9 pendekar mata keranjang tamat
HUJAN turun sejak sore tadi dan malam ini hujan masih turun rintik-rintik. Walaupun tidak sederas sore
tadi, namun hujan itu masih membuat orang enggan keluar rumah. Apalagi malam itu dingin sekali.
Lebih enak berada di dalam rumah, menghangatkan diri di dekat perapian atau di atas pembaringan
menyusup ke bawah selimut daripada di luar rumah.
Kota Nan-king yang biasanya amat ramai dengan kehidupan malamnya itu kini nampak sunyi sepi
seperti kota mati. Hanya satu dua orang saja nampak melangkah di atas jalan raya yang basah dan
sunyi lagi gelap itu, orang-orang yang mempunyai urusan penting sekali. Mereka itu melindungi tubuh
dengan jubah dan mantel, juga memegang payung.
Di sebuah rumah besar dan kuno yang terletak di tepi jembatan di ujung timur kota itu, suasananya
juga amat sunyi. Rumah itu milik keluarga Siangkoan Leng yang terkenal sebagai keluarga jagoan,
memiliki ilmu silat yang tinggi dan juga dihormati orang karena mereka itu berdagang obat-obatan dan
terkenal pula pandai mengobati orang sakit. Karena pandai mengobati orang, maka Siangkoan Leng
sendiri oleh penduduk kota Nan-king disebut Siangkoan Sinshe yang pandai mengobati orang dengan
tusuk jarum. Perdagangan obatnya laris dan keluarga itu memiliki penghasilan cukup besar.
Akan tetapi keluarga ini pun, yang terdiri dari ayah ibu dan seorang anak,dibantu oleh empat orang
pelayan, sejak sore sudah berada di kamar masing-masing, segan keluar kamar di malam yang sunyi
dan dingin itu.Siangkoan Leng dan isterinya adalah sepasang suami isteri yang memiliki ilmu silat tinggi.
Tiada orang di Nan-king yang pernah mengira, apalagi mengetahui, bahwa suami isteri itu, sebelum
tinggal di Nan-king tujuh tahun yang lalu, pernah dikenal sebagai penjahat-penjahat besar di sepanjang
pantai selatan! Selama belasan tahun mereka merajalela di daerah selatan, merampok, membajak,
membunuh dan tidak ada kejahatan yang mereka pantang. Akan tetapi ketika isteri Siangkoan Leng
yang bernama Ma Kim Li itu mengandung dalam usia hampir empat puluh tahun, peristiwa ini seperti
menyadarkan mereka dan mereka berdua mengambil keputusan untuk memulai hidup baru dengan
anak yang akan dilahirkan. Mereka lalu merantau ke utara dan akhirnya menetap di Nan-king
meninggalkan pekerjaan jahat dan mencari uang secara halal. Mereka telah tinggal di situ selama tujuh
tahun dan anak yang terlahir laki-laki mereka beri nama Siangkoan Hay dan kini telah berusia tujuh
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
1
tahun. Sejak anak ini masih kecil, suami isteri itu telah menggembleng tubuh anak mereka dengan
ramuan obat-obatan dan mendidiknya dengan ilmu silat.
Sebagai suami isteri yang pernah malang melintang sebagai tokoh sesat di dunia selatan, tentu saja
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li telah menanam bibit permusuhan dengan banyak golongan atau
perorangan. Ketika mereka masih malang-melintang di selatan, mereka selalu hidup dalam keadaan
siap siaga karena setiap waktu bisa saja ada musuh datang menyerang karena setiap saat ada saja
yang mengintai untuk mencelakai mereka sebagai pembalasan dendam. Karena cara hidup yang tidak
aman inilah maka suami isteri itu mengambil keputusan melarikan diri dan meninggalkan dunia hitam.
Mereka tidak ingin anak mereka terlahir dalam keluarga yang selalu terancam keselamatannya. Dan
sejak tinggal di Nan-king, mereka hidup dengan tenang dan tenteram, tidak pernah lagi merasa
khawatir karena tidak ada yang mengenal mereka dan mereka merasa tidak punya musuh.
Biarpun demikian, karena sejak muda suami isteri itu adalah orang-orang yang selalu berkecimpung di
dunia persilatan, apalagi kini mereka bermaksud menggembleng putera tunggal mereka menjadi
seorang yang akan mewarisi ilmu-ilmu mereka, maka keduanya tak pernah lalai berlatih, bahkan
berusaha untuk memperdalam ilmu mereka. Malam itu pun mereka tidak tidur seperti diperkirakan
orang melainkan duduk bersamadhi di dalam kamar mereka, bersila di atas tempat tidur dan melatih
ilmu baru yang sedang mereka ciptakan bersama untuk diturunkan kepada putera mereka. Dan
bagaimana dengan Siangkoan Hay? Dasar anak tunggal dari suami isteri jagoan, anak ini pun suka
sekali dengan ilmu silat dan malam itu pun dia duduk bersila untuk melatih diri menghimpun hawa murni
dalam tubuhnya, sendirian di dalam kamarnya.
Akan tetapi, empat orang elayan, dua laki-laki dan dua wanita, yang tidur di kamar-kamar belakang
sejak tadi sudah tidur keenakan dalam udara dingin yang menerobos masuk ke dalam kamar
mereka.Tak seorang pun dari tujuh penghuni rumah besar itu yang tahu bahwa ada dua sosok tubuh
orang yang berjalan sambil berlindung di bawah sebatang payung, berhimpitan dan keduanya
mengenakan mantel yang lebar, kini berhenti di depan rumah, menoleh ke kanan kiri. Sepi di sekitar
tempat itu dan dua orang itu lalu memasuki pekarangan rumah keluarga Siangkoan. Di bawah sinar
lampu yang tergantung di luar, di pojok rumah, nampak sekelebatan wajah dua orang laki-laki dan
perempuan, yang laki-laki bertubuh jangkung kurus dan yang perempuan bertubuh sedang. Hanya
sekelebatan saja wajah mereka nampak karena keduanya segera menyelinap ke dalam bayangan
gelap dan hanya dua pasang mata mereka yang mencorong dalam kegelapan malam.
Dengan tenang mereka lalu menutup payung, membuka mantel, membungkus payung dalam mantel
dan mengikat mantel-mantel itu di atas punggung. Kini mereka berpakaian ringkas, pakaian berwarna
hitam yang membuat bayangan mereka sukar dapat dilihat. Dengan gerakan yang amat cekatan,
setelah saling berbisik, keduanya lalu meloncat ke atas tembok pagar dan terus berloncatan ke atas
genteng rumah besar itu. Gerakan mereka demikian ringan dan cepat, seperti dua ekor kucing saja
ketika kaki mereka menginjak genteng tanpa menimbulkan suara sama sekali, dan bagaikan dua ekor
burung saja ketika mereka meloncat.
Di ruangan belakang rumah itu, dua orang itu berloncatan turun. Dengan tenang mereka lalu
menghampiri dua buah kamar di mana empat orang pelayan itu tidur. Masing-masing menghampiri
sebuah kamar, yang laki-laki menghampiri pintu kamar pertama dan yang perempuan menghampiri
pintu kamar ke dua, mereka berdua menggunakan tangan kanan mendorong daun pintu.
"Krekkk!" Daun pintu yang terkunci dari dalam itu jebol dan terbuka. Di dalam kamar pertama tidur dua
orang pelayan pria dan laki-laki jangkung itu lalu menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam menyambar
ke arah pembaringan dan dua tubuh pelayan laki-laki yang sedang tidur pulas itu berkelojotan dan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
2
tewas tak lama kemudian tanpa sempat membuka mata atau mengeluarkan suara.
Akan tetapi dua orang pelayan wanita yang berada di dalam kamar ke dua, ternyata belum pulas benar.
Suara jebolnya daun pintu mengejutkan mereka. Keduanya bangkit duduk dan terbelalak memandang
ke arah daun pintu yang sudah jebol. Ketika mereka melihat munculnya seorang wanita yang bermuka
pucat dingin di tengah ambang pintu mereka terkejut dan ketakutan. Akan tetapi wanita itu pun sudah
menggerakkan tangan kirinya dan sinar hitam menyambar ke arah dua orang pelayan wanita. Seorang
di antara mereka sempat menjerit kecil sebelum ia roboh ke atas pembaringan kembali seperti
temannya dan tubuh mereka berkelojotan lalu terdiam, mati. Sinar lampu di ruangan luar kamar itu kini
menyinari dua muka pembunuh itu. Wajah seorang laki-laki yang kurus akan tetapi cukup tampan,
kumisnya kecil panjang berjuntai ke bawah, bersatu dengan jenggotnya yang pendek dan sudah
berwarna dua. Usianya sekitar lima puluh tahun. Wajah wanita itu pucat akan tetapi cantik, dengan
hidung dan mulut yang membayangkan keangkuhan. Kini mereka saling pandang dan tersenyum, akan
tetapi senyum mereka itu bagi orang lain tentu mengerikan karena seperti senyum iblis yang
mengandung kekejaman.
Kini dua ekor anjing yang berlari dari belakang, datang sambil menggonggong dan hendak menyerang
dua orang itu. Akan tetapi, dua orang itu menggerakkan tangan seperti orang menampar ke arah dua
ekor anjing itu dan suara anjing itu pun terhenti seketika dan mereka pun terpelanting dan tewas
dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah. Dua orang itu lalu berkelebatan di belakang
rumah. Beberapa kali terdengar suara ayam berkeyok dan jerit pendek babi-babi yang berada di
kandang belakang. Kalau saja air hujan rintik-rintik tidak membuat suara gaduh di atas genteng,
agaknya dua orang suami isteri yang sedang bersamadhi itu akan dapat
mengetahui akan datangnya dua orang penyebar maut itu. Betapapun tinggi ilmu ginkang (meringankan
tubuh) yang dimiliki tamu-tamu gelap itu, agaknya pendengaran suami isteri yang sedang bersamadhi
itu akan mampu menangkapnya, karena pendengaran mereka amat tajam dan terlatih dengan baik.
Suara gaduh yang ditimbulkan air hujan yang merintik di atas genteng menutupi semua suara lain. Akan
tetapi jerit pelayan wanita tadi masih dapat menembus celah-celah dan memasuki kamar.
"Suara apa itu?" Ma Kim Li bertanya, sadar dari samadhinya. Suaminya juga sudah membuka mata
dan memandangnya, menggeleng kepala. Akan tetapi karena tidak terdengar suara apa-apa lagi yang
mencurigakan, mereka pun merasa lega. "Mungkin mereka mengigau dalam tidur ," kata Siangkoan
Leng, sama sekali tidak menduga buruk karena selama bertahun-tahun ini tidak pernah terjadi sesuatu
menimpa keluarganya.
Akan tetapi kelegaan hati mereka itu tidak berlangsung lama. Kecurigaan hati mereka kembali diusik
ketika terdengar gonggong kedua ekor anjing peliharaan mereka, apalagi ketika suara menggonggong
kedua ekor anjing itu tiba-tiba saja terhenti. Hal ini tidak wajar, pikir mereka. dari pandang mata saja
kedua suami isteri itu sudah saling sepakat untuk melakukan penyelidikan. Berbareng mereka meloncat
turun dari pembaringan, mengenakan sepatu dan keluar dari dalam kamar. Pertama-tama.mereka
membuka daun pintu putera mereka dan melihat betapa putera mereka masih duduk bersila, akan
tetapi agaknya juga terganggu oleh suara gonggongan anjing-anjing itu.
"Anjing-anjing itu kenapa, Ibu?" tanya Siangkoan Hay yang sangat menyayang anjing peliharaan
mereka.
"Kau di sinilah, kami akan melihat ke belakang." kata ibunya. Mereka lalu keluar dari kamar itu,
menutupkan kembali daun pintunya dan dengan langkah ringan namun cepat, suami isteri itu lalu berlari
ke belakangDan apa yang dilihatnya pertama-tama membuat mereka terbelalak dan wajah mereka
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
3
berubah. Dua ekor anjing peliharaan mereka yang setia itu telah menggeletak mati dengan mulut,
hidung dan telinga mengeluarkan darah! Siangkoan Leng cepat menghampiri dan sebagai seorang ahli
pengobatan, begitu meraba, tahulah dia bahwa dua ekor anjing itu tewas karena pukulan yang amat
ampuh, pukulan yang tidak membekas pada kulit anjing akan tetapi yang merusak bagian dalam
sehingga dua ekor binatang itu tewas dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah.
Jeritan tertahan isterinya membuat Siangkoan Leng cepat meloncat dan menghampiri dua kamar itu.
Dia menahan napas melihat betapa empat orang pelayan itu pun sudah tewas dan ketika mereka
berdua melakukan pemeriksaan, mereka semakin terkejut akan tetapi juga marah sekali karena empat
orang itu tewas dengan leher menghitam dan membengkak, tanda bahwa mereka telah dibunuh
dengan menggunakan senjata rahasia jarum yang mengandung racun jahat!
Mereka saling pandang dengan mata terbelalak. "Perbuatan siapa ini….?" Bisik isterinya.
Suaminya menggeleng kepala, akan tetapi kelihatan marah. "Mari kita mencarinya!" Mereka
berlompatan ke belakang dan ketika melakukan pemeriksaan mereka menemukan semua binatang
peliharaan mereka, babi, ayam, bahkan seekor kucing, telah mati semua! Tidak ada seekor pun
binatang peliharaan mereka yang masih hidup!
"Cepat, ana kita….!” Ma Kim Li setengah menjerit ketika teringat anaknya dan seperti berlumba saja
kedua orang suami isteri itu berlari kembali ke dalam ruangan besar dan segera menuju ke kamar anak
mereka. Daun pintu masih tertutup dan dengan hati penuh ketegangan Ma Kim Li yang datang lebih
dulu dari suaminya itu cepat mendorong daun pintu. Legalah hatinya melihat betapa puteranya masih
duduk bersila seperti tadi!
"Eh, ada apakah Ibu?” tanya Siangkoan Hay, terkejut melihat cara masuknya ibu dan ayahnya itu dan
melihat wajah mereka pucat, dibayangi ketegangan dan kegelisahan.
Tanpa mengeluarkan kata-kata Ma Kim Li merangkul puteranya. "Tidak ada apa-apa, hanya ada orang
jahat memasuki rumah kita," bisiknya.
"Wah, kalau begitu mari kita tangkap dan hajar dia, Ibu!" Siangkoan Hay berkata penuh semangat dan
dia sudah meloncat turun dan tentu akan berlari keluar kalau tidak dipegang ibunya.
"Ssttt..." kata ibunya.
Pada saat itu terdengar suara ketawa bergelak dari luar. "Ha-ha-ha, jelas nampak betapa orang tuanya
pengecut akan tetapi anaknya gagah berani! Hari ini kami membunuhi semua pelayan dan binatang
peliharaan, seminggu kemudian kami datang mengambil kembali anak kami dan sebulan kemudian
kami datang untuk mengambil nyawa suami isteri Siangkoan!"
"Keparat!" Siangkoan Leng meloncat keluar melalui jendela sedangkan isterinya sudah melompat
keluar melalui pintu setelah memesan agar puteranya tinggal saja dalam kamar.
Suami isteri itu muncul di pekarangan depan rumah mereka dari dua jurusan pada waktu yang sama
dan di tengah pekarangan itu, di bawah sinar lampu yang suram karena walaupun hujan tinggal sedikit
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
4
sekali namun cuaca masih amat gelap, berdiri dua orang yang berpakaian serba hitam dan
menggendong buntalan hitam. Yang seorang bertubuh jangkung kurus, seorang lagi bertubuh kecil
ramping.
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li mendekati dua orang itu dengan hati-hati dan memandang penuh
perhatian. Setelah mengenal wajah dua orang itu, suami isteri ini menjadi marah bukan main.
Kiranya kalian... suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan?"
Laki-laki jangkung kurus berusia kurang lebih lima puluh tahun itu tertawabergelak dan isterinya yang
cantik dan hanya beberapa tahun lebih muda, tersenyum, akan tetapi baik suara ketawa maupun
senyum itu mengerikan, mengandung ejekan dan kekejaman luar biasa.
Sekilas terbayanglah pengalaman kurang lebih sepuluh tahun ketika suami isteri Siangkoan masih
merajalela di selatan. Di antara banyak sekali musuh dan saingan dalam rimba raya persilatan dan
dunia hitam, suami isteri dari Guha Iblis Pantai Selatan ini merupakan musuh besar mereka. Tentu saja
sebabnya hanya memperebutkan kekuasaan dan wilayah kekuasaan.
Beberapa kali dua pasang suami isteri ini saling bentrok, akan tetapi di dalam perkelahian-perkelahian
yang seimbang dan seru, selalu Siangkoan Leng dan Ma Kim Li selalu menang dan suami isteri Guha
Iblis itu selalu melarikan diri dengan luka-luka. Melihat bahwa musuh yang datang hanya suami isteri
yang beberapa kali pernah kalah oleh mereka, tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li memandang
rendah dan mereka menjadi marah sekali.
"Kalian datang mengantar nyawa!" bentak Siangkoan Leng. "Ha-ha, yang jelas kami datang mencabut
nyawa para pelayan dan semua binatang peliharaanmu. Seminggu kemudian kami akan datang
mengambil kembali anak kami, dan sebulan kemudian baru kami akan mengambil nyawa kalian."
"Jahanam busuk!" Ma Kim Li memaki wanita yang menjadi musuhnya itu. "Lancang sekali kau
mengatakan bahwa putera kami adalah anak kalian!"
"Tentu saja anak kami!" jawab wanita berpakaian hitam itu. "Kalian telah merampasnya dari tangan
kami, mendahului kami yang memang merencanakan untuk mengambil anak itu. Dia anak kami, dan
seminggu lagi kami akan mengambilnya."
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
5
"Mulut besar, kami akan membunuh kalian untuk perbuatan kalian malam ini!" bentak Siangkoan Leng
dan tanpa banyak cakap lagi dia pun mengeluarkan suara melengking nyaring yang disusul oleh
isterinya dan kedua suami isteri ini lalu menubruk ke depan. Kedua lengan mereka dikembangkan, jarijari tangan dibuka membentuk cakar dan bukan main dahsyatnya serangan itu karena mereka yang
marah sekali telah mengeluarkan ilmu baru yang sedang mereka ciptakan agar cepat-cepat dapat
membunuh dua orang musuh besar itu.
Dua orang tokoh Guha Iblis Pantai Selatan itu mengeluarkan suara ketawa mengejek dan tiba-tiba
mereka bertiarap ke atas tanah, kemudian mencelat ke atas memapaki serangan lawan. Sungguh aneh
sekali gerakan mereka itu, akan tetapi ternyata mereka mampu menyambut serangan lawan dengan
dorongan telapak tangan terbuka yang amat kuat.
"Desss! Dessss! !" Empat tangan itu saling bertemu di udara dan terjadi benturan tenaga sinkang yang
amat dahsyat sehingga keadaan sekeliling tempat itu seperti tergetar.
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li terdorong dan terhuyung ke belakang, muka mereka menjadi pucat.
Sedangkan dua orang berpakaian hitam itu berdiri tegak sambil tertawa-tawa.
"Siangkoan Leng, kami tidak ingin membunuh kalian sekarang. Seminggu lagi kami datang untuk
mengambil anak itu, dan sebulan kemudian baru kami akan membunuh kalian. Ha-ha-ha, selamat
tinggal!" Dua orang itu tertawa-tawa dan sekali berkelebat keduanya lenyap dari depan suami isteri
yang masih tertegun itu.
Ma Kim Li teringat akan puteranya dan cepat ia lari memasuki rumah lagi, diikuti oleh suaminya yang
juga merasa khawatir sekali. Ketika mereka membuka daun pintu, dapat dibayangkan betapa kaget dan
gelisah rasa hati mereka melihat bahwa kamar putera mereka itu telah kosong dan tidak nampak
bayangan Siangkoan Hay!
"Hay Hay !" Ma Kim Li menjerit dan cepat keluar lagi, berlari ke sana-sini mencari-cari puteranya. Juga
Siangkoan Leng mencari-cari dan memanggil-manggil nama anaknya.
Akan tetapi mereka tidak dapat menemukan Siangkoan Hay yang seolah- olah lenyap ditelan bumi,
tidak meninggalkan bekas! Mereka mencari-cari sampai jauh ke tuar rumah, bahkan mengejar ke sanasini di seluruh kota dan sampai pagi, tetap saja mereka tidak dapat menemukan putera mereka. Dapat
dibayangkan betapa gelisah rasa hati orang tua itu setelah mencari-cari semalam suntuk tanpa hasil
dan pada pagi harinya berjatan pulang dengan tubuh lemmas. Biarpun tidak sampai mengeluarkan air
mata karena wanita seperti Ma Kim Li itu tidak dapat menangis lagi, akan tetapi wajahnya menjadi amat
pucat. Juga wajah Siangkoan Leng pucat dan keduanya setelah tiba di rumah, kembali mencari anak
mereka tanpa hasil. Mereka melakukan penyelidikan di kamar Siangkoan Hay namun tidak menemukan
sesuatu yang mencurigakan atau sesuatu yang dapat memberi petunjuk ke mana perginya anak itu.
"Jangan-jangan mereka telah membawanya!" kata Ma Kim Li.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
6
"Kalau mereka yang menculik Hay Hay, berarti mereka tentu mempunyai pembantu. Mereka sendiri
tidak mungkin karena mereka bentrok dengan kita dan ketika mereka pergi kita langsung pergi ke
kamar Hay Hay. Akan tetapi kurasa bukan mereka penculiknya. Bukankah mereka sudah mengatakan
akan mengambil Hay Hay seminggu lagi?"
"Iblis-iblis macam mereka itu mana bisa dipercaya?"
"Jangan kau memandang rendah mereka! Kukira mereka itu tidak boleh disamakan dengan keadaan
mereka sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun yang lalu, kepandaian mereka hanya berada sedikit di
bawah tingkat kita, akan tetapi engkau tentu merasakan ketika kita beradu tenaga dengan mereka tadi.
Kita mempergunakan ilmu kita yang baru, dengan pengerahan seluruh tenaga, akan tetapi tangkisan
mereka membuat kita hampir jatuh! Itu saja membuktikan bahwa mereka kini telah memiliki tingkat
kepandaian yang berada di atas tingkat kita!"
"Aku tidak takut!"
“Aku pun tidak takut, akan tetapi aku hanya mengatakan keadaan sebenarnya. Dengan kepandaian
setinggi itu, mereka tentu bukan hanya menggertak saja. Mereka bahkan sengaja menentukan waktuwaktunya untuk bertindak agar kita dapat membuat persiapan lebih dulu. Kesombongan seperti itu tentu
hanya mereka lakukan karena mereka yakin benar akan kepandaian mereka. Mereka seolah-olah
memberi kesempatan kepada kita untuk melarikan diri, atau minta bantuan orang lain, dan agaknya
mereka sudah siap akan semua kemungkinan itu."
"Kalau bukan mereka, siapa yang mengambil anak kita?" " Aku tidak tahu... ah, begitu banyak musuh
kita di selatan, mana kita bisa menduga siapa yang menculiknya?"
"Sudah tujuh tahun tidak ada seorang pun di antara mereka yang datang mengganggu….”
"Buktinya malam tadi sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan datang, siapa tahu ada pula
yang lain-lain datang untuk mengganggu kita."
"Kalau begitu, bagaimana baiknya ?" Ma Kim Li nampak bingung dan putus asa. Wajahnya yang
biasanya cerah dan masih nampak cantik itu kini menjadi muram dan sepasang matanya yang biasanya
bersinar-sinar penuh keramahan yang berseri-seri, kini nampak layu dan membayangkan ketajaman
yang penuh kekejaman dan kemarahan. Kedua tangannya sebentar terbuka sebentar tertutup seperti
hendak mencengkeram sesuatu dan sepuluh batang jari-jari tangannya itu dimasuki tenaga dahsyat
sehingga kadang-kadang mengeluarkan bunyi berkerotokan, mengerikan sekali.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
7
"Sudahlah, lebih baik kita sekarang mengurus mayat empat orang pelayan kita itu dan jangan sampai
ada orang lain yang tahu. Kita kubur mereka diam-diam di kebun kita dan semenjak hari ini kita tutup
toko kita. Setelah itu baru kita akan mencari akal bagaimana untuk menghadapi mereka dan juga ke
mana kita harus mencari anak kita."
"Akan tetapi Hay Hay... bagaimana kalau anak kita itu dibunuh…..?"
"Bodoh! Kalau mereka memang ingin membunuhnya, mengapa harus susah-susah menculiknya?
Kalau sudah dapat menculiknya, apa susahnya membunuhnya di sini juga? Jangan bodoh, penculik itu
tidak membunuhnya, hanya menculiknya untuk membikin kita tersiksa."
"Seperti juga dua iblis itu yang sengaja memberi waktu kepada kita agar kita gelisah dan tersiksa
sebelum mereka turun tangan."
"Benar, dan mari kita bekerja membereskan mayat-mayat itu."
Suami isteri itu menutup pintu rapat-rapat dan diam-diam lalu bekeria keras. membuat lubang yang
cukup besar di dalam kebun belakang mereka untuk mengubur empat mayat pelayan mereka menjadi
satu. Juga bangkai-bangkai babi, anjing dan ayam itu mereka kuburkan ke dalam satu lubang yang lain!
Sebetulnya, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li bukanlah orang biasa. Ketika mereka masih merajalela di
selatan, mereka merupakan sepasang manusia iblis yang tidak pantang melakukan perbuatan jahat apa
pun. Di samping kekejaman mereka, suami isteri ini pun amat lihai. Jarang ada orang yang mampu
menandingi mereka. Nama besar Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan) sebagai julukan
yang diberikan oleh dunia kang-ouw kepada mereka amat terkenal dan ditakuti orang. Entah sudah
berapa banyak orang terbunuh atau kalah oleh mereka berdua sehingga tidak mengherankan apabila
banyak orang menaruh dendam kepada mereka. Semenjak mereka pindah ke Nan-king, mereka
"mencuci tangan" dan tidak pernah melakukan kejahatan lagi, memelihara dan mendidik anak tunggal
mereka dan bekerja dengan halal. Mereka tidak tahu bahwa semua perbuatan mereka yang lalu itu
tidak habis begitu saja, mengandung akibat-akibat yang agaknya baru sekarang timbul dan
mengganggu kehidupan mereka yang tadinya tenteram.
Sambil bekerja mengubur mayat-mayat dan bangkai-bangkai, pekerjaan yang bagi mereka biasa saja
karena menghadapi kematian sudah tidak aneh lagi bagi mereka, kedua orang suami isteri itu
bercakap-cakap dan menduga-duga siapa kiranya musuh-musuh lain yang berani mengganggu mereka
dan menculik Siangkoan Hay.
"Sungguh aneh sekali, apa maksudnya tikus-tikus dari Guha Iblis itu mengaku Siangkoan Hay sebagai
anak mereka?" antara lain Ma Kim Li bertanya.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
8
"Aku juga sudah memikirkan hal itu sejak tadi," jawab suaminya. "Dan aku mengambil kesimpulan
bahwa agaknya mereka sudah tahu akan rahasia kita dan agaknya pula pada waktu itu mereka pun
berniat untuk menculik anak itu. Hanya bedanya, kalau mereka ingin menculik, sebaliknya kita
menukarnya dengan anak yang mati. Anehnya, bagaimana mereka bisa tahu? Bukankah dua orang
saksi telah kita bunuh semua?"
Setelah pekerjaan mengubur itu selesai, Siangkoan Leng dan isterinya masuk ke dalam rumah dan
keduanya termenung. Mereka membayangkan peristiwa tujuh tahun yang lalu. Ketika Ma Kim Li mulai
mengandung, ia dan suaminya mendengar akan adanya suami isteri pendekar yang baru tiba di selatan
dari pelariannya keluar dari Tibet. Suami isteri itu terkenal sebagai pendekar-pendekar budiman dan
ketika mereka merantau ke Tibet Si isteri mengandung, ada petunjuk kepada para pendeta Lama
bahwa anak yang dikandungnya oleh isteri pendekar itu adalah penitisan (reinkarnasi) dari Dalai Lama
dan bahwa anak itu kelak akan menjadi Dalai Lama atau seorang yang suci. Karena itu, suami isteri
pendekar itu menjadi ketakutan. Berita itu berarti bahwa mereka harus melepaskan anak mereka kalau
sudah terlahir, untuk dirawat dalam biara oleh para pendeta Lama. Dengan ilmu kepandaian mereka,
suami isteri itu akhirnya berhasil lolos dari kepungan para pendeta Lama dan melarikan diri sampai ke
pantai selatan. Akan tetapi berita itu ramai dibicarakan orang dan terdengar pula oleh Lam-hai Siangmo. Ramai orang membicarakan bahwa anak yang akan terlahir dari isteri pendekar itu tentu seorang
anak yang disebut Sin-tong (Anak Ajaib).
Kebetulan sekali, kandungan dalam perut Ma Kim Li sama tua dengan kandungan isteri pendekar itu.
Ketika Ma Kim Li melahirkan, ternyata bayi laki-laki itu memiliki tubuh yang lemah sekali. Suami isteri itu
berusaha mengobatinya, namun sia-sia bahkan pertumbuhan anak itu setelah dua bulan tidak berjalan
normal dan amat terbelakang. Tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li menjadi kecewa bukan main.
Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mau mengalah terhadap nasib dan dengan
cara apa pun juga mereka ingin mengubah nasib diri mereka. Mereka mendengar bahwa suami isteri
pendekar itu yang untuk sementara kini mondok dalam sebuah kuil para nikouw (pendeta wanita) yang
terpencil di luar kota, juga sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang lahirnya hanya selisih satu dua
hari dengan kelahiran anak mereka yang diberi nama Siangkoan Hay itu. Pada suatu malam, pergilah
suami isteri ini membawa anak mereka yang baru berusia dua bulan, memasuki kuil dari kebun
belakang.
Siangkoan Leng menyuruh isterinya bersembunyi di balik rumpun bunga dan mendekap mulut anak
mereka agar jangan mengeluarkan suara, sedangkan dia sendiri cepat menyelinap untuk menyelidiki
keadaan di dalam kuil itu. Dia merasa terheran-heran melihat betapa kuil itu sunyi senyap dan
terdengar suara orang-orang tidur mendengkur di dalam kamar-kamar kuil itu, tanda bahwa para
penghuninya sudah tidur lelap.
Cepat dia memberi isyarat kepada isterinya dan mereka lalu mengadakan pemeriksaan dan mengintai
ke dalam setiap kamar. Akhirnya mereka melihat seorang wanita yang berpakaian seperti pengasuh
anak-anak, bersama seorang nikouw, yaitu seorang pendeta wanita yang berkepala gundul, berada di
dalam sebuah kamar dan anehnya, mereka pun agaknya tidur nyenyak. Seorang anak laki-laki berusia
kurang lebih dua bulan juga tertidur di atas pembaringan.
"Cepat…..!" Bisik Siangkoan Leng kepada isterinya. Mereka berloncatan tanpa mengeluarkan suara ke
dalam kamar itu. Ma Kim Li lalu menaruh anaknya sendiri di atas pembaringan dan menyambar anak
laki-laki yang sedang tidur nyenyak itu, seorang anak laki-laki yang bertubuh montok dan berkulit putih
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
9
bersih. Akan tetapi anaknya sendiri menangis dan tanpa banyak cakap lagi Siangkoan Leng lalu
menggerakkan tangan menampar dan anak itu pun terdiam dan tewas dengan muka yang tak dapat
dikenal lagi karena sudah remuk! Sementara itu, Ma Kim Li juga mempergunakan tangannya yang
bergerak menyambitkan jarum-jarum hitam. Jarum-jarum itu berubah menjadi sinar hitam menyambar
ke arah leher dua orang wanita itu yang tak sempat berteriak lagi dan langsung saja tewas dengan
jarum-jarum itu terbenam dalam-dalam di leher mereka! Setelah itu, suami isteri itu berloncatan ke luar.
Pekerjaan terkutuk itu mereka lakukan dengan tenang-tenang saja. Membunuh anak sendiri dan dua
orang wanita tidur itu bagi mereka bukan apa-apa, karena membunuh anak sendiri dan merusak
mukanya agar tidak dikenal itu memang sudah termasuk dalam rencana mereka.
Setelah menukarkan anak mereka yang lemah dan tidak normal itu dengan putera suami isteri
pendekar, anak yang dihebohkan sebagai Sin-tong, anak yang sejak dalam kandungan sudah ditunjuk
oleh para pendeta Lama di Tibet sebagai calon orang besar, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merasa
girang sekali. Akan tetapi mereka pun maklum bahwa orang-orang tidak akan tinggal diam saja, maka
mereka pun seperti memperoleh dorongan lebih kuat lagi untuk segera meninggalkan daerah selatan.
Memang sejak Ma Kim Li mengandung, mereka ingin meninggalkan pekerjaan sebagai penjahat demi
anak mereka. Kini, mereka setengah terpaksa meninggalkan daerah selatan pada malam hari itu juga
dan setelah merantau berbulan-bulan lamanya, menghilangkan jejak mereka agar tidak dapat disusul
oleh mereka yang mungkin melakukan pengejaran, akhirnya mereka tinggal di Nan-king sebagai
pedagang dan ahli obat.
Suami isteri mengenangkan semua peristiwa itu dan kini menduga-duga siapakah yang membocorkan
rahasia mereka sehingga diketahui oleh suami isteri Guha Iblis itu? Dan mengapa yang mencari
mereka, yang ingin merampas anak itu adalah dua orang dari Guha Iblis itu, dan bukan orang tua anak
itu, apakah sepasang pendekar yang menjadi orang tua aseli dari anak yang kini bernama Siangkoan
Hay dan menjadi anak mereka selama tujuh tahun? Dan siapa pula yang sebenarnya telah menculik
anak mereka?
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" berkali-kali Ma Kim Li bertanya, kepada suaminya dan
kepada diri sendiri karena ia merasa bingung sekali. Biarpun bukan Siangkoan Hay anak yang
dikandungnya dan dilahirkannya, akan tetapi karena ia telah memelihara dan mendidik anak itu sejak
berusia dua bulan, ia sudah merasa amat mencinta anak itu dan dianggapnya seperti anak kandungnya
sendiri saja.
"Kita menghadapi dua hal yang amat gawat," kata suaminya setelah lama berpikir-pikir mencari akal.
"Pertama, dua orang itu tentu tidak mau melepaskan kita begitu saja. Mereka memberi waktu, dan
selama itu tentu mereka akan selalu mengamati gerak-gerik kita sehingga andaikata kita melarikan diri
pun mereka akan tahu dan membayangi kita. Ilmu kepandaian mereka amat tinggi dan kita harus
mencari daya upaya untuk melawan mereka dan menang. Ke dua, kita pun harus cepat-cepat mencari
anak kita yang diculik orang. Mencari anak kita dalam keadaan kita selalu dibayangi, sungguh akan
tidak leluasa sekali, dan menghadapi mereka secara begitu saja, juga amat berbahaya. Ilmu kita yang
paling baru saja tidak mampu merobohkan mereka!"
"Habis, bagaimana?" tanya isterinya yang diam-diam merasa jerih juga walaupun ia tidak menyatakan
dengan mulut. Ia pun merasa ketika menyerang wanita yang menjadi lawannya malam itu, ia telah
mengeluarkan ilmunya yang terbaru dan mengerahkan tenaga. Akan tetapi lawan itu dengan gerakan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
10
bertiarap lalu meloncat bangun, sanggup menahan pukulannya, bahkan membuat ia terdorong ke
belakang dan terhuyung hampir roboh! Padahal dahulu, wanita itu yang bernama Tong Ci Ki berjuluk Si
Jarum Sakti, pernah dikalahkannya dalam perkelahian sampai beberapa kali. Juga suami wanita itu,
yang bernama Kwee Siong berjuluk Si Tangan Maut, beberapa kali kalah oleh suaminya. Kiranya
mereka telah mempero1eh kemajuan yang amat hebat selama sepuluh tahun ini.
"Kita harus menggunakan akal sehingga untuk sementara kita dapat lolos dari ancaman mereka dan di
lain pihak kita pun dapat bebas melakukan pengintaian kepada mereka apakah mereka itu menculik
anak kita atau tidak."
"Bagaimana akalnya?" isterinya bertanya khawatir .
"Yang terpenting kita harus dapat meloloskan diri dari pengamatan mereka agar kita dapat leluasa
bergerak dan dapat berbalik membayangi mereka, dan satu-satunya akal kita adalah begini." Suami itu
mendekati isterinya dan berbisik-bisik di dekat telinganya, karena khawatir kalau-kalau pihak musuh
mengadakan pengintaian dan akan dapat mendengarkan siasatnya. Isterinya mengangguk-angguk
setuju.
***
Berita kematian Siangkoan Sinshe dan isterinya amat menggemparkan seluruh penduduk Nan-king.
Banyak sekali orang datang untuk melayat. Menurut penuturan empat orang pelayan laki-laki yang baru
beberapa hari bekerja di situ karena kabarnya pelayan-pelayan lama keluar dan pulang kampung,
mereka mendapatkan majikan mereka itu kedua-duanya telah mati di dalam kamar tidur mereka.
Memang agak aneh. Apalagi ketika para tetangga itu mendapatkan bahwa dua mayat Siangkoan Leng
dan isterinya itu telah dimasukkan ke dalam dua buah peti yang sudah tertutup. Akan tetapi tidak ada
yang meributkan soal ini. Tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali melayat dan ikut berkabung karena
bagaimanapun juga, suami isteri itu dikenal sebagai pedagang obat yang pandai mengobati orang sakit
dan sudah banyak orang sakit sembuh oleh pengobatan mereka.
Kepala daerah yang sudah mengenal baik Siangkoan Leng dan isterinya, datang pula melayat begitu
mendengar berita itu dan dia pun merasa curiga, maka dia memaksa empat orang pelayan itu, dibantu
oleh orang-orang kepala daerah itu sendiri, membuka sedikit peti-peti mati itu agar dia dapat melihat
wajah suami isteri yang dikabarkan mati mendadak itu.
Dua buah peti mati itu lalu dibuka sedikit dan digeser penutupnya. Nampaklah wajah dua orang suami
isteri itu, wajah yang pucat tak mengandung darah lagi, wajah jenazah yang sudah tidak bernyawa lagi!
Si Kepala Daerah baru percaya dan peti itu pun ditutup lagi dan dipaku. Dan para tetangga juga kini
percaya bahwa suami isteri itu sudah benar-benar mati. Hanya, tidak ada yang tahu bagaimana dua
orang yang tadinya sehat-sehat itu tiba-tiba saja meninggal dunia.
Selama dua hari banyak tamu berdatangan dan bersembahyang di depan dua buah peti mati itu. Asap
hio mengepul dan bau dupa wangi yang dibakar memenuhi ruangan. Pada hari ke tiga, anak tunggal
suami isteri yang mati itu, yang selama beberapa hari itu menjadi pertanyaan para tetangga dan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
11
kenalan Siangkoan Leng sekeluarga, tiba-tiba saja muncul, dan berlari-lari sambil menangis dan
memanggil ayah ibunya!
Keadaan menjadi gempar dan mengharukan ketika Siangkoan Hay, yang menjadi buah bibir dan
pertanyaan para tetangga karena tidak nampak, apalagi karena empat orang baru itu mengatakan
bahwa mereka belum pernah melihat putera majikan mereka itu karena semenjak mereka dipekerjakan,
tuan muda itu sudah tidak berada di rumah, menangis tersedu-sedu di depan dua peti mati itu.
"Ayah..., Ibu... kenapa kalian mati? Kenapa... ? Apa yang telah terjadi….?" Dia menangis dan bertanya,
akan tetapi tak seorang pun mampu menjawabnya.
Dari luar terdengar suara ketawa. Tentu saja semua tamu menjadi terkejut dan menengok dan
pandang mata mereka membayangkan kemarahan. Sungguh tidak sopan sekali di dalam ruangan
berkabung itu ada orang tertawa! Akan tetapi pandang mata mereka yang tadinya mengandung
kemarahan segera berubah menjadi ketakutan dan kengerian ketika mereka melihat siapa yang tertawa
tadi.
Mereka adalah seorang laki-laki dan seorang wanita. Yang laki-laki bertubuh jangkung kurus, wajahnya
tampan akan tetapi mengerikan, dingin dan kaku seperti kedok saja, hanya sepasang matanya yang
hidup dan mencorong menakutkan. Yang wanita bertubuh kecil ramping, mukanya berbentuk bagus
dan cantik, akan tetapi muka itu pucat sekali seperti muka mayat dan bibir yang pucat membiru itu
tersenyum, akan tetapi senyum yang mengandung kekejaman, sedangkan sepasang matanya juga
mencorong seperti mata laki-laki jangkung di sampingnya. Kiranya yang mengeluarkan suara ketawa
tadi adalah wanita itu dan kini mereka melangkah memasuki ruangan di mana terdapat dua buah peti
mati yang berjajar. Sejenak kedua orang itu memandang ke sekeliling, ke arah para tamu yang nampak
terkejut dan bengong memandang kedua orang yang baru datang itu.
Tidak ada seorang pun di antara para tamu itu yang mengenal suami isteri ini. Akan tetapi di selatan, di
sepanjang pantai selatan, semua orang di dunia kang-ouw, terutama di dunia hitam, mengenal
sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai selatan. Laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih itu
bernama Kwee siong akan tetapi lebih terkenal dengan julukan Si Tangan Maut. Adapun wanita yang
sedikit lebih muda daripada dia itu adalah isterinya bernama Tong Ci Ki yang terkenal dengan
julukannya Si Jarum sakti. Mereka merupakan pasangan suami isteri yang terkenal ganas, kejam dan
lihai seperti sepasang iblis, penghuni Guha Iblis di pantai selatan, ditakuti oleh semua orang.
Kini suami isteri yang sikapnya amat dingin mengerikan itu memandang ke arah anak laki-laki yang
menangis di antara dua buah peti mati. Si Jarum Sakti Tong Ci Ki menghampiri anak ini dan, bibirnya
yang pucat kebiruan itu bergerak-gerak. "Apakah engkau anak dari Siangkoan Leng dan Ma Kim Li?"
Anak itu memang Siangkoan Hay dan sambil mengusap air matanya, dia kini memandang kepada dua
orang itu. Dia tidak mengenal mereka, akan tetapi ketika mereka menyebut nama ayah ibunya, dia
mengangguk. "Benar, aku adalah anak mereka, namaku Siangkoan Hay."
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
12
"Sin-tong...!" kata Tong Ci Ki dan ia pun melangkah maju mendekati Siangkoan Hay sambil
mengulurkan tangannya.
"Apa... ?" Hay Hay bertanya heran, akan tetapi pada saat itu, tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan
yang luar biasa dan tahu-tahu pergelangan tangannya telah ditangkap oleh tangan wanita itu yang
berkulit halus namun dingin. Hay Hay menggigil kedinginan dan hendak menarik kembali tangannya,
akan tetapi tiba-tiba saja tangan yang lain dari wanita itu mengelus kepalanya dan dia pun tidak mampu
menggerakkan tangannya itu, bahkan ketika hendak mengeluarkan suara, tidak ada suara keluar dari
tenggorokannya. Hay Hay terkejut sekali dan hanya berdiri bengong, tak mampu bersuara atau
bergerak, dan masih bergantungan pada tangan wanita itu yang memegang pergelangan tangannya.
Sementara itu Si Tangan Maut Kwee Siong, dengan senyum yang lebih pantas dinamakan senyum
iblis karena hanya menyeringai dengan mulut saja akan tetapi bagian lain dari mukanya sama sekali
tidak bergerak, menghampiri dua buah peti mati itu.
"Heii! Siapa kalian dan mau apa?" seorang di antara para tamu, yang merasa tidak senang melihat
sikap suami isteri itu, menegur.
Si Tangan Maut menoleh kepada orang itu, menyeringai. "Kami adalah sahabat-sahabat baik dari
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, sungguh tak disangka hari ini kami melihat mereka telah berada di
dalam peti mati."
Mendengar ini, semua orang tertegun. Alangkah anehnya dua orang yang berpakaian serba hitam itu,
pikir mereka. Sementara itu, Si Tangan Maut Kwee Siong sudah menghampiri kedua peti mati itu dan
kedua tangannya menekan dan menepuk-nepuk kedua peti itu seperti orang menepuk-nepuk bahu
sahabat baiknya
"Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, biarlah kalian dapat senang di alam baka." Setelah menepuk
beberapa kali, dia pun mundur dan menoleh kepada isterinya. “Apakah kau tidak ingin membekali
sesuatu kepada mereka melalui lubang-lubang kecil di samping peti itu?"
Wanita itu pun tersenyum. Andaikata mukanya tidak seperti mayat, tentu wajahnya yang belum
kelihatan keriputan itu akan nampak cantik. Ia masih menggandeng tangan Siangkoan Hay dan kini ia
menggerakkan sebelah tangannya ke arah peti. Sinar hitam lembut menyambar ke arah kedua peti itu
dan tepat sekali sinar-sinar kecil itu memasuki lubang-lubang di samping peti. Memang aneh peti mati
itu ada lubang-lubang kecilnya di kanan kiri peti, seolah-olah peti-peti mati itu diberi lubang hawa! Hal ini
tidak nampak oleh para tamu lainnya karena tertutup bunga -bunga, akan tetapi ternyata kelihatan oleh
suami isteri luar biasa itu.
Semua orang tidak mengerti akan sikap mereka dan tidak tahu apa yang mereka lakukan tadi. Akan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
13
tetapi tiba-tiba semua orang yang berada dekat kedua peti itu mengeluarkan seruan kaget. Dengan
mata terbelalak mereka menuding ke arah bawah peti karena kini dari dua peti itu keluar darah
menetes-netes dan tergenang di bawah peti!
Melihat ini, Si Tangan Maut Kwee Siong dan isterinya, Si Jarum Sakti Tong Ci Ki, tertawa bergelak dan
mereka lalu pergi dari ruangan itu sambil membawa Siangkoan Hay yang masih digandeng oleh Tong
Ci Ki.
"Hai, apa yang telah kalian lakukan?"
"Tunggu dulu……!"
Beberapa orang tamu, orang-orang yang ahli ilmu silat, mulai curiga dan menduga bahwa tentu telah
terjadi peristiwa mengerikan sekali dan dua orang laki-laki dan wanita pakaian hitam ini tentu bukan
sahabat baik keluarga Siangkoan, apalagi melihat mereka hendak pergi membawa Siangkoan Hay,
sudah menghadang mereka.
Akan tetapi suami isteri iblis itu dengan tenang melanjutkan langkahnya dan ketika tiba di dekat mereka
yang berani menghadang, dua orang suami isteri itu hanya berseru, "Minggir kalian!" lalu keduanya
menggerakkan tangan seperti orang mengusir lalat saja akan tetapi akibatnya, empat orang itu
terpelanting ke kanan kiri seperti diamuk gajah! Padahal, empat orang itu termasuk orang-orang yang
memiliki ilmu silat cukup tangguh dan merupakan jagoan-jagoan di Nan-king! Melihat betapa empat
orang lihai itu demikian mudah dirobohkan oleh suami isteri berpakaian hitam, semua orang menjadi
jerih dan tidak ada lagi yang berani menghalangi mereka. Apalagi ketika semua orang melihat betapa
pria jangkung bermuka seperti topeng itu tiba-tiba menarik tangan Siangkoan Hay sehingga tubuh anak
itu terpental ke atas lalu dipondongnya dan bersama wanita muka mayat itu kini mereka lari dengan
kecepatan yang membuat mereka terbelalak, tak seorang pun berani melakukan pengejaran.
Dalam sekejap mata saja dua orang itu telah lenyap dan barulah semua orang menjadi panik dan
bising. Mereka lari mendekati dua peti mati dan dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri hati mereka
ketika melihat bahwa selain dua buah peti itu masih menetes-netes darah melalui lubang-Iubang kecil
tersembunyi itu, juga empat orang pelayan laki-Iaki yang tadi duduk di belakang peti-peti itu kini sudah
terkapar dan tak bernyawa lagi, dengan muka berubah kehitaman! Padahal, mereka tidak melihat dua
orang tamu aneh tadi turun tangan terhadap empat orang pelayan itu dan tidak salah lagi, mereka
berempat itu tewas ketika terjadi ribut-ribut penghadangan terhadap dua orang tamu yang melarikan
Siangkoan Hay. Tak seorang pun melihat bagaimana empat orang pelayan itu tewas dan siapa yang
membunuhnya.
Gegerlah tempat itu! Apalagi kepala daerah Nan-king yang pernah diobati oleh suami isteri Siangkoan,
yang tadinya memang sudah menaruh curiga dan pernah menyuruh membuka tutup peti mati di hari
pertama, menjadi marah sekali mendengar berita itu. Dia bersama orang-orangnya segera datang ke
situ dan memerintahkan para pengawalnya untuk membuka tutup peti dengan paksa. Kembali dua buah
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
14
peti itu dibuka tutupnya dan semua orang terbelalak, ada yang mengeluarkan pekik keheranan dan
kengerian. Kiranya yang berada di dalam peti itu bukan Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, bukan suami
isteri pedagang obat itu, melainkan dua orang laki-laki dan perempuan lain lagi, yang usianya sekitar
empat puluh tahun dan melihat pakaian mereka, mudah diduga bahwa mereka adalah petani-petani
sederhana!
Ke mana perginya Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, atau lebih tepat lagi, ke mana hilahgnya jenazahjenazah mereka yang tadinya sudah berada dalam peti mati? Kenapa tubuh dua orang petani itu tahutahu sudah berada di dalam peti dan agaknya mereka belum mati ketika berada dalam peti? Jelas
bahwa mereka mati karena serangan gelap dua orang tamu aneh itu karena di sebelah dalam peti
nampak bekas jari-jari tangan dan juga di lambung mereka nampak luka-luka menghitam yang kecilkecil dan ketika dibedah, ternyata di dalamnya terdapat jarum-jarum hitam kecil. Dan siapa pula yang
membunuh empat orang pelayan itu?
Semua itu terjadi karena ulah suami isteri Siangkoan sediri! Seperti kita ketahui, suami isteri itu
mengatur siasat untuk meloloskan diri dari pengamatan dua orang musuh mereka yang amat lihai agar
mereka dapat leluasa bergerak dan berbalik melakukan pengintaian dan pengamatan. Diam-diam
mereka lalu minta bantuan empat orang yang pernah belajar silat kepada Siangkoan Leng untuk
menjadi pengganti pelayan, dan memberitahu kepada mereka bahwa para pelayan di rumah itu telah
pulang ke kampung karena takut dengan ancaman musuh.
Kemudian, dibantu oleh empat orang pelayan yang juga murid mereka itu, suami isteri ini lalu menggali
lubang terowongan yang menembus ke luar pagar tembok sehingga suami isteri itu dapat keluar
dengan leluasa di waktu malam. Hal ini mereka lakukan agar tidak sampai ketahuan pihak musuh yang
tentu selalu melakukan pengintaian. Setelah melakukan perundingan dengan empat orang pelayan itu
bahwa mereka akan melakukan siasat untuk mengelabuhi musuh, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li purapura mati bunuh diri dengan minum racun. Ketika kepala daerah melakukan pemeriksaan, tubuh
mereka memang berada dalam peti dan dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, suami isteri itu
dapat menghentikan pernapasan mereka, bahkan jalan darah mereka menjadi sedemikian lemahnya
sehingga tidak dapat dilihat orang begitu saja, dan wajah mereka menjadi pucat seperti mayat, juga
mereka sanggup menahan napas sampai beberapa lamanya. Dengan kepandaian itu, mereka dapat
mengelabuhi kepala daerah dan orang-orangnya. Untuk keperluan pernapasan ketika peti itu tertutup,
rnereka sengaja membuat lubang-lubang kecil di kanan kiri peti yang agak tersembunyi di antara bunga
hiasan peti.
Malam hari sebelum terjadi kunjungan dua orang suami isteri iblis itu, diam-diam Siangkoan Leng dan
Ma Kim Li keluar dari peti mati dan melalui jalan terowongan di bawah tanah, mereka pergi ke dusun di
luar kota. Tidak sukar bagi mereka untuk menemukan sebuah rumah terpencil di pinggir dusun. Setelah
melakukan pengintaian, mereka merasa girang sekali menemukan suami isteri yang mereka cari-cari,
yaitu sepasang suami isteri berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun dan yang lebih cocok lagi dengan
siasat mereka adalah bahwa mereka itu hanya tinggal berdua saja di rumah kecil miskin yang sunyi
terpencil itu.
Suami isteri petani itu belum tidur dan tentu saja mereka merasa terkejut melihat munculnya Siangkoan
Leng dan isterinya yang begitu saja mendorong daun pintu dari luar sampai jebol.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
15
"Eh….apa... siapa….?” teriak petani itu, akan tetapi Siangkoan Leng telah menotoknya sehingga dia
tidak lagi mampu bergerak ataupun berteriak, sedangkan Ma Kim Li melakukan hal yang sama
terhadap isteri petani.
"Itu ada pakaian anak-anak." bisik Ma Kim Li kepada suaminya. Mereka mencari dan menggeledah
rumah kecil itu, akan tetapi tidak menemukan orang lain. Biarpun mereka adalah orang-orang yang
biasa melakukan perbuatan jahat akan tetapi kali ini mereka bekerja secara rahasia dan bersembunyi
dari pengintaian musuh, maka keduanya tidak berani mencari lebih jauh dan cepat memanggul tubuh
suami isteri petani yang sudah lemas itu, kembaIi ke kota Nan-king. MelaIui jalan terowongan itu
mereka mehyeret dua tubuh petani memasuki rumah mereka dan cepat memasukkan tubuh suami isteri
petani itu ke dalam peti-peti mati menggantikan tubuh mereka. Sebelum itu, mereka menggunakan obat
bius untuk membuat suami isteri petani itu pingsan selama sehari semalam.
Setelah melakukan perbuatan itu yang hanya disaksikan oleh empat orang pembantu mereka,
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li lalu keluar dari pekarangan rumah mereka melalui jalan rahasia dan
mulailah mereka melakukan pengintaian dari tempat tersembunyi di luar pekarangan. Kini mereka
melakukan pengintaian terhadap rumah mereka sendiri!
Mereka melihat kesibukan yang terjadi di pekarangan dan juga di ruangan pendapa di mana dua buah
peti mati diletakkan, melihat orang-orang datang berlayat dan bersembahyang untuk memberi
penghormatan terakhir kepada "jenazah" mereka. Tentu saja mereka terkejut bukan main melihat
seorang anak laki-laki berpakaian kotor dan berambut kusut memasuki pekarangan itu, anak yang
bukan lain adalah Siangkoan Hay yang mereka cari-cari. Hampir saja Ma Kim Li berteriak melihat
puteranya, akan tetapi suaminya sudah memegang lengannya dan cepat memberi isyarat agar jangan
mengeluarkan suara atau bergerak. Sekali mereka keluar dan kelihatan orang, berarti terbukalah
semua rahasia mereka!
Boleh jadi Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merupakan dua orang yang sudah kehilangan peri
kemanusiaan, perasaan mereka sudah membeku terhadap kehalusan, keadaan hidup mereka yang lalu
sebagai dua orang sesat yang berkecimpung dalam dunia hitam dan bergelimang dengan kejahatan
membuat hati mereka mengeras dan tidak mengenal keharuan, namun ketika melihat Siangkoan Hay
menangis di antara dua buah peti itu, menangis sambil memanggil-manggil ayah ibunya, dua orang ini
nampak bengong dan termenung. Bahkan Ma Kim Li sampai mengusap kedua matanya dan Siangkoan
Leng beberapa kali menelan ludah. Bagaimanapun juga, mereka berdua itu menganggap Hay Hay
sebagai anak kandung sendiri. Walaupun anak itu bukan anak kandung, akan tetapi mereka
memeliharanya, membesarkan dan mendidiknya sejak bayi berusia dua bulan, sampai anak itu kini
berusia tujuh tahun. Dan anak itu cerdas, tabah dan lincah, selalu bergembira dan merupakan cahaya
terang dalam kehidupan mereka. Karena watak yang baik dari Siangkoan Hay itulah yang banyak
mendorong kepada su
tadi, namun hujan itu masih membuat orang enggan keluar rumah. Apalagi malam itu dingin sekali.
Lebih enak berada di dalam rumah, menghangatkan diri di dekat perapian atau di atas pembaringan
menyusup ke bawah selimut daripada di luar rumah.
Kota Nan-king yang biasanya amat ramai dengan kehidupan malamnya itu kini nampak sunyi sepi
seperti kota mati. Hanya satu dua orang saja nampak melangkah di atas jalan raya yang basah dan
sunyi lagi gelap itu, orang-orang yang mempunyai urusan penting sekali. Mereka itu melindungi tubuh
dengan jubah dan mantel, juga memegang payung.
Di sebuah rumah besar dan kuno yang terletak di tepi jembatan di ujung timur kota itu, suasananya
juga amat sunyi. Rumah itu milik keluarga Siangkoan Leng yang terkenal sebagai keluarga jagoan,
memiliki ilmu silat yang tinggi dan juga dihormati orang karena mereka itu berdagang obat-obatan dan
terkenal pula pandai mengobati orang sakit. Karena pandai mengobati orang, maka Siangkoan Leng
sendiri oleh penduduk kota Nan-king disebut Siangkoan Sinshe yang pandai mengobati orang dengan
tusuk jarum. Perdagangan obatnya laris dan keluarga itu memiliki penghasilan cukup besar.
Akan tetapi keluarga ini pun, yang terdiri dari ayah ibu dan seorang anak,dibantu oleh empat orang
pelayan, sejak sore sudah berada di kamar masing-masing, segan keluar kamar di malam yang sunyi
dan dingin itu.Siangkoan Leng dan isterinya adalah sepasang suami isteri yang memiliki ilmu silat tinggi.
Tiada orang di Nan-king yang pernah mengira, apalagi mengetahui, bahwa suami isteri itu, sebelum
tinggal di Nan-king tujuh tahun yang lalu, pernah dikenal sebagai penjahat-penjahat besar di sepanjang
pantai selatan! Selama belasan tahun mereka merajalela di daerah selatan, merampok, membajak,
membunuh dan tidak ada kejahatan yang mereka pantang. Akan tetapi ketika isteri Siangkoan Leng
yang bernama Ma Kim Li itu mengandung dalam usia hampir empat puluh tahun, peristiwa ini seperti
menyadarkan mereka dan mereka berdua mengambil keputusan untuk memulai hidup baru dengan
anak yang akan dilahirkan. Mereka lalu merantau ke utara dan akhirnya menetap di Nan-king
meninggalkan pekerjaan jahat dan mencari uang secara halal. Mereka telah tinggal di situ selama tujuh
tahun dan anak yang terlahir laki-laki mereka beri nama Siangkoan Hay dan kini telah berusia tujuh
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
1
tahun. Sejak anak ini masih kecil, suami isteri itu telah menggembleng tubuh anak mereka dengan
ramuan obat-obatan dan mendidiknya dengan ilmu silat.
Sebagai suami isteri yang pernah malang melintang sebagai tokoh sesat di dunia selatan, tentu saja
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li telah menanam bibit permusuhan dengan banyak golongan atau
perorangan. Ketika mereka masih malang-melintang di selatan, mereka selalu hidup dalam keadaan
siap siaga karena setiap waktu bisa saja ada musuh datang menyerang karena setiap saat ada saja
yang mengintai untuk mencelakai mereka sebagai pembalasan dendam. Karena cara hidup yang tidak
aman inilah maka suami isteri itu mengambil keputusan melarikan diri dan meninggalkan dunia hitam.
Mereka tidak ingin anak mereka terlahir dalam keluarga yang selalu terancam keselamatannya. Dan
sejak tinggal di Nan-king, mereka hidup dengan tenang dan tenteram, tidak pernah lagi merasa
khawatir karena tidak ada yang mengenal mereka dan mereka merasa tidak punya musuh.
Biarpun demikian, karena sejak muda suami isteri itu adalah orang-orang yang selalu berkecimpung di
dunia persilatan, apalagi kini mereka bermaksud menggembleng putera tunggal mereka menjadi
seorang yang akan mewarisi ilmu-ilmu mereka, maka keduanya tak pernah lalai berlatih, bahkan
berusaha untuk memperdalam ilmu mereka. Malam itu pun mereka tidak tidur seperti diperkirakan
orang melainkan duduk bersamadhi di dalam kamar mereka, bersila di atas tempat tidur dan melatih
ilmu baru yang sedang mereka ciptakan bersama untuk diturunkan kepada putera mereka. Dan
bagaimana dengan Siangkoan Hay? Dasar anak tunggal dari suami isteri jagoan, anak ini pun suka
sekali dengan ilmu silat dan malam itu pun dia duduk bersila untuk melatih diri menghimpun hawa murni
dalam tubuhnya, sendirian di dalam kamarnya.
Akan tetapi, empat orang elayan, dua laki-laki dan dua wanita, yang tidur di kamar-kamar belakang
sejak tadi sudah tidur keenakan dalam udara dingin yang menerobos masuk ke dalam kamar
mereka.Tak seorang pun dari tujuh penghuni rumah besar itu yang tahu bahwa ada dua sosok tubuh
orang yang berjalan sambil berlindung di bawah sebatang payung, berhimpitan dan keduanya
mengenakan mantel yang lebar, kini berhenti di depan rumah, menoleh ke kanan kiri. Sepi di sekitar
tempat itu dan dua orang itu lalu memasuki pekarangan rumah keluarga Siangkoan. Di bawah sinar
lampu yang tergantung di luar, di pojok rumah, nampak sekelebatan wajah dua orang laki-laki dan
perempuan, yang laki-laki bertubuh jangkung kurus dan yang perempuan bertubuh sedang. Hanya
sekelebatan saja wajah mereka nampak karena keduanya segera menyelinap ke dalam bayangan
gelap dan hanya dua pasang mata mereka yang mencorong dalam kegelapan malam.
Dengan tenang mereka lalu menutup payung, membuka mantel, membungkus payung dalam mantel
dan mengikat mantel-mantel itu di atas punggung. Kini mereka berpakaian ringkas, pakaian berwarna
hitam yang membuat bayangan mereka sukar dapat dilihat. Dengan gerakan yang amat cekatan,
setelah saling berbisik, keduanya lalu meloncat ke atas tembok pagar dan terus berloncatan ke atas
genteng rumah besar itu. Gerakan mereka demikian ringan dan cepat, seperti dua ekor kucing saja
ketika kaki mereka menginjak genteng tanpa menimbulkan suara sama sekali, dan bagaikan dua ekor
burung saja ketika mereka meloncat.
Di ruangan belakang rumah itu, dua orang itu berloncatan turun. Dengan tenang mereka lalu
menghampiri dua buah kamar di mana empat orang pelayan itu tidur. Masing-masing menghampiri
sebuah kamar, yang laki-laki menghampiri pintu kamar pertama dan yang perempuan menghampiri
pintu kamar ke dua, mereka berdua menggunakan tangan kanan mendorong daun pintu.
"Krekkk!" Daun pintu yang terkunci dari dalam itu jebol dan terbuka. Di dalam kamar pertama tidur dua
orang pelayan pria dan laki-laki jangkung itu lalu menggerakkan tangan kirinya. Sinar hitam menyambar
ke arah pembaringan dan dua tubuh pelayan laki-laki yang sedang tidur pulas itu berkelojotan dan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
2
tewas tak lama kemudian tanpa sempat membuka mata atau mengeluarkan suara.
Akan tetapi dua orang pelayan wanita yang berada di dalam kamar ke dua, ternyata belum pulas benar.
Suara jebolnya daun pintu mengejutkan mereka. Keduanya bangkit duduk dan terbelalak memandang
ke arah daun pintu yang sudah jebol. Ketika mereka melihat munculnya seorang wanita yang bermuka
pucat dingin di tengah ambang pintu mereka terkejut dan ketakutan. Akan tetapi wanita itu pun sudah
menggerakkan tangan kirinya dan sinar hitam menyambar ke arah dua orang pelayan wanita. Seorang
di antara mereka sempat menjerit kecil sebelum ia roboh ke atas pembaringan kembali seperti
temannya dan tubuh mereka berkelojotan lalu terdiam, mati. Sinar lampu di ruangan luar kamar itu kini
menyinari dua muka pembunuh itu. Wajah seorang laki-laki yang kurus akan tetapi cukup tampan,
kumisnya kecil panjang berjuntai ke bawah, bersatu dengan jenggotnya yang pendek dan sudah
berwarna dua. Usianya sekitar lima puluh tahun. Wajah wanita itu pucat akan tetapi cantik, dengan
hidung dan mulut yang membayangkan keangkuhan. Kini mereka saling pandang dan tersenyum, akan
tetapi senyum mereka itu bagi orang lain tentu mengerikan karena seperti senyum iblis yang
mengandung kekejaman.
Kini dua ekor anjing yang berlari dari belakang, datang sambil menggonggong dan hendak menyerang
dua orang itu. Akan tetapi, dua orang itu menggerakkan tangan seperti orang menampar ke arah dua
ekor anjing itu dan suara anjing itu pun terhenti seketika dan mereka pun terpelanting dan tewas
dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah. Dua orang itu lalu berkelebatan di belakang
rumah. Beberapa kali terdengar suara ayam berkeyok dan jerit pendek babi-babi yang berada di
kandang belakang. Kalau saja air hujan rintik-rintik tidak membuat suara gaduh di atas genteng,
agaknya dua orang suami isteri yang sedang bersamadhi itu akan dapat
mengetahui akan datangnya dua orang penyebar maut itu. Betapapun tinggi ilmu ginkang (meringankan
tubuh) yang dimiliki tamu-tamu gelap itu, agaknya pendengaran suami isteri yang sedang bersamadhi
itu akan mampu menangkapnya, karena pendengaran mereka amat tajam dan terlatih dengan baik.
Suara gaduh yang ditimbulkan air hujan yang merintik di atas genteng menutupi semua suara lain. Akan
tetapi jerit pelayan wanita tadi masih dapat menembus celah-celah dan memasuki kamar.
"Suara apa itu?" Ma Kim Li bertanya, sadar dari samadhinya. Suaminya juga sudah membuka mata
dan memandangnya, menggeleng kepala. Akan tetapi karena tidak terdengar suara apa-apa lagi yang
mencurigakan, mereka pun merasa lega. "Mungkin mereka mengigau dalam tidur ," kata Siangkoan
Leng, sama sekali tidak menduga buruk karena selama bertahun-tahun ini tidak pernah terjadi sesuatu
menimpa keluarganya.
Akan tetapi kelegaan hati mereka itu tidak berlangsung lama. Kecurigaan hati mereka kembali diusik
ketika terdengar gonggong kedua ekor anjing peliharaan mereka, apalagi ketika suara menggonggong
kedua ekor anjing itu tiba-tiba saja terhenti. Hal ini tidak wajar, pikir mereka. dari pandang mata saja
kedua suami isteri itu sudah saling sepakat untuk melakukan penyelidikan. Berbareng mereka meloncat
turun dari pembaringan, mengenakan sepatu dan keluar dari dalam kamar. Pertama-tama.mereka
membuka daun pintu putera mereka dan melihat betapa putera mereka masih duduk bersila, akan
tetapi agaknya juga terganggu oleh suara gonggongan anjing-anjing itu.
"Anjing-anjing itu kenapa, Ibu?" tanya Siangkoan Hay yang sangat menyayang anjing peliharaan
mereka.
"Kau di sinilah, kami akan melihat ke belakang." kata ibunya. Mereka lalu keluar dari kamar itu,
menutupkan kembali daun pintunya dan dengan langkah ringan namun cepat, suami isteri itu lalu berlari
ke belakangDan apa yang dilihatnya pertama-tama membuat mereka terbelalak dan wajah mereka
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
3
berubah. Dua ekor anjing peliharaan mereka yang setia itu telah menggeletak mati dengan mulut,
hidung dan telinga mengeluarkan darah! Siangkoan Leng cepat menghampiri dan sebagai seorang ahli
pengobatan, begitu meraba, tahulah dia bahwa dua ekor anjing itu tewas karena pukulan yang amat
ampuh, pukulan yang tidak membekas pada kulit anjing akan tetapi yang merusak bagian dalam
sehingga dua ekor binatang itu tewas dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah.
Jeritan tertahan isterinya membuat Siangkoan Leng cepat meloncat dan menghampiri dua kamar itu.
Dia menahan napas melihat betapa empat orang pelayan itu pun sudah tewas dan ketika mereka
berdua melakukan pemeriksaan, mereka semakin terkejut akan tetapi juga marah sekali karena empat
orang itu tewas dengan leher menghitam dan membengkak, tanda bahwa mereka telah dibunuh
dengan menggunakan senjata rahasia jarum yang mengandung racun jahat!
Mereka saling pandang dengan mata terbelalak. "Perbuatan siapa ini….?" Bisik isterinya.
Suaminya menggeleng kepala, akan tetapi kelihatan marah. "Mari kita mencarinya!" Mereka
berlompatan ke belakang dan ketika melakukan pemeriksaan mereka menemukan semua binatang
peliharaan mereka, babi, ayam, bahkan seekor kucing, telah mati semua! Tidak ada seekor pun
binatang peliharaan mereka yang masih hidup!
"Cepat, ana kita….!” Ma Kim Li setengah menjerit ketika teringat anaknya dan seperti berlumba saja
kedua orang suami isteri itu berlari kembali ke dalam ruangan besar dan segera menuju ke kamar anak
mereka. Daun pintu masih tertutup dan dengan hati penuh ketegangan Ma Kim Li yang datang lebih
dulu dari suaminya itu cepat mendorong daun pintu. Legalah hatinya melihat betapa puteranya masih
duduk bersila seperti tadi!
"Eh, ada apakah Ibu?” tanya Siangkoan Hay, terkejut melihat cara masuknya ibu dan ayahnya itu dan
melihat wajah mereka pucat, dibayangi ketegangan dan kegelisahan.
Tanpa mengeluarkan kata-kata Ma Kim Li merangkul puteranya. "Tidak ada apa-apa, hanya ada orang
jahat memasuki rumah kita," bisiknya.
"Wah, kalau begitu mari kita tangkap dan hajar dia, Ibu!" Siangkoan Hay berkata penuh semangat dan
dia sudah meloncat turun dan tentu akan berlari keluar kalau tidak dipegang ibunya.
"Ssttt..." kata ibunya.
Pada saat itu terdengar suara ketawa bergelak dari luar. "Ha-ha-ha, jelas nampak betapa orang tuanya
pengecut akan tetapi anaknya gagah berani! Hari ini kami membunuhi semua pelayan dan binatang
peliharaan, seminggu kemudian kami datang mengambil kembali anak kami dan sebulan kemudian
kami datang untuk mengambil nyawa suami isteri Siangkoan!"
"Keparat!" Siangkoan Leng meloncat keluar melalui jendela sedangkan isterinya sudah melompat
keluar melalui pintu setelah memesan agar puteranya tinggal saja dalam kamar.
Suami isteri itu muncul di pekarangan depan rumah mereka dari dua jurusan pada waktu yang sama
dan di tengah pekarangan itu, di bawah sinar lampu yang suram karena walaupun hujan tinggal sedikit
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
4
sekali namun cuaca masih amat gelap, berdiri dua orang yang berpakaian serba hitam dan
menggendong buntalan hitam. Yang seorang bertubuh jangkung kurus, seorang lagi bertubuh kecil
ramping.
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li mendekati dua orang itu dengan hati-hati dan memandang penuh
perhatian. Setelah mengenal wajah dua orang itu, suami isteri ini menjadi marah bukan main.
Kiranya kalian... suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan?"
Laki-laki jangkung kurus berusia kurang lebih lima puluh tahun itu tertawabergelak dan isterinya yang
cantik dan hanya beberapa tahun lebih muda, tersenyum, akan tetapi baik suara ketawa maupun
senyum itu mengerikan, mengandung ejekan dan kekejaman luar biasa.
Sekilas terbayanglah pengalaman kurang lebih sepuluh tahun ketika suami isteri Siangkoan masih
merajalela di selatan. Di antara banyak sekali musuh dan saingan dalam rimba raya persilatan dan
dunia hitam, suami isteri dari Guha Iblis Pantai Selatan ini merupakan musuh besar mereka. Tentu saja
sebabnya hanya memperebutkan kekuasaan dan wilayah kekuasaan.
Beberapa kali dua pasang suami isteri ini saling bentrok, akan tetapi di dalam perkelahian-perkelahian
yang seimbang dan seru, selalu Siangkoan Leng dan Ma Kim Li selalu menang dan suami isteri Guha
Iblis itu selalu melarikan diri dengan luka-luka. Melihat bahwa musuh yang datang hanya suami isteri
yang beberapa kali pernah kalah oleh mereka, tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li memandang
rendah dan mereka menjadi marah sekali.
"Kalian datang mengantar nyawa!" bentak Siangkoan Leng. "Ha-ha, yang jelas kami datang mencabut
nyawa para pelayan dan semua binatang peliharaanmu. Seminggu kemudian kami akan datang
mengambil kembali anak kami, dan sebulan kemudian baru kami akan mengambil nyawa kalian."
"Jahanam busuk!" Ma Kim Li memaki wanita yang menjadi musuhnya itu. "Lancang sekali kau
mengatakan bahwa putera kami adalah anak kalian!"
"Tentu saja anak kami!" jawab wanita berpakaian hitam itu. "Kalian telah merampasnya dari tangan
kami, mendahului kami yang memang merencanakan untuk mengambil anak itu. Dia anak kami, dan
seminggu lagi kami akan mengambilnya."
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
5
"Mulut besar, kami akan membunuh kalian untuk perbuatan kalian malam ini!" bentak Siangkoan Leng
dan tanpa banyak cakap lagi dia pun mengeluarkan suara melengking nyaring yang disusul oleh
isterinya dan kedua suami isteri ini lalu menubruk ke depan. Kedua lengan mereka dikembangkan, jarijari tangan dibuka membentuk cakar dan bukan main dahsyatnya serangan itu karena mereka yang
marah sekali telah mengeluarkan ilmu baru yang sedang mereka ciptakan agar cepat-cepat dapat
membunuh dua orang musuh besar itu.
Dua orang tokoh Guha Iblis Pantai Selatan itu mengeluarkan suara ketawa mengejek dan tiba-tiba
mereka bertiarap ke atas tanah, kemudian mencelat ke atas memapaki serangan lawan. Sungguh aneh
sekali gerakan mereka itu, akan tetapi ternyata mereka mampu menyambut serangan lawan dengan
dorongan telapak tangan terbuka yang amat kuat.
"Desss! Dessss! !" Empat tangan itu saling bertemu di udara dan terjadi benturan tenaga sinkang yang
amat dahsyat sehingga keadaan sekeliling tempat itu seperti tergetar.
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li terdorong dan terhuyung ke belakang, muka mereka menjadi pucat.
Sedangkan dua orang berpakaian hitam itu berdiri tegak sambil tertawa-tawa.
"Siangkoan Leng, kami tidak ingin membunuh kalian sekarang. Seminggu lagi kami datang untuk
mengambil anak itu, dan sebulan kemudian baru kami akan membunuh kalian. Ha-ha-ha, selamat
tinggal!" Dua orang itu tertawa-tawa dan sekali berkelebat keduanya lenyap dari depan suami isteri
yang masih tertegun itu.
Ma Kim Li teringat akan puteranya dan cepat ia lari memasuki rumah lagi, diikuti oleh suaminya yang
juga merasa khawatir sekali. Ketika mereka membuka daun pintu, dapat dibayangkan betapa kaget dan
gelisah rasa hati mereka melihat bahwa kamar putera mereka itu telah kosong dan tidak nampak
bayangan Siangkoan Hay!
"Hay Hay !" Ma Kim Li menjerit dan cepat keluar lagi, berlari ke sana-sini mencari-cari puteranya. Juga
Siangkoan Leng mencari-cari dan memanggil-manggil nama anaknya.
Akan tetapi mereka tidak dapat menemukan Siangkoan Hay yang seolah- olah lenyap ditelan bumi,
tidak meninggalkan bekas! Mereka mencari-cari sampai jauh ke tuar rumah, bahkan mengejar ke sanasini di seluruh kota dan sampai pagi, tetap saja mereka tidak dapat menemukan putera mereka. Dapat
dibayangkan betapa gelisah rasa hati orang tua itu setelah mencari-cari semalam suntuk tanpa hasil
dan pada pagi harinya berjatan pulang dengan tubuh lemmas. Biarpun tidak sampai mengeluarkan air
mata karena wanita seperti Ma Kim Li itu tidak dapat menangis lagi, akan tetapi wajahnya menjadi amat
pucat. Juga wajah Siangkoan Leng pucat dan keduanya setelah tiba di rumah, kembali mencari anak
mereka tanpa hasil. Mereka melakukan penyelidikan di kamar Siangkoan Hay namun tidak menemukan
sesuatu yang mencurigakan atau sesuatu yang dapat memberi petunjuk ke mana perginya anak itu.
"Jangan-jangan mereka telah membawanya!" kata Ma Kim Li.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
6
"Kalau mereka yang menculik Hay Hay, berarti mereka tentu mempunyai pembantu. Mereka sendiri
tidak mungkin karena mereka bentrok dengan kita dan ketika mereka pergi kita langsung pergi ke
kamar Hay Hay. Akan tetapi kurasa bukan mereka penculiknya. Bukankah mereka sudah mengatakan
akan mengambil Hay Hay seminggu lagi?"
"Iblis-iblis macam mereka itu mana bisa dipercaya?"
"Jangan kau memandang rendah mereka! Kukira mereka itu tidak boleh disamakan dengan keadaan
mereka sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun yang lalu, kepandaian mereka hanya berada sedikit di
bawah tingkat kita, akan tetapi engkau tentu merasakan ketika kita beradu tenaga dengan mereka tadi.
Kita mempergunakan ilmu kita yang baru, dengan pengerahan seluruh tenaga, akan tetapi tangkisan
mereka membuat kita hampir jatuh! Itu saja membuktikan bahwa mereka kini telah memiliki tingkat
kepandaian yang berada di atas tingkat kita!"
"Aku tidak takut!"
“Aku pun tidak takut, akan tetapi aku hanya mengatakan keadaan sebenarnya. Dengan kepandaian
setinggi itu, mereka tentu bukan hanya menggertak saja. Mereka bahkan sengaja menentukan waktuwaktunya untuk bertindak agar kita dapat membuat persiapan lebih dulu. Kesombongan seperti itu tentu
hanya mereka lakukan karena mereka yakin benar akan kepandaian mereka. Mereka seolah-olah
memberi kesempatan kepada kita untuk melarikan diri, atau minta bantuan orang lain, dan agaknya
mereka sudah siap akan semua kemungkinan itu."
"Kalau bukan mereka, siapa yang mengambil anak kita?" " Aku tidak tahu... ah, begitu banyak musuh
kita di selatan, mana kita bisa menduga siapa yang menculiknya?"
"Sudah tujuh tahun tidak ada seorang pun di antara mereka yang datang mengganggu….”
"Buktinya malam tadi sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan datang, siapa tahu ada pula
yang lain-lain datang untuk mengganggu kita."
"Kalau begitu, bagaimana baiknya ?" Ma Kim Li nampak bingung dan putus asa. Wajahnya yang
biasanya cerah dan masih nampak cantik itu kini menjadi muram dan sepasang matanya yang biasanya
bersinar-sinar penuh keramahan yang berseri-seri, kini nampak layu dan membayangkan ketajaman
yang penuh kekejaman dan kemarahan. Kedua tangannya sebentar terbuka sebentar tertutup seperti
hendak mencengkeram sesuatu dan sepuluh batang jari-jari tangannya itu dimasuki tenaga dahsyat
sehingga kadang-kadang mengeluarkan bunyi berkerotokan, mengerikan sekali.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
7
"Sudahlah, lebih baik kita sekarang mengurus mayat empat orang pelayan kita itu dan jangan sampai
ada orang lain yang tahu. Kita kubur mereka diam-diam di kebun kita dan semenjak hari ini kita tutup
toko kita. Setelah itu baru kita akan mencari akal bagaimana untuk menghadapi mereka dan juga ke
mana kita harus mencari anak kita."
"Akan tetapi Hay Hay... bagaimana kalau anak kita itu dibunuh…..?"
"Bodoh! Kalau mereka memang ingin membunuhnya, mengapa harus susah-susah menculiknya?
Kalau sudah dapat menculiknya, apa susahnya membunuhnya di sini juga? Jangan bodoh, penculik itu
tidak membunuhnya, hanya menculiknya untuk membikin kita tersiksa."
"Seperti juga dua iblis itu yang sengaja memberi waktu kepada kita agar kita gelisah dan tersiksa
sebelum mereka turun tangan."
"Benar, dan mari kita bekerja membereskan mayat-mayat itu."
Suami isteri itu menutup pintu rapat-rapat dan diam-diam lalu bekeria keras. membuat lubang yang
cukup besar di dalam kebun belakang mereka untuk mengubur empat mayat pelayan mereka menjadi
satu. Juga bangkai-bangkai babi, anjing dan ayam itu mereka kuburkan ke dalam satu lubang yang lain!
Sebetulnya, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li bukanlah orang biasa. Ketika mereka masih merajalela di
selatan, mereka merupakan sepasang manusia iblis yang tidak pantang melakukan perbuatan jahat apa
pun. Di samping kekejaman mereka, suami isteri ini pun amat lihai. Jarang ada orang yang mampu
menandingi mereka. Nama besar Lam-hai Siang-mo (Sepasang Iblis Laut Selatan) sebagai julukan
yang diberikan oleh dunia kang-ouw kepada mereka amat terkenal dan ditakuti orang. Entah sudah
berapa banyak orang terbunuh atau kalah oleh mereka berdua sehingga tidak mengherankan apabila
banyak orang menaruh dendam kepada mereka. Semenjak mereka pindah ke Nan-king, mereka
"mencuci tangan" dan tidak pernah melakukan kejahatan lagi, memelihara dan mendidik anak tunggal
mereka dan bekerja dengan halal. Mereka tidak tahu bahwa semua perbuatan mereka yang lalu itu
tidak habis begitu saja, mengandung akibat-akibat yang agaknya baru sekarang timbul dan
mengganggu kehidupan mereka yang tadinya tenteram.
Sambil bekerja mengubur mayat-mayat dan bangkai-bangkai, pekerjaan yang bagi mereka biasa saja
karena menghadapi kematian sudah tidak aneh lagi bagi mereka, kedua orang suami isteri itu
bercakap-cakap dan menduga-duga siapa kiranya musuh-musuh lain yang berani mengganggu mereka
dan menculik Siangkoan Hay.
"Sungguh aneh sekali, apa maksudnya tikus-tikus dari Guha Iblis itu mengaku Siangkoan Hay sebagai
anak mereka?" antara lain Ma Kim Li bertanya.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
8
"Aku juga sudah memikirkan hal itu sejak tadi," jawab suaminya. "Dan aku mengambil kesimpulan
bahwa agaknya mereka sudah tahu akan rahasia kita dan agaknya pula pada waktu itu mereka pun
berniat untuk menculik anak itu. Hanya bedanya, kalau mereka ingin menculik, sebaliknya kita
menukarnya dengan anak yang mati. Anehnya, bagaimana mereka bisa tahu? Bukankah dua orang
saksi telah kita bunuh semua?"
Setelah pekerjaan mengubur itu selesai, Siangkoan Leng dan isterinya masuk ke dalam rumah dan
keduanya termenung. Mereka membayangkan peristiwa tujuh tahun yang lalu. Ketika Ma Kim Li mulai
mengandung, ia dan suaminya mendengar akan adanya suami isteri pendekar yang baru tiba di selatan
dari pelariannya keluar dari Tibet. Suami isteri itu terkenal sebagai pendekar-pendekar budiman dan
ketika mereka merantau ke Tibet Si isteri mengandung, ada petunjuk kepada para pendeta Lama
bahwa anak yang dikandungnya oleh isteri pendekar itu adalah penitisan (reinkarnasi) dari Dalai Lama
dan bahwa anak itu kelak akan menjadi Dalai Lama atau seorang yang suci. Karena itu, suami isteri
pendekar itu menjadi ketakutan. Berita itu berarti bahwa mereka harus melepaskan anak mereka kalau
sudah terlahir, untuk dirawat dalam biara oleh para pendeta Lama. Dengan ilmu kepandaian mereka,
suami isteri itu akhirnya berhasil lolos dari kepungan para pendeta Lama dan melarikan diri sampai ke
pantai selatan. Akan tetapi berita itu ramai dibicarakan orang dan terdengar pula oleh Lam-hai Siangmo. Ramai orang membicarakan bahwa anak yang akan terlahir dari isteri pendekar itu tentu seorang
anak yang disebut Sin-tong (Anak Ajaib).
Kebetulan sekali, kandungan dalam perut Ma Kim Li sama tua dengan kandungan isteri pendekar itu.
Ketika Ma Kim Li melahirkan, ternyata bayi laki-laki itu memiliki tubuh yang lemah sekali. Suami isteri itu
berusaha mengobatinya, namun sia-sia bahkan pertumbuhan anak itu setelah dua bulan tidak berjalan
normal dan amat terbelakang. Tentu saja Siangkoan Leng dan Ma Kim Li menjadi kecewa bukan main.
Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang tidak pernah mau mengalah terhadap nasib dan dengan
cara apa pun juga mereka ingin mengubah nasib diri mereka. Mereka mendengar bahwa suami isteri
pendekar itu yang untuk sementara kini mondok dalam sebuah kuil para nikouw (pendeta wanita) yang
terpencil di luar kota, juga sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang lahirnya hanya selisih satu dua
hari dengan kelahiran anak mereka yang diberi nama Siangkoan Hay itu. Pada suatu malam, pergilah
suami isteri ini membawa anak mereka yang baru berusia dua bulan, memasuki kuil dari kebun
belakang.
Siangkoan Leng menyuruh isterinya bersembunyi di balik rumpun bunga dan mendekap mulut anak
mereka agar jangan mengeluarkan suara, sedangkan dia sendiri cepat menyelinap untuk menyelidiki
keadaan di dalam kuil itu. Dia merasa terheran-heran melihat betapa kuil itu sunyi senyap dan
terdengar suara orang-orang tidur mendengkur di dalam kamar-kamar kuil itu, tanda bahwa para
penghuninya sudah tidur lelap.
Cepat dia memberi isyarat kepada isterinya dan mereka lalu mengadakan pemeriksaan dan mengintai
ke dalam setiap kamar. Akhirnya mereka melihat seorang wanita yang berpakaian seperti pengasuh
anak-anak, bersama seorang nikouw, yaitu seorang pendeta wanita yang berkepala gundul, berada di
dalam sebuah kamar dan anehnya, mereka pun agaknya tidur nyenyak. Seorang anak laki-laki berusia
kurang lebih dua bulan juga tertidur di atas pembaringan.
"Cepat…..!" Bisik Siangkoan Leng kepada isterinya. Mereka berloncatan tanpa mengeluarkan suara ke
dalam kamar itu. Ma Kim Li lalu menaruh anaknya sendiri di atas pembaringan dan menyambar anak
laki-laki yang sedang tidur nyenyak itu, seorang anak laki-laki yang bertubuh montok dan berkulit putih
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
9
bersih. Akan tetapi anaknya sendiri menangis dan tanpa banyak cakap lagi Siangkoan Leng lalu
menggerakkan tangan menampar dan anak itu pun terdiam dan tewas dengan muka yang tak dapat
dikenal lagi karena sudah remuk! Sementara itu, Ma Kim Li juga mempergunakan tangannya yang
bergerak menyambitkan jarum-jarum hitam. Jarum-jarum itu berubah menjadi sinar hitam menyambar
ke arah leher dua orang wanita itu yang tak sempat berteriak lagi dan langsung saja tewas dengan
jarum-jarum itu terbenam dalam-dalam di leher mereka! Setelah itu, suami isteri itu berloncatan ke luar.
Pekerjaan terkutuk itu mereka lakukan dengan tenang-tenang saja. Membunuh anak sendiri dan dua
orang wanita tidur itu bagi mereka bukan apa-apa, karena membunuh anak sendiri dan merusak
mukanya agar tidak dikenal itu memang sudah termasuk dalam rencana mereka.
Setelah menukarkan anak mereka yang lemah dan tidak normal itu dengan putera suami isteri
pendekar, anak yang dihebohkan sebagai Sin-tong, anak yang sejak dalam kandungan sudah ditunjuk
oleh para pendeta Lama di Tibet sebagai calon orang besar, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merasa
girang sekali. Akan tetapi mereka pun maklum bahwa orang-orang tidak akan tinggal diam saja, maka
mereka pun seperti memperoleh dorongan lebih kuat lagi untuk segera meninggalkan daerah selatan.
Memang sejak Ma Kim Li mengandung, mereka ingin meninggalkan pekerjaan sebagai penjahat demi
anak mereka. Kini, mereka setengah terpaksa meninggalkan daerah selatan pada malam hari itu juga
dan setelah merantau berbulan-bulan lamanya, menghilangkan jejak mereka agar tidak dapat disusul
oleh mereka yang mungkin melakukan pengejaran, akhirnya mereka tinggal di Nan-king sebagai
pedagang dan ahli obat.
Suami isteri mengenangkan semua peristiwa itu dan kini menduga-duga siapakah yang membocorkan
rahasia mereka sehingga diketahui oleh suami isteri Guha Iblis itu? Dan mengapa yang mencari
mereka, yang ingin merampas anak itu adalah dua orang dari Guha Iblis itu, dan bukan orang tua anak
itu, apakah sepasang pendekar yang menjadi orang tua aseli dari anak yang kini bernama Siangkoan
Hay dan menjadi anak mereka selama tujuh tahun? Dan siapa pula yang sebenarnya telah menculik
anak mereka?
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" berkali-kali Ma Kim Li bertanya, kepada suaminya dan
kepada diri sendiri karena ia merasa bingung sekali. Biarpun bukan Siangkoan Hay anak yang
dikandungnya dan dilahirkannya, akan tetapi karena ia telah memelihara dan mendidik anak itu sejak
berusia dua bulan, ia sudah merasa amat mencinta anak itu dan dianggapnya seperti anak kandungnya
sendiri saja.
"Kita menghadapi dua hal yang amat gawat," kata suaminya setelah lama berpikir-pikir mencari akal.
"Pertama, dua orang itu tentu tidak mau melepaskan kita begitu saja. Mereka memberi waktu, dan
selama itu tentu mereka akan selalu mengamati gerak-gerik kita sehingga andaikata kita melarikan diri
pun mereka akan tahu dan membayangi kita. Ilmu kepandaian mereka amat tinggi dan kita harus
mencari daya upaya untuk melawan mereka dan menang. Ke dua, kita pun harus cepat-cepat mencari
anak kita yang diculik orang. Mencari anak kita dalam keadaan kita selalu dibayangi, sungguh akan
tidak leluasa sekali, dan menghadapi mereka secara begitu saja, juga amat berbahaya. Ilmu kita yang
paling baru saja tidak mampu merobohkan mereka!"
"Habis, bagaimana?" tanya isterinya yang diam-diam merasa jerih juga walaupun ia tidak menyatakan
dengan mulut. Ia pun merasa ketika menyerang wanita yang menjadi lawannya malam itu, ia telah
mengeluarkan ilmunya yang terbaru dan mengerahkan tenaga. Akan tetapi lawan itu dengan gerakan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
10
bertiarap lalu meloncat bangun, sanggup menahan pukulannya, bahkan membuat ia terdorong ke
belakang dan terhuyung hampir roboh! Padahal dahulu, wanita itu yang bernama Tong Ci Ki berjuluk Si
Jarum Sakti, pernah dikalahkannya dalam perkelahian sampai beberapa kali. Juga suami wanita itu,
yang bernama Kwee Siong berjuluk Si Tangan Maut, beberapa kali kalah oleh suaminya. Kiranya
mereka telah mempero1eh kemajuan yang amat hebat selama sepuluh tahun ini.
"Kita harus menggunakan akal sehingga untuk sementara kita dapat lolos dari ancaman mereka dan di
lain pihak kita pun dapat bebas melakukan pengintaian kepada mereka apakah mereka itu menculik
anak kita atau tidak."
"Bagaimana akalnya?" isterinya bertanya khawatir .
"Yang terpenting kita harus dapat meloloskan diri dari pengamatan mereka agar kita dapat leluasa
bergerak dan dapat berbalik membayangi mereka, dan satu-satunya akal kita adalah begini." Suami itu
mendekati isterinya dan berbisik-bisik di dekat telinganya, karena khawatir kalau-kalau pihak musuh
mengadakan pengintaian dan akan dapat mendengarkan siasatnya. Isterinya mengangguk-angguk
setuju.
***
Berita kematian Siangkoan Sinshe dan isterinya amat menggemparkan seluruh penduduk Nan-king.
Banyak sekali orang datang untuk melayat. Menurut penuturan empat orang pelayan laki-laki yang baru
beberapa hari bekerja di situ karena kabarnya pelayan-pelayan lama keluar dan pulang kampung,
mereka mendapatkan majikan mereka itu kedua-duanya telah mati di dalam kamar tidur mereka.
Memang agak aneh. Apalagi ketika para tetangga itu mendapatkan bahwa dua mayat Siangkoan Leng
dan isterinya itu telah dimasukkan ke dalam dua buah peti yang sudah tertutup. Akan tetapi tidak ada
yang meributkan soal ini. Tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali melayat dan ikut berkabung karena
bagaimanapun juga, suami isteri itu dikenal sebagai pedagang obat yang pandai mengobati orang sakit
dan sudah banyak orang sakit sembuh oleh pengobatan mereka.
Kepala daerah yang sudah mengenal baik Siangkoan Leng dan isterinya, datang pula melayat begitu
mendengar berita itu dan dia pun merasa curiga, maka dia memaksa empat orang pelayan itu, dibantu
oleh orang-orang kepala daerah itu sendiri, membuka sedikit peti-peti mati itu agar dia dapat melihat
wajah suami isteri yang dikabarkan mati mendadak itu.
Dua buah peti mati itu lalu dibuka sedikit dan digeser penutupnya. Nampaklah wajah dua orang suami
isteri itu, wajah yang pucat tak mengandung darah lagi, wajah jenazah yang sudah tidak bernyawa lagi!
Si Kepala Daerah baru percaya dan peti itu pun ditutup lagi dan dipaku. Dan para tetangga juga kini
percaya bahwa suami isteri itu sudah benar-benar mati. Hanya, tidak ada yang tahu bagaimana dua
orang yang tadinya sehat-sehat itu tiba-tiba saja meninggal dunia.
Selama dua hari banyak tamu berdatangan dan bersembahyang di depan dua buah peti mati itu. Asap
hio mengepul dan bau dupa wangi yang dibakar memenuhi ruangan. Pada hari ke tiga, anak tunggal
suami isteri yang mati itu, yang selama beberapa hari itu menjadi pertanyaan para tetangga dan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
11
kenalan Siangkoan Leng sekeluarga, tiba-tiba saja muncul, dan berlari-lari sambil menangis dan
memanggil ayah ibunya!
Keadaan menjadi gempar dan mengharukan ketika Siangkoan Hay, yang menjadi buah bibir dan
pertanyaan para tetangga karena tidak nampak, apalagi karena empat orang baru itu mengatakan
bahwa mereka belum pernah melihat putera majikan mereka itu karena semenjak mereka dipekerjakan,
tuan muda itu sudah tidak berada di rumah, menangis tersedu-sedu di depan dua peti mati itu.
"Ayah..., Ibu... kenapa kalian mati? Kenapa... ? Apa yang telah terjadi….?" Dia menangis dan bertanya,
akan tetapi tak seorang pun mampu menjawabnya.
Dari luar terdengar suara ketawa. Tentu saja semua tamu menjadi terkejut dan menengok dan
pandang mata mereka membayangkan kemarahan. Sungguh tidak sopan sekali di dalam ruangan
berkabung itu ada orang tertawa! Akan tetapi pandang mata mereka yang tadinya mengandung
kemarahan segera berubah menjadi ketakutan dan kengerian ketika mereka melihat siapa yang tertawa
tadi.
Mereka adalah seorang laki-laki dan seorang wanita. Yang laki-laki bertubuh jangkung kurus, wajahnya
tampan akan tetapi mengerikan, dingin dan kaku seperti kedok saja, hanya sepasang matanya yang
hidup dan mencorong menakutkan. Yang wanita bertubuh kecil ramping, mukanya berbentuk bagus
dan cantik, akan tetapi muka itu pucat sekali seperti muka mayat dan bibir yang pucat membiru itu
tersenyum, akan tetapi senyum yang mengandung kekejaman, sedangkan sepasang matanya juga
mencorong seperti mata laki-laki jangkung di sampingnya. Kiranya yang mengeluarkan suara ketawa
tadi adalah wanita itu dan kini mereka melangkah memasuki ruangan di mana terdapat dua buah peti
mati yang berjajar. Sejenak kedua orang itu memandang ke sekeliling, ke arah para tamu yang nampak
terkejut dan bengong memandang kedua orang yang baru datang itu.
Tidak ada seorang pun di antara para tamu itu yang mengenal suami isteri ini. Akan tetapi di selatan, di
sepanjang pantai selatan, semua orang di dunia kang-ouw, terutama di dunia hitam, mengenal
sepasang suami isteri Guha Iblis Pantai selatan. Laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih itu
bernama Kwee siong akan tetapi lebih terkenal dengan julukan Si Tangan Maut. Adapun wanita yang
sedikit lebih muda daripada dia itu adalah isterinya bernama Tong Ci Ki yang terkenal dengan
julukannya Si Jarum sakti. Mereka merupakan pasangan suami isteri yang terkenal ganas, kejam dan
lihai seperti sepasang iblis, penghuni Guha Iblis di pantai selatan, ditakuti oleh semua orang.
Kini suami isteri yang sikapnya amat dingin mengerikan itu memandang ke arah anak laki-laki yang
menangis di antara dua buah peti mati. Si Jarum Sakti Tong Ci Ki menghampiri anak ini dan, bibirnya
yang pucat kebiruan itu bergerak-gerak. "Apakah engkau anak dari Siangkoan Leng dan Ma Kim Li?"
Anak itu memang Siangkoan Hay dan sambil mengusap air matanya, dia kini memandang kepada dua
orang itu. Dia tidak mengenal mereka, akan tetapi ketika mereka menyebut nama ayah ibunya, dia
mengangguk. "Benar, aku adalah anak mereka, namaku Siangkoan Hay."
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
12
"Sin-tong...!" kata Tong Ci Ki dan ia pun melangkah maju mendekati Siangkoan Hay sambil
mengulurkan tangannya.
"Apa... ?" Hay Hay bertanya heran, akan tetapi pada saat itu, tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan
yang luar biasa dan tahu-tahu pergelangan tangannya telah ditangkap oleh tangan wanita itu yang
berkulit halus namun dingin. Hay Hay menggigil kedinginan dan hendak menarik kembali tangannya,
akan tetapi tiba-tiba saja tangan yang lain dari wanita itu mengelus kepalanya dan dia pun tidak mampu
menggerakkan tangannya itu, bahkan ketika hendak mengeluarkan suara, tidak ada suara keluar dari
tenggorokannya. Hay Hay terkejut sekali dan hanya berdiri bengong, tak mampu bersuara atau
bergerak, dan masih bergantungan pada tangan wanita itu yang memegang pergelangan tangannya.
Sementara itu Si Tangan Maut Kwee Siong, dengan senyum yang lebih pantas dinamakan senyum
iblis karena hanya menyeringai dengan mulut saja akan tetapi bagian lain dari mukanya sama sekali
tidak bergerak, menghampiri dua buah peti mati itu.
"Heii! Siapa kalian dan mau apa?" seorang di antara para tamu, yang merasa tidak senang melihat
sikap suami isteri itu, menegur.
Si Tangan Maut menoleh kepada orang itu, menyeringai. "Kami adalah sahabat-sahabat baik dari
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, sungguh tak disangka hari ini kami melihat mereka telah berada di
dalam peti mati."
Mendengar ini, semua orang tertegun. Alangkah anehnya dua orang yang berpakaian serba hitam itu,
pikir mereka. Sementara itu, Si Tangan Maut Kwee Siong sudah menghampiri kedua peti mati itu dan
kedua tangannya menekan dan menepuk-nepuk kedua peti itu seperti orang menepuk-nepuk bahu
sahabat baiknya
"Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, biarlah kalian dapat senang di alam baka." Setelah menepuk
beberapa kali, dia pun mundur dan menoleh kepada isterinya. “Apakah kau tidak ingin membekali
sesuatu kepada mereka melalui lubang-lubang kecil di samping peti itu?"
Wanita itu pun tersenyum. Andaikata mukanya tidak seperti mayat, tentu wajahnya yang belum
kelihatan keriputan itu akan nampak cantik. Ia masih menggandeng tangan Siangkoan Hay dan kini ia
menggerakkan sebelah tangannya ke arah peti. Sinar hitam lembut menyambar ke arah kedua peti itu
dan tepat sekali sinar-sinar kecil itu memasuki lubang-lubang di samping peti. Memang aneh peti mati
itu ada lubang-lubang kecilnya di kanan kiri peti, seolah-olah peti-peti mati itu diberi lubang hawa! Hal ini
tidak nampak oleh para tamu lainnya karena tertutup bunga -bunga, akan tetapi ternyata kelihatan oleh
suami isteri luar biasa itu.
Semua orang tidak mengerti akan sikap mereka dan tidak tahu apa yang mereka lakukan tadi. Akan
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
13
tetapi tiba-tiba semua orang yang berada dekat kedua peti itu mengeluarkan seruan kaget. Dengan
mata terbelalak mereka menuding ke arah bawah peti karena kini dari dua peti itu keluar darah
menetes-netes dan tergenang di bawah peti!
Melihat ini, Si Tangan Maut Kwee Siong dan isterinya, Si Jarum Sakti Tong Ci Ki, tertawa bergelak dan
mereka lalu pergi dari ruangan itu sambil membawa Siangkoan Hay yang masih digandeng oleh Tong
Ci Ki.
"Hai, apa yang telah kalian lakukan?"
"Tunggu dulu……!"
Beberapa orang tamu, orang-orang yang ahli ilmu silat, mulai curiga dan menduga bahwa tentu telah
terjadi peristiwa mengerikan sekali dan dua orang laki-laki dan wanita pakaian hitam ini tentu bukan
sahabat baik keluarga Siangkoan, apalagi melihat mereka hendak pergi membawa Siangkoan Hay,
sudah menghadang mereka.
Akan tetapi suami isteri iblis itu dengan tenang melanjutkan langkahnya dan ketika tiba di dekat mereka
yang berani menghadang, dua orang suami isteri itu hanya berseru, "Minggir kalian!" lalu keduanya
menggerakkan tangan seperti orang mengusir lalat saja akan tetapi akibatnya, empat orang itu
terpelanting ke kanan kiri seperti diamuk gajah! Padahal, empat orang itu termasuk orang-orang yang
memiliki ilmu silat cukup tangguh dan merupakan jagoan-jagoan di Nan-king! Melihat betapa empat
orang lihai itu demikian mudah dirobohkan oleh suami isteri berpakaian hitam, semua orang menjadi
jerih dan tidak ada lagi yang berani menghalangi mereka. Apalagi ketika semua orang melihat betapa
pria jangkung bermuka seperti topeng itu tiba-tiba menarik tangan Siangkoan Hay sehingga tubuh anak
itu terpental ke atas lalu dipondongnya dan bersama wanita muka mayat itu kini mereka lari dengan
kecepatan yang membuat mereka terbelalak, tak seorang pun berani melakukan pengejaran.
Dalam sekejap mata saja dua orang itu telah lenyap dan barulah semua orang menjadi panik dan
bising. Mereka lari mendekati dua peti mati dan dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri hati mereka
ketika melihat bahwa selain dua buah peti itu masih menetes-netes darah melalui lubang-Iubang kecil
tersembunyi itu, juga empat orang pelayan laki-Iaki yang tadi duduk di belakang peti-peti itu kini sudah
terkapar dan tak bernyawa lagi, dengan muka berubah kehitaman! Padahal, mereka tidak melihat dua
orang tamu aneh tadi turun tangan terhadap empat orang pelayan itu dan tidak salah lagi, mereka
berempat itu tewas ketika terjadi ribut-ribut penghadangan terhadap dua orang tamu yang melarikan
Siangkoan Hay. Tak seorang pun melihat bagaimana empat orang pelayan itu tewas dan siapa yang
membunuhnya.
Gegerlah tempat itu! Apalagi kepala daerah Nan-king yang pernah diobati oleh suami isteri Siangkoan,
yang tadinya memang sudah menaruh curiga dan pernah menyuruh membuka tutup peti mati di hari
pertama, menjadi marah sekali mendengar berita itu. Dia bersama orang-orangnya segera datang ke
situ dan memerintahkan para pengawalnya untuk membuka tutup peti dengan paksa. Kembali dua buah
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
14
peti itu dibuka tutupnya dan semua orang terbelalak, ada yang mengeluarkan pekik keheranan dan
kengerian. Kiranya yang berada di dalam peti itu bukan Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, bukan suami
isteri pedagang obat itu, melainkan dua orang laki-laki dan perempuan lain lagi, yang usianya sekitar
empat puluh tahun dan melihat pakaian mereka, mudah diduga bahwa mereka adalah petani-petani
sederhana!
Ke mana perginya Siangkoan Leng dan Ma Kim Li, atau lebih tepat lagi, ke mana hilahgnya jenazahjenazah mereka yang tadinya sudah berada dalam peti mati? Kenapa tubuh dua orang petani itu tahutahu sudah berada di dalam peti dan agaknya mereka belum mati ketika berada dalam peti? Jelas
bahwa mereka mati karena serangan gelap dua orang tamu aneh itu karena di sebelah dalam peti
nampak bekas jari-jari tangan dan juga di lambung mereka nampak luka-luka menghitam yang kecilkecil dan ketika dibedah, ternyata di dalamnya terdapat jarum-jarum hitam kecil. Dan siapa pula yang
membunuh empat orang pelayan itu?
Semua itu terjadi karena ulah suami isteri Siangkoan sediri! Seperti kita ketahui, suami isteri itu
mengatur siasat untuk meloloskan diri dari pengamatan dua orang musuh mereka yang amat lihai agar
mereka dapat leluasa bergerak dan berbalik melakukan pengintaian dan pengamatan. Diam-diam
mereka lalu minta bantuan empat orang yang pernah belajar silat kepada Siangkoan Leng untuk
menjadi pengganti pelayan, dan memberitahu kepada mereka bahwa para pelayan di rumah itu telah
pulang ke kampung karena takut dengan ancaman musuh.
Kemudian, dibantu oleh empat orang pelayan yang juga murid mereka itu, suami isteri ini lalu menggali
lubang terowongan yang menembus ke luar pagar tembok sehingga suami isteri itu dapat keluar
dengan leluasa di waktu malam. Hal ini mereka lakukan agar tidak sampai ketahuan pihak musuh yang
tentu selalu melakukan pengintaian. Setelah melakukan perundingan dengan empat orang pelayan itu
bahwa mereka akan melakukan siasat untuk mengelabuhi musuh, Siangkoan Leng dan Ma Kim Li purapura mati bunuh diri dengan minum racun. Ketika kepala daerah melakukan pemeriksaan, tubuh
mereka memang berada dalam peti dan dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, suami isteri itu
dapat menghentikan pernapasan mereka, bahkan jalan darah mereka menjadi sedemikian lemahnya
sehingga tidak dapat dilihat orang begitu saja, dan wajah mereka menjadi pucat seperti mayat, juga
mereka sanggup menahan napas sampai beberapa lamanya. Dengan kepandaian itu, mereka dapat
mengelabuhi kepala daerah dan orang-orangnya. Untuk keperluan pernapasan ketika peti itu tertutup,
rnereka sengaja membuat lubang-lubang kecil di kanan kiri peti yang agak tersembunyi di antara bunga
hiasan peti.
Malam hari sebelum terjadi kunjungan dua orang suami isteri iblis itu, diam-diam Siangkoan Leng dan
Ma Kim Li keluar dari peti mati dan melalui jalan terowongan di bawah tanah, mereka pergi ke dusun di
luar kota. Tidak sukar bagi mereka untuk menemukan sebuah rumah terpencil di pinggir dusun. Setelah
melakukan pengintaian, mereka merasa girang sekali menemukan suami isteri yang mereka cari-cari,
yaitu sepasang suami isteri berusia kurang lebih tiga puluh lima tahun dan yang lebih cocok lagi dengan
siasat mereka adalah bahwa mereka itu hanya tinggal berdua saja di rumah kecil miskin yang sunyi
terpencil itu.
Suami isteri petani itu belum tidur dan tentu saja mereka merasa terkejut melihat munculnya Siangkoan
Leng dan isterinya yang begitu saja mendorong daun pintu dari luar sampai jebol.
Pendekar Mata Keranjang > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
15
"Eh….apa... siapa….?” teriak petani itu, akan tetapi Siangkoan Leng telah menotoknya sehingga dia
tidak lagi mampu bergerak ataupun berteriak, sedangkan Ma Kim Li melakukan hal yang sama
terhadap isteri petani.
"Itu ada pakaian anak-anak." bisik Ma Kim Li kepada suaminya. Mereka mencari dan menggeledah
rumah kecil itu, akan tetapi tidak menemukan orang lain. Biarpun mereka adalah orang-orang yang
biasa melakukan perbuatan jahat akan tetapi kali ini mereka bekerja secara rahasia dan bersembunyi
dari pengintaian musuh, maka keduanya tidak berani mencari lebih jauh dan cepat memanggul tubuh
suami isteri petani yang sudah lemas itu, kembaIi ke kota Nan-king. MelaIui jalan terowongan itu
mereka mehyeret dua tubuh petani memasuki rumah mereka dan cepat memasukkan tubuh suami isteri
petani itu ke dalam peti-peti mati menggantikan tubuh mereka. Sebelum itu, mereka menggunakan obat
bius untuk membuat suami isteri petani itu pingsan selama sehari semalam.
Setelah melakukan perbuatan itu yang hanya disaksikan oleh empat orang pembantu mereka,
Siangkoan Leng dan Ma Kim Li lalu keluar dari pekarangan rumah mereka melalui jalan rahasia dan
mulailah mereka melakukan pengintaian dari tempat tersembunyi di luar pekarangan. Kini mereka
melakukan pengintaian terhadap rumah mereka sendiri!
Mereka melihat kesibukan yang terjadi di pekarangan dan juga di ruangan pendapa di mana dua buah
peti mati diletakkan, melihat orang-orang datang berlayat dan bersembahyang untuk memberi
penghormatan terakhir kepada "jenazah" mereka. Tentu saja mereka terkejut bukan main melihat
seorang anak laki-laki berpakaian kotor dan berambut kusut memasuki pekarangan itu, anak yang
bukan lain adalah Siangkoan Hay yang mereka cari-cari. Hampir saja Ma Kim Li berteriak melihat
puteranya, akan tetapi suaminya sudah memegang lengannya dan cepat memberi isyarat agar jangan
mengeluarkan suara atau bergerak. Sekali mereka keluar dan kelihatan orang, berarti terbukalah
semua rahasia mereka!
Boleh jadi Siangkoan Leng dan Ma Kim Li merupakan dua orang yang sudah kehilangan peri
kemanusiaan, perasaan mereka sudah membeku terhadap kehalusan, keadaan hidup mereka yang lalu
sebagai dua orang sesat yang berkecimpung dalam dunia hitam dan bergelimang dengan kejahatan
membuat hati mereka mengeras dan tidak mengenal keharuan, namun ketika melihat Siangkoan Hay
menangis di antara dua buah peti itu, menangis sambil memanggil-manggil ayah ibunya, dua orang ini
nampak bengong dan termenung. Bahkan Ma Kim Li sampai mengusap kedua matanya dan Siangkoan
Leng beberapa kali menelan ludah. Bagaimanapun juga, mereka berdua itu menganggap Hay Hay
sebagai anak kandung sendiri. Walaupun anak itu bukan anak kandung, akan tetapi mereka
memeliharanya, membesarkan dan mendidiknya sejak bayi berusia dua bulan, sampai anak itu kini
berusia tujuh tahun. Dan anak itu cerdas, tabah dan lincah, selalu bergembira dan merupakan cahaya
terang dalam kehidupan mereka. Karena watak yang baik dari Siangkoan Hay itulah yang banyak
mendorong kepada su