Analisis hukum Islam terhadap praktik ganti rugi pada proses borongan ikan laut di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK GANTI RUGI
PADA PROSES BORONGAN IKAN LAUT
DI KELURAHAN BRONDONG KECAMATAN BRONDONG
KABUPATEN LAMONGAN

SKRIPSI

Oleh:
Muhammad Arif Dwi Setiawan
NIM. C72213139

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)
Surabaya
2017

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK GANTI RUGI
PADA PROSES BORONGAN IKAN LAUT
DI KELURAHAN BRONDONG KECAMATAN BRONDONG

KABUPATEN LAMONGAN

SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh:
Muhammad Arif Dwi Setiawan
NIM. C72213139

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
2017

i


ABSTRAK
Skripsi ini yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Ganti
Rugi Pada Proses Borongan Ikan Laut Di Kelurahan Brondong Kecamatan
Brondong Kabupaten Lamongan‛, merupakan hasil penelitian lapangan.
Penelitian ini memiliki dua masalah yaitu: 1) Bagaimana praktik ganti rugi pada
proses borongan ikan laut di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan. 2) Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik
ganti rugi pada proses borongan ikan laut di Kelurahan Brondong Kecamatan
Brondong Kabupaten Lamongan.
Data penelitian ini dihimpun melalui wawancara dengan pihak nelayan dan
pemborong di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan,
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yakni
memaparkan keadaan objek penelitian sebagaimana keadaan sebenarnya
kemudian dianalisis kesesuaiannya dengan hukum Islam. Setelah itu diambil
kesimpulan dengan pola pikir deduktif, yakni yang bersifat umum kemudian
ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa praktik ganti rugi pada jual beli ikan
secara borongan yang berlokasi di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan tersebut ada yang menggunakan perjanjian dan ada yang

tanpa menggunakan perjanjian. Untuk transaksi yang menggunakan perjanjian
berisi jika setelah pembongkaran terdapat ketidaksesuaian ikan hasil tangkapan
nelayan yang diperoleh, maka pemborong dapat memilih antara melanjutkan
dengan meminta ganti rugi atau membatalkan transaksi. Sedangkan transaksi
tanpa perjanjian tidak menyebutkan adanya ganti rugi pada saat akad. Akan
tetapi pada transaksi tanpa perjanjian juga diminta ganti rugi sama halnya seperti
transaksi yang menggunakan perjanjian. Pada kedua transaksi tersebut samasama diminta balen untuk meminimalisir kerugian yang dialami oleh pemborong,
yang diminta setelah menjualbelikan ikan hasil tangkapan nelayan kepada pihak
ketiga. Untuk besarnya balen (ganti rugi) yaitu berdasarkan sukarela dari nelayan
atau sudah mematok besaran tertentu berdasarkan kadar kerugian, yang
jumlahnya maksimal 50% dari total kerugian yang dialami oleh pemborong.
Dalam hukum Islam praktik ganti rugi pada transaksi yang menggunakan
perjanjian diperbolehkan berdasarkan khiya>r syarat}, karena telah ada kesepakatan
dan kerelaan dari nelayan (penjual) dalam menanggung bersama kerugian yang
dialami oleh pemborong (pembeli). Sedangkan transaksi tanpa perjanjian, tidak
mensyaratkan kerugian ditanggung oleh kedua belah pihak, sehingga permintaan
ganti rugi tersebut batal demi hukum.
Sejalan dengan kesimpulan di atas maka disarankan: pertama, Hendaknya
antara pemborong dan nelayan terlebih dahulu melakukan perjanjian yang
menjadi persyaratan dalam jual beli, serta tetap menjaga kejujuran dan

keterbukaan agar terjalin hubungan jual beli yang baik. Kedua, Hendaknya
transaksi dilakukan setelah pembongkaran terhadap ikan hasil tangkapan
nelayan, agar pembeli dapat mengetahui secara pasti jumlah dan kualitas ikan
hasil tangkapan nelayan.

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................

iii


PENGESAHAN .............................................................................................

iv

ABSTRAK ......................................................................................................

v

KATA PENGANTAR ...................................................................................

vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

x


DAFTAR TRANLITERASI ..........................................................................

xi

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..........................................................................
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .............................................
C. Rumusan Masalah .....................................................................
D. Kajian Pustaka ..........................................................................
E. Tujuan Penelitian ......................................................................
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian .................................................
G. Definisi Operasional .................................................................
H. Metode Penelitian .....................................................................
I. Sistematika Pembahasan ..........................................................

1

6
7
7
10
10
10
12
16

KONSEP JUAL BELI DAN KHIYA>R
A. Jual Beli Dalam Islam ...............................................................
1. Pengertian Jual Beli ............................................................
2. Dasar Hukum Jual Beli .......................................................
3. Rukun dan Syarat Jual Beli ................................................
4. Macam-macam Jual Beli ....................................................
5. Gharar dalam Jual Beli .......................................................
6. Pendapat Ulama Tentang Jual Beli Borongan ...................
B. Khiya>r Dalam Jual Beli ............................................................
1. Pengertian Khiya>r ...............................................................
2. Dasar Hukum ......................................................................

3. Syarat dan Batalnya Khiya>r ...............................................
4. Macam-macam khiya>r ........................................................
5. Hikmah Khiya>r ...................................................................

18
18
19
21
25
27
29
32
32
34
35
37
43

viii


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III PRAKTIK GANTI RUGI PADA PROSES BORONGAN IKAN
LAUT DI KELURAHAN BRONDONG KECAMATAN
BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................
1. Kondisi geografis ................................................................
2. Keadaan demografis ...........................................................
B. Pelaksanaan Jual Beli Ikan Laut Secara Borongan di
Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten
Lamongan .................................................................................
1. Pemeriksaan ikan ................................................................
2. Cara menetapkan harga ......................................................
3. Perjanjian ............................................................................
4. Penyerahan ikan ..................................................................
5. Cara pembayaran ................................................................
C. Praktik Ganti Rugi Pada Proses Borongan Ikan Laut di
Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten
Lamongan .................................................................................
1. Praktik Ganti Rugi Pada Proses Borongan Ikan Laut di

Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten
Lamongan ...........................................................................
2. Latar Belakang Terjadinya Praktik Ganti Rugi Pada
Proses Borongan Ikan Laut di Kelurahan Brondong
Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan ....................
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK GANTI
RUGI PADA PROSES BORONGAN IKAN LAUT DI
KELURAHAN BRONDONG KECAMATAN BRONDONG
KABUPATEN LAMONGAN
A. Analisis Praktik Ganti Rugi pada Proses Borongan Ikan Laut
di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten
Lamongan...................................................................................
B. Analisis Hukum Islam terhadap Praktik Ganti Rugi pada
Proses Borongan Ikan Laut di Kelurahan Brondong
Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan ..........................
BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran .........................................................................................


45
45
46

49
49
50
50
50
51

51

51

55

57

60
67
68

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah penduduk Kelurahan Brondong ........................................

46

Tabel 1.2 Jenis pekerjaan Kelurahan Brondong ...........................................

47

Tabel 1.3 Agama masyarakat Kelurahan Brondong .....................................

47

Tabel 1.4 Pendidikan masyarakat Kelurahan Brondong ..............................

48

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan dalam melakukan
banyak hal, tetapi manusia tidak akan mampu melakukan segalanya sendiri.
Karena keterbatasan itulah manusia membutuhkan orang lain dalam
memenuhi kebutuhannya. Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya
merupakan amanah yang diberikan Allah, agar dipergunakan sebaik-baiknya
bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah
memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya. Petunjuk tersebut meliputi
segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak, maupun
syariah.1
Muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan
cara yang paling baik.2 Dalam bermuamalah manusia harus memperhatikan
aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah swt dan Rasul-Nya. Untuk
memenuhi kebutuhanya, manusia diberi kebebasan dalam berhubungan
dengan manusia lain, karena kebebasan merupakan unsur dasar manusia
dalam mengatur dirinya dalam memenuhi kebutuhan yang ada. Namun
kebebasaan manusia ini tidak berlaku mutlak, kebebasan itu dibatasi oleh
kebebasan manusia lain.
1

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001),
3.
2
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 2.

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Dalam

bermuamalah,

manusia

telah

diberi

keleluasaan

untuk

menjalankan kehidupan sosial, sekaligus merupakan dasar untuk membangun
sistem perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, ajaran muamalah
akan menahan manusia dari menghalalkan segala cara untuk mencari rezeki
(harta).3

Sesuai firman Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang

berbunyi:
      
Artinya : ‚Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba‛. (Q.S.
Al-Baqarah: 275)4
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa jual beli dalam Islam diperbolehkan,
manusia boleh mengembangkan akad jual beli sesuai dengan kebutuhannya.
asalkan dari kegiatan jual beli tersebut tidak terjerumus ke arah riba. Karena
Allah melarang adanya riba’.
Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui
hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, dari
pihak penjual maupun pihak pembeli. Berdasarkan ijma’ ulama’ hukum jual
beli adalah mubah.5 Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama
suka. Seperti yang sudah tercantum dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 29
Allah berfirman:

3

Abdul Rahmat Ghazaly Et Al, Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Gruop, 2010),
24.
4
Departemen Agama RI, Al -Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2010), 47.
5
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 114

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

            
              
Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu‛. (QS. An-Nisa’: 29).6
Dari ayat di atas sudah jelas bahwa dalam syariat Islam terdapat tata
cara jual beli yang wajib diikuti atau usaha perdagangan dengan tujuan
diantaranya adalah agar masyarakat terhindar dari unsur penipuan,
pemalsuan, dan berbagai aspek yang merugikan semua pihak. Upaya
kecurangan dalam jual beli bisa berbentuk eksploitasi, pemerasan, monopoli,
penimbunan maupun transaksi jual beli yang tidak dibenarkan dalam syariat
Islam.7 Dalam melaksanakan proses pemindahan hak milik suatu barang dari
seorang kepada orang lain harus menggunakan jalan yang terbaik yaitu
dengan jual beli.
Di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan
penduduknya banyak yang berprofesi sebagai nelayan. Hal itu sesuai dengan
kondisi geografis kelurahan Brondong yang terletak di sebelah utara
Kabupaten Lamongan yang berada di tepi laut jawa. Dari hasil laut yang
cukup melimpah menjadikan suatu bentuk transaksi dalam menjualbelikan
ikan laut hasil tangkapan nelayan.

6

Departemen Agama RI, Al -Qur’an dan Terjemahnya ..., 83.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Grafindo
Persada, 2003), 142.
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Dalam menjualbelikan ikan hasil tangkapan nelayan di Kelurahan
Brondong kegiatan jual beli terpusat di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Brondong. Adapun jual beli yang digunakan oleh mayoritas nelayan adalah
sistem borongan. Sistem jual beli ikan secara borongan yaitu jual beli ikan
hasil tangkapan nelayan yang masih berada di atas kapal yang dilakukan
tanpa ditimbang dan ditakar akan tetapi menggunakan sistem taksiran.
Mayoritas nelayan lebih memilih jual beli secara borongan karena
mereka kesulitan dalam menjualbelikan sendiri ikan hasil tangkapannya.
Sehingga jual beli tersebut menjadi alternatif yang sesuai dengan kebutuhan
nelayan.
Ikan hasil tangkapan nelayan dalam satu kapal terdapat berbagai
variasi jenis dan ukuran. Sehingga pemborong terlebih dahulu memeriksa
sebagian ikan, yang masih berada di dalam palkah (tempat penyimpanan
ikan) dan juga meminta informasi ikan hasil tangkapan kepada nelayan.
Setelah dilakukan penaksiran dan kalkulasi harga yang sesuai dengan
keseluruhan ikan. Kemudian terjadilah proses tawar-menawar antara
pemborong dan nelayan hingga tercapai kesepakatan harga dan persetujuan
jual beli antara kedua belah pihak.
Adapun pada jual beli borongan ada dua bentuk transaksi, pertama
dengan kesepakatan perjanjian yang berisi jika setelah pembongkaran
terdapat ketidaksesuaian ikan hasil tangkapan yang diperoleh, maka
pemborong dapat memilih antara melanjutkan dengan meminta ganti rugi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

atau

membatalkan

transaksi.

Kedua

tanpa

perjanjian

yang

tidak

menyebutkan adanya ganti rugi pada saat akad.
Akan tetapi pada transaksi tanpa perjanjian juga terjadi praktik ganti
rugi sama halnya seperti transaksi yang menggunakan perjanjian, padahal
diawal transaksi tidak ada perjanjian kerugian. Pada kedua transaksi tersebut
sama-sama diminta balen untuk meminimalisir kerugian yang dialami oleh
pemborong, setelah menjualbelikan ikan hasil tangkapan nelayan kepada
pihak ketiga. Adapun besarnya balen yang diminta yaitu berdasarkan secara
sukarela dari nelayan atau sudah mematok besaran tertentu berdasarkan
kadar kerugian. Dalam hal ini pemberian balen maksimal 50% dari total
kerugian yang dialami pemborong.
Setiap kegiatan muamalah terdapat resiko, yaitu jika tidak mendapat
untung berarti rugi. Resiko tersebut adalah sesuatu yang memang menjadi
bagian dalam setiap transaksi muamalah yang harus ditanggung oleh masingmasing pihak. Sedangkan dalam hal ini pemborong meminta ganti rugi
setelah adanya persetujuan jual beli, selain itu pemborong juga telah
menjualbelikan ikan hasil tangkapan nelayan kepada pihak ketiga.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti terkait
permintaan ganti rugi pada jual beli borongan dengan judul ‚Analisis Hukum
Islam terhadap Praktik Ganti Rugi pada Proses Borongan Ikan Laut di
Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan‛

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari

latar belakang

yang

telah

dipaparkan

di

atas,

penulis

mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dimungkinkan dapat
muncul dalam penelitian ini. Di antaranya yaitu:
1. Praktik ganti rugi terjadi dari adanya jual beli ikan secara borongan.
2. Pada jual beli borongan ada yang menggunakan perjanjian kerugian dan
ada yang tanpa menggunakan perjanjian kerugian.
3. Praktik ganti rugi pada proses borongan ikan laut di Kelurahan Brondong
Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan
4. Ganti rugi diminta oleh pemborong setelah menjualbelikan ikan hasil
tangkapan nelayan kepada pihak ketiga
5. Balen (ganti rugi) yang diminta oleh pemborong yaitu berdasarkan
sukarela dari nelayan atau sudah mematok besaran tertentu berdasarkan
kadar kerugian, yang jumlahnya maksimal 50% dari total kerugian yang
dialami oleh pemborong.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya praktik ganti rugi pada jual
beli ikan secara borongan.
7. Analisis hukum Islam terhadap praktik ganti rugi pada proses borongan
ikan laut di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten
Lamongan.
Dari beberapa identifikasi masalah diatas, Kiranya perlu penulis
membatasi pembahasan mengenai masalah dalam penelitian ini agar

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

penulisan

penelitian ini lebih terarah pada ruang lingkupnya dan

permasalahannya.
1. Praktik ganti rugi pada proses borongan ikan laut di Kelurahan Brondong
Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.
2. Analisis hukum Islam terhadap praktik ganti rugi pada proses borongan
ikan laut di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten
Lamongan.
C. Rumusan Masalah
Melalui latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah tersebut di
atas. Maka rumusan masalah yang akan peneliti kaji dalam penelitian ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik ganti rugi pada proses borongan ikan laut di
Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik ganti rugi pada proses
borongan ikan laut di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan dari kajiaan atau penelitian yang telah ada.8

8

Fakultas Syariah dan Hukum, petunjuk teknik penulisan skripsi (April 2016), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Penelitian yang berjudul ‚Analisis Hukum Islam terhadap Praktik
Ganti Rugi pada Proses Borongan Ikan Laut di Kelurahan Brondong
Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan‛ mengenai masalah praktik
ganti rugi, sesungguhnya telah banyak dibahas pada skripsi sebelumnya,
hanya saja berbeda kasus dan permasalahan sebagai berikut:
1. Skripsi Ani Avivah yang berjudul9 ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Praktik Ganti Rugi Dalam Jual Beli Padi Tebasan di Desa Kemiri
Kecamatan Kebak Kramat Kabupaten Karanganyar‛ dalam skripsi ini
membahas tentang pemotongan sisa pembayaran 50% dari nilai kerugian
penebas, tanpa persetujuan dari petani. Hasil penelitian menyimpulkan
praktik pemotongan harga sepihak ketika penebas mengalami kerugian
adalah fasid tidak diperbolehkan dalam hukum Islam karena merugikan
salah satu pihak yaitu petani.
2. Skripsi M. Nasruddin yang berjudul10 ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Praktek Ganti Rugi Wanprestasi dalam Jual Beli Anak Burung di Pasar
Empunala Mojokerto‛ dalam skripsi ini membahas tentang praktik ganti
rugi terhadap pembelian anakan burung yang telah dipersyaratkan pada
saat transaksi. Hasil penelitian menyimpulkan ganti rugi dengan jaminan
tukar tambah atau uang kembali secara utuh diperbolehkan dalam Islam,
sedangkan uang kembali secara sebagian tidak diperbolehkan.
9

Ani Avivah, ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Ganti Rugi Dalam Jual Beli Padi
Tebasan di Desa Kemiri Kecamatan Kebak Kramat Kabupaten Karanganyar‛ (Skripsi r, dasar
hukum, syarat-syarat khiya>r, macam-macam khiya>r, hikmah khiya>r.
Bab ketiga membahas tentang hasil penelitian yang berisi tentang
gambaran umum di Kelurahan Brondong Kecamatan Brondong Kabupaten
Lamongan dan praktik ganti rugi pada proses borongan ikan laut, bab ini
meliputi tiga sub bab bahasan, yaitu: sub bab pertama membahas tentang
gambaran umum tentang Kelurahan Brondong, meliputi kondisi geografis
dan keadaan demografis, kondisi sosial, ekonomi. Sub bab kedua membahas
tentang pelaksanaan jual beli ikan laut secara borongan. Sub bab ketiga
membahas praktik ganti rugi pada proses borongan: meliputi praktik ganti

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

rugi pada proses borongan ikan laut, latar belakang terjadinya praktik ganti
rugi pada proses borongan ikan laut.
Bab keempat merupakan hasil analisis dari hasil penelitian yang
terdapat pada bab tiga. Dalam bab keempat ini memiliki dua sub bab, yaitu:
sub bab pertama hal-hal yang berkaitan dengan praktik ganti rugi pada
proses borongan ikan laut. Sub bab kedua membahas analisis hukum Islam
terhadap praktik ganti rugi dalam jual beli borongan ikan laut.
Bab kelima merupakan rangkaian akhir dari penulisan skripsi yang
meliputi: Kesimpulan dan Saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KONSEP JUAL BELI DAN KHIYA>R
A. Jual Beli Dalam Islam
1. Pengertian Jual Beli
Secara terminologi fiqh jual beli disebut dengan al-ba>i’ yang berarti
menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal

al-ba>i’ dalam terminologi fiqh kadang digunakan untuk pengertian
lawannya, yakni kata asy-shira>’ yang berarti membeli. Dengan demikian,
kata al-ba>i’ berarti menjual dan membeli atau jual beli.1
Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai
berikut:
a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.
b. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tas}arruf) dengan

i>ja>b qabu>l, dengan cara yang sesuai dengan syara’.
c. Penukaran benda dengan benda lain dengan saling merelakan atau
memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang
dibolehkan.2
Selain itu juga terdapat beberapa definisi yang dikemukakan ulama
fiqh. Menurut ulama Hanafiyah adalah:

1
2

Mardani, Fiqih Ekonomi Syari’ah: Fiqih Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), 101.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 68.

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

ٍُ َُ‫الُِب‬
ٍُ ُ‫ُُمُبَ َادُُلَُةُ َم‬
‫ص‬
ٍُ ‫ص ُْو‬
ُُ ‫ىُو ْجُ ٍُُ َُْم‬
َُ َُ‫الُ َُعل‬

Artinya : ‚Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus
(yang dibolehkan)‛

Cara khusus yang dimaksud Ulama Hanafiyah adalah ija>b dan qabu>l
antara penjual dan pembeli. Definisi lain juga dikemukakan ulama
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah menurut mereka, jual beli adalah:

ُِ ‫الُبُِالُْ َُم‬
ُِ ‫ُُمُبَ َادُُلَُةُالُْ َُم‬
َُ ‫الَُتُُْلِْيُ ًُك‬
ُ ‫اُوتََل ًكا‬

Artinya : ‚Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan
milik dan pemilikan‛3

Pada definisi ini bahwa jual beli adalah pertukaran harta tertentu
dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara kedua belah pihak, dengan
cara memindahkan hak milik dengan hak milik lain berdasarkan
persetujuan dan hitungan materi.4
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli
ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai
nilai secara suka rela antara kedua belah pihak, yang satu menerima bendabenda dan pihak yang lain menerima harga sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang dibenarkan syara’ dan disepakati.5
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat
manusia mempunyai landasan kuat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah,
diantaranya :

3

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 112.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Nor Hasanuddin, dkk, 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 121.
5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 69
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

a.

Al-Quran, surat al-Baqarah ayat 275:
ُُُُُُ
Artinya : ‚Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba‛.6
Serta dalam surat an-Nisa>’ ayat 29:
ُُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ ُ 
ُُُُُُُُُُ ُُُُُُُ
Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu‛. (QS. An-Nisa’: 29).7

b.

Dasar hukum jual beli berdasarkan sunah Rasu>lullah:
H{adi>s| yang diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber pada
Rifa’ah ibn Rafi’ :

ِ
ِ ‫ُأَيُالْ َكس‬:‫ُعلَْي ِ ُو َسلم‬
ُُ‫ُع َم ُلُالر ُج ِلُبِيَ ِد ِ َُوُ ُكل‬:
َُ ‫ب؟ُقَ َل‬
ُُ َ‫بُأَطْي‬
َ ِِ ‫ُ ُسئ َلُُال‬...
ْ
َ َ َ ُ‫ُصلىُه‬
ُ َ‫ُُروا ُالبزارُُواحاكم‬.‫بَْي ٍُعُ َمْب ُرْوٍر‬
Artinya : ‚Rasu>lullah saw. ditanya salah seorang sahabat mengenai
pekerjaan (profesi) apa yang paling baik? Rasulullah saw.
menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual
beli yang diberkati” (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim)‛.8

c.

Berdasarkan Ijma>’ ulama:
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya
sendiri, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau

6

Departemen Agama RI, Al -Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2010), 47.
Ibid., 83.
8
Imam Ahmad Ibn Hanbal, al-Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal, jilid 4 (Beirut: Darul Kutub
al-Ilmiyah, 1993), 173-174.
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan
barang lainnya yang sesuai.9
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Dalam menentukan rukun jual beli, di antara para ulama terdapat
perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah i>ja>b
dan qabu>l yang menunjukkan pertukaran barang secara rida}, baik dengan
ucapan maupun perbuatan.10 Adapun rukun jual beli menurut jumhur
ulama’ ada empat, yaitu:
a.

Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

b.

S}iga>t (lafal i>ja>b dan qabu>l)

c.

Ma’qu>d ‘alaih (objek jual beli)

d.

Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut jumhur ‘ulama, bahwa syarat jual beli sesuai dengan rukun

jual beli yang disebutkan diatas adalah sebagai berikut:
a.

Berikut ini syarat orang yang melakukan akad jual beli harus
memenuhi syarat:
1) Berakal, jadi orang gila dan orang mabuk tidak sah jual belinya
2) Balig, jual beli anak kecil yang belum balig hukumnya tidak sah.
Akan tetapi jika anak itu sudah mumayiz (mampu membedakan
baik dan buruk), dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang-

9

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, cet. 2 (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 75.
Ibid.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

barang yang harganya murah.11 seperti: permen, kue, minuman dan
lain-lain.
3) Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa)
4) Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda
b.

S}iga>t (lafal i>ja>b dan qabu>l)
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual
beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak
dapat dilihat dari i>ja>b dan qabu>l yang dilangsungkan.12 Adapun syarat

i>ja>b qabu>l sebagai berikut:
1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
2) Qabu>l sesuai dengan i>ja>b.
3) I>ja>b qabu>l harus dilaksanakan dalam satu majlis, antara keduanya
terdapat persesuaian dan tidak terputus, tidak digantungkan dengan
sesuatu yang lain dan tidak dibatasi dengan periode waktu tetentu.13
c.

Ma’qu>d ‘alaih (objek jual beli)
Syarat-syarat barang yang diakad adalah sebagai berikut:
1) Barang tersebut bermanfaat bagi manusia
Barang tersebut dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi
manusia. Maka, bangkai, khamr, dan darah tidak sah untuk

11

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 115.
Ibid., 116.
13
Gufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
125.
12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

dijadikan objek jual beli, karena dalam pandangan syara’ bendabenda tersebut tidak bermanfaat bagi muslim.
2) Milik orang yang melakukan akad
Tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizin
pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
Adapun barang yang belum dimiliki seseorang tidak boleh
dijualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan yang masih di laut
atau emas yang masih di dalam tanah, karena ikan dan emas itu
belum dimiliki penjual.
3) Mampu diserahkan oleh pelaku akad
Barang tersebut bisa diserahkan saat akad berlangsung atau
pada

waktu

yang

disepakati

bersama

ketika

transaksi

dapat

diketahui

berlangsung.14
4) Barang dan nilai diketahui
Barang

yang

diperjualbelikan

harus

banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang
lainnya, maka tidak sah jual beli yang menimbulkan keraguan
salah satu pihak.15 demikian juga harganya harus diketahui, baik
itu sifat, nilai pembayaran, jumlah maupun massanya.
Jika barang dan nilai harga atau salah satunya tidak diketahui,
maka jual beli dianggap tidak sah, karena mengandung unsur
penipuan. Syarat barang diketahui cukup dengan mengetahui
14
15

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 118.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 73.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

keberadaan

barang

tersebut

sekalipun

tanpa

mengetahui

jumlahnya, seperti pada jual beli taksiran.16
5) Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad.
Dalam penerimaan benda yang tidak bergerak dapat dilakukan
dengan cara menyerahkan suatu barang antara kedua belah pihak
atau salah satu pihak, sehingga dapat dimanfaatkan. Sedangkan
penerimaan terhadap barang yang bergerak seperti makanan,
pakaian, dan lain-lain adalah sebagai berikut:
a) Dengan ukuran, timbangan dan takaran, jika dapat dilakukan.
b) Dengan cara memindahkan barang tersebut, jika jual beli
dengan menggunakan taksiran.
c) Dengan berdasarkan kebiasaan yang berlaku apabila dua cara di
atas tidak dapat dilakukan.17
d.

Syarat nilai tukar (harga barang)
Nilai tukar barang adalah termasuk unsur terpenting. Zaman
sekarang disebut uang. Ulama’ fikih mengemukakan syarat nilai tukar
sebagai berikut:
1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2) Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi).
3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan
barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan syara’.18

16
17

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah..., 131.
Ibid., 134.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

4. Macam-macam Jual Beli
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu: dari objek jual beli,
dari segi pelaku jual beli, dan dari segi hukumnya.19
Pertama, ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli.
Dikemukakan oleh pendapat Imam Taqiyuddin, bahwa jual beli
dibagi menjadi tiga bentuk bentuk, yaitu:

ٍ ‫ُشي ٍئُمو‬
ٍ
ِ
ٍ ْ ‫ُع‬
ٍ ْ ‫ُع‬
ُ‫شاُ ُِ ْد‬
َُ ُ‫ُْ َغائِبَ ٍةُ ََُْت‬
َ ‫الْبُيُ ْوعُُثَََثَةٌُبَْي ُع‬
َ ‫ص ْوفُ ِ ُالذمة َُوبَْي ُع‬
ُ ْ َ ْ َ ‫ُم َشا َ َدة َُوبَْي ُع‬
ُْ

‚Jual beli itu ada tiga macam: jual beli benda yang kelihatan, jual beli yang
disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan jual beli benda yang tidak ada.‛
Dari keterangan di atas bahwa jual beli benda yang kelihatan ialah
pada waktu melakukan akad benda atau barang yang diperjualbelikan ada

di depan penjual dan pembeli, adapun jual beli yang disebutkan sifatsifatnya dalam janji ialah jual beli salam atau jual beli tidak tunai
(pesanan). Sedangkan jual beli benda yang tidak ada ialah jual beli yang
dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu sehingga
dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan.
Kedua, ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi
menjadi tiga bagian, dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan:
a.

Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang diakukan
oleh kebanyakkan orang, bagi orang bisu diganti dengan isyarat yang
menunjukkan maksud dan tujuan dalam menampakkan kehendak.

b.

Penyampaian akad jual beli melalui perantara, utusan, misalnya via
pos. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak

18
19

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah..., 119.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah..., 75-77.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

berhadapan dalam satu majelis akad, akan tetapi melalui perantara, jual
beli seperti ini dibolehkan menurut syara’.
c.

Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan
istilah mu’athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa i>ja>b
dan qabu>l seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan
label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang
pembayaran kepada penjual.

Ketiga, ditinjau dari segi hukumnya
Menurut jumhur ulama’ hukum jual beli terbagi menjadi dua, yaitu
jual beli s}ah{ih> dan jual beli ba>t}il, sedangkan menurut ulama’ Hanafiyah jual
beli terbagi menjadi tiga, jual beli s}ah{ih> , jual beli ba>t}il dan fa>sid.20
a.

Jual beli yang s}ah{ih>
Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang s}ah{ih> apabila
memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan syara’, bukan milik orang
lain, tidak tergantung pada hak khiya>r lagi.

b.

Jual beli yang ba>t}il
Kata ba>t}il berarti sia-sia, hampa, tidak ada subtansi dan
hakikatnya. Adapun jual beli dikatakan sebagai akad ba>t}il atau rusak
apabila tidak memenuhi salah satu rukun atau syaratnya, sehingga
tidak mempengaruhi hukum.21

20

Rachmat Syafi’i, Fiqih M