M01752
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP MANAJEMEN LABA
Sitaweni Nugraheni
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
Yeterina Widi Nugrahanti
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
Hans Hananto Andreas
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the influence of corporate governance
mechanisms on earnings management. The mechanisms of corporate governance in
this study are committee of audit, auditors’ quality, proportion of independent board
of commissioners, institutional ownership, and managerial ownership. This study
employs 135 manufacturing companies which are listed in Indonesia Stock
Exchange and it applies the purposive sampling method in determining the samples.
The period of this study is within 2009 – 2013. The analysis method which is used in
this study is the multiple linear regression with the version 16.0 of SPSS. The result
shows that committee of audit, auditors’ quality, and managerial ownership are not
influential toward the earnings management. The proportion of independent board
of commissioners is influential toward the earnings management, whereas the
institutional ownership is positively influential toward the earnings management.
Keywords: Corporate Governance Mechanisms, Earnings Management
PENDAHULUAN
Laporan keuangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah
perusahaan karena mencerminkan kondisi perusahaan. Laporan keuangan juga
digunakan oleh pihak eksternal perusahaan (investor) dalam mengambil keputusan.
Selain itu laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan apa
yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik. Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (SAK No 1 Paragraf 7). Di dalam
153
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
laporan keuangan yang biasanya dijadikan parameter utama adalah besarnya laba
perusahaan.
Di dalam perusahaan sering kali terjadi perbedaan kepentingan antara pihak
manajemen dalam pembuatan laporan keuangan dengan para investor yang akan
menggunakan laporan keuangan tersebut. Perbedaan kepentingan antara pihak
manajer (principal) dan investor (agent) ini sesuai dengan teori agensi. Jensen dan
Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori
ketidaksamaan kepentingan antara principal dan agent. Principal mengharapkan
return yang tinggi sedangkan agent mengharapkan kompensasi yang tinggi.
Melihat perbedaan kepentingan yang terjadi dalam perusahaan sering kali
laba dalam laporan keuangan menjadi sasaran oleh pihak manajemen untuk
melakukan manajemen laba. Manajemen laba dilakukan oleh pihak perusahaan
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Manajemen laba adalah tindakan
manajer yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi
tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau
penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang (Fischer dan Rozenzwig,
1995 dalam Agustin, 2012). Manajemen laba dapat dipandang sebagai hal yang
positif apabila memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan banyaknya investor
yang menaruh modal di perusahaan. Manajemen laba dipandang negatif apabila
digunakan oleh pihak manajer untuk mendapatkan bonus, kenaikan jabatan sehingga
hal ini dapat merugikan perusahaan.
Salah satu cara yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk mengendalikan
terjadinya manajemen laba dan meminimalisasi konflik keagenan adalah dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Corporate governance merupakan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain corporate governance merupakan suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2001). Untuk
menerapkan corporate governance maka diperlukan suatu cara atau metoda yang
disebut
dengan
mekanisme
corporate
governance.
Mekanisme
corporate
154
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
governance yang biasanya digunakan adalah dewan komisaris termasuk komite-
komite di bawahnya, dewan direksi, manajemen, dan para pemegang saham (Fama,
1980; dan Fama dan Jensen, 1983 dalam Setiyanto, 2012). Menurut Guna dan
Herawaty (2010) kualitas auditor dan komite audit juga menjadi indikator dalam
mekamisme corporate governance. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional juga mampu untuk menjadi indikator dalam mekanisme corporate
governance (Muid, 2009). Kajian mengenai corporate governance meningkat
dengan pesat seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar seperti
kasus Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat
(Cornett, Marcuss, Saunders dan Tehranian, 2006). Selain itu, di Indonesia juga
terjadi hal serupa, seperti PT Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk yang disebabkan
kecurangan laporan keuangan yang secara langsung maupun tidak langsung
mengarah pada profesi akuntan (Boediono, 2005). Salah satu penyebab kondisi ini
adalah kurangnya penerapan corporate governance. Bukti menunjukkan lemahnya
praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada defisiensi pembuatan
keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan (Alijoyo et al., 2004; dalam
Nasution dan Setiawan, 2007).
Penelitian tentang mekanisme corporate governance sering dikaitkan dengan
manajemen laba. Cornett et al. (2006) menemukan bahwa kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba; kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba; proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh terhadap manajemen laba; jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba. Setiyanto (2012) menemukan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba; proporsi dewan komisaris
independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba;
komite audit
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Boediono (2005, dalam Indriastuti,
2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
dan komposisi dewan komisaris memberikan pengaruh positif terhadap manajeman
laba. Nasution dan Setiawan (2007, dalam Indriastuti, 2012) juga menyatakan hal
yang berbeda bahwa komposisi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh
155
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
negatif, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen
laba di perbankan.
Indriastuti (2012) meneliti tentang kualitas auditor dan corporate governance
terhadap manajemen laba dengan objek perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa variabel yang
memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba adalah kualitas auditor. Variabel
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif. Variabel
proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif.
Penelitian
ini
merupakan
penggabungan
dari
penelitian-penelitian
sebelumnya. Dalam penelitian ini menggabungkan variabel-variabel mekanisme
corporate governance seperti komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan
komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilkan manajerial. Selain
itu penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian.
Alasan diambilnya perusahaan manufaktur perusahaan manufaktur mempunyai
banyak sekali sektor apabila dibanding dengan perusahaan jenis lain yaitu sebanyak
19 sektor (55%) dari jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal
ini menyebabkan banyak terjadi persaingan, dan hal ini akan mendorong perusahaan
untuk melakukan manajemen laba agar terlihat lebih baik dari perusahaan pesaing.
Menurut Na’im dan Hartono (1996) model akrual tidak cocok untuk perusahaan non
manufaktur. Tahun penelitian yang akan diteliti adalah 2009-2013.
Tujuan penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh mekanisme
corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia, dimana indikator mekanisme corporate governance
yang digunakan adalah komite audit, kulitas auditor, proporsi dewan komisaris
independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi investor karena investor dapat mengetahui
pengaruh mekanisme corporate governance dalam perusahaan terhadap manajemen
laba sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini juga
diharapakan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan agar perusahaan semakin
memahami pentingnya mekanisme corporate governance dalam perusahaannya
sehingga manajemen laba yang dilakukan dapat terkendali.
156
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
KAJIAN TEORI, KAJIAN EMPIRIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan
merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara principal dan agent. Pemilik
mengharapkan return yang tinggi dari investasi yang mereka tanamkan pada
perusahaan. Sedangkan manajemen mengharapkan kompensasi yang tinggi dan
dipenuhinya kebutuhan psikologis mereka. Hal ini menyebabkan timbul konflik
antara manajemen dengan pemilik karena masing-masing akan memenuhi
kepentingannya sendiri (opportunistic behavioral). Teori agensi mengasumsikan
bahwa agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal. Hal ini
dikarenakan principal tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan agen secara
terus-menerus dan berkala. Karena principal tidak memiliki informasi yang cukup
mengenai kinerja agen, maka principal tidak pernah dapat merasa pasti bagaimana
usaha agent memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Sehingga teori
agensi ini bisa memicu pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba dan
menimbulkan konflik antara pihak principal dan agent. Konflik ini yang kemudian
dapat memicu biaya agensi (Indriastuti, 2012). Jensen dan Meckling (1976)
mengidentifikasi biaya keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) the monitoring
expenditure by principal adalah biaya pengawasan yang harus dikeluarkan olek
pemilik, (2) the bonding cost adalah biaya yang harus dikeluarkan akibat
pemonitoran yang harus dikeluarkan principal (pemilik) kepada agent, (3) the
residual cost adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran principal
(pemilik) karena perbedaan keputusan antara principal (pemilik) dan agent.
Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan tindakan manajemen yang dapat mempengaruhi
angka laba yang dilaporkan. Manajemen laba timbul sebagai dampak dari
penggunaan akuntansi sebagai salah satu komunikasi antara pihak-pihak yang
berkepentingan dan kelemahan inheren yang ada pada akuntansi yang menyebabkan
adanya judgement (Setiawati , 2002; dalam Guna dan Herawaty, 2010). Davidson
(1987) dalam Guna dan Herawaty (2010) menyatakan manajemen laba sebagai
proses dilakukannya langkah-langkah yang disengaja dalam batasan prinsip-prinsip
157
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
akuntansi untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan. Manajemen laba
diukur dengan menggunakan proksi discretionary accruals yang diukur dengan
menggunakan model Jones (1991). Discretionary accruals komponen akrual yang
memungkinkan manajer untuk melakukan intervensi dalam proses penyusunan
laporan keuangan, sehingga laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak
mencerminkan nilai atau kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Discretionary
accruals menggunakan komponen akrual dalam mengatur laba karena komponen
akrual tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga dalam mempermainkan
komponen akrual tidak disertai kas yang diterima/dikeluarkan (Sulistyanto, 2008
dalam Indriastuti, 2012). Komponen discretionary accruals diantaranya terdiri dari
penilaian piutang, pengakuan biaya garansi, dan aset modal (Guna dan Herawaty,
2010).
Menurut Scott (2003:411) beberapa motivasi yang mendorong manajer
perusahaan untuk melakukan manajemen laba yaitu:
1. Bonus scheme; Adanya asimetri informasi antara manajer dengan investor
berkenaan dengan laba bersih yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan,
dimana pihak manajer mempunyai informasi lebih sebelum dilaporkan dalam
laporan keuangan sedangkan pihak luar dan investor tidak bisa mengetahui
sampai mereka membaca laporan keuangan tersebut.
2. Debt covenant; Kontrak jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian
yang dibuat antara kreditor dan debitur dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan kreditor atas tindakan-tindakan yang dilakukan manajer perusahaan.
3. Political Motivation. Adanya aspek politis tidak dapat dipisahkan dari
operasional suatu perusahaan, khususnya perusahaan dalam skala besar dan
industri strategis yang aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak.
4. Taxation Motivation. Masalah perpajakan merupakan salah satu alasan mengapa
pihak manajemen perusahaan berusaha mengurangi tingkat laba bersih yang
dilaporkan agar nilai pajak yang harus ditanggung dapat diperkecil.
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer). Adanya pergantian CEO biasanya
diikuti dengan fenomena manajemen laba dimana seorang CEO yang mendekati
158
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
masa akhir jabatannya biasanya berusaha memaksimalkan laba yang dilaporkan
agar tingkat bonus yang mereka terima bisa lebih tinggi.
6. Initial Public Offerings (IPO). Perusahaan yang melakukan penawaran saham
untuk pertama kalinya biasanya dihadapkan pada masalah penentuan harga
saham yang ditawarkan, karena perusahaan tersebut belum mempunyai harga
pasar.
7. Mengkomunikasikan informasi pada Investor. Informasi mengenai kinerja
perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu
disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja
yang baik.
Mekanisme Corporate Governance
Cadbury (1992, dalam Wulandari, 2006) mengungkapkan bahwa corporate
governance merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan atau mengawasi
perusahaan. Di dalam sistem corporate governance terdapat sebuah mekanisme
yaitu mekanisme corporate governance. Mekanisme corporate governance
merupakan aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang
mengambil keputusan dengan pihak yang yang akan melakukan kontrol
(pengawasan) terhadap keputusan tersebut yang akan menjamin dan mengawasi
berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Syakhroza, 2005). Menurut
Wals dan Seward (1990) dan World Bank (1999, dalam Mai, 2010) mekanisme
pengendalian corporate governance dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme internal
dan eksternal. Mekanisme eksternal antara lain terdiri dari pasar modal, pemberi
dana, konsumen, regulator (Grossman dan Hart, 1982; dan Fama dan Jensen, 1983
dalam Panggabean dan Darsono, 2011). Mekanisme internal antara lain terdiri dari:
dewan komisaris termasuk komite-komite di bawahnya, dewan direksi, manajemen,
dan para pemegang saham
(Fama, 1980; dan Fama dan Jensen, 1983; dalam
Panggabean dan Darsono, 2011).
159
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Pengembangan Hipotesis
Komite Audit dan Manajemen Laba
Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Komite audit memiliki tanggung jawab pengawasan untuk proses pelaporan
keuangan perusahaan dan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kredibilitas
laporan keuangan yang diaudit (Panggabean dan Darsono, 2011). Komite audit
berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba (Putri, 2011). Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyanto (2012) menemukan
komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Komite audit merupakan bagian dari dewan komisaris yang membantu
dewan komisaris dalam tugas pengawasan terhadap laporan keuangan perusahaan.
Komite audit juga dapat berfungsi sebagai penghubung antara pemegang saham dan
dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam hal pengendalian internal
perusahaan. Jika di dalam perusahaan jumlah anggota komite auditnya lebih banyak
maka manajemen laba akan semakin berkurang karena semakin banyak yang
mengawasi proses pelaporan keuangan. Keberadaan komite audit dianggap akan bisa
mengurangi agency problem dalam perusahaan, tetapi akan menambah agency cost
perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H1 : Jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Kualitas Auditor dan Manajemen Laba
Kepastian mengenai relevansi dan keandalan dari laporan keuangan
perusahaan sangat diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil
suatu keputusan bisnis (Mayangsari, 2003 dalam Guna dan Herawaty, 2010).
Indriastuti (2012) menemukan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba, hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Panggabean
dan Darsono (2011). Kualitas auditor dalam penelitian ini diukur dengan ukuran
KAP, dengan asumsi hasil yang dikeluarkan oleh KAP akan berpengaruh pada
kualitas laporan keuangan perusahaan. Auditor yang bekerja di KAP Big Four
dianggap lebih berkualitas karena auditor tersebut telah dibekali dengan berbagai
160
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
macam pelatihan, pengalaman, dan prosedur audit jika dibandingkan dengan KAP
yang non Big Four. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four akan melakukan
manajemen laba pada tingkat yang rendah karena KAP Big Four mampu untuk
melaksanakan tugasnya yaitu untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan
perusahaan sehingga manajemen laba dalam perusahaan akan semakin berkurang.
Tugas lainnya adalah untuk mendeteksi laporan keuangan apakah sudah sesuai
dengan standar. Keberadaan KAP Big Four dalam perusahaan akan menambah
agency cost dalam perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan sebagai berikut:
H2 : Kualitas Auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Proporsi Dewan Komisaris Independen perusahaan dan Manajemen Laba
Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali,
serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance
2004 dalam Guna dan Herawaty, 2010). Dewan komisaris tidak memiliki otoritas
dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan
informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris (NCCG, 2001). Selain
mensupervisi dan memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 40
Tahun 2007, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam
NCCG, 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung
jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan
sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance.
Wedari (2004) dan Nasution dan Setiawan (2007) dalam Indriastuti (2012)
yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berhubungan negatif
dengan manajemen laba. Jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan
pengawasan maka manajemen laba yang mungkin dilakukan perusahaan akan
semakin rendah karena pihak independen perusahaan akan lebih objektif dalam
pengawasan pelaporan keuangan. Keberadaan dewan komisaris independen
161
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
perusahaan juga sebagai wakil dari para pemegang saham yang juga menginginkan
informasi yang benar dalam perusahaan tersebut. Semakin banyak dewan komisaris
independen dalam perusahaan maka agency cost yang dikeluarkan perusahaan akan
semakin tinggi. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai
berikut:
H3 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba.
Kemilikan Institusional dan Manajemen Laba
Kepemilikan Institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment
banking, (Siregar dan Utama, 2005; dalam Guna dan Herawaty, 2010). Indriastuti
(2012) memperoleh hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Investor mengharapkan informasi yang akurat dari
perusahaan, sedangkan manajer perusahaan menginginkan kompensasi dan bonus
atas hasil kerjanya untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya.
Cornett et al. (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan
oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih
memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan, sehingga akan mengurangi
perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Kepemilikan institusional
dapat mengurangi tingkat insentif manajemen untuk meningkatkan kesejahteraannya
sendiri melalui pengawasan yang intens sehingga dapat menekan perilaku
manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen (SY dan Hidayati, 2012). Sebagian
saham terbesar perusahaan berada di pihak institusional jadi pihak institusional akan
melakukan pengawasan yang kuat terhdap pelaporan keuangan perusahaan untuk
menekan terjadinya manajemen laba.
Shiller dan Pound (1989, dalam Rupilu, 2011) menjelaskan bahwa investor
institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi
dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi
investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan
tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer.
162
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Kepemilikan institusional yang tinggi dalam perusahaan akan mengurangi agency
problem dalam perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
H4 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen
perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh
manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007; dalam Sabrina, 2010). Kepemilikan
manajerial diharapkan dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara
pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976).
Warfield et al. (1995, dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menemukan
adanya pengaruh negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals
sebagai ukuran dari manajemen laba. Midiastuty dan Mahfoedz (2003, dalam
Indriastuti, 2012) bahwa kepemilikan manajerial dengan manajemen laba
berpengaruh negatif. Artinya, jika proporsi kepemilikan manajerial bertambah
banyak maka manajemen laba akan semakin turun. Hal ini bisa terjadi karena ada
motivasi dari manajer pemegang saham perusahaan untuk mendapatkan dividen
yang tinggi dari saham yang diinvestasikannya dibandingkan mendapat gaji.
Selain itu manajer akan melakukan kerja yang benar karena jika
perusahaannya terbukti melakukan manajemen laba maka harga saham yang dia
tanamkan di perusahaannya akan turun. Secara teoritis ketika kepemilikan
manajerial tinggi, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku
opportunistik manajer akan menurun (Muid, 2009). Sehingga dengan hal ini manajer
akan melakukan pengawasan terhadap manajemen laba perusahaan. Kepemilikan
manajerial yang tinggi dalam perusahaan akan mengurangi agency problem dalam
perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H5 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
163
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2013.
Penentuan sampel perusahaan dengan metode purposive sampling dengan kriteria
sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013
dan menerbitkan annual report dari tahun 2009-2013; (2) Memiliki data mengenai
komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial. Berikut adalah langkah dalam pemilihan
sampel penelitian yang digunakan:
Tabel 1. Sampel Penelitian
Perusahaan yang listing dan mempunyai annual report dari tahun 2009-2013
Yang tidak mempunyai data variabel komite audit, kualitas auditor, proporsi
dewan
komisaris
independen,
kepemilikan
institusional,
680
(545)
kepemilikan
manajerial
Yang mempunyai data variabel komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan
135
komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial
Data Outlier
(9)
Sampel penelitian
126
Sumber: Data sekunder yang diolah (2015)
Data outlier diperoleh dengan menggunakan casewise diagnostic dalam SPSS.
Setelah data outlier disingkirkan maka didapatkan daftar perusahaan yang terpilih
untuk dijadikan sampel penelitian.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil
dari laporan tahunan perusahaan dari tahun 2009-2013 yang diperoleh dari situs
resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.com) dan Indonesian Capital Market
Directory (ICMD).
164
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Definsi Operasional dan Pengukuran Variabel
Komite Audit
Komite audit dalam penelitian ini diukur dari jumlah anggota komite audit yang
terdapat pada perusahaan dalam annual report (Agustin, 2012).
Kualitas Auditor
Kualitas auditor diukur dengan skala nominal melalui variabel dummy. Angka 1
digunakan untuk mewakili perusahaan yang diaudit oleh KAP big four dan angka 0
digunakan untuk mewakili perusahaan yang diaudit oleh KAP non big four
(Indriastuti, 2012).
Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dalam penelitian ini proporsi dewan komisaris independen diukur menggunakan
presentase antara jumlah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan
dengan seluruh anggota dewan komisaris perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).
PDKI =
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur menggunakan presentase
antara jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi terkait dengan total
modal saham yang beredar di perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).
KI =
Kepemilikan Manjerial
Kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur menggunakan presentase
antara jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan
terkait dengan total modal saham yang beredar di perusahaan (Indriastuti, 2012).
KM =
165
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Manajemen Laba
Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan discretionary
accruals yang dihitung dengan model Jones yang dimodifikasi, karena model ini
dianggap lebih baik di antara model lain untuk mengukur manajemen laba.
Kelebihannya, model ini memecah total akrual menjadi empat komponen utama
akrual, yaitu discretionary current accrual, discretionary long term accrual dan
nondiscretionary long
term
accruals.
Discretionary current
accrual
dan
nondiscretionary current accrual merupakan akrual yang berasal dari aktiva lancar.
Sedangkan discretionary long term accrual dan nondiscretionary long term accruals
merupakan akrual dari aktiva tidak lancar (Aryani, 2011).
Penggunaan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba dihitung
dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow, Sloan dan Sweeney, 1995):
TAC = Nit– CFOit.……………………………………………….…....…...(1)
Nilai Total Accrual (TA) yang diestimasi dengan persaman regresi OLS:
TAit/Ait-1= β1(1 / Ait-1) + β2(ΔRevt/ Ait-1) + β3(PPEt/ Ait-1) + e…………...(2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai Non Discretionary Accruals
(NDA), dapat dihitung dengan rumus:
NDAit= β1(1 / Ait-1) + β2(ΔRevt/ Ait-1 - ΔRect/ Ait-1) + β3(PPEt/ Ait-1)…...(3)
Selanjutnya Discretionary Accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit= TAit / Ait-1– NDAit..……………..………….…..……..…………....(4)
Keterangan:
DAit
= Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
TAit
= Total akrual perusahaan i pada periode ke t
Nit
= Laba bersih perusahaan i pada periode ke-t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t
Ait-1
= Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
PPEt
= Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
e
= error
166
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang
dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat
dilakukan dengan uji
Kolmogorov-smirnov. Menurut Ghozali (2005), bahwa
distribusi data dapat dilihat dengan membandingkan Z hitung dengan Tabel Z
dengan kriteria jika nilai probabilitas (Kolmogorov Smirnov) > taraf signifikansi 5
% (0,05), maka distribusi data dikatakan normal.
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi
terdapat korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam regresi adalah melihat tolerance value dan Varian
Inflation
Factor
(VIF),
suatu
model
regresi
yang bebas
dari
masalah
multikolonieritas apabila mempunyai tolerance value > 0,10 dan nilai VIF < 10.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model
regresi yang baik adalah homoskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas adalah dengan uji Glejser , jika probabilitas signifikan > 0,05,
maka model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas.
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
berganda ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan
penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
terdapat problem autokorelasi. Autokorelasi timbul karena obsevasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi.
167
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Analisis Regresi Linear Berganda
Uji regresi bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabelvariabel independen terhadap variabel dependen. Model yang dikembangkan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
DAit= βo + β1KMADT + β2KLADT + β3PDKI + β4KI + β5KM + e
Keterangan:
βo
= Konstanta
β1 - β5
= Koefisien Regresi
KMADT
= Komite Audit
KLADT
= Kualitas Auditor
PDKI
= Proporsi Dewan Komisaris Independen
KI
= Kepemilikan Institusional
KM
= Kepemilikan Manajerial
Uji Hipotesis
Pengujian Koefisien Regresi (Uji t), pengujian ini untuk mengetahui apakah
variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel
terikat. Kriteria
pengujian taraf nyata sebesar 0,05; apabila nilai signifikasi < 5 % maka Ho ditolak
dan Ha diterima dan apabila nilai signifikasi > 5 % maka Ho diterima dan Ha
ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data
Statistik Deskriptif
Hasil uji statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Variabel
N
Mean
Min.
Maks.
KMA
126
3,29
3
5
PDKI
126
0,38
0,25
0,50
KI
126
44,12
5
81,04
KM
126
2,48
0,01
17,97
Dait
126
0,002
-0,023
0,019
168
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Tabel 3. Frekuensi Kualitas Auditor
KLA
Frekuensi
%
0
58
46
1
68
54
Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari
suatu data yang dilihat dari jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, dan
nilai rata-rata (mean) dari masing-masing variabel seperti komite audit, kualitas
auditor, komposisi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial serta discretionary accrual (DAit). Discretionary accrual
(DAit) perusahaan yang diukur menggunakan Modified Jones Model menghasilkan
nilai minimum sebesar -0,023 artinya perusahaan tersebut melakukan manajemen
laba dengan cara menurunkan laba, nilai maksimum sebesar 0,019 artinya
perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dengan menaikkan laba, nilai ratarata rata-rata sebesar 0,002. Nilai rata-rata DAit minimum menunjukkan kondisi
secara umum dari perusahaan sampel yang melakukan manajemen laba dengan cara
memaksimalkan labanya.
Variabel komite audit mempunyai nilai minimum 3, nilai maksimum 5 dan
rata-rata sebesar 3,29. Jumlah komite audit perusahaan yang menjadi sampel
penelitian sudah sesuai dengan peraturan Bapepam-LK No.IX.I.5 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Dalam peraturan
tersebut Emiten dan Perusahaan Publik diwajibkan membentuk Komite Audit yang
berjumlah sekurang-kurangnya tiga orang dimana salah satunya merupakan
Komisaris Independen Perusahaan dan bertindak sebagai ketua Komite Audit.
Kualitas audit mempunyai frekuensi 54% atau 68 perusahaan yang menggunakan
jasa KAP Big Four untuk mengaudit laporan keuangannya. Proporsi dewan
komisaris independen mempunyai nilai minimum 0,25, maksimum 0,50 dan rata-rata
0,38. Jumlah anggota dewan komisaris independen perusahaan yang dijadikan
sampel juga sudah sesuai dengan peraturan dari Bapepam yang mewajibkan
sekurang-kurangnya 30% dari Dewan Komisaris adalah komisaris independen.
Kepemilikan institusional mempunyai nilai minimum 5%, nilai maksimum 81,04%,
169
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
nilai rata-rata 44,12%. Kepemilikan manajerial mempunyai nilai minimum 0,01%,
nilai maksimum 17,97%, nilai rata-rata 2,48%.
Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas dengan uji statistik non-parametik kolmogorov smirnov
menunjukkan bahwa besarnya nilai Kolmogorov-smirnov adalah 0,896 > 0,05. Hal
ini berarti data residual terdistribusi normal dan model regresi layak untuk dipakai
dalam penelitian ini. Uji multikolinieritas diketahui bahwa nilai tolerance value
variabel KMADT, KLADT, PDKI, KI, KM secara berturut-turut adalah sebesar
0,841; 0,735; 0,866; 0,805; 0,730 dan nilai VIF variabel KMADT, KLADT, PDKI,
KI, KM secara berturut-turut adalah sebesar 1,190; 1,361; 1,155; 1,242; 1,369.
Dengan demikian dinyatakan bahwa variabel independen bersifat orthogonal atau
tidak terjadi korelasi satu sama lain, karena mempunyai tolerance value > 0,10 dan
nilai VIF < 10.
Uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel
independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai
Absolut Un (AbsUn). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat
kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya
heterokedastisitas.
Uji autokorelasi diketahui nilai Durbin Watson 1,829. Nilai ini kemudian
dibandingkan dengan nilai kepercayaan 5% dengan jumlah sampel n sebanyak 126
perusahaan dan jumlah variabel yang mempengaruhi ada 5, maka didapat nilai Du
1,802. Karena dU < DW < (4 – dU) atau 1,802 < 1,841 < 2,198, maka dapat
disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
Setelah uji asumsi klasik dilakukan, tidak terdapat penyimpangan terhadap
uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas, dan
autokorelasi.
170
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis maka analisis statistik yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis
Variabel
KMADT
KLADT
PDKI
KI
KM
Beta
-0,001
0,001
-0,033
8,6 x 10-5
0,0001
T
-0,915
0,873
-3,160
2,746
0,612
Sig
0,362
0,384
0,002
0,007
0,541
Persamaan regresi:
DAit = 0,014 – 0,001 KMA + 0,001 KLA – 0,033 PDKI + 8,6 x 10-5 KI +
0,0001 KM + ε
Koefisien Determinasi
Besarnya nilai adjusted R2 sebesar 0,063 yang berarti variabilitas variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 6,3%,
sedangkan sisanya 93,7% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan
dalam model regresi.
Pembahasan
Komite audit terhadap manajemen laba
Hipotesis pertama (H1) adalah komite audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji
t variabel KMADT (Komite audit) adalah 0,362>0,05 H1 ditolak. Sehingga dapat
diartikan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin
(2012) dan Lin, Hutchinson dan Percy (2009) yang menyatakan komite audit tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba. Perusahaan yang memiliki jumlah komite
audit lebih banyak bukan berarti manajemen labanya semakin berkurang. Hal ini
disebabkan jumlah komite audit yang berasal dari luar perusahaan tidak bisa
menegakkan good corporate governance, tetapi komite audit ini dibentuk untuk
171
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
memenuhi regulasi (Novrianto, 2008). Keberadaan komite audit juga tidak dapat
menjalankan tugasnya untuk memonitor dan mengawasi pelaporan keuangan
sehingga manajemen laba gagal untuk dideteksi. Sebagai contoh PT Gudang Garam
yang memiliki jumlah anggota komite audit lebih banyak (5 orang) dari PT Duta
Pertiwi Nusantara pada tahun 2009 (3 orang). Pada tahun tersebut PT Gudang Garam
melakukan manajemen laba sebesar 0,00630, sedangkan PT Duta Pertiwi Nusantara
melakukan manajemen laba sebesar 0,00123. Data tersebut membuktikan bahwa
perusahaan yang memiliki jumlah anggota komite audit yang lebih banyak juga
masih melakukan manajemen laba.
Kualitas auditor terhadap manajemen laba
Hipotesis kedua (H2) adalah kualitas audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji
t variabel KLADT (Kualitas Auditor) adalah 0,384>0,05 H2 ditolak. Sehingga dapat
diartikan bahwa kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Veronica dan Utama (2005) yang menemukan tidak adanya pengaruh yang
signifikan antara kualitas auditor dengan manajemen laba. Perusahaan yang diaudit
oleh KAP Big Four tidak menjadi jaminan akan melakukan manajemen laba pada
tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan keberadaan auditor Big Four bukan untuk
mengurangi manajemen laba, tetapi lebih kepada peningkatan kredibilitas laporan
keuangan dengan mengurangi gangguan yang ada didalamnya sehingga bisa
menghasilkan laporan keuangan yang lebih handal (Cahyonowati, 2006 dalam
Christiani , 2014).
Hal ini juga bisa dilihat pada hasil perhitungan manajemen laba perusahaan
yang diaudit oleh Big Four dan Non Big Four , perusahaan yang diaudit oleh Big
Four juga cenderung melakukan manajemen laba yang nilainya tidak jauh berbeda
dengan perusahaan yang diaudit oleh Non Big Four . Salah satu contohnya adalah PT
AKR Corporindo tahun 2010 diaudit oleh KAP Big Four melakukan manajemen
laba sebesar 0,00579, sedangkan PT Budi Starch & Sweetener yang diaudit oleh
KAP Non Big Four manajemen laba yang dilakukan sebesar 0,00653. Ini
172
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
membuktikan bahwa kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap perusahaan untuk
tidak melakukan manajemen laba.
Proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba
Hipotesis ketiga (H3) adalah proporsi dewan komisaris independen
perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari hasil pengujian
analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji t variabel PDKI (Proporsi Dewan
Komisaris Independen) adalah sebesar 0,002
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP MANAJEMEN LABA
Sitaweni Nugraheni
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
Yeterina Widi Nugrahanti
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
Hans Hananto Andreas
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the influence of corporate governance
mechanisms on earnings management. The mechanisms of corporate governance in
this study are committee of audit, auditors’ quality, proportion of independent board
of commissioners, institutional ownership, and managerial ownership. This study
employs 135 manufacturing companies which are listed in Indonesia Stock
Exchange and it applies the purposive sampling method in determining the samples.
The period of this study is within 2009 – 2013. The analysis method which is used in
this study is the multiple linear regression with the version 16.0 of SPSS. The result
shows that committee of audit, auditors’ quality, and managerial ownership are not
influential toward the earnings management. The proportion of independent board
of commissioners is influential toward the earnings management, whereas the
institutional ownership is positively influential toward the earnings management.
Keywords: Corporate Governance Mechanisms, Earnings Management
PENDAHULUAN
Laporan keuangan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah
perusahaan karena mencerminkan kondisi perusahaan. Laporan keuangan juga
digunakan oleh pihak eksternal perusahaan (investor) dalam mengambil keputusan.
Selain itu laporan keuangan merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan apa
yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik. Laporan keuangan yang
lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (SAK No 1 Paragraf 7). Di dalam
153
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
laporan keuangan yang biasanya dijadikan parameter utama adalah besarnya laba
perusahaan.
Di dalam perusahaan sering kali terjadi perbedaan kepentingan antara pihak
manajemen dalam pembuatan laporan keuangan dengan para investor yang akan
menggunakan laporan keuangan tersebut. Perbedaan kepentingan antara pihak
manajer (principal) dan investor (agent) ini sesuai dengan teori agensi. Jensen dan
Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori
ketidaksamaan kepentingan antara principal dan agent. Principal mengharapkan
return yang tinggi sedangkan agent mengharapkan kompensasi yang tinggi.
Melihat perbedaan kepentingan yang terjadi dalam perusahaan sering kali
laba dalam laporan keuangan menjadi sasaran oleh pihak manajemen untuk
melakukan manajemen laba. Manajemen laba dilakukan oleh pihak perusahaan
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Manajemen laba adalah tindakan
manajer yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi
tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau
penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang (Fischer dan Rozenzwig,
1995 dalam Agustin, 2012). Manajemen laba dapat dipandang sebagai hal yang
positif apabila memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan banyaknya investor
yang menaruh modal di perusahaan. Manajemen laba dipandang negatif apabila
digunakan oleh pihak manajer untuk mendapatkan bonus, kenaikan jabatan sehingga
hal ini dapat merugikan perusahaan.
Salah satu cara yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk mengendalikan
terjadinya manajemen laba dan meminimalisasi konflik keagenan adalah dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik. Corporate governance merupakan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus
(pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka atau dengan kata lain corporate governance merupakan suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2001). Untuk
menerapkan corporate governance maka diperlukan suatu cara atau metoda yang
disebut
dengan
mekanisme
corporate
governance.
Mekanisme
corporate
154
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
governance yang biasanya digunakan adalah dewan komisaris termasuk komite-
komite di bawahnya, dewan direksi, manajemen, dan para pemegang saham (Fama,
1980; dan Fama dan Jensen, 1983 dalam Setiyanto, 2012). Menurut Guna dan
Herawaty (2010) kualitas auditor dan komite audit juga menjadi indikator dalam
mekamisme corporate governance. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional juga mampu untuk menjadi indikator dalam mekanisme corporate
governance (Muid, 2009). Kajian mengenai corporate governance meningkat
dengan pesat seiring dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar seperti
kasus Enron, Merck, World Com dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat
(Cornett, Marcuss, Saunders dan Tehranian, 2006). Selain itu, di Indonesia juga
terjadi hal serupa, seperti PT Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk yang disebabkan
kecurangan laporan keuangan yang secara langsung maupun tidak langsung
mengarah pada profesi akuntan (Boediono, 2005). Salah satu penyebab kondisi ini
adalah kurangnya penerapan corporate governance. Bukti menunjukkan lemahnya
praktik corporate governance di Indonesia mengarah pada defisiensi pembuatan
keputusan dalam perusahaan dan tindakan perusahaan (Alijoyo et al., 2004; dalam
Nasution dan Setiawan, 2007).
Penelitian tentang mekanisme corporate governance sering dikaitkan dengan
manajemen laba. Cornett et al. (2006) menemukan bahwa kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap manajemen laba; kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba; proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh terhadap manajemen laba; jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba. Setiyanto (2012) menemukan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba; proporsi dewan komisaris
independen berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba;
komite audit
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Boediono (2005, dalam Indriastuti,
2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
dan komposisi dewan komisaris memberikan pengaruh positif terhadap manajeman
laba. Nasution dan Setiawan (2007, dalam Indriastuti, 2012) juga menyatakan hal
yang berbeda bahwa komposisi dewan komisaris dan komite audit berpengaruh
155
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
negatif, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen
laba di perbankan.
Indriastuti (2012) meneliti tentang kualitas auditor dan corporate governance
terhadap manajemen laba dengan objek perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa variabel yang
memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba adalah kualitas auditor. Variabel
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif. Variabel
proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif.
Penelitian
ini
merupakan
penggabungan
dari
penelitian-penelitian
sebelumnya. Dalam penelitian ini menggabungkan variabel-variabel mekanisme
corporate governance seperti komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan
komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilkan manajerial. Selain
itu penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian.
Alasan diambilnya perusahaan manufaktur perusahaan manufaktur mempunyai
banyak sekali sektor apabila dibanding dengan perusahaan jenis lain yaitu sebanyak
19 sektor (55%) dari jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hal
ini menyebabkan banyak terjadi persaingan, dan hal ini akan mendorong perusahaan
untuk melakukan manajemen laba agar terlihat lebih baik dari perusahaan pesaing.
Menurut Na’im dan Hartono (1996) model akrual tidak cocok untuk perusahaan non
manufaktur. Tahun penelitian yang akan diteliti adalah 2009-2013.
Tujuan penelitian ini peneliti ingin mengetahui pengaruh mekanisme
corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang
listing di Bursa Efek Indonesia, dimana indikator mekanisme corporate governance
yang digunakan adalah komite audit, kulitas auditor, proporsi dewan komisaris
independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi investor karena investor dapat mengetahui
pengaruh mekanisme corporate governance dalam perusahaan terhadap manajemen
laba sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini juga
diharapakan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan agar perusahaan semakin
memahami pentingnya mekanisme corporate governance dalam perusahaannya
sehingga manajemen laba yang dilakukan dapat terkendali.
156
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
KAJIAN TEORI, KAJIAN EMPIRIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan
merupakan teori ketidaksamaan kepentingan antara principal dan agent. Pemilik
mengharapkan return yang tinggi dari investasi yang mereka tanamkan pada
perusahaan. Sedangkan manajemen mengharapkan kompensasi yang tinggi dan
dipenuhinya kebutuhan psikologis mereka. Hal ini menyebabkan timbul konflik
antara manajemen dengan pemilik karena masing-masing akan memenuhi
kepentingannya sendiri (opportunistic behavioral). Teori agensi mengasumsikan
bahwa agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal. Hal ini
dikarenakan principal tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan agen secara
terus-menerus dan berkala. Karena principal tidak memiliki informasi yang cukup
mengenai kinerja agen, maka principal tidak pernah dapat merasa pasti bagaimana
usaha agent memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Sehingga teori
agensi ini bisa memicu pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba dan
menimbulkan konflik antara pihak principal dan agent. Konflik ini yang kemudian
dapat memicu biaya agensi (Indriastuti, 2012). Jensen dan Meckling (1976)
mengidentifikasi biaya keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) the monitoring
expenditure by principal adalah biaya pengawasan yang harus dikeluarkan olek
pemilik, (2) the bonding cost adalah biaya yang harus dikeluarkan akibat
pemonitoran yang harus dikeluarkan principal (pemilik) kepada agent, (3) the
residual cost adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran principal
(pemilik) karena perbedaan keputusan antara principal (pemilik) dan agent.
Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan tindakan manajemen yang dapat mempengaruhi
angka laba yang dilaporkan. Manajemen laba timbul sebagai dampak dari
penggunaan akuntansi sebagai salah satu komunikasi antara pihak-pihak yang
berkepentingan dan kelemahan inheren yang ada pada akuntansi yang menyebabkan
adanya judgement (Setiawati , 2002; dalam Guna dan Herawaty, 2010). Davidson
(1987) dalam Guna dan Herawaty (2010) menyatakan manajemen laba sebagai
proses dilakukannya langkah-langkah yang disengaja dalam batasan prinsip-prinsip
157
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
akuntansi untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan. Manajemen laba
diukur dengan menggunakan proksi discretionary accruals yang diukur dengan
menggunakan model Jones (1991). Discretionary accruals komponen akrual yang
memungkinkan manajer untuk melakukan intervensi dalam proses penyusunan
laporan keuangan, sehingga laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak
mencerminkan nilai atau kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Discretionary
accruals menggunakan komponen akrual dalam mengatur laba karena komponen
akrual tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga dalam mempermainkan
komponen akrual tidak disertai kas yang diterima/dikeluarkan (Sulistyanto, 2008
dalam Indriastuti, 2012). Komponen discretionary accruals diantaranya terdiri dari
penilaian piutang, pengakuan biaya garansi, dan aset modal (Guna dan Herawaty,
2010).
Menurut Scott (2003:411) beberapa motivasi yang mendorong manajer
perusahaan untuk melakukan manajemen laba yaitu:
1. Bonus scheme; Adanya asimetri informasi antara manajer dengan investor
berkenaan dengan laba bersih yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan,
dimana pihak manajer mempunyai informasi lebih sebelum dilaporkan dalam
laporan keuangan sedangkan pihak luar dan investor tidak bisa mengetahui
sampai mereka membaca laporan keuangan tersebut.
2. Debt covenant; Kontrak jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian
yang dibuat antara kreditor dan debitur dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan kreditor atas tindakan-tindakan yang dilakukan manajer perusahaan.
3. Political Motivation. Adanya aspek politis tidak dapat dipisahkan dari
operasional suatu perusahaan, khususnya perusahaan dalam skala besar dan
industri strategis yang aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak.
4. Taxation Motivation. Masalah perpajakan merupakan salah satu alasan mengapa
pihak manajemen perusahaan berusaha mengurangi tingkat laba bersih yang
dilaporkan agar nilai pajak yang harus ditanggung dapat diperkecil.
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer). Adanya pergantian CEO biasanya
diikuti dengan fenomena manajemen laba dimana seorang CEO yang mendekati
158
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
masa akhir jabatannya biasanya berusaha memaksimalkan laba yang dilaporkan
agar tingkat bonus yang mereka terima bisa lebih tinggi.
6. Initial Public Offerings (IPO). Perusahaan yang melakukan penawaran saham
untuk pertama kalinya biasanya dihadapkan pada masalah penentuan harga
saham yang ditawarkan, karena perusahaan tersebut belum mempunyai harga
pasar.
7. Mengkomunikasikan informasi pada Investor. Informasi mengenai kinerja
perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu
disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja
yang baik.
Mekanisme Corporate Governance
Cadbury (1992, dalam Wulandari, 2006) mengungkapkan bahwa corporate
governance merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan atau mengawasi
perusahaan. Di dalam sistem corporate governance terdapat sebuah mekanisme
yaitu mekanisme corporate governance. Mekanisme corporate governance
merupakan aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang
mengambil keputusan dengan pihak yang yang akan melakukan kontrol
(pengawasan) terhadap keputusan tersebut yang akan menjamin dan mengawasi
berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi (Syakhroza, 2005). Menurut
Wals dan Seward (1990) dan World Bank (1999, dalam Mai, 2010) mekanisme
pengendalian corporate governance dibagi menjadi dua, yaitu mekanisme internal
dan eksternal. Mekanisme eksternal antara lain terdiri dari pasar modal, pemberi
dana, konsumen, regulator (Grossman dan Hart, 1982; dan Fama dan Jensen, 1983
dalam Panggabean dan Darsono, 2011). Mekanisme internal antara lain terdiri dari:
dewan komisaris termasuk komite-komite di bawahnya, dewan direksi, manajemen,
dan para pemegang saham
(Fama, 1980; dan Fama dan Jensen, 1983; dalam
Panggabean dan Darsono, 2011).
159
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Pengembangan Hipotesis
Komite Audit dan Manajemen Laba
Komite audit sesuai dengan Kep. 29/PM/2004 adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Komite audit memiliki tanggung jawab pengawasan untuk proses pelaporan
keuangan perusahaan dan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kredibilitas
laporan keuangan yang diaudit (Panggabean dan Darsono, 2011). Komite audit
berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba (Putri, 2011). Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiyanto (2012) menemukan
komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Komite audit merupakan bagian dari dewan komisaris yang membantu
dewan komisaris dalam tugas pengawasan terhadap laporan keuangan perusahaan.
Komite audit juga dapat berfungsi sebagai penghubung antara pemegang saham dan
dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam hal pengendalian internal
perusahaan. Jika di dalam perusahaan jumlah anggota komite auditnya lebih banyak
maka manajemen laba akan semakin berkurang karena semakin banyak yang
mengawasi proses pelaporan keuangan. Keberadaan komite audit dianggap akan bisa
mengurangi agency problem dalam perusahaan, tetapi akan menambah agency cost
perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H1 : Jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Kualitas Auditor dan Manajemen Laba
Kepastian mengenai relevansi dan keandalan dari laporan keuangan
perusahaan sangat diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil
suatu keputusan bisnis (Mayangsari, 2003 dalam Guna dan Herawaty, 2010).
Indriastuti (2012) menemukan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba, hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Panggabean
dan Darsono (2011). Kualitas auditor dalam penelitian ini diukur dengan ukuran
KAP, dengan asumsi hasil yang dikeluarkan oleh KAP akan berpengaruh pada
kualitas laporan keuangan perusahaan. Auditor yang bekerja di KAP Big Four
dianggap lebih berkualitas karena auditor tersebut telah dibekali dengan berbagai
160
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
macam pelatihan, pengalaman, dan prosedur audit jika dibandingkan dengan KAP
yang non Big Four. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four akan melakukan
manajemen laba pada tingkat yang rendah karena KAP Big Four mampu untuk
melaksanakan tugasnya yaitu untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan
perusahaan sehingga manajemen laba dalam perusahaan akan semakin berkurang.
Tugas lainnya adalah untuk mendeteksi laporan keuangan apakah sudah sesuai
dengan standar. Keberadaan KAP Big Four dalam perusahaan akan menambah
agency cost dalam perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang
diajukan sebagai berikut:
H2 : Kualitas Auditor berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Proporsi Dewan Komisaris Independen perusahaan dan Manajemen Laba
Komisaris independen adalah anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan
manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali,
serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi
kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi
kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance
2004 dalam Guna dan Herawaty, 2010). Dewan komisaris tidak memiliki otoritas
dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan
informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris (NCCG, 2001). Selain
mensupervisi dan memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 40
Tahun 2007, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam
NCCG, 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung
jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan
sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance.
Wedari (2004) dan Nasution dan Setiawan (2007) dalam Indriastuti (2012)
yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berhubungan negatif
dengan manajemen laba. Jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan
pengawasan maka manajemen laba yang mungkin dilakukan perusahaan akan
semakin rendah karena pihak independen perusahaan akan lebih objektif dalam
pengawasan pelaporan keuangan. Keberadaan dewan komisaris independen
161
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
perusahaan juga sebagai wakil dari para pemegang saham yang juga menginginkan
informasi yang benar dalam perusahaan tersebut. Semakin banyak dewan komisaris
independen dalam perusahaan maka agency cost yang dikeluarkan perusahaan akan
semakin tinggi. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai
berikut:
H3 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen
laba.
Kemilikan Institusional dan Manajemen Laba
Kepemilikan Institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment
banking, (Siregar dan Utama, 2005; dalam Guna dan Herawaty, 2010). Indriastuti
(2012) memperoleh hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Investor mengharapkan informasi yang akurat dari
perusahaan, sedangkan manajer perusahaan menginginkan kompensasi dan bonus
atas hasil kerjanya untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya.
Cornett et al. (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan
oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih
memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan, sehingga akan mengurangi
perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Kepemilikan institusional
dapat mengurangi tingkat insentif manajemen untuk meningkatkan kesejahteraannya
sendiri melalui pengawasan yang intens sehingga dapat menekan perilaku
manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen (SY dan Hidayati, 2012). Sebagian
saham terbesar perusahaan berada di pihak institusional jadi pihak institusional akan
melakukan pengawasan yang kuat terhdap pelaporan keuangan perusahaan untuk
menekan terjadinya manajemen laba.
Shiller dan Pound (1989, dalam Rupilu, 2011) menjelaskan bahwa investor
institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi
dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi
investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan
tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer.
162
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Kepemilikan institusional yang tinggi dalam perusahaan akan mengurangi agency
problem dalam perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan
sebagai berikut:
H4 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen
perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh
manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007; dalam Sabrina, 2010). Kepemilikan
manajerial diharapkan dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara
pemegang saham luar dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976).
Warfield et al. (1995, dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menemukan
adanya pengaruh negatif antara kepemilikan manajerial dan discretionary accruals
sebagai ukuran dari manajemen laba. Midiastuty dan Mahfoedz (2003, dalam
Indriastuti, 2012) bahwa kepemilikan manajerial dengan manajemen laba
berpengaruh negatif. Artinya, jika proporsi kepemilikan manajerial bertambah
banyak maka manajemen laba akan semakin turun. Hal ini bisa terjadi karena ada
motivasi dari manajer pemegang saham perusahaan untuk mendapatkan dividen
yang tinggi dari saham yang diinvestasikannya dibandingkan mendapat gaji.
Selain itu manajer akan melakukan kerja yang benar karena jika
perusahaannya terbukti melakukan manajemen laba maka harga saham yang dia
tanamkan di perusahaannya akan turun. Secara teoritis ketika kepemilikan
manajerial tinggi, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku
opportunistik manajer akan menurun (Muid, 2009). Sehingga dengan hal ini manajer
akan melakukan pengawasan terhadap manajemen laba perusahaan. Kepemilikan
manajerial yang tinggi dalam perusahaan akan mengurangi agency problem dalam
perusahaan. Berdasar uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
H5 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
163
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2013.
Penentuan sampel perusahaan dengan metode purposive sampling dengan kriteria
sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2013
dan menerbitkan annual report dari tahun 2009-2013; (2) Memiliki data mengenai
komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial. Berikut adalah langkah dalam pemilihan
sampel penelitian yang digunakan:
Tabel 1. Sampel Penelitian
Perusahaan yang listing dan mempunyai annual report dari tahun 2009-2013
Yang tidak mempunyai data variabel komite audit, kualitas auditor, proporsi
dewan
komisaris
independen,
kepemilikan
institusional,
680
(545)
kepemilikan
manajerial
Yang mempunyai data variabel komite audit, kualitas auditor, proporsi dewan
135
komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial
Data Outlier
(9)
Sampel penelitian
126
Sumber: Data sekunder yang diolah (2015)
Data outlier diperoleh dengan menggunakan casewise diagnostic dalam SPSS.
Setelah data outlier disingkirkan maka didapatkan daftar perusahaan yang terpilih
untuk dijadikan sampel penelitian.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil
dari laporan tahunan perusahaan dari tahun 2009-2013 yang diperoleh dari situs
resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.com) dan Indonesian Capital Market
Directory (ICMD).
164
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Definsi Operasional dan Pengukuran Variabel
Komite Audit
Komite audit dalam penelitian ini diukur dari jumlah anggota komite audit yang
terdapat pada perusahaan dalam annual report (Agustin, 2012).
Kualitas Auditor
Kualitas auditor diukur dengan skala nominal melalui variabel dummy. Angka 1
digunakan untuk mewakili perusahaan yang diaudit oleh KAP big four dan angka 0
digunakan untuk mewakili perusahaan yang diaudit oleh KAP non big four
(Indriastuti, 2012).
Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dalam penelitian ini proporsi dewan komisaris independen diukur menggunakan
presentase antara jumlah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan
dengan seluruh anggota dewan komisaris perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).
PDKI =
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur menggunakan presentase
antara jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi terkait dengan total
modal saham yang beredar di perusahaan (Guna dan Herawaty, 2010).
KI =
Kepemilikan Manjerial
Kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur menggunakan presentase
antara jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan
terkait dengan total modal saham yang beredar di perusahaan (Indriastuti, 2012).
KM =
165
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Manajemen Laba
Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan discretionary
accruals yang dihitung dengan model Jones yang dimodifikasi, karena model ini
dianggap lebih baik di antara model lain untuk mengukur manajemen laba.
Kelebihannya, model ini memecah total akrual menjadi empat komponen utama
akrual, yaitu discretionary current accrual, discretionary long term accrual dan
nondiscretionary long
term
accruals.
Discretionary current
accrual
dan
nondiscretionary current accrual merupakan akrual yang berasal dari aktiva lancar.
Sedangkan discretionary long term accrual dan nondiscretionary long term accruals
merupakan akrual dari aktiva tidak lancar (Aryani, 2011).
Penggunaan discretionary accrual sebagai proksi manajemen laba dihitung
dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow, Sloan dan Sweeney, 1995):
TAC = Nit– CFOit.……………………………………………….…....…...(1)
Nilai Total Accrual (TA) yang diestimasi dengan persaman regresi OLS:
TAit/Ait-1= β1(1 / Ait-1) + β2(ΔRevt/ Ait-1) + β3(PPEt/ Ait-1) + e…………...(2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai Non Discretionary Accruals
(NDA), dapat dihitung dengan rumus:
NDAit= β1(1 / Ait-1) + β2(ΔRevt/ Ait-1 - ΔRect/ Ait-1) + β3(PPEt/ Ait-1)…...(3)
Selanjutnya Discretionary Accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit= TAit / Ait-1– NDAit..……………..………….…..……..…………....(4)
Keterangan:
DAit
= Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
TAit
= Total akrual perusahaan i pada periode ke t
Nit
= Laba bersih perusahaan i pada periode ke-t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t
Ait-1
= Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
PPEt
= Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
e
= error
166
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang
dibentuk dari variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat
dilakukan dengan uji
Kolmogorov-smirnov. Menurut Ghozali (2005), bahwa
distribusi data dapat dilihat dengan membandingkan Z hitung dengan Tabel Z
dengan kriteria jika nilai probabilitas (Kolmogorov Smirnov) > taraf signifikansi 5
% (0,05), maka distribusi data dikatakan normal.
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi
terdapat korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam regresi adalah melihat tolerance value dan Varian
Inflation
Factor
(VIF),
suatu
model
regresi
yang bebas
dari
masalah
multikolonieritas apabila mempunyai tolerance value > 0,10 dan nilai VIF < 10.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model
regresi yang baik adalah homoskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas adalah dengan uji Glejser , jika probabilitas signifikan > 0,05,
maka model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas.
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
berganda ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan
penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
terdapat problem autokorelasi. Autokorelasi timbul karena obsevasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi.
167
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Analisis Regresi Linear Berganda
Uji regresi bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabelvariabel independen terhadap variabel dependen. Model yang dikembangkan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
DAit= βo + β1KMADT + β2KLADT + β3PDKI + β4KI + β5KM + e
Keterangan:
βo
= Konstanta
β1 - β5
= Koefisien Regresi
KMADT
= Komite Audit
KLADT
= Kualitas Auditor
PDKI
= Proporsi Dewan Komisaris Independen
KI
= Kepemilikan Institusional
KM
= Kepemilikan Manajerial
Uji Hipotesis
Pengujian Koefisien Regresi (Uji t), pengujian ini untuk mengetahui apakah
variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel
terikat. Kriteria
pengujian taraf nyata sebesar 0,05; apabila nilai signifikasi < 5 % maka Ho ditolak
dan Ha diterima dan apabila nilai signifikasi > 5 % maka Ho diterima dan Ha
ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Data
Statistik Deskriptif
Hasil uji statistik deskriptif dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Variabel
N
Mean
Min.
Maks.
KMA
126
3,29
3
5
PDKI
126
0,38
0,25
0,50
KI
126
44,12
5
81,04
KM
126
2,48
0,01
17,97
Dait
126
0,002
-0,023
0,019
168
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Tabel 3. Frekuensi Kualitas Auditor
KLA
Frekuensi
%
0
58
46
1
68
54
Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari
suatu data yang dilihat dari jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, dan
nilai rata-rata (mean) dari masing-masing variabel seperti komite audit, kualitas
auditor, komposisi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial serta discretionary accrual (DAit). Discretionary accrual
(DAit) perusahaan yang diukur menggunakan Modified Jones Model menghasilkan
nilai minimum sebesar -0,023 artinya perusahaan tersebut melakukan manajemen
laba dengan cara menurunkan laba, nilai maksimum sebesar 0,019 artinya
perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dengan menaikkan laba, nilai ratarata rata-rata sebesar 0,002. Nilai rata-rata DAit minimum menunjukkan kondisi
secara umum dari perusahaan sampel yang melakukan manajemen laba dengan cara
memaksimalkan labanya.
Variabel komite audit mempunyai nilai minimum 3, nilai maksimum 5 dan
rata-rata sebesar 3,29. Jumlah komite audit perusahaan yang menjadi sampel
penelitian sudah sesuai dengan peraturan Bapepam-LK No.IX.I.5 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Dalam peraturan
tersebut Emiten dan Perusahaan Publik diwajibkan membentuk Komite Audit yang
berjumlah sekurang-kurangnya tiga orang dimana salah satunya merupakan
Komisaris Independen Perusahaan dan bertindak sebagai ketua Komite Audit.
Kualitas audit mempunyai frekuensi 54% atau 68 perusahaan yang menggunakan
jasa KAP Big Four untuk mengaudit laporan keuangannya. Proporsi dewan
komisaris independen mempunyai nilai minimum 0,25, maksimum 0,50 dan rata-rata
0,38. Jumlah anggota dewan komisaris independen perusahaan yang dijadikan
sampel juga sudah sesuai dengan peraturan dari Bapepam yang mewajibkan
sekurang-kurangnya 30% dari Dewan Komisaris adalah komisaris independen.
Kepemilikan institusional mempunyai nilai minimum 5%, nilai maksimum 81,04%,
169
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
nilai rata-rata 44,12%. Kepemilikan manajerial mempunyai nilai minimum 0,01%,
nilai maksimum 17,97%, nilai rata-rata 2,48%.
Uji Asumsi Klasik
Uji normalitas dengan uji statistik non-parametik kolmogorov smirnov
menunjukkan bahwa besarnya nilai Kolmogorov-smirnov adalah 0,896 > 0,05. Hal
ini berarti data residual terdistribusi normal dan model regresi layak untuk dipakai
dalam penelitian ini. Uji multikolinieritas diketahui bahwa nilai tolerance value
variabel KMADT, KLADT, PDKI, KI, KM secara berturut-turut adalah sebesar
0,841; 0,735; 0,866; 0,805; 0,730 dan nilai VIF variabel KMADT, KLADT, PDKI,
KI, KM secara berturut-turut adalah sebesar 1,190; 1,361; 1,155; 1,242; 1,369.
Dengan demikian dinyatakan bahwa variabel independen bersifat orthogonal atau
tidak terjadi korelasi satu sama lain, karena mempunyai tolerance value > 0,10 dan
nilai VIF < 10.
Uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel
independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai
Absolut Un (AbsUn). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat
kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya
heterokedastisitas.
Uji autokorelasi diketahui nilai Durbin Watson 1,829. Nilai ini kemudian
dibandingkan dengan nilai kepercayaan 5% dengan jumlah sampel n sebanyak 126
perusahaan dan jumlah variabel yang mempengaruhi ada 5, maka didapat nilai Du
1,802. Karena dU < DW < (4 – dU) atau 1,802 < 1,841 < 2,198, maka dapat
disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
Setelah uji asumsi klasik dilakukan, tidak terdapat penyimpangan terhadap
uji asumsi klasik, yaitu uji normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas, dan
autokorelasi.
170
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis maka analisis statistik yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis
Variabel
KMADT
KLADT
PDKI
KI
KM
Beta
-0,001
0,001
-0,033
8,6 x 10-5
0,0001
T
-0,915
0,873
-3,160
2,746
0,612
Sig
0,362
0,384
0,002
0,007
0,541
Persamaan regresi:
DAit = 0,014 – 0,001 KMA + 0,001 KLA – 0,033 PDKI + 8,6 x 10-5 KI +
0,0001 KM + ε
Koefisien Determinasi
Besarnya nilai adjusted R2 sebesar 0,063 yang berarti variabilitas variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 6,3%,
sedangkan sisanya 93,7% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan
dalam model regresi.
Pembahasan
Komite audit terhadap manajemen laba
Hipotesis pertama (H1) adalah komite audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji
t variabel KMADT (Komite audit) adalah 0,362>0,05 H1 ditolak. Sehingga dapat
diartikan bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin
(2012) dan Lin, Hutchinson dan Percy (2009) yang menyatakan komite audit tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba. Perusahaan yang memiliki jumlah komite
audit lebih banyak bukan berarti manajemen labanya semakin berkurang. Hal ini
disebabkan jumlah komite audit yang berasal dari luar perusahaan tidak bisa
menegakkan good corporate governance, tetapi komite audit ini dibentuk untuk
171
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
memenuhi regulasi (Novrianto, 2008). Keberadaan komite audit juga tidak dapat
menjalankan tugasnya untuk memonitor dan mengawasi pelaporan keuangan
sehingga manajemen laba gagal untuk dideteksi. Sebagai contoh PT Gudang Garam
yang memiliki jumlah anggota komite audit lebih banyak (5 orang) dari PT Duta
Pertiwi Nusantara pada tahun 2009 (3 orang). Pada tahun tersebut PT Gudang Garam
melakukan manajemen laba sebesar 0,00630, sedangkan PT Duta Pertiwi Nusantara
melakukan manajemen laba sebesar 0,00123. Data tersebut membuktikan bahwa
perusahaan yang memiliki jumlah anggota komite audit yang lebih banyak juga
masih melakukan manajemen laba.
Kualitas auditor terhadap manajemen laba
Hipotesis kedua (H2) adalah kualitas audit berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba. Dari hasil pengujian analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji
t variabel KLADT (Kualitas Auditor) adalah 0,384>0,05 H2 ditolak. Sehingga dapat
diartikan bahwa kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Veronica dan Utama (2005) yang menemukan tidak adanya pengaruh yang
signifikan antara kualitas auditor dengan manajemen laba. Perusahaan yang diaudit
oleh KAP Big Four tidak menjadi jaminan akan melakukan manajemen laba pada
tingkat yang rendah. Hal ini disebabkan keberadaan auditor Big Four bukan untuk
mengurangi manajemen laba, tetapi lebih kepada peningkatan kredibilitas laporan
keuangan dengan mengurangi gangguan yang ada didalamnya sehingga bisa
menghasilkan laporan keuangan yang lebih handal (Cahyonowati, 2006 dalam
Christiani , 2014).
Hal ini juga bisa dilihat pada hasil perhitungan manajemen laba perusahaan
yang diaudit oleh Big Four dan Non Big Four , perusahaan yang diaudit oleh Big
Four juga cenderung melakukan manajemen laba yang nilainya tidak jauh berbeda
dengan perusahaan yang diaudit oleh Non Big Four . Salah satu contohnya adalah PT
AKR Corporindo tahun 2010 diaudit oleh KAP Big Four melakukan manajemen
laba sebesar 0,00579, sedangkan PT Budi Starch & Sweetener yang diaudit oleh
KAP Non Big Four manajemen laba yang dilakukan sebesar 0,00653. Ini
172
ISSN NO : 1978-6522
The 8th NCFB and Doctoral Colloquium 2015
Towards a New Indonesia Business Architecture
Sub Tema: “Crisis Management: Key to Sustainable Business Development”
Fakultas Bisnis dan Pascasarjana UKWMS
membuktikan bahwa kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap perusahaan untuk
tidak melakukan manajemen laba.
Proporsi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba
Hipotesis ketiga (H3) adalah proporsi dewan komisaris independen
perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Dari hasil pengujian
analisis regresi diperoleh nilai signifikansi uji t variabel PDKI (Proporsi Dewan
Komisaris Independen) adalah sebesar 0,002