WAKAF DALAM HUKUM ISLAM STUDI NARATIF WAKAF PRODUKTIF DAN PENGEMBANGANNYA MELALUI INVESTASI.

(1)

WAKAF DALAM HUKUM ISLAM

(Studi Naratif Wakaf Produktif Dan Pengembangannya Melalui Investasi)

TESIS

Di ajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh

gelar Magister dalam program Studi Ilmu Keislaman

Konsentrasi Syari’ah

OLEH:

AN’IM FATTACH

F.12.21.21.42

PROGRAM PASCA SARJANA

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Dilihat dari segi peruntukannya, wakaf dibagi menjadi dua yaitu konsumtif dan produktif.

Wakaf konsumtif yaitu harta benda atau pokok tetapnya wakaf dipergunakan langsung untuk

kepentingan umat. Pada umumnya wakaf di Indonesia digunakan untuk pembangunan masjid,

mushalla, sekolahan, rumah yatim piatu, makam. Selama ini pemanfataan wakaf dilihat dari segi

sosial, khususnya untuk kepentingan peribadatan memang cukup efektif. Akan tetapi dampaknya

kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat apabila peruntukan wakaf

hanya terbatas pada hal-hal di atas. Tanpa diimbangi dengan wakaf yang dikelola secara

produktif, maka kesejahteraan ekonomi masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf tidak

akan dapat terealisasi secara optimal.

Tesis ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang berjudul “Wakaf dalam hukum islam

(Studi naratif Wakaf Produktif dan pengembangannya melalui Investasi)” Penelitian ini

dilakukan untuk menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana aspek wakaf dalam tinjauan hukum islam?

2. Bagaimana pengembangan wakaf produktif melalui investasi dan apa saja faktor penghambat

wakaf produktif?

Data penelitian ini dihimpun melalui studi kepustakaan dengan teknik pengumpulan data

Pertama-tama yang harus dilakukan dalam pengumpulan data adalah menentukan lokasi

pencarian sumber data, seperti perpustakaan dan pusat-pusat penelitian. Data yang kemudian

didapatkan dilokasi akan dibaca oleh seorang peneliti, karena tugas utama seorang peneliti

adalah mampu menangkap makna yang terkandung dalam sumber kepustakaan tersebut. Oleh

karena itu ada dua tahapan dalam membaca data yang telah diperoleh yaitu Membaca secara

simbolik dan membaca pada tingkat semantik yaitu membaca data yang telah dikumpulkan

dengan lebih terperinci dan menangkap esensi dari data tersebut.

Hasil penelitian ini menyimpulkan Wakaf produktif menjadi sarana bagi rekonstruksi

sosial dan pembangunan, di mana mayoritas penduduk dapat ikut berpartisipasi. Untuk

mewujudkan partisipasi tersebut, maka berbagai upaya pengenalan tentang arti penting wakaf

uang sebagai sarana mentransfer tabungan si kaya kepada para usahawan (

entrepreneurs

) dan

anggota masyarakat dalam mendanai berbagai kegiatan di negara-negara Islam perlu dilakukan

secara intensif. Dalam bentuk ini, modalnya (harta wakaf) diinvestasikan, kemudian hasil

investasi tersebut didistribusikan kepada mereka yang berhak.


(6)

RESUME TESIS

WAKAF DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

(Study Naratif Wakaf Produktif dan Pengembangannya melalui Investasi)

Wakaf produktif adalah sebuah skema pengelolaan donasi wakaf dari umat, yaitu dengan memproduktifkan donasi tersebut, hingga mampu menghasilkan surplus yang berkelanjutan. Donasi wakaf dapat berupa benda bergerak, seperti uang dan logam mulia, maupun benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Surplus wakaf produktif inilah yang menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan kebutuhan umat, seperti pembiayaan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Dilihat dari segi peruntukannya, wakaf dibagi menjadi dua yaitu konsumtif dan produktif. Wakaf konsumtif yaitu harta benda atau pokok tetapnya wakaf dipergunakan langsung untuk kepentingan umat. Pada umumnya wakaf di Indonesia digunakan untuk pembangunan masjid, mushalla, sekolahan, rumah yatim piatu, makam. Selama ini pemanfataan wakaf dilihat dari segi sosial, khususnya untuk kepentingan peribadatan memang cukup efektif. Akan tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas. Tanpa diimbangi dengan wakaf yang dikelola secara produktif, maka kesejahteraan ekonomi masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf tidak akan dapat terealisasi secara optimal.

Munculnya Undang-undang Nomor 41 tentang wakaf adalah titik terang perwakafan di Indonesia. Menurut undang-undang ini membagi harta benda wakaf kepada benda wakaf bergerak dan tidak bergerak. Benda tidak bergerak meliputi tanah, bangunan, tanaman, satuan rumah susun dan lain-lain. Sedangkan benda wakaf bergerak meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan lain-lain (pasal 16). Adapun nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Jadi menurut undang-undang ini secara tersirat arti produktif


(7)

adalah pengelolalaan harta wakaf sehingga dapat memproduksi sesuai untuk mencapai tujuan wakaf, baik benda tidak bergerak maupun benda bergerak.

Wakaf produktif yang dipelopori Badan Wakaf Indonesia adalah menciptakan aset wakaf yang benilai ekonomi, termasuk dicanangkannya Gerakan Nasional Wakaf Uang oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 8 Januari 2010. Wakaf uang sebagai fungsi komoditi selain fungsi nilai tukar, standar nilai, alat saving adalah untuk dikembangkan dan hasilnya disalurkan untuk memenuhi peruntukannya.

Macam-macam wakaf produktif dapat dibedakan dibawah ini: 1. Wakaf Uang

Wakaf uang dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif, Karena uang disini tidak lagi dijadikan alat tukar menukar saja. Wakaf uang dipandang dapat memunculkan suatu hasil yang lebih banyak. Mazhab Hanafi dan Maliki mengemukakan tentang kebolehan wakaf uang, sebagaimana yang disebut Al-Mawardi :

ﺴﺒ ُـ

ﺸﻮ

ﺴـ ﺸﻮ

ِﺜ

ﺒ ى

ِ ﺎ

ِ

ﺴﺟ ﻰ

ﻮ ﺴزﺒ

ﺴو

ﺴـ ﺴ

ﺴﻬ

ﺴﺒ ﺎ

ﺸى

ِﺪﺒ

ﺴﺎ

ﺳﺜ

ِ

ﺴو

ِﺪﺒ

ﺜ ﺴ

“Abu Tsaur meriwayatkan dari imam Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham.”

Dari Wahbah az-Zuhaily, dalam kitab Al-Fiqh Islamy Wa Adilatuhu menyebutkan bahwa mazhab Hanafi membolehkan wakaf uang karena uang yang menjadi modal usaha itu, dapat bertahan lama dan banyak manfaatnya untuk kemaslahatan umat.1

Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf tunai sebagai berikut :

a. Wakaf uang (cash wakaf /waqf al – Nuqut )

b. Adalah wakaf yang dilakukan oleh sekelompok atau seseorang maupun badan hukum yang berbentuk wakaf tunai.

c. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat – surat berharga. d. Wakaf yang hukumnya boleh (jawaz)

1


(8)

e. Wakaf yang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar ‘i

f. Nilai pokok wakaf yang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibah kan atau diwariskan.

Selain fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) di atas, pemerintah melalui DPR juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, yang didalamnya juga mengatur bolehnya wakaf berupa uang.

Wakaf tunai secara konseptual adalah penyerahan aset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat dipindah tangankan dan dibekukan untuk selain kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun jumlah pokoknya.

Di Indonesia wakaf uang tunai relatif baru dikenal, wakaf uang tunai adalah objek wakaf selain tanah maupun bangunan yang merupakan harta tak bergerak. Wakaf dalam bentuk uang tunai dibolehkan, dan dalam prakteknya sudah dilaksanakan oleh umat islam.

Manfaat wakaf uang tunai, seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.

2. Wakaf Aset

Melalui wakaf aset berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan sarana yang lebih produktif untuk kepentingan umat. Dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan islam.

3. Sertifikat Wakaf Tunai

Sertifikat wakaf tunai adalah salah satu instrument yang sangat potensial dan menjanjikan, yang dapat dipakai untuk menghimpun dana umat dalam jumlah besar. Sertifikat wakaf tunai merupakan semacam dana abadi yang diberikan oleh individu maupun lembaga muslim yang mana keuntungan dari dana tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Sertifikat wakaf tunai ini dapat dikelola oleh suatu badan investasi sosial tersendiri atau dapat juga menjadi salah satu produk dari institusi perbankkan syariah. Tujuan dari sertifikat wakaf tunai adalah membantu dalam pemberdayaan


(9)

tabungan sosial, dan melengkapi jasa perbankkan sebagai fasilitator yang menciptakan wakaf tunai serta membantu pengelolaan wakaf.

4. Wakaf Saham

Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus hasil-hasil yang dapat didedikasikan untuk umat, Bahkan dengan modal yang besar, Saham malah justru akan memberi kontribusi yang cukup besar dibandingkan jenis perdagangan yang lain.

Dengan keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2002 yang membolehkan wakaf uang dan lahirnya undang- undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf serta Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaannya, yang membuka peluang wakaf benda bergerak, seperti: logam mulia, surat berharga, HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual), kendaraan dan juga uang.

Pengembangan harta wakaf merupakan hal baru dalam perwakafan di Indonesia, mengingat wakaf selama pengelolaan masih bersifat konvensional dan tradisional dan peruntukannya masih terbatas untuk keperluan sarana peribadatan dan sosial keagamaan. Sehingga walaupun harta wakaf berupa tanah yang jumlahnya cukup banyak namun belum dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan umat. Strategi riil dalam mengembangkan tanah-tanah wakaf produktif adalah sebagai berikut, bahwa Nazhir harus menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang mempunyai modal dan ketertarikan usaha sesuai dengan posisi tanah strategis yang ada dengan nilai komersialnya cukup tinggi. Jalinan kerja sama ini dalam rangka menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki oleh tanah-tanah wakaf tersebut. Sekali lagi harus ditekankan bahwa sistem kerja sama dengan pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem Syariah, baik dengan cara musyarakah maupun mudharabah.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara ekonomi, wakaf (Islam) adalah membangun harta produktif melalui kegiatan investasi untuk kepentingan mereka yang memerlukan yang telah ditetapkan dalam ikrar wakaf. Dengan demikian, hasil atau produk harta wakaf dapat dibedakan menjadi dua bagian. Pertama, wakaf langsung, yaitu harta wakaf yang menghasilkan pelayanan berupa


(10)

barang untuk dikonsumsi langsung oleh orang yang berhak atas wakaf, seperti rumah sakit, sekolah, rumah yatim piatu, dan pemukiman. Kedua, wakaf produktif, yaitu wakaf yang dikelola untuk tujuan investasi dan produksi barang dan jasa pelayanan yang diperbolehkan menurut hukum Islam. Dalam bentuk ini, modalnya (harta wakaf) diinvestasikan, kemudian hasil investasi tersebut didistribusikan kepada mereka yang berhak.2

Investasi bukanlah tujuan akhir dalam ekonomi Islam. Investasi hanyalah sebuah alat untuk mewujudkan cita-cita yang lebih tinggi lagi yaitu berupa kesejahteraan sosial untuk individu dan masyarakat. Dalam kaidah ini islam mendorong manusia untuk mengambil sebab akibat dalam memajukan perekonomian dengan mengambil untung. Islam meberikan kaidah prioritas dalam mewujudkan keuntungan dalam investasi.

Ada banyak kaidah syar’i yang berlaku pada investasi, salah satunya adalah ﺔﺣﺎﺑءﻻا ءﺎﯿﺷﻷا ﻲ ﺻﻷا (hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh), Dalam artian selama tidak ada dalil yang melarangnya maka hal tersebut boleh dilaksanakan. Maka investasi dalam hal ini boleh dilaksanakn karena tidak ada dalil yang melarang, namun jika investasi yang dijalankan bertentangan dengan visi diatas, hal tersebut menjadi dilarang.

Sedangkan dalam pemberdayaan wakaf secara produktif terdapat 4 faktor utama, yaitu: potensi ekonomi wakaf, nazhir profesional, manajemen pengelolaan modern, pendayagunaan hasil. Adapun langkah – langkah yang harus dilakukan menurut urutan prioritas dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Pemetaan potensi ekonomi tanah wakaf

Sebelum pemberdayaan tanah wakaf dilakukan, pemetaan potensi ekonomi harus dibuat terlebih dahulu. Sejauh mana dan seberapa mungkin tanah wakaf itu dapat diberdayakan dan dikembangkan secara produktif? Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemetaan potensi ekonomi adalah letak geografis, seperti lokasi, dukungan masyarakat dan tokohnya, tinjauan pasar, dukungan teknologi, dll. Jika dalam pemetaan disimpulkan bahwa tanah wakaf memiliki potensi ekonomi, maka langkah kedua adalah studi kelayakan.

2


(11)

2. Pembuatan proposal studi kelayakan usaha

Studi kelayakan usaha dalam bentu proposal merupakan prasarat utama sebelum melakukan aksi pemberdayaan tersebut dan dibuat berdasarkan analisa lengkap dengan menggunakan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, Threat) atau Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman. Isi proposal paling tidak memuat beberapa hal, yaitu latar belakang, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi dan keuangan(biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan, proyeksi laba-rugi,dll), dan kesimpulan – rekomendasi.

3. Menjalin kemitraan usaha

Setelah studi kelayakan usaha dibuat secara cermat, hal yang perlu dipikirkan adalah mencari mitra usaha untuk pemberdayaan dan pengembangan, baik dari perbankan syariah maupun investor usaha swasta.

4. SDM yang berkualitas

Rekrutmen dan kesiapan Sumber Daya manusia (SDM) dalam usaha produktif adalah hal yang mutlak. SDM yang profesional dan amanah harus dijadikan perhatian utama Nazhir yang akan memberdayakan tanah wakaf. Jika Nazhir tidak memiliki kemampuan yang baik dalam usaha pengembangan, maka nazhir dapat mempercayakan kepada SDM yang memiliki kualitas baik dan moralitas tinggi dari berbagai disiplin ilmu dan skill, seperti sarjana ekonomi,

5. Manajemen Modern dan Profesional

Dalam pengembangan dan pengelolaan tanah wakaf secara produktif diperlukan pola manajerial yang modern, transparan, profesional dan akuntabel

6. Penerapan sistem kontrol dan pengawasan

Agar pemberdayaan dan pengembangan wakaf produktif dapat berjalan dengan baik. Kontrol dan pengawasan yang baik. Kontrol dan pengawasan dapat diterapkan dalam lingkungan internal manajemen, maupun dari kalangan eksternal seperti masyarakat, LSM, akademisi, akuntan publik dan lain sebagainya.


(12)

Penerapan kontrol dan pengawasan diharapkan agar tidak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan tanah wakaf.3

Dalam rangka untuk mengembangkan benda wakaf secara produktif, disini ada 2 (dua) model pembiayaan proyek wakaf produktif, yaitu secara tradisonal dan institusional. Adapun penjelasan keduanya adalah sebagai berikut:

a. Secara Tradisional

Dalam model pembiayaan harta wakaf tradisional, buku fikih klasik mendiskusikan lima model pembiayaan rekonstruksi harta wakaf, yaitu: (a) pembiayaan wakaf dengan menciptakan wakaf baru untuk melengkapi harta wakaf yang lama, jenis pembiayaan dengan menambah harta wakaf baru pada harta wakaf yang lama ini sudah lama ada dalam sejarah Islam, seperti pada masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan, universitas, dan kuburan dan lain-lain. (b) pinjaman untuk pembiayaan kebutuhan operasional harta wakaf dan pemeliharaan untuk mengembalikan fungsi wakaf sebagaimana mestinya. (c) penukaran pengganti (substitusi) harta wakaf, dalam hal ini paling tidak memberikan pelayanan atau pendapatan yang sama tanpa perubahan peruntukan yang ditetapkan wakif. (d) pembiayaan hukr (sewa berjangka panjang dengan pembayaran di muka yang besar, ini untuk mensiasati larangan menjual harta wakaf. Daripada menjual harta wakaf, nazir dapat menjual hak untuk jangka waktu sewa dengan suatu nilai nominal secara periodik), (e) pembiayaan Ijaratain (sewa dengan dua kali pembayaran). Disini ada dua bagian, yaitu: pertama, berupa uang muka yang besar untuk merekonstruksikan harta wakaf yang bersangkutan, dan kedua, berupa sewa tahunan secara periodik selama masa sewa.4

b. Secara Institusional

Dalam rangka mengembangkan wakaf secara produktif, disini ada empat model pembiayaan yang membolehkan pengelola wakaf produktif memegang hak eksklusif terhadap pengelolaan, yaitui: Murabahah, Istisna’, Ijarah, dan

3

Muhammad Syafi’i, Pengantar: Pengelolaan Wakaf secara Produktif, dalam Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Wakaf Produktif, (Jakarta: Mumtaz Publishing, 2007), 87

4 Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf oleh Depag RI Direktorat Jenderal Bimbingan


(13)

Mudharabah serta berbagi kepemilikan atau Syari’atul al-Milk, dimana ada beberapa kontraktor yang berbagi manajemen, atau menugaskan manajemen proyek pada pihak penyedia pembiayaan, disebut bagi hasil dan sewa berjangka panjang.5

Dalam pengelolaan dan pengembangan benda wakaf secara produktif, seorang Nazhir memiliki peran dan fungsi yang sangat fundamental. Oleh karena itu, seorang Nazhir harus memiliki integritas dan profesional dalam mengelola dan mengembangkan benda wakaf. Dengan demikian, seorang Nazhir dituntut untuk memiliki keahlian dalam berbagai bidang keilmuan, diantanya seorang nazhir memiliki ahli dalam bidang hukum positif dan hukum Islam tentang perwakafan, ahli dalam bidang bisnis dan ekonomi syariah, serta memiliki kemampuan manajemen yang baik selain harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Kalau penulis perhatikan para nazhir yang ada di daerah atau pedalaman masih banyak yang belum memiliki kemampuan seperti di atas, oleh karena itu para nazhir yang ada di daerah atau pedalaman masih memerlukan bimbingan dan pelatihan secara berkelanjutan mengenai bidang-bidang yang terkait dengan pengelolaan dan pengembangan wakaf benda secara produktif.

5


(14)

i

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM……… i

PERNYATAAN KEASLIAN………….………... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….………. iii

PENGESAHAN……….………. iv

ABSTRAK……….………. v

KATA PENGANTAR……….……… vi

MOTTO………..………. viii

TRANSLITERASI ………..……….. x

DAFTAR ISI………..……….. xii

BAB I: PENDAHULUAN………...………. 1

A.

Latar Belakang……….... . 1

B.

Pembatasan dan pembatasan / fokus masalah Masalah...

5

C.

Rumusan Masalah……… .... 6

D.

Tujuan Penelitian ... 6

E.

Kegunaan Hasil Penelitian ………... ... 7

F.

Kerangka Teoritik ……… ... 7

1.

Wakaf produktif ... 7

2.

Investasi ... ... 10

G.

Kajian Penelitian terdahulu ………... ... 12


(15)

ii

1.

Jenis Penelitian………... ... 14

2.

FokusPenelitian ... 14

3.

Sumber Data ……… ... 15

4.

Teknik Pengumpulan Data……… ... 16

5.

Teknik Analisis Data……… ... 17

I.

Sistematika Pembahasan……… ... 17

BAB II: WAKAF PRODUKTIF DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

DAN PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA...……...

19

A.

Konsep Wakaf...………... ... 19

B.

Wakaf Menurut Al-Qur’an Dan Hadits………

22

C.

Wakaf Produktif Tinjauan Fiqh Ke-Indonesian……….

26

D.

Perkembangan Dan Reformasi Fiqh Wakaf...

30

E.

Undang-undang tentang wakaf produktif di Indonesia ...

33

BAB III: URGENSI DAN UPAYA PENGEMBANGAN WAKAF

PRODUKTIF MELALUI INVESTASI ... 37

A.

Urgensi Pengembangan Wakaf Produktif………...

37

B.

Upaya Pengelolaan Wakaf Secara Produktif...

40

C.

Pengembangan Wakaf Produktif Melalui Investasi ...

45

BAB IV: ANALISA WAKAF DALAM HUKUM ISLAM ... 65

A.

Wakaf Dalam Tinjauan Hukum Islam Di Indonesia ... 65


(16)

iii

C.

Faktor Penghambat Pemberdayaan Wakaf ProduktiF ……..

71

BAB V: PENUTUP………. 77

A. Kesimpulan... ... 77

B. Saran-saran... ... 79

DAFTAR PUSTAKA


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wakaf adalah instrumen ekonomi Islam yang unik yang mendasarkan fungsinya pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (i’h}s@an) dan persaudaraan (u’khuwah). Ciri utama wakaf yang sangat membedakan adalah ketika wakaf ditunaikan terjadilah pergeseran kepemilikan pribadi menuju kepemilikan Allah SWT yang diharapkan abadi, memberikan manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi proses distribusi manfaat bagi masyarakat secara lebih luas, dari manfaat pribadi (private benefit) menuju manfaat masyarakat (social benefit).

Secara umum tidak terdapat dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf dalam Al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi@-sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi@-sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain dalam Q.S Ali Imran ayat 92 yang berbunyi:

ﺲِ ﺴ ِِ ﺴ ﺒ نِﺈﺴ ﺳءﺸﺴ ﺸِ ﺒﻮُِﺸ ُـ ﺎ ﺴﺴو ﺴنﻮ ُِﲢ ﺎ ِﳑ ﺒﻮُِﺸ ُـ ﱴ ﺴ ِﱪﺸﺒ ﺒﻮُﺎﺴ ﺴـ ﺸﺴ

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya


(18)

2

ﺴ ُ ـ ﺒ ﻰ ـ ﺴﺻ ِـ ﺒ ﺴلﻮ ُﺴﺜ نﺴأ ﺴة ﺴﺮﺸـﺴﺮُ ِﰊﺴأ ﺸﺴ

ﺴـﺴﻄﺴﺸـﺒ ُنﺎـ ﺴﺸ ِﺸﻹﺒ ﺴتﺎـ ﺴ ﺒﺴﺛِﺐ ﺴلﺎـﺴ ﺴـ ﺴﺴو ِـ ﺸ ﺴ

ﻮُ ﺸﺪﺴ ﺳ ِ ﺎ ﺴﺻ ﺳﺪﺴ ﺴو ﺸوﺴأ ِِ ُﺴﺴـﺸ ُـ ﺳﺸ ِ ﺸوﺴأ ﺳﺔﺴ ِﺜﺎ ﺴﺟ ﺳﺔﺴ ﺴﺪﺴﺻ ﺸِ ِﺐ ﺳﺔﺴ ﺴﺴ ﺸِ

ِﺐ ُ ُ ﺴﺴ ُ ﺸ ﺴ

ُﺴ

“Dari Abū Hurayrah ra. Sesungguhnya Nabi SAW telah berkata : Apabila mati seseorang manusia, habislah amalnya (tidak bertambah lagi kebaikan amalnya itu) kecuali tiga perkara : 1. Sadaqah jariyah, 2. ilmu yang bermanfaat (baik dengan jalan mengajar maupun dengan jalan karang mengarang dan sebagainya), 3. anak yang shaleh yang mendo’a untuk ibu bapaknya”.

Pada hadith di atas dapat difahami bahwa yang dimaksud sadaqah jariyah menurut ulama’ diarahkan kepada makna wakaf. Wakaf dilakukan seseorang dengan beberapa persyaratan, diantaranya adanya wakaf atas kehendak sendiri waqif, ahlu tabarru’ yakni boleh dilakukan oleh orang kafir, budak mub’ad. Sedangkan syarat benda yang di-wakaf-kan sebagai berikut: berupa benda yang nyata yang dimiliki oleh waqif, dapat dipindah kepemilikan benda dan memberikan faedah, bermanfaat, mubah dan mempunyai tujuan. 1

Wakaf merupakan suatu lembaga ekonomi Islam yang eksistensinya sudah ada semenjak awal kedatangan Islam. Hal ini terbukti dalam perjalanan sejarah lembaga wakaf menjadi salah satu tonggak penyokong kegiatan-kegiatan ekonomi pemerintahan Islam (kekhalifahan). Seiring dengan runtuhnya sistem kekhalifahan yang ada, maka peranan dan eksistensi wakaf dalam sektor ekonomi juga memudar. Bahkan pada akhirnya, kegiatan lembaga ini ditinggalkan umat Islam dan digantikan peranannya oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya.

Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf manjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi

1


(19)

3

spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial). Wakaf dalam sejarah telah berperan penting dalam membantu kesejahteraan umat.2

Perbincangan tentang wakaf sering kali diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Dan dari segi pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta suatu image atau persepsi tertentu mengenai wakaf, yaitu pertama, wakaf itu umumnya berwujud benda bergerak khususnya tanah yang di atasnya didirikan masjid atau madrasah dan penggunaannya didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wâkif) dengan ketentuan bahwa untuk menjaga kekekalannya tanah wakaf itu tidak boleh diperjualbelikan dengan konsekuensi bank-bank tidak menerima tanah wakaf sebagai anggunan.

Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah yang dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial maupun pasca-kolonial (setelah merdeka).

Saat sekarang ini muncul kembali berbagai usaha untuk mengkaji ulang kegiatan lembaga ekonomi Islami. Hal demikian disebabkan terjadinya berbagai krisis ekonomi yang melanda sistem ekonomi yang ada.Sehingga berbagai wacana mulai dari studi dan seminar telah dilakukan sehubungan dengan ‘revitalisasi’

2

Ahmad Djunaedi dkk, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2004), 87


(20)

4

lembaga wakaf. Sehubungan dengan itu muncullah tentang bagaimana mengelola wakaf secara profesional. Kegiatan perwakafan yang dilakukan oleh masyarakat pada saat ini lebih bercirikan kegiatan keagamaan yang kurang mempunyai dampak ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Wakaf jika dilihat justru oleh wâkif lebih mengarah ke dalam bentuk pembangunan rumah-rumah ibadah dan tanah-tanah pemakaman. Padahal, disamping dimensi ibadah, kegiatan wakaf mempunyai dimensi lain seperti nilai ekonomis (economic values). Dimensi ekonomi kegiatan wakaf tunai kurang dipahami oleh masyarakat sehingga manfaat ekonominya kurang membawa dampak dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, maka jangan heran jika tanah dan aset wakaf justru banyak yang tidak terurus sesuai dengan tujuan wakaf itu sendiri.

Oleh karena itu diperlukan konsep baru atau paradigma untuk pengembangan wakaf berupa wakaf tunai perlu dikaji dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya dapat memberi manfaat bagi umat Islam. Jika dilihat kenyataan sejarah wakaf pada masa-masa awal Islam jelas sekali bukanlah sekedar barang-barang tidak bergerak yang hanya dimamfaatkan fungsinya saja. Sepanjang sejarahnya wakaf telah memainkan perannya yang sangat penting dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Dari ungkapan di atas, jelas bahwa wakaf menjadi instrument penting dalam pengembangan ekonomi umat. Maka amat tepatlah rasanya jika sekarang digulirkan pengelolaan wakaf secara modern melalui manajemen modern karena selama ini umat Islam di Indonesia hanya mengenal pengelolaan wakaf secara konvensional.


(21)

5

Dilihat dari segi peruntukannya, wakaf dibagi menjadi dua yaitu konsumtif dan produktif. Wakaf konsumtif yaitu harta benda atau pokok tetapnya wakaf dipergunakan langsung untuk kepentingan umat. Pada umumnya wakaf di Indonesia digunakan untuk pembangunan masjid, mushalla, sekolahan, rumah yatim piatu, makam.

Selama ini pemanfataan wakaf dilihat dari segi sosial, khususnya untuk kepentingan peribadatan memang cukup efektif. Akan tetapi dampaknya kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas. Tanpa diimbangi dengan wakaf yang dikelola secara produktif, maka kesejahteraan ekonomi masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf tidak akan dapat terealisasi secara optimal.

Sedangkan wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetapnya wakaf tidak secara langsung digunakan untuk mencapai tujuannya, tapi dikembangkan terlebih dahulu untuk menghasilkan sesuatu (produktif) dan hasilnya di salurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, Mata air untuk dijual airnya dan lain – lain.3

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah / Fokus Masalah

Dari uraian latar belakang sebagaimana di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut:

1. Pengertian wakaf produktif menurut fiqh dan fiqh kontemporer. 2. Pemanfaatan wakaf produktif untuk menanggulangi permasalahan

sosial.

3.Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita,


(22)

6

3. Peranan, fungsi wakaf produktif bagi masyarakat indonesia.

4. Aspek-aspek yang bersangkutan dengan wakaf produktif beserta hukumnya menurut fiqh kontemporer.

5. Pengembangan dana wakaf melalui berbagai aspek ekonomi khususnya investasi.

Adapun fokus masalah yang penulis akan kaji sebagai berikut: 1. Masalah hukum wakaf dan pengembangannya di Indonesia. 2. Upaya pengembangan wakaf produktif melalui investasi.

C. Rumusan Masalah

Untuk memudahkan jawaban dari masalah tersebut, maka perlu dirumuskan rumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana wakaf dalam tinjauan hukum islam dan pengembangannya di Indonesia?

2. Bagaimana urgensi dan upaya pengembangan wakaf produktif melalui investasi secara normatif dan implementatif?

D. Tujuan Penelitian

Dengan mencermati rumusan maslah diatas, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk memahami dan mendeskripsikan serta menganalisis hukum wakaf produktif menurut pemikiran ulama ahli fiqh.

2. Untuk memahami dan mendeskripsikan serta menganalisis sistem dana wakaf melalui investasi.


(23)

7

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Kedua manfaat tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran konsep dan teori wakaf produktif serta memperkaya khasanah ilmu Fiqh guna membangun argumentasi ilmiah bagi penelitian normatif dalam bentuk penetapan hukum.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan kontribusi Yaitu menyodorkan argumentasi hukum yang diperlukan agar diperoleh daya guna yang diharapkan bagi penegakan profesionalitas kedudukan, demi terciptanya iklim yang adil dan kondusif.

F. Kerangka Teoritik

Dalam tinjuan kerangka teoritik dikemukakan berbagai konsep dan teori berkaitan dengan dimensi wakaf dalam tinjauan ekonomi antara lain:

1. Wakaf produktif

Menurut bahasa (lughatan) wakaf berasal dari kata waqaf yang berarti terkembalikan (al-radiah). Tertahan (al-tasbil) dan mencegah (al-manu’), menurut istilah syariat yang di maksud dengan wakaf sebagaimana yang di defenisiskan oleh para ulama dan cendekiawan dengan berbagai formulasi bahwa wakaf adalah “penahanan harta yang memungkinkan untuk di manfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan, memotong penggolongan


(24)

8

(tasharruf) dalam penjagaannya atas pengelola (mushrif) yang di bolehkan adanya.4

Dasar hukum wakaf sebagaimana firman allah dalam surat al-Imran 92 dan surat al-Baqarah ayat 26:

ﺴﺸ ﺴ ﺸ ﺴ ﺴ ﺸـﺴأ ﺳﺔ ﺴ ِﺴ ﺴﺴ ِ ﺒ ِ ِ ﺴ ِ ﺸُﺴﳍﺒ ﺴﻮﺸﺴأ ﺴنﻮُِﺸ ُـ ﺴ ِﺬ ﺒ ُﺴ ﺴ

ِ ﺴِ ﺎﺴ ﺴ

ُ

ﺳﺔ ﺴ ُﺔﺴﺋﺎ ِ ﺳﺔﺴ ُـﺸ ُ ﱢ

ُ ﺒ ﺴو

ُءﺎ ﺴ ﺴ ﺸﺴِ ُ ِﺎ ﺴﻀُ

ﺲِ ﺴ ﺲِﺒ ﺴو ُ ﺒ ﺴو

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Berdasarkan substansi ekonominya, wakaf bisa dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Wakaf langsung, yaitu wakaf untuk memberi pelayanan langsung kepada orang-orang yang berhak, seperti masjid, sekolah dan rumah sakit.

2. Wakaf produktif, yaitu wakaf harta yang digunakan untuk kepentingan produksi yang manfaatnya bukan kepada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang-orang yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf. Jadi wakaf produktif dapat di manfaatkan sebagai instrument investasi, di mana akan berdampak lebih besar dalam sektor ekonomi dibanding hanya sekedar penunjang sarana dan prasarana ibadah dan kegiatan social yang sidatnya sektoral. Karena dalam hal ini, wakaf

4


(25)

9

lebih memiliki visi yang jauh kedepan dalam mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai suatu usaha terciptanya kemaslahatan umat. Return (hasil) yang diperoleh dari investasi wakaf akan memiliki multiplier effect dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu Negara. Dan jika hal ini dikembangkan ke tingkat dunia, maka sudah bukan suatu mimpi lagi kesejahteraan yang merata dapat di rasakan umat ini.

3. Wakaf tunai yaitu biasanya wakaf uang. Bagi muslim Indonesia hal ini terasa asing memang paradigm masyarakat muslim kita tentang wakaf adalah barang yang tidak bergerak, seperti uang dapat di jadikan barang wakaf. Sebagaimana diceritakan perkembangan wakaf wakaf diberbagai belahan dunia, bahwa wakaf tunai mempunyai peranan yang jauh lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.5 Wakaf produktif dalam rangka memberdayakan umat, sesuai dengan fatwa MUI pada tanggal 11 Mei 2002, dalam keputusan itu ada lima butir fatwa, yaitu:

1. Wakaf uang (cash wakaf/wakf al-nuqut) adalah wakaf yang dilakukan orang sekelompok orang lembaga atau badan hukukm dalam bentuk tunai.

2. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. 3. Wakaf uang hukumnya boleh (jaiz).

4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan di gunakan untuk hal-hal yang dibolehkan syari’at.

5


(26)

10

5. Nilai pokok wakaf uang harus di jamin kelestariannya, tidak boleh di jual di hibahkan bahkan di wariskan.6

2. Investasi.

Istilah investasi merupakan kata dari bahas inggris yaitu investement. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam. Dalam kamus istilah pasar modal dan keuangan kata investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan dan dalam kamus lengkap ekonimi, investasi didefinisikan sebagai penukaran uang dengan bentuk kekayaan lain seperti saham atau harta tidak bergerak yang di harapkan dapat di tahan selama periode waktu tertentu supaya menghasilkan pendapatan.7

Investasi diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang di lakukan pada saat ini, dengan tujuan memeperoleh sejumlah keuntungan dimas mendatang. Pendapat lain mengatakan investasi adalah menempatikan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahana atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.

Pada umumnya investasi di bedakan menjadi dua yaitu:

1. Investasi pada financial asset di lakukan pasar uang, berupa sertifikat, deposito, commeril papper, surat berharaga pasar uang (SBPU) dan

6

Hadi Setya Tunggal, Undang-undang republik Indonesia no 41 tahum 2004 tentang wakaf,

(Jakarta: Harvarindo, 2005), 2 7

Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif terj.Muhyidin, (Jakarta Timur: Khalifa Pustaka Group, 2005), 22-23


(27)

11

lainnya. Investasi juga dapat di lakukan di pasar modal, misalnya pasar saham, obligasi, warrant, opsi dan yang lainnya.

2. Sedangkan investasi pada real asset dapat di lakukan dengan pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan dan yang lainnya.8

Di antara sekian banyak perbedaan antara aktiva riel dengan aktiva keuangan daya tariknya adalah likuiditas. Likuiditas diartikan mudahnya mengkonversi suatu asset menjadi uang dan biaya transaksi cukup rendah. Riel asset secara umum kurang kegunaannya. Di sampiong itu return asset real biasanya sulit untuk diukur secara akurat. Kepemilikan yang tidak luas, juga tidak tersedianya pasar yang efektif.

Investasi dalam islam selain sebagai pengetahuan juga bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus merupakan hakikat dari sebuah ilmu yang bersifat amaliyah, oleh karenanya investasi sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Hal tersebut di jelaskan dalam firman Allah surat al-hasyr ayat 18 sebagai berikut:

ﺎَﻳ

ﺳﺪﺴ ِ ﺸ ﺴﺪﺴ ﺎ ﺲ ﺸﺴـ ﺸﺮُﻈ ﺴ ﺸ ﺴو ﺴ ﺒ ﺒﻮُـﺒ ﺒﻮُ ﺴآ ﺴ ِﺬ ﺒﺎ ﺴﻬـ ﺴأ

ﺴ ﺒﺒﻮُـ ﺒ ﺴو

ﺴ ﺒ نِﺐ

ﺴنﻮُ ﺴﺸﺴـ ﺎﺴ ِﲟ ﺲﲑِ ﺴﺧ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Lafal

ﺪﻐ

ْﺖﻣﱠﺪﻗ ﺎﱠﻣ ﺲْ ْﺮ ﻈ ﺘْ و

di tafsirkan dengan hitung dan introspeksilah diri kalian sebelum di introspeksi dan lihatlah apa yang kalian simpan (invest)

8


(28)

12

untuk diri kalian dari amal saleh (after here investment) sebagai bekal kalian menuju hari perhitungan amal pada hari kiamat unutk keselamatan diri di depan Allah SWT. Demikian Allah SWT memerintahkan kepada seluruh hambanya yang beriman untuk melakukan investasi akhirat dengan melakukan amal saleh sejak dini sebagai bekal untuk menghadapi hari perhitungan.

Dalam al-qur’an surat al-luqman ayat 34 secara tegas Allah SWT berfirman:

إ

ن

ﺴ ﺒ

ُ ﺴﺪﺸ ِ

ُﺸ ِ

ِﺔﺴﺎ ﺒ

ُلﱢﺰﺴـُـ ﺴو

ﺴ ﺸ ﺴ ﺸﺒ

ُﺴ ﺸﺴ ـ ﺴو

ﺎ ﺴ

ِ

ِمﺎ ﺴﺸﺜﺴﺸﻷﺒ

ﺎ ﺴﺴو

يِﺜﺸﺪﺴ

ﺲ ﺸﺴـ

ﺒﺴﺛﺎ ﺴ

ُ ِﺸ ﺴ

ﺒ ًﺪﺴ

ﺎ ﺴﺴو

يِﺜﺸﺪﺴ

ﺲ ﺸﺴـ

ﱢيﺴﺄِ

ﺳضﺸﺜﺴأ

ُتﻮُﺴﲤ

نِﺐ

ﺴ ﺒ

ﺲِ ﺴ

ﺲﲑِ ﺴﺧ

Artinya: “Sesungguhnya di sisi Allah pengetahuan yang tepat tentang hari kiamat. Dan Dialah jua yang menurunkan hujan, dan yang mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang apa yang ada dalam rahim (ibu yang mengandung). Dan tiada seseorang pun yang betul mengetahui apa yang akan diusahakannya esok (samada baik atau jahat) dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi negeri manakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Amat Meliputi PengetahuanNya.”

Dalam berinvestasi pun allah SWT dan Rasul-Nya memeberikan petunjuk (dalil) dan rambu-rambu normatif disebutkan adalah sebagai berikut: a. Terbebas dari unsur riba, b. Terhindar dari unsur gharar, c. Terhindar dari unsur judi, d. Terhindar dari unsur haram, e. Terhindar dari unsur syubhat.9

G. Kajian penelitian terdahulu

Pada dasarnya untuk mendapatkan gambaran topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang mungkin pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya sehingga diharapkan tidak adanya pengulangan materi penelitian secara mutlak.

9


(29)

13

Sejauh penelitian penulis terhadap karya-karya ilmiah yang berupa buku dan laporan penelitian, pembahasan mengenai wakaf ada beberapa yang membahasnya, diantaranya yaitu:

1) Dalam penelitian saudara Khanif yang berjudul fungsi BAZ sebagai baitul maal di Indonesia untuk menerima harta waris yang tidak ada ahli waris menurut pasal 191 Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan bahwasannya apabila harta waris yang ahli warisnya tidak diketahui maka harta warisan tersebut harus diserahkan kepada BAZ selaku baitul maal.

2) Dalam penelitian saudari Chuswatun yang berjudul studi analisis hukum Islam terhadap program bantuan bergulir zakat di Jawa Timur, yang menjelaskan tentang pemberian dana berupa modal untuk melakukan bentuk usaha sehingga para pencari dana (modal) seperti orang-orang yang kekurangan dapat menjalankan roda usahanya. Pembahasan dalam tesis tersebut memfokuskan pada pemberian modal usaha.

3) Dalam penelitian saudara Moh Nurul Qomar yang berjudul konsep distribusi wakaf menurut Ba@qir al-S}adr, yang menjelaskan mengenai konsep-konsep baru mengenai distribusi ekonomi khususnya wakaf.

4) Dalam penelitian saudara Misbahul Khoir yang berjudul prolematika dan potensi pengembangan wakaf di gresik, yang menjelaskan permasalahan internal dalam tubuh organisasi wakaf dan zakat di kabupaten gresik.


(30)

14

H. Metode Penelitian

Beberapa yang dilakukan dalam metoda penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu, pertama dengan mencatat semua temuan mengenai konsep penawaran dan permintaan secara global pada tiap pembahasan penelitian yang di dapatkan dalm literatur-literatur dan sumber-sumber, dan atau penemuan terbaru mengenai wakaf produktif dan investasi. Setelah mencatat, kedua yaitu mengintergralisasikan segala temuan, baik teori atau hasil penelitian dari sumber-sumber bacaan tersebut lalu membandingkannya satu sama lain. Ketiga, menganalisis semua temuan dari bahan bacaan tersebut, berkaitan dengan kekurangan tiap sumber, kelebihan dan atau hubungan masing-masing tentang wacana yang di bahas didalamnya. Terakhir adalah mengkritisi, memberikan gagasan kritis dalam hasil penelitian tehadap wacana-wacana sebelumnya dengan menghadirkan temuan baru dalam mengkolaborasikan pemikiran yang berbeda.

2. Fokus penelitian

Penelitian ini terfokuskan pada berbagai hal yang berkaitan dengan aspek wakaf produktif dalam perkembangan pemikiran ulama ahli fiqh dan sistem normatif pengembangan wakaf melalui investasi.


(31)

15

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara), antara lain:

a. Wahbah Zuhaily, al-fiqhu islami wa adillatuhu, Juz VIII Beirut: Dar el fikr, 1990

b. Muhammad Khatib As-syarbini, Mughni al-muhtaj, juz II Beirut: Daar al-Fikr, 1992.

c. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid III, Beirut: dar el-fikr,1990.

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain), antara lain:

a. Ismail Nawawi, Manajemen zakat dan wakaf. Sidoarjo: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2013.

b. Muhammad Abid Abdullah al kibsi, Hukum Wakaf, Jakarta: Dhuafa, 2004.

c. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Bandung: PT.Aditya Bakti cet ke-4 1994.

d. Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif terj.Muhyidin, Jakarta Timur; khalifa Pustaka Group, 2005.

e. Al-Mushlih, Abdullah dan Al-Shawi, Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah: Abu Umar Basyir, Jakarta: Darul Haq, 2004.


(32)

16

Pada hakikatnya tidak ada acuan khusus dalam mengumpulkan data pada metode ini, namun tidak dengan begitu saja data yang dikumpulkan dijadikan hasil penelitian, karena akal manusia memberikan bimbingan secara sistematis dan sesuai dengan objek kajiannya.

Dua instrumen penelitian digunakan dalam pengumpulan data ini, pertama, pengumpulan data dalam bentuk verbal simbolik yaitu mengumpulkan naskah-naskah yang belum di analisis. Kedua, kartu data yang berfungsi untuk mencatat hasil data yang telah didapat untuk lebih memudahkan peneliti dalam mengklarifikasi data yang telah di dapatkan di lapangan, disamping itu pula kartu data memberikan solusi jika instrumen pertama tidak bisa dioperasionalkan, namun dengan konsekuensi lamanya waktu berada di lokasi sumber data.

Pertama-tama yang harus dilakukan dalam pengumpulan data adalah menentukan lokasi pencarian sumber data, seperti perpustakaan dan pusat-pusat penelitian. Data yang kemudian didapatkan dilokasi akan dibaca oleh seorang peneliti, karena tugas utama seorang peneliti adalah mampu menangkap makna yang terkandung dalam sumber kepustakaan tersebut. Oleh karena itu ada dua tahapan dalam membaca data yang telah diperoleh, yaitu:

a. Membaca secara simbolik, yaitu membaca dengan menangkap synopsis dari buku, bab, sub bab sampai bagian terkecil dari buku. b. Membaca pada tingkat semantik yaitu membaca data yang telah

dikumpulkan dengan lebih terperinci dan menangkap esensi dari data tersebut.

Setelah membaca secara semantik, dicatat dalam kartu data, tahapan pencatatan dalam kartu ada diantaranya:

a. Mencatat data secara Quotasi adalah mengutip secara langsung tanpa mengubah satu katapun dari pengarang.

b. Mencatat data secara Paraphrase adalah memenggunakan kata-kata si peneliti atau si pembaca sendiri.


(33)

17

c. Mencatat data secara sinoptik adalah lebih pada ringkasan. d. Mencatat sdata secara presis adalah kelanjutan dari sinoptik.

e. Pengkodean yang bertujuan untuk mensistematisasikan agar data teratur.

5. Teknik analisis data

Teknik yang digunakan dalam tesis ini adalah analisis data model Miles dan Huberman. Dalam model ini aktifitas analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan terus menerus sampai dirasa cukup. Menurut Kaelan, ada dua tahapan dalam teknik analisis data pada penelitian kepustakaan ini.

Pertama, analisis pada saat mengumpulkan data, ini ditujukan untuk lebih menangkap esesnsi atau inti dari fokus penelitian yang dilakukan melalui sumber-sumber yan dikumpulkan dan terkandung dalam rumusna verbal kebahasan, proses ini dilakukan aspek demi aspek, sesuai dengan peta penelitian.

Kedua setelah dilakukan proses pengumpulan data tersebut, selanjutnya menganalisa kembali data yang sudah terkumpul dan menentukan hubungannya satu sama lain.10

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penelitian ini, dalam upaya untuk menjadikan alur pembahasan menjadi sistematis, maka penulisan skripsi dibagi ke dalam lima bab. Dalam masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti.

10 Kaelan, metode penelitian agama kualitatif interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma, 2013),


(34)

18

Bab pertama, dalam bab ini merupakan pengantar kepada pembahasan berikutnya, bab ini meliputi pendahuluan yang didalamnya mencakup latar belakang masalah yang berkaitan dengan urgensi penelitian, dilanjutkan dengan rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode yang digunakan dan sistematika pembahasan.

Bab dua, bab ini sangat diperlukan adalah pengertian pembahasan yang bermuara pada landasan teoritik yang sesuai dengan kaidah-kaidah dasar dan asas-asas dari ilmu pengetahuan agar sesuai dengan tema tesis secara tepat dan benar. Bab ini membahas landasan teori tentang wakaf produktif dan investasi secara umum dengan sub-bab antara lain: pengertian wakaf, wakaf menurut al-qur’an dan hadits, wakaf produktif tinjauan ke-indonesian.

Bab ketiga, merupakan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti mengenai urgensi dan upaya pengembangan wakaf produktif melalui investasi.

Bab empat, merupakan pembahasan yang paling inti dalam tesis ini, yaitu mengenai analisa wakaf dalam hukum Islam.

Bab kelima, adalah sebagai penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.


(35)

82

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian dan pembahasan sebagaimana pada bab-bab terdahulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut di bawah ini:

1. Wakaf dalam tinjauan hukum Islam dan pengembangannya di Indonesia

Pengelolaan wakaf produktif melalui UU No. 41 tahun 2004 merupakan sarana rekayasa sosial, untuk melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat Undang-Undang tersebut. Menurut dasar pertimbangan Fatwa MUI tentang wakaf produktif disebutkan bahwa wakaf produktif memiliki fleksibilitas dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain.

Untuk mengelola dan mengembangkan wakaf produktif dengan baik, dibutuhkan Sumber Daya Insani yang amanah, profesional, berwawasan ekonomi, tekun dan penuh komitmen yang kuat. Oleh karena itu, lembaga wakaf produktif mempunyai peran yang sangat strategis demi terwujudnya wakaf produktif di Indonesia, maka dibutuhkan pembinaan terhadap pengelola wakaf, sosialisasi yang terus menerus oleh para akademisi, ulama, praktisi ekonomi syariah, baik melalui seminar, training, ceramah maupun tulisan di media massa.


(36)

83

2. Urgensi dan upaya pengembangan wakaf produktif melalui investasi

Strategi riil dalam mengembangkan tanah-tanah wakaf produktif adalah sebagai berikut, bahwa Nazhir harus menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang mempunyai modal dan ketertarikan usaha sesuai dengan posisi tanah strategis yang ada dengan nilai komersialnya cukup tinggi. Jalinan kerja sama ini dalam rangka menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki oleh tanah-tanah wakaf tersebut. Sekali lagi harus ditekankan bahwa sistem kerja sama dengan pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem Syariah, baik dengan cara

musya@rakah maupun mudha@rabah.

sedangkan faktor utama dalam pemberdayaan wakaf secara produktif, yaitu: potensi ekonomi wakaf, nazhir profesional, manajemen pengelolaan modern, pendayagunaan hasil serta beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengembangkan wakaf produktif ke dalam bentuk investasi islam yaitu: (1) Terbebas dari unsur riba, (2) Terhindar dari unsur gharar, (3) Terhindar dari unsur judi, (4)Terhindar dari unsur haram, dan (5) Terhindar dari unsur syubhat.

.

B. Saran-Saran

Dari berbagai pembahasan analalisis dan hasil penelitian berikut kami sarankan sebagai berukut:

1. Masih kuatnya paham lama umat Islam dalam pengelolaan wakaf, seperti adanya anggapan bahwa wakaf itu milik Allah semata yang tidak boleh diubah/ganggu gugat. Oleh karena itu ulama’ dan tokoh masyarakat atau


(37)

84

umat Islam harus merekomendasikan wakaf dikelola secara produktif. Selain itu, paran ulama’ agar membangun pemahaman bahwa wakaf memiliki fungsi sosial yang lebih luas dan tidak terbatas pada ibadah mahdhah.

2. Kurangnya sosialisasi secara terhadap paradigma baru untuk pengembangan wakaf secara produktif. Sosialisasi ini dengan memasukkan wakaf sebagai bagian dari instrumen pengembangan ekonomi umat menjadi aspek penting bagi pengembangan gagasan wakaf produktif. Dengan peningkatan pengetahuan masyarakat atas pentingnya pemberdayaan wakaf untuk kesejahteraan umum menjadi problem yang harus dipecahkan bersama.

3. Belum mempunyai persepsi yang sama, peran dan sinergi para pejabat teknis wakaf di daerah dengan para pihak terkait terhadap upaya pemerintah pusat dalam upaya pengembangan wakaf. Para pejabat teknis harus lebih banyak berkutat pada penanganan yang bersifat seluler memasarkan gagasan strategis dalam pengembangan wakaf yang lebih berwawasan sosial dan ekonomi.

4. Nazhir belum profesional sehingga wakaf belum dikelola secara optimal. Posisi Nazhir menempati peran sentral dalam mewujudkan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat wakaf. Profesionalisme nazhir di Indonesia harus profesional. Mayoritas dari mereka lebih karena faktor kepercayaan dari masyarakat, peningkatan kompetensi sebagai pengelola wakaf secara produktif .


(38)

85

5. Lemahnya kemitraan dan kerjasama antara stake holders wakaf untuk menjalin kekuatan internal umat Islam dalam mengelola dan mengembangkan wakaf secara produktif, seperti organisasi massa Islam, kalangan intelektual, LSM, tokoh agama, termasuk aparat pemerintah. Oleh karena itu kemitraan mereka lebih pada upaya-upaya kolaburatif yang produktif yang menyentuh pada aspek kerja sama konkrit, terencana dan massif.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Al-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah : Abu Umar Basyir, (Jakarta: Darul Haq, 2004). Abdullah Ubaid Matraji (Staf Divisi Humas Badan Wakaf Indonesia),

Republika Newsroom, Kamis, 05 Februari 2009.

Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung: PT.Aditya Bakti cet ke-4 1994).

Ali, Muhamad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf , (Jakarta: UI Press, 1988).

Al-Imam Kamal al-Din Ibn ‘Abd al-Rahid al-Sirasi Ibn al-Humam, Sharh Fath al-Qadir, jilid. 6. (Beirut: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1970).

Anwar, Syamsul, StudiHukum Islam Kontemporer, cet ke-1, (Jakarta: RM Books, 2007).

Djunaedi, Ahmad dkk, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2004). Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam (Ringkas), (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, Cet. ke-2, 1999).

Hasan, Thalhah, Perlu Rekonsepsi Fikih Wakaf, Republika, 30 April 2004.

Hasanah, Uswatun, Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan dalam Perspektif Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6 April 2009). Ismail bin Umar bin Kasir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz I, (Riyad: Dar

al-Salam, 2001).

Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma, 2013).

Karim, Adiwarman A Ekonomi Islam : Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, Cetakan Ketiga, 2007).

Khatib Asy-Syarbini, Muhammad, Mughni al-Muhtaj, Juz II, (Beirut: Daar al-Fikr, 1990).


(40)

Muhammad al-Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz II, (Kairo: Syarikah Maktabah wa Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladih, 1958).

Munawwir, A.W, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, Cet. ke-14, 1997).

Muslim, Imam, Shahih Muslim, (Riyadh: dar el-hisyam, 1966).

Nawawi, Ismail, Manajemen zakat dan wakaf, (Sidoarjo: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2013).

Nidia Zuraya, dalam Republika Online.co.id

Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf oleh Depag RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Tahun 2006.

Qahaf, Mundzir, Manajemen Wakaf Produktif terj.Muhyidin, (Jakarta Timur: Khalifa Pustaka Group, 2005).

Qardhawi, Yusuf, Hukum Zakat, (Jakarta: PT Pustaka Lentera Antar Nusa, 1996).

Qudamah, Ibn, Al-Mughni Wa al-Syarh al-Kabir, jilid VI. (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1972).

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983).

Soemita, Andri, “Bank & Lembaga Keuangan Syariah”, (Jakarta: Grafindo Pustaka, 2000).

Syafi’i, Muhammad, Pengantar: Pengelolaan Wakaf secara Produktif, “dalam Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Wakaf Produktif”, (Jakarta: Mumtaz Publish,2007).

Thalib, Sayuti, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1990).

Tunggal, Hadi Setya, Undang-undang republik Indonesia no 41 tahum 2004 tentang wakaf, (Jakarta: Harvarindo, 2005).

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Wahbah Zuhaily, Fiqh islam wa adillatuhu, juz VIII (Beirut: Dar el fikr, 1985).


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai uraian dan pembahasan sebagaimana pada bab-bab terdahulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut di bawah ini:

1. Wakaf dalam tinjauan hukum Islam dan pengembangannya di Indonesia

Pengelolaan wakaf produktif melalui UU No. 41 tahun 2004 merupakan sarana rekayasa sosial, untuk melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat Undang-Undang tersebut. Menurut dasar pertimbangan Fatwa MUI tentang wakaf produktif disebutkan bahwa wakaf produktif memiliki fleksibilitas dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain.

Untuk mengelola dan mengembangkan wakaf produktif dengan baik, dibutuhkan Sumber Daya Insani yang amanah, profesional, berwawasan ekonomi, tekun dan penuh komitmen yang kuat. Oleh karena itu, lembaga wakaf produktif mempunyai peran yang sangat strategis demi terwujudnya wakaf produktif di Indonesia, maka dibutuhkan pembinaan terhadap pengelola wakaf, sosialisasi yang terus menerus oleh para akademisi, ulama, praktisi ekonomi syariah, baik melalui seminar, training, ceramah maupun tulisan di media massa.


(2)

83

2. Urgensi dan upaya pengembangan wakaf produktif melalui investasi

Strategi riil dalam mengembangkan tanah-tanah wakaf produktif adalah sebagai berikut, bahwa Nazhir harus menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang mempunyai modal dan ketertarikan usaha sesuai dengan posisi tanah strategis yang ada dengan nilai komersialnya cukup tinggi. Jalinan kerja sama ini dalam rangka menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki oleh tanah-tanah wakaf tersebut. Sekali lagi harus ditekankan bahwa sistem kerja sama dengan pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem Syariah, baik dengan cara

musya@rakah maupun mudha@rabah.

sedangkan faktor utama dalam pemberdayaan wakaf secara produktif, yaitu: potensi ekonomi wakaf, nazhir profesional, manajemen pengelolaan modern, pendayagunaan hasil serta beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengembangkan wakaf produktif ke dalam bentuk investasi islam yaitu: (1) Terbebas dari unsur riba, (2) Terhindar dari unsur gharar, (3) Terhindar dari unsur judi, (4)Terhindar dari unsur haram, dan (5) Terhindar dari unsur syubhat.

.

B. Saran-Saran

Dari berbagai pembahasan analalisis dan hasil penelitian berikut kami sarankan sebagai berukut:

1. Masih kuatnya paham lama umat Islam dalam pengelolaan wakaf, seperti adanya anggapan bahwa wakaf itu milik Allah semata yang tidak boleh diubah/ganggu gugat. Oleh karena itu ulama’ dan tokoh masyarakat atau


(3)

84

umat Islam harus merekomendasikan wakaf dikelola secara produktif. Selain itu, paran ulama’ agar membangun pemahaman bahwa wakaf memiliki fungsi sosial yang lebih luas dan tidak terbatas pada ibadah mahdhah.

2. Kurangnya sosialisasi secara terhadap paradigma baru untuk

pengembangan wakaf secara produktif. Sosialisasi ini dengan memasukkan wakaf sebagai bagian dari instrumen pengembangan ekonomi umat menjadi aspek penting bagi pengembangan gagasan wakaf produktif. Dengan peningkatan pengetahuan masyarakat atas pentingnya pemberdayaan wakaf untuk kesejahteraan umum menjadi problem yang harus dipecahkan bersama.

3. Belum mempunyai persepsi yang sama, peran dan sinergi para pejabat teknis wakaf di daerah dengan para pihak terkait terhadap upaya pemerintah pusat dalam upaya pengembangan wakaf. Para pejabat teknis harus lebih banyak berkutat pada penanganan yang bersifat seluler memasarkan gagasan strategis dalam pengembangan wakaf yang lebih berwawasan sosial dan ekonomi.

4. Nazhir belum profesional sehingga wakaf belum dikelola secara optimal. Posisi Nazhir menempati peran sentral dalam mewujudkan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat wakaf. Profesionalisme nazhir di Indonesia harus profesional. Mayoritas dari mereka lebih karena faktor kepercayaan dari masyarakat, peningkatan kompetensi sebagai pengelola wakaf secara produktif .


(4)

85

5. Lemahnya kemitraan dan kerjasama antara stake holders wakaf untuk menjalin kekuatan internal umat Islam dalam mengelola dan mengembangkan wakaf secara produktif, seperti organisasi massa Islam, kalangan intelektual, LSM, tokoh agama, termasuk aparat pemerintah. Oleh karena itu kemitraan mereka lebih pada upaya-upaya kolaburatif yang produktif yang menyentuh pada aspek kerja sama konkrit, terencana dan massif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Al-Shawi, Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah : Abu Umar Basyir, (Jakarta: Darul Haq, 2004). Abdullah Ubaid Matraji (Staf Divisi Humas Badan Wakaf Indonesia),

Republika Newsroom, Kamis, 05 Februari 2009.

Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, (Bandung: PT.Aditya Bakti cet ke-4 1994).

Ali, Muhamad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf , (Jakarta: UI Press, 1988).

Al-Imam Kamal al-Din Ibn ‘Abd al-Rahid al-Sirasi Ibn al-Humam, Sharh Fath al-Qadir, jilid. 6. (Beirut: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 1970).

Anwar, Syamsul, StudiHukum Islam Kontemporer, cet ke-1, (Jakarta: RM Books, 2007).

Djunaedi, Ahmad dkk, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2004). Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam (Ringkas), (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, Cet. ke-2, 1999).

Hasan, Thalhah, Perlu Rekonsepsi Fikih Wakaf, Republika, 30 April 2004.

Hasanah, Uswatun, Wakaf Produktif Untuk Kesejahteraan dalam Perspektif Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar di Universitas Indonesia, 6 April 2009). Ismail bin Umar bin Kasir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz I, (Riyad: Dar

al-Salam, 2001).

Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma, 2013).

Karim, Adiwarman A Ekonomi Islam : Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, Cetakan Ketiga, 2007).

Khatib Asy-Syarbini, Muhammad, Mughni al-Muhtaj, Juz II, (Beirut: Daar al-Fikr, 1990).


(6)

Muhammad al-Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz II, (Kairo: Syarikah Maktabah wa Matba‘ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladih, 1958).

Munawwir, A.W, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, Cet. ke-14, 1997).

Muslim, Imam, Shahih Muslim, (Riyadh: dar el-hisyam, 1966).

Nawawi, Ismail, Manajemen zakat dan wakaf, (Sidoarjo: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2013).

Nidia Zuraya, dalam Republika Online.co.id

Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf oleh Depag RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Tahun 2006.

Qahaf, Mundzir, Manajemen Wakaf Produktif terj.Muhyidin, (Jakarta Timur: Khalifa Pustaka Group, 2005).

Qardhawi, Yusuf, Hukum Zakat, (Jakarta: PT Pustaka Lentera Antar Nusa, 1996).

Qudamah, Ibn, Al-Mughni Wa al-Syarh al-Kabir, jilid VI. (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1972).

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983).

Soemita, Andri, “Bank & Lembaga Keuangan Syariah”, (Jakarta: Grafindo Pustaka, 2000).

Syafi’i, Muhammad, Pengantar: Pengelolaan Wakaf secara Produktif, “dalam Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Wakaf Produktif”, (Jakarta: Mumtaz Publish,2007).

Thalib, Sayuti, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1990).

Tunggal, Hadi Setya, Undang-undang republik Indonesia no 41 tahum 2004 tentang wakaf, (Jakarta: Harvarindo, 2005).

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

Wahbah Zuhaily, Fiqh islam wa adillatuhu, juz VIII (Beirut: Dar el fikr, 1985).