PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 146/PMK.04/2007

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: 146/PMK.04./2007
TENTANG
TATACARA PENGAJUAN KEBERATAN KEPABEANAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 93 ayat (6), 93A ayat (8) dan 94
ayat (6) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tatacara Pengajuan
Keberatan Kepabeanan;

Mengingat :

1.


Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612)
sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 17 tahun 2006
(Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005.
MEMUTUSKAN
Menetapkan

: PERATURAN
MENTERI

KEUANGAN
TENTANG
PENGAJUAN KEBERATAN KEPABEANAN.

TATACARA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
2. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 tentang
Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 17 tahun
2006.

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

3. Pejabat bea dan cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk
dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan UndangUndang Kepabeanan.

4. Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Kepabeanan.
5. Sanksi administrasi berupa denda adalah sanksi administrasi berupa denda menurut
Undang-Undang yang pengenaannya ditetapkan secara tertulis oleh pejabat bea dan
cukai terhadap orang yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban pabean berupa
sejumlah uang yang wajib dibayar karena adanya pelanggaran di bidang kepabeanan.
6. Kekurangan pembayaran adalah kekurangan bea masuk, cukai dan pajak dalam
rangka impor, serta sanksi administrasi berupa denda.

BAB II
PENGAJUAN KEBERATAN
Bagian Kesatu
Keberatan atas Tarif, Nilai Pabean, dan/atau Sanksi Administrasi
Pasal 2
Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal Bea
dan Cukai atas penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai mengenai:
a.

tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang mengakibatkan

kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor; dan

b.

pengenaan sanksi administrasi berupa denda.

Bagian Kedua
Keberatan selain atas Tarif dan/atau Nilai Pabean
Pasal 3
Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal Bea
dan Cukai atas penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai mengenai:
a. kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor selain
karena tarif dan/atau nilai pabean; dan
b. penetapan pabean lainnya yang tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran.

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Bagian Ketiga
Persyaratan Pengajuan Keberatan

Pasal 4

(1)

Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 diajukan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran Peraturan ini, dengan dilampiri:

a. bukti penyerahan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar atau bukti
pelunasan tagihan; dan

b. fotokopi surat penetapan pejabat bea dan cukai.
(2)

Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dapat
dilampiri data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan.

(3)

Bukti penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak

diperlukan dalam hal:
a.

barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean sampai pengajuan
keberatan mendapat keputusan, sepanjang terhadap importasi barang tersebut
belum diterbitkan persetujuan pengeluaran oleh pejabat bea dan cukai;

b.

tagihan telah dilunasi; atau

c.

penetapan pejabat bea dan cukai tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.

Pasal 5

(1)

Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dapat diajukan dalam

jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat penetapan.

(2)

Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat
penetapan, keberatan tidak diajukan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) tidak dipenuhi, hak untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan
penetapan pejabat bea dan cukai dianggap diterima.

(3)

Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan satu surat
keberatan untuk setiap penetapan.

BAB III
PUTUSAN KEBERATAN
Pasal 6

(1)


Direktur Jenderal memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak berkas keberatan diterima secara
lengkap.

(2)

Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menerima alasan, penjelasan, atau bukti
dan/atau data pendukung tambahan lain secara tertulis dari orang yang mengajukan
keberatan, sepanjang belum ditetapkan keputusan atas keberatan.

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

(3)

Untuk memutuskan keberatan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat meminta bukti
dan/atau data lain yang diperlukan kepada orang yang mengajukan keberatan atau
pihak lain yang terkait.
Pasal 7


(1)

Apabila sampai dengan batas waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) Direktur Jenderal Bea dan Cukai tidak menerbitkan keputusan,
maka keberatan dianggap dikabulkan.

(2)

Dalam hal permohonan terhadap keberatan yang dianggap dikabulkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan surat
keputusan.

(3)

Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dikirimkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal keputusan
dimaksud dan pengiriman keputusan tersebut dinyatakan dengan bukti pengiriman.

(4)


Orang yang mengajukan keberatan dapat menanyakan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai apabila sampai dengan hari ke 70 (tujuh puluh) dari
sejak berkas keberatan diserahkan secara lengkap, keputusan atas pengajuan
keberatan belum diterima.

(5)

Atas permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Bea
dan Cukai menyampaikan secara tertulis tentang penyelesaian keberatan yang
bersangkutan.

(6)

Keputusan atas keberatan hanya berlaku untuk pengajuan keberatan yang diajukan.
Pasal 8

Dalam hal keberatan dikabulkan atau dianggap dikabulkan, keputusan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (2), juga
berfungsi sebagai dasar untuk pengajuan:
a. pengembalian jaminan;

b. pengembalian bea masuk, dan sanksi administrasi berupa denda;
c. pengembalian pajak dalam rangka impor sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku; atau
d. proses pengeluaran barang dari kawasan pabean.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
Terhadap permohonan keberatan yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan ini, proses penyelesaian terhadap keberatan dilakukan berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 380/KMK.05/1999 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan
Kepabeanan dan cukai.
BAB V

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri
Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Peraturan
Direktur Jenderal Pajak secara bersama-sama atau sendiri-sendiri.
Pasal 11
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku Keputusan Menteri Keuangan Nomor
380/KMK.05/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan
Kepabeanan dan Cukai sepanjang mengatur tatacara pengajuan keberatan kepabeanan,
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 22 November 2007
Menteri Keuangan
ttd,SRI MULYANI INDRAWATI

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR : 146/PMK.04./2007
TENTANG TATA CARA PENGAJUAN
KEBERATAN KEPABEANAN

CONTOH
SURAT PENGAJUAN KEBERATAN

Nomor
..
Lampiran
Hal

: ……………. (1) ……….

… (2) …, tgl. … (3)

: …………… (4) ………
: Keberatan atas ………(5) ……..

Yth. Direktur Jenderal Bea dan Cukai
melalui
………………… (6) …………………….
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: ………………………………. (7) ………………………….
Jabatan
: ………………………………. (8) ………………………….
Nama Perusahaan:………………………………. (9) ………………………….
Alamat
: ………………………………. (10) …………………………
NPWP
: ………………………………. (11) …………………………
dengan ini mengajukan keberatan atas penetapan ………. ………. (12) ………. seperti
dimaksud pada:
- Surat penetapan nomor .….. (13) …… tanggal ….….. (14)….…..…
- tentang ……………………(15)……………………………….
yang mengakibatkan:
a. kami diwajibkan untuk membayar bea masuk/bea keluar/cukai/sanksi administrasi
berupa denda/bunga/pajak dalam rangka impor sejumlah Rp. … (16)
…(……………………….)*).
b. …..…..(17)………..
Permohonan keberatan ini kami ajukan dengan alasan sebagai berikut
……………………
………………………………………(18)….…………………………………………………………
………
……………………………………..…………………………………………………… **)

Sebagai persyaratan pengajuan keberatan, bersama ini kami lampirkan:

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

a. jaminan/bukti bayar/keterangan barang belum dikeluarkan dari kawasan pabean*)
b. fotokopi surat penetapan
c. data pendukung lainnya berupa …………. (19) …………….***)
Demikian kami sampaikan untuk mendapatkan keputusan.
Hormat kami,
………(20)………

Tembusan:
1. Direktur PPKC;
2. Kepala Kantor Wilayah…… (21) ….……….
*) tidak diperlukan dalam hal tidak terdapat kekurangan pembayaran
**) bila tempat tidak mencukupi dapat dipergunakan lembar lain
***) diisi bila ada

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR PENGAJUAN KEBERATAN OLEH
PIHAK YANG MENGAJUKAN KEBERATAN
No. (1) s.d.(4)

: Cukup jelas

No. (5)

: Diisi jenis keberatan, contohnya “penetapan klasifikasi.”

No. (6)

: Diisi nama serta alamat Kantor Pabean tempat pengajuan keberatan,
misalnya “Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok III,
Jalan Pabean nomor 1, Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta”.

No. (7) s.d. (11) : Cukup jelas.
No. (12)

: Diisi jenis keberatan, contohnya: “klasifikasi” atau “nilai pabean”

No. (13) & (14) : Diisi nomor dan tanggal surat penetapan, contoh: “SPTNP-1234/WBC.04/
KP.03/2007 tanggal 1 Maret 2007”.
No. (15)

: Diisi materi surat penetapan, misal : “penetapan klasifikasi dan nilai
pabean”.

No. (16)

: Diisi jumlah kekurangan pembayaran bea masuk/bea keluar/cukai/sanksi
administrasi berupa denda/bunga/pajak dalam rangka impor, dalam
angka dan huruf.

No. (17)

: Diisi dengan konsekuensi atas penetapan pejabat nomor (15) dalam hal
tidak terjadi kekurangan pembayaran bea masuk/bea keluar/cukai/sanksi
administrasi berupa denda/bunga/pajak dalam rangka impor.

No. (18)

: Diisi alasan pengajuan keberatan dengan jelas dan lengkap yang dapat
mendukung pendapat pihak yang mengajukan keberatan. Bila ruang
yang disediakan tidak cukup, dapat digunakan lembar lain.

No. (19)

: Diisi data pendukung yang berkaitan dengan keberatan sebagai dasar
argumentasi penjelasan No. (17).

No. (20)

: Diisi tanda tangan dan nama sesuai dengan No. (7).

No. (21)

: Diisi nama Kantor Wilayah Bea dan Cukai yang membawahi kantor
pabean tempat keberatan diajukan

MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI