BAB IV USIA PERKAWINAN DI DUNIA MUSLIM MODERN A. Negara Yordania - PEMBARUAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA (Analisis Peraturan Perundang-Undangan tentang Batas Usia Perkawinan) - Raden Intan Repository

BAB IV USIA PERKAWINAN DI DUNIA MUSLIM MODERN A. Negara Yordania 1. Profil Singkat Negara Yordania Kerajaan Hasyimiyah Yordania, yang biasanya disebut Yordania,

  ialah sebuah negara di Timur Tengah yang berbatasan dengan Suriah di sebelah utara, Arab Saudi di timur dan selatan, Irak di timur laut, serta Israel dan tepi barat di barat. Yordania menerima arus pengungsi Palestina selama lebih dari 3 dasawarsa, menjadikannya sebagai salah satu penampung pengungsi terbesar di dunia. Negara yang miskin bahan

  1 tambang ini mengimpor minyak bumi dari negara-negara tetangga.

  Sekitar 95% penduduknya beragama Islam dengan menganut Madzhab Hanafi dan beraliran Sunny. Selainnya 4 % beragama kristen dan 1% lagi

  2 gabungan Druze dan Bahni.

  Penduduk Yordania menurut data yang dilaporkan Inggris kepada PBB tahun 1924 berjumlah sekitar 900.000 jiwa dengan 90% Arab Muslim, 10.000 jiwa Cireassian dan Cherchen, serta 15.000 jiwa Arab

  3 Kristen. Cireassian dan Cherchen adalah kelompok imigran dari Rusia.

  Jumlah ini diperkirakan naik sampai 3,8 juta jiwa pada bulan September 1991 akibat aliran pengungsi Palestina pada saat pembagian wilayah Palestina pada tahun 1948 dan pendudukan Israel di wilayah tepi sungai barat tahun 1967 serta kembalinya lebih dari 300.000 orang Palestina dan

  4 Yordania dari Kuwait selama perang teluk 1990-1991.

  Berdasarkan jumlah tersebut sebagaimana yang dikemukakan 1 Ahmad al-Usairi yang dikutip oleh Amin Suma, bahwa dunia Islam adalah

  Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2004) h. 156 2 Khoiruddin Nasution, dkk., Hukum Perkawinan dan Warisan di Dunia Muslim Modern (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2012) h. 65 3 Dawoud El Alami dan Doreen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Divorce Laws of the

  negeri-negeri atau negara-negara yang persentase penduduk muslimnya lebih 50% dari keseluruhan jumlah penduduk. Dengan demikian, Yordania menjadi salah satu negara yang ikut mengambil bagian menjadi salah satu negara dalam dunia Islam. Pertimbangan jumlah ini merupakan pertimbangan pertama dan terpenting. Selain pertimbangan jumlah penduduk, pertimbangan Undang-undang yang terkait dengan pemberlakuan Undang-undang Islam di Yordania juga merupakan salah

  

5

satu ciri dari sebuah negara Islam.

  Negara modern Yordania pertama kali muncul pada tahun 1921 sebagai Emirat (keemiran atau keamiran) Transyordan. Hingga penghujung Perang Dunia I wilayah ini merupakan bagian dari Suriah yang lebih besar di bawah kekuasaan Utsmaniyah. Setelah kekalahan Kesultanan Utsmaniyah pada 1918, sekutu membagi Timur Tengah menjadi kawasan-kawasan di bawah pengaruh mereka, dengan Transyor dan Palestina berada dalam mandat dan perwalian Inggris. Pada tahun 1946, Transyor mencapai kemerdekaannya untuk kemudian menjadi kerajaan Hasyimiyah Yordania dengan Pangeran Abdullah Ibn al-Husein sebagai raja pertamanya. Nama Hasyimiyah menunjukkan kepada Hasyim,

  6 yang merupakan moyang Nabi Muhammad saw.

  Peta politik Yordania dapat dilihat dari dominannya partai

  Ikhwanul Muslimin karena dukungan partainya dalam perang Arab-Israel

  dan dukungan terbukanya kepada Raja Abdullah dan terus berlanjut sampai pada pemerintahan Raja Hussein. Hubungan manis itu semakin jelas ketika kedua rezim dan partai itu bersama-sama menghadapi serangan berbagai rezim Arab dan gerakan pan-Arab sekuler terutama pada tahun 1950-1960-an. Akibatnya selama hampir empat dekade

  Ikhwanul Muslimin mampu mengonsolidasikan posisinya dengan pesan 5 religius politik dan memperkuat dukungan melalui kontrolnya yang luas Khoiruddin Nasution, dkk., Op.Cit., h. 65-66 terhadap organisasi dan institusi yang memberi pelayanan terhadap

  7 masyarakat.

2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga Di Yordania

  Reformasi substansi hukum dilakukan dengan cara takhayyur (pemilihan pendapat hukum), talfiq (amalgamasi mazhab hukum), dan

  ijtihad (inovasi/penemuan hukum). Takhayyur dilakukan dengan

  mengadopsi ketentuan dari pendapat hukum yang ada yang dinilai sesuai dengan masyarakat. Talfiq dilakukan dengan cara eklektik, dengan mengkombinasikan beberapa pendapat hukum yang ada sehingga didapatkan ketentuan hukum yang sesuai dengan masyarakat. Ijtihad dilakukan dengan cara melakukan interpretasi ulang terhadap teks-teks keagamaan. Ijtihad dilakukan jika takhayyur dan talfiq tidak bisa

  8 dilakukan.

  Negara Yordania dalam membuat aturan perundangan mengambil model talfiq atau mencampurkan aturan-aturan hukum dari mazhab- mazhab yang ada yang kemudian dijadikan undang-undang yang dapat diterima masyarakat. Hal ini disebabkan karena di antara mazhab fikih yang ada, tidak banyak perbedaan yang sangat signifikan. Sebelum adanya pembaharuan Undang-undang Hukum Keluarga Muslim No. 61 Tahun 1976, negara Yordania lebih cenderung mengambil pendapat mazhab

  9 Hanafi dalam pembuatan Undang-undang.

  Mengenai sejarah pembentukan hukum di Yordania, awal mulanya negara ini menggunakan aturan hukum yang disebut dengan Ottoman Law. Hal ini disebabkan karena Yordania merupakan bagian dari negara yang dikuasai oleh kerajaan di masa Bani Turki Utsmani. Sistem hukum yang diterapkan salah satunya mengenai aspek hukum di bidang hukum keluarga yang aturan tersebut dinamai Ottoman Law of Family Rights

  7 8 Tahir Mahmood, Op.Cit., h. 271 Ahmad Bunya Wahib, Reformasi Hukum Keluarga di Dunia Muslim, (Jurnal Ijtihad:

  1917. Yordania menerapkan aturan hukum Islam secara utuh dengan

  10 melandasinya kepada hasil pemikiran mazhab Hanafi.

  Pada tahun 1947, Yordania menerapkan aturan hukum sementara dalam memberlakukan hukum keluarga. Hal ini tetap berlaku sampai diubah pada tahun 1951 dengan undang-undang yang baru, sebagian besar aturan di dalamnya mengikuti bentuk Ottoman Law of Family Rights.

  Jordania Law of Family Rights 1951 adalah aturan hukum yang pertama

  dalam serangkaian kodifikasi Hukum Keluarga Islam yang diresmikan pada tahun 1950 oleh badan legislatif nasional. Sebuah konstitusi baru diadopsi pada tahun 1952, dengan mempertahankan dasar agama dan

  11 kekuasaan peradilan dalam menyelesaikan sengketa perdata.

  Ottoman Law of Family Right terus diterapkan sampai hukum

  keluarga Yordania No. 26 Tahun 1947 dikeluarkan. Aturan hukum ini sementara diterapkan selama empat tahun sampai dikeluarkannya hukum keluarga Yordania No. 92 Tahun 1951, yang kemudian diubah dan diganti dari kedua aturan yaitu Ottoman Law dan UU Yordania No. 26. UU serta No. 92 tahun 1951 yang berlaku selama dua puluh lima tahun lalu kemudian diterbitkanlah aturan hukum keluarga No. 61 tahun 1976. Undang-undang ini didasarkan pada pemikiran selain pemikiran Hanafi, ketentuan ini dibuat dalam 180 pasal sebagai landasan yang paling tepat dari berbagai pendapat Imam Abu Hanifah dalam kasus di mana tidak ada

  12 ketentuan tekstual tertentu ditemukan.

  Mengenai aspek hukum keluarga di Yordania yang terbentuk pada tahun 1951, pada perjalanannya mengalami perubahan secara rinci dari aturan hukum yang sebelumnya yaitu Ottoman Law of Family Rights

  1917 , adapun poin-poin yang diubah adalah, sebagai berikut:

  13 a. 10 Pencatatan Pernikahan, Abdullahi A. An- Na‟im (ed), Islamic Family Law in a Changing World: A Global

  Resource Book (London: Zed Books, 2002), h. 119 11 12 Ibid.

  Dawoud El Alami dan Doreen Hinchcliffe, Islamic Marriage and Divorce Laws of the

  14 b.

  Walimatul „Ursy,

  15 c.

  Hak wali mengenai pernikahan seorang perempuan,

  16 d.

  Akibat dari pernikahan yang sah,

  17 e.

  Kewajiban suami mengenai mahar,

  18 f.

  Kewajiban dan hak suami istri,

  19 g.

  Perceraian,

  20

  h. dan Rujuk,

  21 i.

  Hak dan kewajiban seorang istri selama masa iddah.

  Undang-undang yang diterapkan di Yordania adalah Undang- undang tentang hukum perdata dan hukum-hukum tambahan 1976 (The

  Code of Personal Status and Supplementary Laws 1976 ) sebagai undang-

  undang hukum keluarga Islam. Undang-undang ini merupakan hasil perjuangan yang panjang para ahli hukum dengan melakukan pengkodifikasian berbagai macam sumber hukum. Nampaknya dengan kelahiran undang-undang ini merupakan awal dari langkah sebuah

  22 pembaruan hukum yang relevan dengan perkembangan zaman.

  Landasan yang diambil sebagai pemikiran pokok para ahli hukum lebih banyak merujuk langsung pada mazhab Hanafi sebagaimana yang disinggung sebelumnya karena mazhab Hanafi mempunyai pengaruh yang sangat dominan di negara Yordania. Akan tetapi, ketika dilakukan pembaharuan hukum, beberapa mazhab selain mazhab Hanafi juga dijadikan sumber rujukan untuk memperbaiki materi hukum keluarga yang

  23 14 sudah ada. 15 Ottoman Law, Pasal 35-36; Jordanian Law, Pasal 18-19 16 Ottoman Law, Pasal 48-49; Jordanian Law, Pasal 25-26 17 Ottoman Law, Pasal 69-70, 73-74; Jordanian Law, Pasal 31-32, 35-36 Ottoman Law, Pasal 80 sampai 89; Jordanian Law, Pasal 40 sampai 42, 44 sampai 50, 52 sampai 54 18 19 Ottoman Law, Pasal 93 sampai 100; Jordanian Law, Pasal 57 sampai 63 20 Ottoman Law, Pasal 102-103; Jordanian Law, Pasal 66-67 21 Ottoman Law, Pasal 112 sampai 124; Jordanian Law, Pasal 78 sampai 88 22 Ottoman Law, Pasal 139 sampai 147, 151-152; Jordanian Law, Pasal 101-112. Untuk lebih jelasnya, kami paparkan tahun-tahun penting periode perkembangan hukum keluarga di Yordania: a.

  Tahun 1917, diberlakukannya hukum keluarga Turki “Qanun qarar al

  Huquq al- „Ailah al Utsmaniyyah (The Ottoman Law of Family Rights)

  selama 4 tahun. Hukum ini diberlakukan karena Yordania masih di bawah kekuasaan Turki Usmani.

  b.

  Pemberlakuan perundangan-undangan hukum keluarga negara Yordania dimulai dari terbentuknya UU No. 26 Tahun 1947.

  c.

  Tahun 1951, UU No. 92 yang mulai berlaku bulan 15 Agustus 1951.”Qanun al Huquq al „Ailah” ( The Yordania Law of Family Rights ) Lahirnya UU ini menghapus Undang-Undang yang terdahulu.

  Mencakup 132 Pasal, yang dibagi dalam 16 bab. Isi UU ini sangat mirip dengan UU Turki tahun 1917, baik dari strukturnya maupun aturan rinciannya.

  d.

  Tahun 1976, UU. No.61 merevisi UU No. 92 Tahun 1951 dengan nama Undang-undang Hukum status perorangan atau yang disebut dengan Qanun al Ahwal al Shakhsiyyah (Comprehensive Law of Personal Status ). UU ini mempunyai cakupan yang lebih luas dalam membahas perkawinan.

  24 3.

  Hukum Keluarga di Yordania Tentang Batas Usia Nikah Pada tahun 1917 Yordania memberlakukan Ottoman Law of Family Rights sebelum lahirnya Undang-undang No. 92 tahun 1951.

  Namun menurut catatan Dawoud El-Alami, sebelum lahirnya undang- undang tersebut, Yordania pernah memberlakukan Qanun al-Huquq al-

  „A`ilah al-Urduniah No. 26 tahun 1947. Oleh karenanya, dengan lahirnya

  undang-undang No. 92 tahun 1951 maka semua undang-undang terdahulu sudah terhapuskan.

  24

  Undang-undang No. 92 tahun 1951 ini mencakup 132 pasal yang

  25

  dibagi dalam 16 bab. Konon undang-undang ini sangat mirip dengan undang-undang Turki tahun 1917, baik dari segi strukturnya maupun

  26

  aturan rinciannya. Kemudian undang-undang ini diperbaharui dengan undang-undang yang lebih lengkap (comprehensive) dengan lahirnya Law

  of Personal Status atau yang lebih dikenal dengan istilah Qanun al-Ahwal al-Syakhshiyyah No. 61 Tahun 1976 yang mencakup 187 pasal dan terbagi 27 dalam 19 bab.

  Reformasi hukum keluarga yang dilakukan di Negara Yordania salah satunya terkait dengan masalah usia menikah. Mengenai usia pernikahan dinyatakan bahwa syarat usia perkawinan adalah 17 tahun bagi

  28

  laki-laki dan 15 tahun bagi perempuan. Hal ini merupakan ketentuan yang merupakan perubahan dari Undang-undang No. 92 Tahun 1951. Sebelumnya, ketentuan usia nikah adalah 18 tahun untuk laki-laki dan 17 tahun untuk perempuan. Jika melanggar ketentuan tentang usia tersebut,

  29

  maka pelanggaran akan dikenai hukum pidana. Akan tetapi, apabila perempuan telah mencapai usia 15 tahun dan mempunyai keinginan untuk menikah sementara walinya tidak mengizinkan tanpa alasan yang sah, maka perempuan tersebut pada dasarnya tidak melanggar prinsip- prinsip kafa`ah dan pengadilan dapat memberikan izin pernikahan. Demikian juga apabila perempuan telah mencapai umur 18 tahun dan 25 walinya keberatan memberikan izin tanpa alasan kuat, maka pengadilan

  Bab yang dimaksud adalah : (I) Peminangan, (II) Syarat-syarat Mempelai, (III) Akad

Nikah, (IV) Kafa‟ah, (V) Pembatalan Perkawinan, (VI) Hakam, (VII) Mahar, (VIII) Nafkah, (IX)

Aturan Tentang Perceraian, (X) Pilihan untuk Cerai, (XI) „Iddah, (XII) Nafkah Keluarga, (XIII dan

  

XIV) Pemeliharan Anak, (XV) Orang Hilang / mafqud, (XVI) Aturan Umum. Lihat, Khoiruddin

Nasution, Sejarah Singkat Pembaruan Hukum Keluarga Islam , dalam M. Atho‟ Mudzhar dan

Khoiruddin Nasution (ed), Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam Modern Studi Perbandingan

dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fikih (Jakarta: Ciputat Press, 2003) h. 14 26 Anderson, Recent Development in Shari‟a Law VIII: The Yordanian Law of Family Rights 1951 (The Muslim World, No. 42, 1952), h. 190 27 Tahir Mahmood, Family Law Reform in the Muslim Marriage (New Delhi: t.p., 1972)

  h. 74 28 Khoiruddin Nasution, dkk., Op.Cit., h. 70; Lihat Pasal 5 UU Yordania No. 61 Tahun dapat memberi izin pernikahan. Ketentuan ini merupakan langkah maju jika dilihat dari ketentuan-ketentuan dalam kitab fikih mazhab. Sebab batasan yang dijelaskan dalam kitab fikih mazhab cukup dengan batasan bahwa laki-laki atau perempuan yang akan menikah itu telah baligh. Syafi‟i dan Hanbali menyatakan usia baligh untuk anak laki-laki dan perempuan adalah 15 tahun, sedangkan Maliki menetapkannya 17 tahun.

  Sementara itu Hanafi menetapkan usia baligh bagi anak laki-laki adalah 18

  30

  tahun dan anak perempuan 17 tahun. Tampaknya pembaharuan peraturan tentang usia menikah tidak lagi merujuk pada satu mazhab tertentu akan tetapi disesuaikan dengan kondisi di mana pada batasan usia tersebut laki- laki atau perempuan Yordania dalam kondisi siap untuk menikah.

B. Negara Tunisia 1.

  Profil Singkat Negara Tunisia Secara geografis, Tunisia terletak di bagian utara benua Afrika. Di sebelah utara dan timur berbatasan dengan Laut Mediterania, di sebelah selatan dan tenggara berbatasan dengan Libya, dan di sebelah barat berbatasan dengan Aljazair. Tunisia berjarak 137 km dari Sicilia, Italia.

  31 Cukup waktu 45 menit penerbangan dari Roma dan 2 jam dari Paris.

  2 Tunisia memiliki luas wilayah 164.150 km dan garis pantai

  sepanjang 1.298 km yang terbentang di sebelah barat serta daerah

  32 pegunungan di sepanjang perbatasan Aljazair.

  Dalam hal kependudukan menurut Institusi Statistik Nasional Tunis data terbaru tercatat populasi Tunisia saat ini mencapai 10.982.754 Juta Jiwa. Untuk pertama kalinya juga jumlah perempuan lebih banyak

  30 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, Alih Bahasa. Maskur A.B. dkk., (Jakarta: Lentera Basritama, 2001), Cet. Ke-7, h. 317-318 31 Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tunis dan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI)

  33

  dibandingkan pria, seperti dikutip Middle East Online. Dengan

  

34

persentase pemeluk Islam 99,5 %.

  Pada pertengahan abad ke-19 dalam kondisi kekuatan ekonomi Eropa yang semakin meningkat dan lemahnya kekuatan ekonomi dalam negeri, para penguasa Tunisia telah mencoba melakukan modernisasi di berbagai bidang. Ini dilakukan ketika Tunisia masih berada di bawah pengawasan protectorate Perancis (tahun 1884)

  Dari tahun 1880-an sampai 1930-an bermunculan para pemimpin Tunisia baik berlatar belakang ulama maupun birokrat. Pada umumnya mereka menerima kekuasaan Perancis di Tunisia dan berkonsentrasi pada bidang pendidikan dan budaya. pada tahun 1888 para alumni Zaetuna dan

  college Sadiqi mengeluarkan surat kabar mingguan al-Hadira yang

  digunakan sebagai media untuk mengomentari tentang Eropa dan peristiwa-peristiwa dunia, dan untuk mendiskusikan isu-isu politik,

  35 ekonomi dan sastra.

  Para alumni itu juga mensponsori pendirian sekolah Khalduniyah pada tahun 1896. Pendirian ini untuk menyuplai pendidikan Zaetuna dengan subyek-subyek modern. Hasil dari dua lembaga pendidikan ini adalah: pemuda-pemuda Tunisia yang berenergikan Arab Timur. Mereka mempromosikan modernisasi dan westernisasi masyarakat Tunisia dan

  36 kebangkitan Arab.

  Kelompok pemuda itu melakukan berbagai reformasi. Mereka mensponsori reformasi hukum Islam, pendidikan, dan administrasi wakaf. Mereka juga mensponsori sekolah al-

  Qur‟an yang di dalamnya diajarkan aritmatika, geografi, sejarah, dan bahasa Perancis di samping subyek al-

33 Dalam http://news.okezone.com/read/2014/09/12/412/1038411/, Diakses tanggal 05

  Oktober 2015 34 35 DalamDiakses tanggal 05 Oktober 2015 Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies, (New York: Cambridge University

  Qur‟an dan bahasa Arab. Pada tahun 1907 untuk mengekspresikan aspirasi

  37 politiknya, kelompok pemuda ini membuat jurnal: The Tunisian.

  Pada tahun 1932, Bourguiba menuntut kemerdekaan Tunisia dan menawarkan perjanjian persahabatan untuk menjamin kepentingan Perancis. Pada tahun 1934, Bourguiba dan kelompoknya mengambil alih pimpinan partai dan membuat partai Neo-Destour dengan Materi sebagai presiden dan Bourguiba sebagai sekretaris jenderalnya. Selanjutnya pada tahun 1938, pemberontakan terhadap penguasa Perancis terjadi, dan Bourguiba dimasukkan dalam penjara. Akhirnya pada tahun 1956, Tunisia

  38 resmi merdeka dan protectorate Perancis di Tunisia dihapus.

  Bentuk pemerintahan Negara Tunisia adalah republik yang dipimpin oleh seorang presiden dengan presiden pertamanya Habib Bourguiba. Undang-undang Dasarnya disahkan pada tanggal 1 Juni 1959, yang secara tegas dalam pasal 1 menyebutkan bahwa Tunisia adalah Negara yang berdasarkan agama Islam. Bahkan lebih jauh lagi, dalam

  pasal 38 dinyatakan bahwa presiden Republik Tunisia haruslah seorang muslim.

2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga di Tunisia

  Islam masuk dan berkembang di Tunisia pada masa Khilafah Bani Umayyah hingga Khilafah Turki Utsmani (1574-1591). Di masa Khilafah Utsmaniah ini, Tunisia menjadi wilayah otonom di bawah pemerintahan Dinasti Dey (1591-1659), Mouradi (1659-1705) dan Huseini (1705 –1957) mayoritas penduduknya menganut mazhab Maliki. Namun demikian, Tunisia juga dipengaruhi oleh mazhab Hanafi sebagai konsekuensi dari posisinya yang merupakan salah satu daerah otonom dinasti Usmaniyah (sejak tahun 1574). Karena itu Tunisia bisa dikata sebagai salah satu wilayah penopang peradaban Islam ketika itu. 37 Seluruh aktivitas masyarakat di atur ketat dengan prinsip syariat Islam, 38 Ibid., h. 700

  mulai dari sistem politik, ekonomi, sosial-budaya dan hukum termasuk dalam persoalan hukum keluarga.

  Ketika Prancis menguasai Tunisia pada rentang abad ke 19 dan 20 masehi, mereka memberikan otoritas berimbang kepada hakim- hakim kedua mazhab tersebut untuk menyelesaikan kasus-kasus perkawinan, perceraian, warisan dan kepemilikan tanah. Imbas dari pendudukan Prancis atas Tunisia mengakibatkan sistem hukum Prancis memiliki tempat dalam kebijakan politik pengadopsian sistem hukum di Tunisia. Tidak jauh berbeda seperti Indonesia yang pernah dijajah Belanda cukup lama. Posisi Sistem Hukum Pidana (Wetboek Van

  Straprecht) dan hukum perdata (Burgelijk Wetboek) warisan belanda masih digunakan hingga saat ini.

  Secara umum sistem hukum di Tunisia berasal dari sistem hukum sipil prancis dan hukum Islam. Sebab Tunisia menjadi negara protektorat Prancis pada tahun 1881. Hukum Keluarga di Tunisia dominan terinspirasi dari Hukum keluarga madzhab Maliki dan

39 Madzhab Hanafi.

  Dalam konstitusi pasal 1 dijelaskan: Islam adalah agama negara, kemudian pasal 38 ditetapkan bahwa President harus seorang Muslim. Konstitusi semacam ini jarang ditemukan di negara-negara Islam lain yang dahulu pada umumnya berada dalam pendudukan negara-negara barat Eropa yang sekuler. Walaupun dalam konstitusi tersebut Islam nampaknya memiliki tempat yang sangat istimewa, namun Hukum Islam tidak sepenuhnya diterapkan selain pada ranah keperdataan atau Hukum Keluarga (The Law of Personal Status).

  Dalam perjalanannya, secara perlahan-lahan mereka juga mengadopsi prinsip-prinsip hukum Prancis. Sehingga output sistem hukum yang dihasilkan merupakan perpaduan sinergis antara prinsip- prinsip hukum Islam (Maliki dan Hanafi) dan prinsip-prinsip hukum sipil Prancis (French civil law). Inilah yang mereka namakan upaya reformasi atau pembaruan hukum Islam di negara mereka.

  Setelah kemerdekaan pemerintah Tunisia memberlakukan undang-undang hukum keluarga yang disesuaikan dengan perubahan- perubahan sosial yang terjadi di Tunisia. Upaya pembaharuan ini didasarkan kepada penafsiran liberal terhadap syari„ah terutama yang berkaitan dengan hukum keluarga.

  Undang-undang tersebut bernama Majallat al-Ahwal al-

  Syakhshiyah Nomor 66 tahun 1956. Majallat al-Ahwal al-Syakhshiyah

  40

  (Code of Personal Status) mencakup materi hukum perkawinan, perceraian, dan pemeliharaan anak yang berbeda dengan ketetapan hukum Islam Klasik.

  Pada tanggal 1 Januari 1957 negara ini resmi memberlakukan Code of Personal Status (Majallat al-ahwal al-syakhshiyah) No. 66 tahun 1956 sebagai UU keluarga pertama, baik di Pengadilan Negeri maupun pengadilan Agama. UU ini hasil perpaduan konsep Hanafi dan Maliki yang dituangkan dalam kitab berjudul Laihat Majallat Al-Ahkam

  41 Al-Syakhshiyah oleh sekelompok ahli Hukum. Usaha ini sangat

  direspon baik oleh pemerintah sehingga dibentuklah komisi dibawah pimpinan Syekh Islam Muhammad Ja‟it untuk membuat UU keluarga dengan merujuk kepada kitab tersebut dan UU keluarga Maroko, Yordani, syiria, serta Turki. UU ini diperbaharui (diamandemen) beberapa kali dengan keluarnya Law No. 70 tahun 1958, No. 77 tahun

  42 1959, No. 61 tahun 1961, dan No. 7 tahun 1980.

  Pembaruan Hukum keluarga yang kemudian berdampak pada hukum perkawinan di Tunisia tidak jauh berbeda dengan negara-negara timur tengah yang lain. Masyarakat Tunisia pada umumnya bermadzhab 40 Maliki, saat Turki utsmani menjadikan Tunisia bagian dari wilayah

  Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata Islam Indonesia & Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim , (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2009) h. 172

  Kekhilafahan, masyarakat Tunisia berada dalam dua madzhab. Sebab saat itu Khilafah Utsmani (Ottoman Empire) menjadikan madzhab Hanafi sebagai madzhab resmi negara, yang di kemudian hari kedua madzhab tersebut turut mempengaruhi proses pembaruan hukum perkawinan.

  Penerapan hukum keluarga Islam di Tunisia terkhusus dalam bidang perkawinan dan pembaruannya melewati proses yang cukup panjang sebagaimana di alami negeri-negeri Islam lainnya saat memisahkan diri dari kesatuan wilayah Turki Utsmani dan memutuskan menjadi negara independen. Setelah memerdekakan diri menjadi negara republik, beberapa ahli hukum Tunisia mulai memikirkan tentang sebuah kesatuan perundangan hukum keluarga yang diadopsi dari madzhab Maliki. Di saat yang bersamaan mereka terinspirasi dari kodifikasi dan pembaruan hukum keluarga di Mesir, Sudan, Jordan dan

43 Syria. Dalam perkembangannya Hukum Keluarga di Tunisia telah

  mengalami empat kali amandemen, yakni pada tahun 1962, 1964, 1966,

  44 1981 sumber lain menyebutkan enam kali amandemen.

3. Hukum Keluarga di Tunisia Tentang Batas Usia Nikah

  Ketentuan batas usia perkawinan pertama kali sebelum diperbarui

  45

  yaitu wanita 15 tahun dan pria 18 tahun. Setelah dilakukan perubahan laki-laki dan perempuan di Tunisia dapat melakukan perkawinan jika telah berusia minimal 20 tahun. Hal ini merupakan ketentuan yang merubah isi

  pasal 5 UU 1956 yang mana sebelum diubah, ketentuannya adalah 17 tahun bagi perempuan dan 20 tahun bagi laki-laki. Berdasarkan ketentuan tersebut, untuk dapat melangsungkan perkawinan, pasangan yang berusia di bawah 20 tahun harus mendapat izin dari wali. Jika wali tidak

  46 memberikan izin, perkara tersebut dapat diputus oleh pengadilan.

  43 44 Tahir Mahmood, Op.Cit., h. 99 Ibid., h. 152-153

  Bunyi pasal 5 dan 6 dalam The Code of Personal Status yang mengatur tentang batas usia pernikahan dapat dilihat di bawah ini, sebagai berikut:

  Pasal 5 a. Pasangan yang ingin melangsungkan pernikahan harus bebas dari halangan pernikahan b.

  Seseorang laki-laki yang belum berumur 20 tahun dan seorang wanita yang belum berumur 17 tahun tidak dapat melakukan kontrak pernikahan c. Pernikahan seseorang di bawah umur tersebut harus mendapatkan izin dari pengadilan. Izin tersebut tidak diberikan kecuali ada alasan yang kuat dan ada kepentingan yang jelas dari kedua belah pihak.

  Pasal 6 Pernikahan seseorang yang tidak sampai umur dewasa harus mendapatkan izin dari wali. Jika wali menolak untuk memberikan izin terhadap pernikahan tersebut, maka persoalan tersebut diputuskan oleh

  47 pengadilan.

  Penelusuran aturan-aturan hukum fikih menunjukkan kemajuan baru dalam hukum keluarga Islam dengan ditetapkannya batas usia pernikahan dalam The Code of Personal Status. Seluruh mazhab hukum fikih mengakui adanya hak wali untuk menikahkan putrinya tanpa adanya izin dari kedua belah pihak. Dengan hak ini, maka orang tua dapat menikahkan putra atau putrinya walaupun ia masih berumur belum

  48 baligh.

  Al-Kasani mendasarkan pendapatnya bahwa boleh menikahkan anak-anak yang belum dewasa, pada sebuah hadis yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad menikahi „Aisyah r.a yang ketika itu dalam suatu 47 riwayat masih berumur enam tahun dan pada riwayat yang lain berumur 9

  Rahmat Arijaya, Hukum Perkawinan Tunisia (Studi Pemikiran Hukum Islam di Tunisia) (Tesis: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004), h.109-110 48 tahun. Berbeda dengan pendapat ini, Ibnu Syabramah berpendapat lain bahwa tidak boleh menikahkan anak kecil kecuali ia telah sampai umur baligh (dewasa). Ibnu Syabramah kemudian menjelaskan bahwa apabila boleh pernikahan anak kecil maka tidak ada gunanya ditetapkannya perwalian bagi anak kecil. Apabila suatu pernikahan bertujuan menyalurkan kebutuhan biologis (pleasure) dan untuk mendapatkan keturunan (recreation) maka pernikahan anak kecil tidak dapat

  49 mewujudkan tujuan tersebut.

  Melihat keberadaan pendapat-pendapat ulama fikih tentang nikah anak-anak menunjukkan bahwa penetapan umur sebagai sebuah kapasitas seseorang baik laki-laki atau perempuan adalah suatu aturan yang maju. Bagi wanita khususnya, demikian juga halnya laki-laki, aturan hukum ini akan memungkinkan mereka mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan, kerja yang lebih luas. Dengan pendidikan yang lebih baik,

  50 memungkinkan wanita dapat menunjukkan jati diri dan kemampuannya.

C. Negara Pakistan 1.

  Profil Negara Pakistan Negara Pakistan terletak di Asia Selatan dan menurut perhitungan kalkulasi populasi tahun 2004 berjumlah 159.196.336 juta jiwa merupakan negara muslim terbesar kedua di dunia. Negara ini dihuni oleh beragam kelompok etnis yang berbeda, yang seluruhnya hidup berdampingan secara damai di bawah panji agama yang beragam pula. Islam tercatat sebagai agama terbesar yang dianut oleh 97 % jumlah penduduk Pakistan.

  Sementara agama lain seperti Kristen, Hindu dan lainnya, hidup secara damai di negara yang berbatasan dengan Iran di Barat, Afghanistan di

  51 49 Barat Laut, India di Tenggara dan Kashmir di Timur Laut. 50 Ibid. 51 Rahmat Arijaya, Op.Cit., h. 111 Miftahul Huda, "Ragam Argumentasi Ketentuan Wali Nikah Dan Poligami: Studi atas

  Negara yang beribukota Islamabad ini adalah bekas koloni Inggris ketika menjadi bagian dari wilayah India. Sejarah kontemporer anak benua India dan Pakistan bermula dari hancurnya Imperium Mughal dan pendudukan Inggris di India. Penjajahan Inggris telah menghancurkan posisi politik tertinggi yang dimiliki umat Islam. Kehidupan pribumi,

  52 pedagang kecil, pengrajin dan kaum buruh sangat menderita.

  Tidak hanya kerugian dalam bidang ekonomi dan politik, kolonisasi ini juga mempunyai dampak dan kerugian lebih jauh pada budaya (kultural) di mana pada awalnya mereka bersikap simpatik terhadap program pendidikan tradisional Muslim dan terhadap kultur klasik bangsa India. Namun lambat laun mereka mulai menindas praktek keagamaan di mana mereka sering menjatuhkan hukuman secara sadis dan kejam. Adapun bahasa Inggris menjadi bahasa pemerintahan dan pengajaran dan bahasa Mughal dihapus sebagai bahasa resmi di pengadilan. Islam merupakan agama mayoritas di Pakistan. Dalam kehidupan keagamaan, di mana yang berbahasa resmi Urdu ini tumbuh beberapa aliran mazhab, mazhab Hanafi dikenal sebagai mazhab

  53 mayoritas, ditambah mazhab lain seperti Syi‟ah dan Hambali.

  Toleransi antara umat beragama terjalin baik di Pakistan. Mereka yang minoritas seperti Hindu, Kristen dan Budha hidup dalam alam demokrasi dan toleransinya yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan lebih dari itu mereka dianggap sahabat. Kehidupan keberagamaan di Pakistan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan keberagamaan di negara muslim lainnya. Islam menjadi jalan hidup (way

  of life ) yang mereka anut secara mendalam. Pandangan hidup, rasa dan

  kecenderungan mereka sepenuhnya adalah Islam, sementara tradisi dan

  54 budaya tidak berpengaruh pada karakteristik Islam secara esensial.

  2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga di Pakistan 52 Ibid.

  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Zamroni menyatakan bahwa Pakistan memiliki tradisi teo-demokrasi constitutional yang sudah berjalan cukup lama ketika dipengaruhi Inggris, terlihat dari kurikulum pendidikan hukum dan praktik perundang-undangan yang berlaku.

  Konstitusi 1956 yang didasari atas pemikiran Abu A‟la Al- Maududi dan Muhammad Assad menyatakan sebagai Republik Islam

  55 dapat dirasakan sebagai sebuah karakter religius sampai tahun 1962.

  Pada waktu yang bersamaan kekuatan Islam politik bersaing dengan kekuatan yang memperjuangkan Republik Pakistan (tanpa kata “Islam”) berusaha mengganti frase “Al-Quran dan Sunnah”. Perebutan kekuasaan antara semangat Negara Islam dengan Negara sekuler tergambar dalam Pasal 1 Konstitusi 1956 yang inti bunyinya bahwa Pakistan akan menjadi republik federal yang dikenal sebagai republik

56 Islam Pakistan.

  Lanjutnya dalam penelitian menyatakan bahwa dalam amandemen ketiga yang terjadi pada 1973 melahirkan konstitusi pertama yang disahkan melalui sebuah majelis nasional dengan menempatkan dasar- dasar pemerintahan Islam dengan prinsip demokrasi seperti dinyatakan pada mukadimah konstitusi yang inti bunyinya bahwa dalam prinsip- prinsip keadilan demokrasi, kebabasan, kesertaraan, toleransi dan sosial sebagaimana yang diutarakan dalam Islam harus sepenuhnya diamati secara seksama. Yang mana pada setiap umat Islam haruslah diterapkan untuk menata hidup mereka baik idividu maupun secara bersama sesuai dengan ajaran Islam dan pula yang disyaratkan dalam Al-Quran dan

57 Sunnah.

  Inilah yang menjadi gambaran tradisi yang diterapkan sejak lama 55 oleh Negara Pakistan dan menjadi sebuah aturan dalam menetapkan

  Muhammad Zamroni, Sumber Hukum dan Konstitusionalitas Undang-undang:

Perbandingan Indonesia dengan Beberapa Negara Muslim (Pakistan, Mesir dan Iran) , (Skripsi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 78 56 sebuah hukum yang ingin diterapkan oleh Negara tersebut. Sehingga kita pun akhirnya tahu bahwa Pakistan merupakan Negara yang memilki karakteristik sangat kental dengan nuansa religius dalam menetapkan pasal-pasalnya. Hal ini pun juga tentutnya yang menjadikan corak hukum keluarga Islam yang diterapkan di Negara Pakistan pun pastinya berasaskan tradisi teo-demokrasi.

  Sejarah hukum di Pakistan hingga 14 Agustus 1947 berbagi dengan India. Pada saat pembentukan negara ini pada tanggal tersebut, ia mewarisi dari negara induknya India. Untuk lebih jelasnya tentang sejarah terbentuknya UU Hukum Keluarga di Pakistan, seperti berikut ini: a.

  UU Penghapusan Ketidakcakapan Hukum Kasta Sosial Tahun 1850; b. UU Perceraian tahun 1869 dan UU Perkawinan Kristen Tahun 1872; c. UU Orang Dewasa Tahun 1875; d. UU Perwalian dan Orang yang di Bawah Perwalian Tahun 1890; e. UU Validasi Wakaf Tahun 1913-1930; f. UU Wakaf tahun 1923 (diamandemen di Propinsi Sind oleh UU lokal, yakni UU No.18/1935); g.

  UU Pencegahan Perkawinan Anak Kecil tahun 1929; h. UU Hukum Keluarga Islam (Syariah) Tahun 1937; dan

  58 i.

  UU Perceraian Islam Tahun 1939.

  Pada tahun 1961, Komisi Nasional negara Pakistan merekomendasikan beragam masalah keluarga bagi penyempurnaan UU Hukum Keluarga yang ada. Atas dasar rekomendasi yang dibuat Komisi tersebut, suatu ordinansi yang dikenal sebagai Ordinansi Hukum Keluarga Islam disahkan pada tahun 1961. Konstitusi pertama Republik Islam Pakistan yang diresmikan pada tahun 1956 menetapkan bahwa tidak satu pun UU yang bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam akan diberlakukan, dan UU yang demikian harus ditinjau ulang dan direvisi 58 agar sejalan dengan ajaran-ajaran dasar Islam. Akan tetapi konstitusi ini dicabut pada tahun 1958. Ketika Konstitusi 1956 dicabut, pemerintah Pakistan meresmikan Ordonansi Hukum Keluarga Islam 1961 yang didasarkan pada rekomendasi yang disampaikan dalam laporan Komisi

59 Nasional.

  Suatu konstitusi baru disahkan di Pakistan pada tahun 1962, yang sekali lagi memberi mandat atau amanat kepada negara untuk tidak memberlakukan UU yang bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam dan konstitusi ini mengakomodasi kembali ajaran-ajaran dasar Islam seperti yang terdapat dalam konstitusi terdahulu.

  Bidang hukum Islam seperti didefinisikan dalam UU Hukum Keluarga 1961 itu adalah lebih luas dibanding yang ada di bawah UU Syariat 1937. Pada tahun 1964 UU Peradilan keluarga mengamanatkan pembentukan peradilan keluarga di seluruh wilayah Pakistan, yang tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berkenaan dengan perselisihan keluarga dan perkawinan.

  Konstitusi Pakistan yang baru, yang diumumkan pada tahun 1973, menyatakan bahwa semua UU yang ada harus disesuaikan dengan ajaran- ajaran dasar Islam seperti ditetapkan Al-Quran dan Sunnah serta tidak satu pun UU yang diberlakukan bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam.

  Pada 1979 Pemerintah Pakistan memutuskan untuk kembali menegakkan supremasi Syariah dalam semua bidang hukum. Sepanjang 1980-1985, Konsitusi 1973(sejak mengalami sejumlah amandemen) diamandemen kembali, yakni berkenaan dengan perihal norma-norma Syariah. Dalam UU Hukum Keluarga yang berlaku di Pakistan yaitu The Muslim Family Laws Ordinance, kita akan mendapatkan ketentuan- ketentuan penting mengenai intisari dari undang-undang tersebut, berikut penjelasannya: a.

  Ketentuan kewajiban pencatatan perkawinan; b.

  Ketentuan keharusan adanya persetujuan lebih dahulu dari Majelis Arbitrase bagi perkawinan bigami atau poligami; c. Ketentuan keharusan pemberitahuan perceraian yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang berkompeten membentuk Majelis Arbitrase dan ketentuan perdamaian selama tiga bulan dalam perceraian; d. Ketentuan hukuman bagi perbuatan melawan hukum tentang maskawin dan pembatasan biaya serta hadiah perkawinan; e.

  Pengenalan prinsip reperesentasi dalam hukum kewarisan bagi kemaslahatan ahli waris, yakni ahli waris pengganti; f.

  Ketentuan penanganan sengketa atau perselisihan perkawinan oleh

  60 pengadilan keluarga secara khusus.

3. Hukum Keluarga di Pakistan Tentang Batas Usia Nikah

  Materi hukum keluarga terkait dengan batas usia pernikahan di Pakistan, dinyatakan bahwa perkawinan dapat dilakukan jika laki-laki sudah berumur 18 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Hal tersebut termaktub dalam Ordonansi No. 8 Tahun 1961 pasal 4, 5 dan 6 ayat 1. Maka jika terjadi pernikahan antara pria yang berusia diatas 18 tahun terhadap perempuan di bawah usia nikah, dapat dihukum penjara maksimal 1 bulan atau denda maksimal 1000 rupee ataupun keduanya sekaligus. Sanksi yang sama juga akan dijatuhkan kepada pihak yang menyelenggarakan, memerintahkan atau memimpin pernikahan mempelai

  61 di bawah umur.

D. Negara Malaysia 1.

  Profil Singkat Negara Malaysia Berbicara tentang Negara Malaysia ada keunikan tersendiri.

  Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia menyuguhkan suatu pengalaman Islam yang unik. Malaysia adalah sebuah masyarakat yang multi-etnik, multi-komunal dan multi-agama tempat bangsa Melayu yang merupakan 45% dari seluruh penduduknya. Namun demikian bangsa melayu mempunyai kekuatan politik dan budaya yang dominan. Sisanya terdiri dari berbagai kelompok etnik dan keagamaan dan yang terbesar adalah komunitas Cina (35%) dan India (10%). Tidak dapat dielakkan bahwa keberadaan dua etnik tersebut di Malaysia merupakan produk sejarah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia (Melayu) berada pada persimpangan jalur perdagangan Asia Tenggara, Semenananjung Melayu menjadi pusat berkumpulnya berbagai pengaruh Agama dan Kebudayaan karena disinilah para pedagang dari India, Arab, dan Cina serta kaum penjajah Portugis, Belanda dan Inggris membawa serta ajaran Hindu, Budha, Kristen dan Islam ke Asia sehingga membentuk mozaik kebudayaan yang sangat kaya warna. Dua proses kebudayaan yang paling kuat membentuk wilayah tersebut adalah Indianisasi yang berlangsung selama berabad-abad yang kemudian disusul dengan Islamisasi dari abad keempatbelas disaat para pedagang Muslim dan para Sufi dari Arab dan India mengajak para penguasa (sultan) Melayu untuk memeluk Agama

  62 Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh wilayah Asia Tenggara.

  Karena Negara Malaysia juga merupakan bekas daerah jajahan Portugis dan Belanda yang kemudian disusul dengan kedatangan Inggris pada akhir abad ke-18. Tentunya hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap produk hukum yang dibuat Malaysia, karena tidak menutup kemungkinan hukum yang dibawa penjajah juga membumi di Malaysia.

  Dari beberapa uraian diatas merupakan pijakan penulis untuk membahas Hukum Keluarga Islam di Malaysia karena disamping menengok sejarah Malaysia ke belakang tentunya juga harus melihat kondisi sosio politik yang berkembang di Malaysia yang kesemuanya itu merupakan faktor penentu dari produk hukum yang dihasilkan.

  Malaysia merupakan Negara bagian yang memiliki tiga belas 62 Negara Federasi diantaranya Johor, Kedah, Kelantan, Malaka, Negerisembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang, Sabah, Serawak,

  63 Selangor dan Trengganu dan tiga wilayah persektuan diantaranya Kuala

  Lumpur, Labuan dan Putra Jaya. Negara Malaysia pernah berada di bawah kekuasaan Portugis dan Belanda sebelum menjadi wilayah jajahan Inggris sejak akhir abad ke-18. Traktat Inggris-Belanda yang ditandatangani pada tahun 1824 di London meresmikan kekuasaan Inggris di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Malaysia dan Singapura. Kedua Negara ini adalah penerus wilayah-wilayah yang pada masa penjajahan disebut Straits Settlement ( Penang, Singapura dan Malaka), Federated Malay States ( Selangor, Perak, Pahang, Negeri Sembilan) dan Unfederated Malay States (Perlis, Kedah, Kelantan, Terengganu, dan Johor). Sabah dan Serawak yang dulu disebut sebagai Borneo Inggris, kemudian bergabung dengan

64 Malaysia.

  Federasi Malaysia telah merdeka dari jajahan Inggris pada tanggal

  31 Agustus 1957. Penganut Agama Islam pada tahun 2004 sekitar 60 persen dari keseluruhan jumlah penduduk, sebagian besar umat Islam di Malaysia bermazhab Syafi'I sekalipun ada juga yang menganut mazhab Hanafi walau dalam jumlah sedikit. Agama-agama lain yang ada di Malaysia diantaranya Budha (Cina dan India), Hindu dan Kristen. Sebagaimana termaktub dalam konstitusi Malaysia pada bagian 1 Pasal 3 dinyatakan bahwa

  “Islam adalah agama Federasi”, tetapi agama-agama lain diterima dan diperkenankan. Dalam konstitusi Malaysia juga menetapkan bahwa Kepala Negara bagian adalah kepala agama Islam. Dalam pasal 11 juga disebutkan bahwa Malaysia menerima prinsip

  65 kebebasan beragama.

63 Wilayah persekutuan adalah salah satu negeri atau wilayah yang membentuk

  

persekutuan tanah Melayu (Malaysia). Wilayah persekutuan diperintah secara langsung oleh

kerajaan persktuan dibawah kekuasaan Perdana Mentri. Lihat, Taufik Adnan Kamal dan Samsu

Rizal Panggabean, Politik Syariat Islam Dari Indonesia Hingga Negeria (Jakarta: Pustaka

Alvabet, 2004) h. 156

  Hal yang menarik dari Konstitusi Malaysia sebagaimana dikatakan

66 John L. Esposito adalah bahwa konstitusi tersebut mengabadikan

  identifikasi agama dan etnik (kedudukan istimewa bagi Islam, Sultan dan kaum Muslim Melayu). Menurutnya konstitusi tersebut mendefinisikan orang melayu sebagai

  “Orang yang mengaku memeluk agama Islam, terbiasa berbicara dengan bahasa melayu, dan menyesuaikan diri dengan adat-isitiadat Melayu

  ”. Orang-orang melayu menikmati hak istimewa yang mencakup system kuota Melayu dalam pendidikan, pemerintahan, dan bisnis.

2. Sejarah Pembentukan Hukum Keluarga di Malaysia

  Sebagaimana kita ketahui bahwa Malaysia merupakan Negara multikomunal, Sejak awalnya dengan adanya dua etnis yakni Cina dan India merupakan masa di mana Malaya dalam proses Indianisasi, yang kemudian disusul pula upaya Islamisasi dari beberapa pedagang muslim

  67

Dokumen yang terkait

ASPEK HUKUM GUGATAN PEMBATALAN PERKAWINAN OLEH ISTERI NON MUSLIM TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SUAMI NON MUSLIM

0 3 17

BAB II TASYRI’ DAN POLITIK HUKUM PENGATURAN USIA PERKAWINAN - Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam. - Raden Intan Repository

0 0 55

BAB IV ANALISIS PENGATURAN USIA PERKAWINAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERSPEKTIF POLITIK HUKUM ISLAM - Pengaturan Usia Perkawinan Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Perspektif Politik Hukum Islam. - Ra

0 0 37

USIA IDEAL PERKAWINAN PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Disiplin Ilmu Psikologi) - Raden Intan Repository

0 1 89

MAQASID ASY-SYARI’AH SEBAGAI METODE IJTIHAD DALAM PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA - Raden Intan Repository

0 0 65

MAQASID ASY-SYARI’AH SEBAGAI METODE IJTIHAD DALAM PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA - Raden Intan Repository

0 0 135

BAB IV DESKRIPSI HUKUM KELUARGA ISLAM - MAQASID ASY-SYARI’AH SEBAGAI METODE IJTIHAD DALAM PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA - Raden Intan Repository

0 0 117

MAQASID ASY-SYARI’AH SEBAGAI METODE IJTIHAD DALAM PEMBARUAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI INDONESIA - Raden Intan Repository

0 0 184

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM PERKAWINAN ISLAM - PEMBARUAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA (Analisis Peraturan Perundang-Undangan tentang Batas Usia Perkawinan) - Raden Intan Repository

0 0 60

BAB III USIA PERKAWINAN DI INDONESIA A. Menurut Hukum Adat - PEMBARUAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA (Analisis Peraturan Perundang-Undangan tentang Batas Usia Perkawinan) - Raden Intan Repository

0 0 41