SeleksidanKarakterisasiCalonJagungHibrida
SELEKSI DAN KARAKTERISASI CALON
JAGUNG
HIBRIDA
CEKAMAN
TOLERAN
KEKERINGAN
O
L
E
H
DARNIS
NIP. 19671231 199103 1 072
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jagung merupakan bahan pangan,
sumber karbohidrat yang dapat membantu
pencapaian dan pelestarian swasembada
pangan. Disamping itu, jagung juga sebagai
bahan pakan, bahan ekspor nonmigas dan
bahan baku industri
Produksi jagung di Indonesia, belum mampu
memenuhi
kebutuhan
disebabkan
hasil yang sangat rendah serta adanya cekaman
abiotis. Cekaman abiotis pada lahan kering adalah
kekeringan dan kemasaman tanah. Sebagian
besar jagung ditanam pada lahan kering
kebutuhan air
dalam proses pertumbuhan
tergantung
pada
curah
hujan
Menurut Blum (2000) bahwa varietas toleran
kekeringan suatu tanaman memiliki keragaman
genetik
antara
lain:
1. Tanaman dapat mempertahankan fungsinya
walaupun status air dalam tanaman rendah
2. Tanaman pulih setelah terjadi cekaman
kekeringan
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah terdapat genotipe jagung hibrida yang
toleran terhadap cekaman kekeringan
2. Bagaimana karakter morfologi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
3. Bagaimana karakter agronomi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk memperoleh genotipe jagung hibrida yang toleran
terhadap cekaman kekeringan
2. Untuk menganalisis karakter morfologi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
3. Untuk menganalisis karakter agronomi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dalam pengembangan tanaman jagung hibrida
yang toleran terhadap cekaman kekeringan
2. Sebagai bahan acuan bagi peneliti pemulia tanaman
untuk pengembangan varietas tanaman jagung hibrida
yang toleran terhadap cekaman kekeringan
3. Sebagai bahan informasi khususnya bagi petani jagung,
diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan
dalam
memanfaatkan
lahan
kering
untuk
pengembangan usahatani jagung hibrida.
KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
Pengembangan
Tanaman Jagung
Intensifikasi
Ekstensifikasi
Lahan
Subur
Seleksi Calon Jagung
Hibrida Toleran
Cekaman
Calon Jagung Unggul
Toleran Kekeringan
Lahan
Marjinal
Air Terbatas
(Lahan Kering)
HIPOTESIS
1. Terdapat satu atau lebih genotipe jagung hibrida yang
toleran terhadap cekaman kekeringan
2. Terdapat perbedaan karakter morfologi antara genotipe
tanaman jagung hibrida yang toleran terhadap cekaman
kekeringan
3. Terdapat perbedaan karakter agronomi antara genotipe
tanaman jagung hibrida yang toleran terhadap cekaman
kekeringan
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Provinsi
Sulawesi Selatan. Penelitian ini dillaksanakan pada
bulan juni sampai september 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain benih jagung hibrida dan 4 varietas
pembanding yaitu P27, NK 33, Bisi_2 dan Bima_3,
pupuk dan alat-alat yang digunakan.
Metode Penelitian
➢
Penelitian
menggunakan metode
rancangan petak terbagi (petak terpisah)
dengan tiga ulangan.
➢ Petak utama (PU) adalah cekaman
kekeringan (cekaman sedang) dan
optimum
➢ Anak petak (AP) →14 calon hibrida.
➢28 kombinasi perlakuan
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan benih
2. Pengolahan tanah dan pembuatan petakan
3.
4.
5.
6.
7.
Penanaman
Pemupukan dasar
Perlakuan cekaman Kekeringan
Pemeliharaan
Panen
Parameter Pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm), di ukur dari buku pertama di atas
buku keluarnya akar sampai buku daun bendera,
dilakukan pada saat tanaman berumur 90 hst.
2. Tinggi letak tongkol (cm), diukur dari buku pertama
diatas buku keluarnya akar sampai buku kedudukan
tongkol, dilakukan pada saat tanaman berumur 90 hst.
Bila tanaman mempunyai dua tongkol, maka diambil
tongkol yang teratas.
3. Umur berbunga jantan (hari), diamati saat 50% dari
populasi tanaman telah memproduksi serbuk sari.
4. Umur bunga betina (hari), diamati saat 50% dari
tongkol dengan panjang 2 cm atau lebih populasi
tanaman telah keluar rambut pada
5. Nilai ASI (Anthesis Silking Interval) (hari), beda hari
antara keluarnya serbuk sari dengan keluarnya
rambut. Makin rendah angka ASI
makin singkron
pembungaan.
6. Rendemen ( % ), diukur dengan menimbang tongkol
kemudian dipipil. Janggel tongkol ditimbang kembali
sehingga rendemen dapat dihitung dengan
persamaan : Rendemen =
Bobot tongkol kupasan basah – Bobot janggel x 100%
Bobot tongkol kupasan basah
7. Komponen hasil diambil dari sejumlah tongkol
sampel yang telah dikeringkan. Beberapa
parameter yang diambil adalah bobot 1000 biji.
8. Indeks sensitivitas cekaman kekeringan (S)
dihitung menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Fischer dan Maurer (1978):
S=1-(Yp/Y)
1-(Xp/X)
Keterangan:
Yp= Rata-rata suatu jagung hibrida yang
mendapat
cekaman
kekeringan
Y= Rata-rata suatu jagung hibrida yang tidak
mendapat cekaman
kekeringan
Xp= Rata-rata dari seluruh jagung hibrida yang
mendapat
cekaman
kekeringan
X = Rata-rata dari seluruh jagung hibrida yang
tidak
mendapat
cekaman
kekeringan
Kriteria untuk menentukan tingkat Toleransi
terhadap cekaman kekeringan adalah jika nilai
S≤0,5 maka genotipe tersebut toleran, jika 0,5 1,0
maka
genotipe
tersebut
Peka.
HASIL
TINGGI TANAMAN
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
234,0
226,8
Rata-rata
230,4 cdef
H2
226,7
216,1
221,4 fg
H3
214,1
217,8
216,0 gh
H4
237,0
217,0
227,0 def
H5
245,5
230,1
237,8 abc
H6
233,9
214,7
224,3 defg
H7
246,4
228,1
237,3 abc
H8
238,9
226,8
232,9 bcd
H9
255,1
236,3
245,7 a
H10
233,5
229,9
231,7 bcde
H11 (P 27)
241,5
239,9
240,7 ab
H12 (NK 33)
229,5
215,1
222,3 efg
H13 (BISI_2)
251,9
237,5
244,7 a
H14(BIMA_3)
211,7
201,9
206,8 h
235,7 a
224,1 b
Rata-rata
TINGGI LETAK TONGKOL
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
139,1
131,8
Rata-rata
135,4 ab
H2
113,5
112,8
113,2 f
H3
124,8
126,1
125,4 cd
H4
121,5
110,4
116,0 ef
H5
128,8
122,9
125,9 cd
H6
121,4
108,9
115,1 ef
H7
130,1
121,4
125,8 cd
H8
133,2
121,3
127,3 bc
H9
148,5
132,7
140,6 a
H10
115,1
120,1
117,6 def
H11 (P 27)
123,1
123,1
123,1 cde
H12 (NK 33)
116,2
106,2
111,2 fg
H13 (BISI_2)
120,5
135,5
128,0 bc
H14(BIMA_3)
109,5
98,7
104,1 g
Rata-rata
124,7
119,4
UMUR BERBUNGA JANTAN
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
51,3 cdefg
50,3 efghi
H2
48,0 j
50,0 fghi
H3
51,0 defgh
51,7 bcdef
H4
53,0 abc
51,0 defgh
H5
51,7 bcdef
49,3 hij
H6
50,3 efghi
48,7 ij
H7
51,3 cdefg
49,7 ghij
H8
49,7 ghij
52,0 bcde
H9
52,3 bcd
52,0 bcde
H10
51,0 defgh
50,0 bcde
H11 (P 27)
52,3 bcd
51,7 bcdef
H12 (NK 33)
53,3 ab
51,3 cdefg
H13 (BISI_2)
54,3 a
53,0 abc
H14(BIMA_3)
53,0 abc
52,0 bcde
UMUR BERBUNGA BETINA
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
52,0
50,7
Rata-rata
51,3 efg
H2
49,7
51,0
50,3 gh
H3
52,0
52,7
52,3 cdef
H4
54,3
53,7
54,0 ab
H5
52,0
50,0
51,0 fg
H6
50,3
48,7
49,5 h
H7
52,3
50,7
51,5 efg
H8
50,3
52,3
51,3 efg
H9
54,0
54,3
54,2 ab
H10
52,0
51,3
51,7 defg
H11 (P 27)
52,3
52,7
52,5 cde
H12 (NK 33)
53,7
52,3
53,0 bcd
H13 (BISI_2)
55,0
55,0
55,0 a
H14(BIMA_3)
54,0
53,3
53,7 abc
Rata-rata
52,4
52,0
ANTHESIS SILKING INTERVAL (ASI)
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
0,7 efg
0,3 fg
H2
1,7 bcd
1,0 def
H3
1,0 def
1,0 def
H4
1,3 cde
2,7 a
H5
0,3 fg
0,7 efg
H6
0,0 g
0,0 g
H7
1,0 def
1,0 def
H8
0,7 efg
0,3 fg
H9
1,7 bcd
2,3 ab
H10
1,0 def
1,3 cde
H11 (P 27)
0,0 g
1,0 def
H12 (NK 33)
0,3 fg
1,0 def
H13 (BISI_2)
0,7 efg
2,0 abc
H14(BIMA_3)
1,0 def
1,3 cde
RENDEMEN BIJI
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
0,82
0,80
Rata-rata
0,81 bc
H2
0,82
0,80
0,81 bc
H3
0,86
0,80
0,83 a
H4
0,83
0,80
0,81 bc
H5
0,83
0,80
0,82 ab
H6
0,82
0,80
0,81 bc
H7
0,82
0,80
0,81 bc
H8
0,83
0,80
0,81 bc
H9
0,84
0,80
0,82 ab
H10
0,79
0,80
0,79 d
H11 (P 27)
0,82
0,80
0,81 bc
H12 (NK 33)
0,80
0,80
0,80 cd
H13 (BISI_2)
0,83
0,80
0,81 bc
H14(BIMA_3)
0,78
0,80
0,79 d
0,82 a
0,80 a
Rata-rata
HASIL PRODUKSI N PERHEKTAR
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
9,5
9,0
Rata-rata
9,2
bc
bc
H2
10,2
8,4
9,3
H3
12,2
10,3
11,3 a
H4
9,9
9,0
9,4
bc
H5
10,2
8,7
9,5
bc
H6
9,7
9,2
9,5
bc
H7
9,6
8,1
8,8
c
H8
10,7
10,2
10,5 ab
H9
9,1
8,3
8,7
c
H10
9,3
8,3
8,8
c
H11 (P 27)
11,3
10,7
11,0 a
H12 (NK 33)
11,7
11,4
11,5 a
H13 (BISI_2)
9,0
7,9
8,5
c
H14(BIMA_3)
9,0
8,5
8,7
c
Rata-rata
10,1
9,1
INDEKS SENSIVITAS CEKAMAN KEKERINGAN
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
9,5
9,0
Rata-rata
0,531 MT
H2
10,2
8,4
2,047 P
H3
12,2
10,3
1,762 P
H4
9,9
9,0
0,955 MT
H5
10,2
8,7
1,647 P
H6
9,7
9,2
0,519 MT
H7
9,6
8,1
1,769 P
H8
10,7
10,2
0,468 T
H9
9,1
8,3
0,921 MT
H10
9,3
8,3
1,151 P
H11 (P 27)
11,3
10,7
0,536 MT
H12 (NK 33)
11,7
11,4
0,251 T
H13 (BISI_2)
9,0
7,9
1,330 P
H14(BIMA_3)
9,0
8,5
0,562 MT
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Genotipe H8 merupakan genotipe yang toleran
terhadap
cekaman kekeringan, dengan
jumlah
produksi 10,5 ton/ha dan genotipe H3 merupakan
genotipe yang peka terhadap cekaman kekeringan.
2. Karakter morfologi genotipe H9 dan H6 memberikan
rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi, umur
berbunga jantan dan betina yang lebih cepat dan anthesis
silking interval (ASI) paling rendah.
3. Karakter agronomi genotipe H9 dan H8 pada
perlakuan optimum memberikan respon yang lebih baik
terhadap tinggi letak tongkol, rendemen biji dan hasil
produksi yang lebih tinggi.
SARAN
Untuk jagung hibrida genotipe H8 lebih
toleran terhadap cekaman kekeringan. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut pada jagung
hibrida (genotipe yang diuji) dengan tiga kondisi
perlakuan cekaman kekeringan yaitu optimum,
cekaman sedang dan cekaman parah sehingga
lebih efektif untuk mendapatkan genotipe yang
toleran terhadap cekaman kekeringan.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
H9
H5
H4
H12
H14
H6
H13
H8
H11
H10
H3
H7
H2
H1
H9
H13
H12
H10
H4
H5
H7
H2
H3
H14
H1
H11
H6
H8
H8
H1
H13
H14
H11
H9
H12
H7
H3
H4
H10
H6
H5
H2
H4
H8
H1
H13
H14
H11
H9
H12
H7
H3
H5
H10
H6
H2
H10
H8
H1
H13
H14
H11
H9
H12
H2
H3
H4
H6
H5
H7
H9
H5
H4
H12
H14
H6
H13
H8
H11
H10
H3
H7
H2
H1
Denah Percobaan di Lapangan.
Kekeringa
n
Optimum
H3
H6
H8
H9
Hasil Genotipe Terbaik
JAGUNG
HIBRIDA
CEKAMAN
TOLERAN
KEKERINGAN
O
L
E
H
DARNIS
NIP. 19671231 199103 1 072
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jagung merupakan bahan pangan,
sumber karbohidrat yang dapat membantu
pencapaian dan pelestarian swasembada
pangan. Disamping itu, jagung juga sebagai
bahan pakan, bahan ekspor nonmigas dan
bahan baku industri
Produksi jagung di Indonesia, belum mampu
memenuhi
kebutuhan
disebabkan
hasil yang sangat rendah serta adanya cekaman
abiotis. Cekaman abiotis pada lahan kering adalah
kekeringan dan kemasaman tanah. Sebagian
besar jagung ditanam pada lahan kering
kebutuhan air
dalam proses pertumbuhan
tergantung
pada
curah
hujan
Menurut Blum (2000) bahwa varietas toleran
kekeringan suatu tanaman memiliki keragaman
genetik
antara
lain:
1. Tanaman dapat mempertahankan fungsinya
walaupun status air dalam tanaman rendah
2. Tanaman pulih setelah terjadi cekaman
kekeringan
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah terdapat genotipe jagung hibrida yang
toleran terhadap cekaman kekeringan
2. Bagaimana karakter morfologi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
3. Bagaimana karakter agronomi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk memperoleh genotipe jagung hibrida yang toleran
terhadap cekaman kekeringan
2. Untuk menganalisis karakter morfologi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
3. Untuk menganalisis karakter agronomi tanaman jagung
hibrida yang toleran terhadap cekaman kekeringan
KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Sebagai bahan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) dalam pengembangan tanaman jagung hibrida
yang toleran terhadap cekaman kekeringan
2. Sebagai bahan acuan bagi peneliti pemulia tanaman
untuk pengembangan varietas tanaman jagung hibrida
yang toleran terhadap cekaman kekeringan
3. Sebagai bahan informasi khususnya bagi petani jagung,
diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan
dalam
memanfaatkan
lahan
kering
untuk
pengembangan usahatani jagung hibrida.
KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
Pengembangan
Tanaman Jagung
Intensifikasi
Ekstensifikasi
Lahan
Subur
Seleksi Calon Jagung
Hibrida Toleran
Cekaman
Calon Jagung Unggul
Toleran Kekeringan
Lahan
Marjinal
Air Terbatas
(Lahan Kering)
HIPOTESIS
1. Terdapat satu atau lebih genotipe jagung hibrida yang
toleran terhadap cekaman kekeringan
2. Terdapat perbedaan karakter morfologi antara genotipe
tanaman jagung hibrida yang toleran terhadap cekaman
kekeringan
3. Terdapat perbedaan karakter agronomi antara genotipe
tanaman jagung hibrida yang toleran terhadap cekaman
kekeringan
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros, Provinsi
Sulawesi Selatan. Penelitian ini dillaksanakan pada
bulan juni sampai september 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain benih jagung hibrida dan 4 varietas
pembanding yaitu P27, NK 33, Bisi_2 dan Bima_3,
pupuk dan alat-alat yang digunakan.
Metode Penelitian
➢
Penelitian
menggunakan metode
rancangan petak terbagi (petak terpisah)
dengan tiga ulangan.
➢ Petak utama (PU) adalah cekaman
kekeringan (cekaman sedang) dan
optimum
➢ Anak petak (AP) →14 calon hibrida.
➢28 kombinasi perlakuan
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan benih
2. Pengolahan tanah dan pembuatan petakan
3.
4.
5.
6.
7.
Penanaman
Pemupukan dasar
Perlakuan cekaman Kekeringan
Pemeliharaan
Panen
Parameter Pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm), di ukur dari buku pertama di atas
buku keluarnya akar sampai buku daun bendera,
dilakukan pada saat tanaman berumur 90 hst.
2. Tinggi letak tongkol (cm), diukur dari buku pertama
diatas buku keluarnya akar sampai buku kedudukan
tongkol, dilakukan pada saat tanaman berumur 90 hst.
Bila tanaman mempunyai dua tongkol, maka diambil
tongkol yang teratas.
3. Umur berbunga jantan (hari), diamati saat 50% dari
populasi tanaman telah memproduksi serbuk sari.
4. Umur bunga betina (hari), diamati saat 50% dari
tongkol dengan panjang 2 cm atau lebih populasi
tanaman telah keluar rambut pada
5. Nilai ASI (Anthesis Silking Interval) (hari), beda hari
antara keluarnya serbuk sari dengan keluarnya
rambut. Makin rendah angka ASI
makin singkron
pembungaan.
6. Rendemen ( % ), diukur dengan menimbang tongkol
kemudian dipipil. Janggel tongkol ditimbang kembali
sehingga rendemen dapat dihitung dengan
persamaan : Rendemen =
Bobot tongkol kupasan basah – Bobot janggel x 100%
Bobot tongkol kupasan basah
7. Komponen hasil diambil dari sejumlah tongkol
sampel yang telah dikeringkan. Beberapa
parameter yang diambil adalah bobot 1000 biji.
8. Indeks sensitivitas cekaman kekeringan (S)
dihitung menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Fischer dan Maurer (1978):
S=1-(Yp/Y)
1-(Xp/X)
Keterangan:
Yp= Rata-rata suatu jagung hibrida yang
mendapat
cekaman
kekeringan
Y= Rata-rata suatu jagung hibrida yang tidak
mendapat cekaman
kekeringan
Xp= Rata-rata dari seluruh jagung hibrida yang
mendapat
cekaman
kekeringan
X = Rata-rata dari seluruh jagung hibrida yang
tidak
mendapat
cekaman
kekeringan
Kriteria untuk menentukan tingkat Toleransi
terhadap cekaman kekeringan adalah jika nilai
S≤0,5 maka genotipe tersebut toleran, jika 0,5 1,0
maka
genotipe
tersebut
Peka.
HASIL
TINGGI TANAMAN
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
234,0
226,8
Rata-rata
230,4 cdef
H2
226,7
216,1
221,4 fg
H3
214,1
217,8
216,0 gh
H4
237,0
217,0
227,0 def
H5
245,5
230,1
237,8 abc
H6
233,9
214,7
224,3 defg
H7
246,4
228,1
237,3 abc
H8
238,9
226,8
232,9 bcd
H9
255,1
236,3
245,7 a
H10
233,5
229,9
231,7 bcde
H11 (P 27)
241,5
239,9
240,7 ab
H12 (NK 33)
229,5
215,1
222,3 efg
H13 (BISI_2)
251,9
237,5
244,7 a
H14(BIMA_3)
211,7
201,9
206,8 h
235,7 a
224,1 b
Rata-rata
TINGGI LETAK TONGKOL
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
139,1
131,8
Rata-rata
135,4 ab
H2
113,5
112,8
113,2 f
H3
124,8
126,1
125,4 cd
H4
121,5
110,4
116,0 ef
H5
128,8
122,9
125,9 cd
H6
121,4
108,9
115,1 ef
H7
130,1
121,4
125,8 cd
H8
133,2
121,3
127,3 bc
H9
148,5
132,7
140,6 a
H10
115,1
120,1
117,6 def
H11 (P 27)
123,1
123,1
123,1 cde
H12 (NK 33)
116,2
106,2
111,2 fg
H13 (BISI_2)
120,5
135,5
128,0 bc
H14(BIMA_3)
109,5
98,7
104,1 g
Rata-rata
124,7
119,4
UMUR BERBUNGA JANTAN
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
51,3 cdefg
50,3 efghi
H2
48,0 j
50,0 fghi
H3
51,0 defgh
51,7 bcdef
H4
53,0 abc
51,0 defgh
H5
51,7 bcdef
49,3 hij
H6
50,3 efghi
48,7 ij
H7
51,3 cdefg
49,7 ghij
H8
49,7 ghij
52,0 bcde
H9
52,3 bcd
52,0 bcde
H10
51,0 defgh
50,0 bcde
H11 (P 27)
52,3 bcd
51,7 bcdef
H12 (NK 33)
53,3 ab
51,3 cdefg
H13 (BISI_2)
54,3 a
53,0 abc
H14(BIMA_3)
53,0 abc
52,0 bcde
UMUR BERBUNGA BETINA
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
52,0
50,7
Rata-rata
51,3 efg
H2
49,7
51,0
50,3 gh
H3
52,0
52,7
52,3 cdef
H4
54,3
53,7
54,0 ab
H5
52,0
50,0
51,0 fg
H6
50,3
48,7
49,5 h
H7
52,3
50,7
51,5 efg
H8
50,3
52,3
51,3 efg
H9
54,0
54,3
54,2 ab
H10
52,0
51,3
51,7 defg
H11 (P 27)
52,3
52,7
52,5 cde
H12 (NK 33)
53,7
52,3
53,0 bcd
H13 (BISI_2)
55,0
55,0
55,0 a
H14(BIMA_3)
54,0
53,3
53,7 abc
Rata-rata
52,4
52,0
ANTHESIS SILKING INTERVAL (ASI)
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
0,7 efg
0,3 fg
H2
1,7 bcd
1,0 def
H3
1,0 def
1,0 def
H4
1,3 cde
2,7 a
H5
0,3 fg
0,7 efg
H6
0,0 g
0,0 g
H7
1,0 def
1,0 def
H8
0,7 efg
0,3 fg
H9
1,7 bcd
2,3 ab
H10
1,0 def
1,3 cde
H11 (P 27)
0,0 g
1,0 def
H12 (NK 33)
0,3 fg
1,0 def
H13 (BISI_2)
0,7 efg
2,0 abc
H14(BIMA_3)
1,0 def
1,3 cde
RENDEMEN BIJI
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
0,82
0,80
Rata-rata
0,81 bc
H2
0,82
0,80
0,81 bc
H3
0,86
0,80
0,83 a
H4
0,83
0,80
0,81 bc
H5
0,83
0,80
0,82 ab
H6
0,82
0,80
0,81 bc
H7
0,82
0,80
0,81 bc
H8
0,83
0,80
0,81 bc
H9
0,84
0,80
0,82 ab
H10
0,79
0,80
0,79 d
H11 (P 27)
0,82
0,80
0,81 bc
H12 (NK 33)
0,80
0,80
0,80 cd
H13 (BISI_2)
0,83
0,80
0,81 bc
H14(BIMA_3)
0,78
0,80
0,79 d
0,82 a
0,80 a
Rata-rata
HASIL PRODUKSI N PERHEKTAR
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
9,5
9,0
Rata-rata
9,2
bc
bc
H2
10,2
8,4
9,3
H3
12,2
10,3
11,3 a
H4
9,9
9,0
9,4
bc
H5
10,2
8,7
9,5
bc
H6
9,7
9,2
9,5
bc
H7
9,6
8,1
8,8
c
H8
10,7
10,2
10,5 ab
H9
9,1
8,3
8,7
c
H10
9,3
8,3
8,8
c
H11 (P 27)
11,3
10,7
11,0 a
H12 (NK 33)
11,7
11,4
11,5 a
H13 (BISI_2)
9,0
7,9
8,5
c
H14(BIMA_3)
9,0
8,5
8,7
c
Rata-rata
10,1
9,1
INDEKS SENSIVITAS CEKAMAN KEKERINGAN
GENOTIPE
H1
PERLAKUAN
OPTIMUM
KEKERINGAN
9,5
9,0
Rata-rata
0,531 MT
H2
10,2
8,4
2,047 P
H3
12,2
10,3
1,762 P
H4
9,9
9,0
0,955 MT
H5
10,2
8,7
1,647 P
H6
9,7
9,2
0,519 MT
H7
9,6
8,1
1,769 P
H8
10,7
10,2
0,468 T
H9
9,1
8,3
0,921 MT
H10
9,3
8,3
1,151 P
H11 (P 27)
11,3
10,7
0,536 MT
H12 (NK 33)
11,7
11,4
0,251 T
H13 (BISI_2)
9,0
7,9
1,330 P
H14(BIMA_3)
9,0
8,5
0,562 MT
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Genotipe H8 merupakan genotipe yang toleran
terhadap
cekaman kekeringan, dengan
jumlah
produksi 10,5 ton/ha dan genotipe H3 merupakan
genotipe yang peka terhadap cekaman kekeringan.
2. Karakter morfologi genotipe H9 dan H6 memberikan
rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi, umur
berbunga jantan dan betina yang lebih cepat dan anthesis
silking interval (ASI) paling rendah.
3. Karakter agronomi genotipe H9 dan H8 pada
perlakuan optimum memberikan respon yang lebih baik
terhadap tinggi letak tongkol, rendemen biji dan hasil
produksi yang lebih tinggi.
SARAN
Untuk jagung hibrida genotipe H8 lebih
toleran terhadap cekaman kekeringan. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut pada jagung
hibrida (genotipe yang diuji) dengan tiga kondisi
perlakuan cekaman kekeringan yaitu optimum,
cekaman sedang dan cekaman parah sehingga
lebih efektif untuk mendapatkan genotipe yang
toleran terhadap cekaman kekeringan.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
H9
H5
H4
H12
H14
H6
H13
H8
H11
H10
H3
H7
H2
H1
H9
H13
H12
H10
H4
H5
H7
H2
H3
H14
H1
H11
H6
H8
H8
H1
H13
H14
H11
H9
H12
H7
H3
H4
H10
H6
H5
H2
H4
H8
H1
H13
H14
H11
H9
H12
H7
H3
H5
H10
H6
H2
H10
H8
H1
H13
H14
H11
H9
H12
H2
H3
H4
H6
H5
H7
H9
H5
H4
H12
H14
H6
H13
H8
H11
H10
H3
H7
H2
H1
Denah Percobaan di Lapangan.
Kekeringa
n
Optimum
H3
H6
H8
H9
Hasil Genotipe Terbaik