa cembung

Sifat-sifat bayangan yang
terbentuk:
maya, tegak, diperbesar

 Benda AB berada di ruang II lensa cekung

16

Sifat-sifat bayangan yang
terbentuk:
Maya, tegak, diperkecil

4. Rumus-rumus Pada Lensa Tipis
Untuk lensa tipis yang permukaannya sferis (merupakan permukaan bola), hubungan
antara jarak benda (s), jarak bayangan (s') dan jarak fokus (f) serta perbesaran
bayangan benda (M) diturunkan dengan bantuan geometri dapat dijelaskan berikut ini.

Gambar 33. Lensa
sferis, permukaannya
merupakan permukaan
bola.

Dari persamaan lensa lengkung,
n 1 n 2  n 2  n 1 
 s  s'    R 

 


Berkas sinar yang berasal dari O ketika melewati permukaan ABC dibiaskan
sedemikian sehingga terbentuk bayangan di titik I1. Oleh permukaan ADC bayangan
I1 itu di anggap benda dan dibiaskan oleh permukaan ADC sedemikian sehingga
terbentuk bayangan akhir di titik I2
Pada permukaan lengkung ABC , sinar dari benda O dari medium n 1 ke lensa n2,
sehingga s = OB, s’ = BI1
maka

 n1
n  n  n 1 
 2   2


OB
BI

1
 R1 

Pada permukaan lengkung ADC , sinar dari lensa ke medium n1, s = -DI1, s’ = DI2
maka

 n2
n  n  n 2 
 1   1


DI
DI

1
2 
 - R2 

17

Karena dianggap lensa tipis maka ketebalan BD diabaikan, sehingga BI1 = DI1 dan
saling meniadakan karena berlawanan tanda . Apabila kedua persamaan dijumlahkan
diperoleh :
 n1
n  n  n1  n 1  n 2 
 1   2

+ 

OB
DI
2 

 R 2    R1 
n 1 n 1  n 2  n 1  n 1  n 2 
+ 

 s  s'    R

 
2
   R1 
n 1 n 1  n 2  n 1  n 2  n 1 
+ 

 s  s'    R

 
2
  R1 
n 1 n 1  n 2  n 1
 
 
s'  
s
 R2

 1
1 


R  R 

2 
 1

Semua ruas dibagi dengan n1 akan diperoleh persamaan lensa tipis sebagai berikut.
 1
1 
1 1  n 2


 1

   




s
s'
n
R
R

  1
2 
 1

Dengan keterangan,
s = jarak benda
s' = jarak bayangan
n1 = indeks bias medium sekeliling lensa
n2 = indeks bias lensa
R1 = jari-jari kelengkungan permukaan pertama lensa
R2 = jari-jari kelengkungan permukaan kedua lensa
Persamaan lensa tipis tersebut berlaku hanya untuk sinar-sinar datang yang
dekat dengan sumbu utama lensa (sinar-sinar paraksial) dengan ketebalan lensa jauh
lebih kecil dibandingkan dengan jari-jari kelengkungannya.
Jarak fokus lensa (f) adalah jarak dari pusat optik ke titik fokus (F). Jadi bila s
= ~ bayangan akan terbentuk di titik fokus (F), maka s’= f.
 1
1 
1 1  n 2


 1

   




s
s'
n
R
R

  1
2 
 1

 1
1 
1 1  n 2


 1

   




~
f
n
R
R

  1
2 
 1

Karena

1
~

= 0 maka rumus jarak fokus lensa :

18

 1
1 n 2
1 

1

R  R 

f 
n
 1
 1
2 

 1
1
1 1  n 2

 1

   



s s'   n 1
R 1 R 2

Bila persamaan

 1
1 n 2
1


1




f n 1
R 1 R 2








 disubstitusikan


dengan persamaan

maka akan didapat persamaan baru yang dikenal sebagai

persamaan pembuat lensa, yaitu
1 1 1
  1
f
s s

Dengan keterangan,
n1 = indeks bias medium sekeliling lensa
n2 = indeks bias lensa
R1 = jari-jari kelengkungan permukaan pertama lensa
R2 = jari-jari kelengkungan permukaan kedua lensa
R = bertanda (+) jika permukaan lensa yang dijumpai berbentuk cembung
R = bertanda (-) jika permukaan lensa yang dijumpai berbentuk cekung
R=

 jika permukaan lensa yang dijumpai berbentuk datar

s = jarak benda bertanda positif (+) jika benda terletak di depan lensa (benda nyata).
s = jarak benda bertanda negatif (–) jika benda terletak di belakang lensa (benda
maya).
s’ = jarak bayangan bertanda positif (+) jika bayangan terletak di belakang lensa
(bayangan nyata).
s’ = karak bayangan bertanda negatif (–) jika benda terletak di depan lensa (bayangan
maya).
f = jarak fokus bertanda positif (+) untuk permukaan lensa positif (lensa cembung).
f = jarak fokus bertanda negatif (–) untuk permukaan lensa negatif (lensa cekung).
5. Perbesaran bayangan
Untuk menentukan perbesaran bayangan lensa tipis dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut.
M 

s1
h'

s
h

Dengan keterangan,
s = jarak benda
s' = jarak bayangan

19

h = tinggi benda
h' = tinggi bayangan
M > 1 = bayangan diperbesar
M < 1 = bayangan diperkecil
s1 (+) = bayangan nyata
s1 () = bayangan maya
6. Daya / Kekuatan Lensa
Daya Lensa adalah kekuatan lensa dalam memfokuskan lensa. Daya lensa
berkaitan dengan sifat konvergen (mengumpulkan berkas sinar) dan divergen
(menyebarkan sinar) suatu lensa. Untuk Lensa positif, semakin kecil jarak fokus,
semakin kuat kemampuan lensa itu untuk mengumpulkan berkas sinar. Untuk lensa
negatif, semakin kecil jarak fokus semakin kuat kemampuan lensa itu untuk
menyebarkan berkas sinar. Oleh karena itu kuat lensa didefinisikan sebagai kebalikan
dari

jarak

fokus,

Rumus kekuatan lensa (power lens)
P=

1
f

dengan satuan

1
meter

= Dioptri

Untuk menambah kekuatan lensa kita dapat gunakan lensa gabungan dengan sumbu
utama dan bidang batas kedua lensa saling berhimpit satu sama lain. Dari
penggabungan lensa ini maka akan didapatkan fokus gabungan atau daya lensa
gabungan.

Gambar 34. Diagram lensa gabungan

20

Suatu lensa gabungan merupakan gabungan dari dua atau lebih lensa dengan sumbu
utamanya berhimpit dan disusun berdekatan satu sama lain sehingga tidak ada jarak
antara lensa yang satu dengan lensa yang lain (d = 0).

Persamaan lensa gabungan dirumuskan sebagai berikut.
1
1
1
1



 ....
f gab
f1
f2
f3

Dan daya lensa sebagai berikut.
Pgab  P1  P2  P3  ....

Berlaku ketentuan untuk lensa positif (lensa cembung), jarak fokus (f) bertanda plus,
sedangkan untuk lensa negatif (lensa cekung), jarak fokus bertanda minus.
7. Pembiasan Dua Lensa yang Berhadapan

Apabila sebuah benda AB terletak di antara dua lensa yang berhadap-hadapan, akan
mengalami dua kali proses pembiasan oleh lensa I dilanjutkan oleh lensa II.
Lensa I :

1
1
1


f1
s1 s11
M1 

Lensa II :

s11
s1

M2 

jarak kedua lensa :
d  s11  s 2

Perbesaran bayangan akhir :
M = M1 . M2
M 

s11 s 12
.
s1 s 2

21

1
1
1


f2
s 2 s 12
s 12
s2

22

BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Pembiasan cahaya atau Refraksi adalah peristiwa penyimpangan atau
pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya.
Beberapa contoh gejala pembiasan yang sering di jumpai dalam kehidupan sehari-hari
diantaranya:
 Dasar kolam kelihatan lebih dangkal bila di lihat dari atas
 Kaca mata minus (negatif) atau kaca mata plus (positif) dapat membuat jelas
pandangan bagi penderita rabun jauh atau rabun dekat karena adanya
pembiasan.
 Terjadinya pelangi setelah turun hujan.

23

DAFTAR PUSTAKA
Barus ,PK. Imam, poernama. 1995. Fisika 2. Jakarta : Balai Pustaka
Kane, J.W., Sternheim, M.M. (1988) Physics (3rd ed.). New York: John Wiley &
Sons.
Salwiyono ,dkk. 2007. Fisika SMA/MA. Sagufindo Kinarya
Sears, F.W. (1949) Optics (3rd ed.). Reading-Massachusetts : Addison-Wesley
Supramono, Edi, dkk. Fisika Dasar 2.2005. Malang : UM Press
Young, H.D., Freedman, R.A. (1996) University Physics (ninth ed). Massachusetts :
Addison-Wesley.
http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=185&fname=materi04c.html

DAFTAR PUSTAKA
Foster, Bob. 2004. Terpadu Fisika SMA untuk Kelas X Semester 2.Jakarta: Erlangga
www.en.wikipedia.org
www.125.163.204.22/e_books/modul_online/fisika/MO_90/kb3_5.htm
www.power-point.Tp.ac.id.

24

25