Aplikasi Wavelet Haar dan Wavelet DAUB4 dalam kompresi citra - USD Repository

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penelitian yang dilakukan oleh para matematikawan,

  insinyur, dan fisikawan, sering ditemui beberapa masalah mengenai pemrosesan sinyal secara sederhana. Sinyal dapat dianggap sebagai suatu fungsi. Masalah-masalah pemrosesan sinyal yang sering muncul antara lain mengenai cara untuk menjernihkan suara (denoising sinyal suara), bagaimana menjernihkan citra yang blur (denoising sinyal citra), memperkecil ukuran citra (kompresi citra), dan masih banyak lagi.

  Penghapusan sinyal suara merupakan salah satu pengolahan sinyal yang penting dalam analisis sinyal suara. Penghapusan sinyal suara merupakan teknik penghapusan derau (noise) yang sering muncul dalam suara. Contoh adanya derau dalam suara adalah munculnya suara derau yang mengganggu dalam penyampaian pesan suara, misalnya komunikasi jarak jauh melalui telepon. Adanya intensitas derau yang tinggi maupun rendah bisa menurunkan kualitas suara dan menyebabkan hilangnya beberapa detail informasi dari suara tersebut.

  Sedangkan citra dapat diartikan sebagai gambaran yang tampak dari suatu objek yang sedang diamati sebagai hasil liputan atau rekaman suatu alat pemantau (Bambang Utoyo, 2007), dan menurut Hornby (dikutip Hartono, 2007:26) “citra adalah gambaran yang terekam oleh kamera atau alat sensor lain.” Dari definisi citra di atas, dapat disimpulkan bahwa citra adalah rekaman dari suatu objek dalam bentuk gambar.

  Citra digital atau yang sering disebut citra diskrit dapat dianggap sebagai representasi data diskrit yang memiliki informasi tata letak dan intensitas warna (Chris Solomon-Toby Breckon : 2011). Secara matematis, citra dapat didefinisikan sebagai matriks berukuran M baris dan N kolom yang merepresentasikan fungsi f(x,y), dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan citra digital. Contoh dari citra digital adalah foto digital.

  Berikut ini merupakan salah satu contoh citra digital:

Gambar 1.1 Citra wajah seekor kucing

  Sumber gambar : http://www.google.com/imgres Citra di atas merupakan suatu rekaman gambar dari wajah seekor kucing.

  Masalah yang sering muncul pada citra adalah adanya noise atau bercak-bercak pada citra. Untuk mengatasi masalah bercak-bercak pada citra maka dilakukan metode penjernihan citra. Penjernihan citra merupakan pengolahan citra yang bertujuan untuk memperjelas citra yang blur karena adanya noise / bercak-bercak dalam citra tersebut. Bercak-bercak adalah gambar atau piksel yang mengganggu kualitas citra. Adanya intensitas bercak yang tinggi maupun rendah bisa menurunkan kualitas suatu citra dan menyebabkan hilangnya beberapa detail informasi dari citra tersebut.

  Contoh dari adanya bercak dalam suatu citra adalah bintik hitam atau putih yang muncul secara acak yang tidak diinginkan dalam citra.

  Di zaman modern seperti sekarang ini, tentu diperlukan segala sesuatu yang praktis dan efisien. Hal ini juga muncul dalam pengolahan suatu data multimedia seperti citra digital. Citra digital memiliki ukuran yang beragam, ada yang berukuran kecil, sedang, besar atau sangat besar.

  Ukuran yang dimilki suatu citra sangat berperan dalam efisiensi pengolahannya. Misalkan dalam penyimpanan, citra yang berukuran kecil, lebih praktis karena kapasitas penyimpanan yang dibutuhkan juga lebih kecil. Begitu pula dalam hal pengiriman citra, tentu citra yang berukuran kecil akan lebih efisien karena pengirimannya pun menjadi lebih cepat. Oleh karena itu diperlukan solusi yang tepat untuk memperkecil ukuran citra.

  Kompresi merupakan suatu teknik pengecilan/pemampatan ukuran sehingga diperoleh ukuran yang lebih kecil dari ukuran aslinya. Kompresi ini sering digunakan dalam pengolahan sinyal dan pengolahan data multimedia seperti memperkecil ukuran citra digital. Ada 2 jenis kompresi yang dapat digunakan, yaitu lossy compression dan lossless compression.

  1. Lossy compression merupakan teknik kompresi yang mengakibatkan data yang telah melalui proses pemampatan dan pemekaran akan kehilangan sebagian data, sehingga data tersebut tidak dapat direkonstruksi kembali karena telah terjadi penghilangan data. Metode ini cocok digunakan untuk kompresi pada penyimpanan data citra digital atau data suara digital.

  2. Lossless compression merupakan teknik kompresi yang tidak menyebabkan kehilangan data, sehingga data yang telah melalui proses pemampatan dapat kembali seperti seperti data sebelum proses pemampatan (kompresi tanpa kehilangan). Metode kompresi ini cocok digunakan untuk kompresi berkas database. Kompresi citra cukup penting dalam pengolahan citra karena kompresi citra dapat memperkecil ukuran citra sehingga dapat memperkecil kapasitas yang dibutuhkan untuk penyimpanan dan mempercepat pengiriman citra.

  Berikut ini merupakan contoh hasil dari kompresi citra :

  Citra asli Citra hasil kompresi

Gambar 1.2 Ukuran 9.3 Kilobyte Gambar 1.3 Ukuran 3.4Kilobyte

  Sumber gambar

  Diberikan pula contoh hasil kompresi seperti berikut ini :

   Citra hasil kompresi Cita asli

Gambar 1.4 Gambar 1.5

  Sumber gambar Dari contoh hasil citra yang telah melalui proses kompresi seperti di atas, terdapat perbedaan yang terlihat secara kasat mata antara citra yang asli/ citra yang belum melalui proses kompresi dengan citra yang sudah melalui proses kompresi. Selain penyimpanannya membutuhkan kapasitas yang lebih kecil, juga dapat mempercepat pengiriman citra.

  Kompresi citra yang merupakan suatu metode pengolahan citra, tidak lepas dari tinjauan Matematika. Sebuah citra diskrit dapat ditulis dalam bentuk matriks seperti berikut:

  f ff   1 , M 2 , M N , M  

        f

    f ff 1 , 2 2 , 2 N , 2

      f ff 1 , 1 2 , 1 N , 1

    Indeks baris pada setiap kolom bertambah besar dari bawah ke atas ( notasi ini biasa digunakan dalam pemrosesan citra).

  Secara umum terdapat banyak teknik untuk kompresi citra, seperti teknik kompresi BMP (Bit Map Picture), teknik kompresi JPEG (Joint

  Picture Experts Group

  ), teknik kompresi JPEG 2000 yang merupakan pengembangan dari teknik kompresi JPEG, teknik kompresi GIF (Graphic

  Interchange Format), PNG (Portable Network Graphics) dan masih banyak lagi.

  Masalah-masalah yang berhubungan dengan sinyal seperti di atas, tentu membutuhkan teknik penyelesaian yang tepat untuk mengatasinya.

  Dari sini, munculah Wavelet sebagai teori yang dapat diaplikasikan dalam pemrosesan sinyal. Pemrosesan sinyal seperti penghapusan derau suara, penjernihan citra, dan kompresi sinyal (kompresi citra, kompresi audio) dapat diproses menggunakan metode Wavelet.

  Kompresi citra digital dengan metode Wavelet memerlukan beberapa tahapan, yang pertama dilakukan transformasi baris terhadap sinyal asli dari citra digital yang akan dikompres, selanjutnya dilakukan proses transformasi kolom, setelah transformasi kolom lalu dilakukan proses pemfilteran (transformasi nilai ambang batas) yang bertujuan untuk memperkecil ukuran citra. Setelah pemfilteran, proses yang terakhir adalah proses rekonstruksi dengan menggunakan invers transformasi Wavelet untuk memperoleh hasil citra yang sudah dikompresi. Algoritma dari langkah-langkah di atas adalah: Sinyal asli (citra) Transformasi Transforma si Rekonstruksi

  Pemfilteran Kolom Baris

  (Invers)

Gambar 1.6 Dasar algoritma kompresi citra digital metode Wavelet

  Metode Wavelet menjadi sarana yang tepat dalam pemrosesan sinyal baik sinyal suara maupun citra. Dalam skripsi ini, penulis hanya akan membahas mengenai aplikasi metode Wavelet Haar dan Wavelet Daub4 dalam kompresi citra keabu-abuan.

  Untuk melakukan kompresi citra dengan metode Wavelet, hal pertama yang dilakukan adalah transformasi sinyal citra, selanjutnya menginverskan kembali hasil transformasi sinyal citra tersebut seperti sudah dipaparkan secara sekilas dalam dasar algoritma kompresi di atas, namun untuk lebih jelasnya akan di bahas dalam bab III dan IV.

B. RUMUSAN MASALAH

  Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini akan dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa itu Wavelet Haar dan Wavelet Daub4?

  2. Bagaimana aplikasi Wavelet Haar dan Wavelet Daub4 dalam kompresi citra?

C. BATASAN MASALAH

  Penulis akan membatasi beberapa hal untuk uraian masalah yang akan dibahas, yaitu :

  1. Tulisan ini dibatasi pada proses kompresi citra menggunakan metode Wavelet Haar dan Wavelet Daub4.

  2. Citra yang digunakan adalah citra keabu-abuan (gray-scale)

  3. Sinyal yang di olah dalam kompresi citra hanya terbatas pada sinyal 2- Dimensi.

D. TUJUAN PENULISAN

  Tujuan penulisan ini adalah untuk mengaplikasikan metode Wavelet Haar dan Daub4 dalam kompresi citra. Sehingga dapat ditunjukkan bahwa matematika juga berperan penting dalam dunia multimedia seperti citra digital.

  E. METODE PENULISAN

  Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan Wavelet dalam aplikasinya untuk pemrosesan sinyal.

  F. MANFAAT PENULISAN

  Memperoleh pengetahuan mengenai terapan matematika dalam bidang pemrosesan sinyal khusunya sinyal 2-dimensi dalam kompresi citra menggunakan metode Wavelet.

  G. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang A. Rumusan Masalah B. Batasan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penulisan E. Metode Penulisan F. Sistematika Penulisan G. BAB II LANDASAN TEORI A. Ruang Vektor B. Perkalian Dalam

BAB III WAVELET HAAR A. Transformasi Haar B. Konservasi dan Pemampatan Energi C. Wavelet Haar D. Analisis Multiresolusi E. Kompresi Sinyal BAB IV WAVELET DAUB4 BAB V APLIKASI WAVELET HAAR dan WAVELET DAUB4 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini, akan dibahas mengenai dasar-dasar aljabar linear seperti

  ruang vektor, perkalian skalar/hasil kali dalam, dan matriks yang akan digunakan sebagai landasan untuk pokok bahasan pada bab-bab berikutnya.

A. Ruang Vektor

  Operasi-operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar digunakan dalam konteks yang beraneka ragam dalam matematika. Operasi-operasi ini biasanya memenuhi aturan-aturan ilmu hitung yang sama. Sehingga teori umum mengenai sistem-sistem matematika yang melibatkan penjumlahan dan perkalian dengan skalar akan dapat diterapkan dalam berbagai bidang matematika. Sistem-sistem matematika dengan bentuk ini disebut ruang vektor. Berikut definisi dari ruang vektor.

  Definisi 2.1.1

  Misalkan V adalah suatu himpunan di mana didefinisikan operasi-operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar. Sehingga dapat diartikan bahwa untuk setiap pasang elemen-elemen x dan y di dalam V dapat diasosiasikan dengan elemen x + y yang tunggal yang juga berada di V, dan dengan setiap elemen x di V dan setiap skala  dapat diasosiasikan dengan elemen x  yang tunggal di dalam V . Himpunan V bersama-sama dengan operasi- operasi penjumlahan dan perkalian dengan skalar dikatakan membentuk suatu ruang vektor jika memenuhi aksioma-aksioma berikut: A1. Komutatif terhadap penjumlahan

  xyyx , untuk setiap x , yV .

  A2. Asosiatif terhadap penjumlahan

  x y x x y z x y z (  )    (  ) , untuk setiap , ,  V .

  A3. Elemen identitas terhadap penjumlahan 

  V x   x x

  V Terdapat elemen sehingga , untuk setiap .

  A4. Elemen invers terhadap penjumlahan

  x x x

  Untuk setiap xV terdapat elemen  di V sehingga  (  )  . A5. Sifat distribusi pertama

  x y x yx y

  V  . (  )   .   . , untuk setiap skalar dan setiap ,  .

  A6. Sifat distribusi kedua

  (    ) . x   . x   . x , untuk setiap skalar  dan setiap xV .

  A7. Asosiatif terhadap perkalian dengan skalar

  x x x

  V (  ) .   (  . ) , untuk setiap skalar  dan  dan setiap  .

  A8. Sifat identitas perkalian dengan skalar

  1 . xx untuk setiap xV .

  A9. Tertutup terhadap penjumlahan Untuk setiap x , yV , xy terdefinisi dan merupakan elemen dalam V.

  A10. Tertutup terhadap perkalian dengan skalar Untuk setiap skalar  dan

       

       

        

  2 1 2 22 21 1 12 11 A , n m mn m m n n R b b b b b b b b b

    

       

       

        

  2

1

2 22

21

1 12

11

B , R  

  maka, n m

  mn m m n n mn m m n n R a a a a a a a a a a a a a a a a a a

    

       

       

       

  

    

        

        

          

       

       

       

       

       

       

         

  R b a b a b a b a b a b a b a b a b a b b b b b b b b b a a a a a a a a a

  2 1 2 22 21 1 12 11 2 1 2 22 21 1 12 11 A n m mn mn m m m m n n n n mn m m n n mn m m n n

        

        

      

       

  mn m m n n R a a a a a a a a a

  Vx , maka x

   2 1 x dan n n

R

y y y

  n n n n R y x y x y x y y y x x x

  maka, n

  

   2 1

y , dan R

       

         

       

       

         

  R x x x

  Misalkan n n

  Contoh 2.1.2

  V .

  .  terdefinisi dan merupakan elemen dalam

         

     

  Selanjutnya, misalkan diketahui n m

       

    2 1 2 1 x

    

   

  

       

       

         

       

  R x x x x x x

  dan n n n

       2 2 1 1 2 1 2 1 y x

       

       

       

         2 2 1 1 2 2 22 22 21 21 1 1 12 12 11 11 2 1 2 22 21 1 12 11 2 1 2 22 21 1 12 11 B A

  Definisi 2.1.3 (Definisi Ruang Bagian)

  x dan

  2 1  maka x x 2 1x x   . Jadi Sx

   x

    

  x x x x x x

   3 2 1 3 2 1

      

       

      

  Sehingga     

   x x

  Karena , maka 2 1

   3 2 1

  Jika S adalah subhimpunan tak kosong dari suatu ruang vektor V, dan S memenuhi syarat-syarat berikut (i) Sx  jika Sx untuk sembarang skalar  . (ii) S   y x jika Sx dan Sy .

      

       

  S x x x

  Akan dibuktikan bahwa S adalah ruang bagian dari V.

  R x x . S adalah subhimpunan dari .

         2 1 3 2 1 3 , | x x x x x

     

       

     

  Misalkan S=

  Contoh 2.1.4

  Maka S disebut ruang bagian (subspace) dari V.

1) Diketahui

  S x x x

   3 2 1

       

   3 2 1

  x

  dan S

  y

       

2) Diketahui

      

  Jadi,

  , v v , . Rentang n 1 , v v , akan dinyatakan dengan Rentang   n 1 , v v , .

  dari n 1

  , v v v , ,  disebut rentang (span)

  Himpunan semua kombinasi linear dari n 2 1

  v v v , , ,  .

  , di mana adalah skalar-skalar disebut kombinasi linear dari n 2 1

  v v v n        2 1

  Jumlah vektor-vektor berbentuk n 2 1

  v v v , , ,  adalah vektor-vektor dalam suatu ruang vektor V.

  Misalkan n 2 1

  S   y x Jadi terbukti bahwa S adalah ruang bagian dari . Definisi 2.1.5

  y x y x y x y y y x x x y x

  y y y

    3 3 2 2 1 1 3 2 1 3 2 1

      

       

      

      

    

      

      

   y x y x  

  Sehingga 2 2 1 1

   dan karena x x Sy , maka 2 1y y

  Karena Sx , maka 2 1

       

  Definisi 2.1.6

  Vektor-vektor v vv dalam ruang vektor V disebut bebas linear 1 , , , 2 n (linearly independent) jika,

  c vc v    c vc v1 1 2 2 nnn n 1 1 mengakibatkan semua skalar-skalar c ,  , c harus sama dengan 0. 1 n Definisi 2.1.7

  Vektor-vektor v , v ,  , v dalam ruang vektor V disebut bergantung 1 2 n linear (linearly dependent) jika terdapat skalar-skalar c , c ,  , c yang tidak 1 2 n semuanya nol sehingga

       

c v c v c v c v

1 1 2 2 nnn n 1 1 Definisi 2.1.8

  Vektor-vektor v , v ,  , v membentuk basis untuk ruang vektor V jika dan 1 2 n hanya jika :

  v v bebas linear

  (i) , , 1 n

  v v merentang V

  (ii) , , 1 n

  Definisi 2.1.9

  Misalkan V adalah ruang vektor. Jika V memiliki basis yang terdiri dari n vektor, maka V memiliki dimensi n.

  Ruang bagian {0} dari V dikatakan memiliki dimensi 0. V dikatakan memiliki dimensi hingga jika terdapat himpunan berhingga vektor yang menjadi basis V, jika tidak demikian, maka dikatakan bahwa V memiliki dimensi tak hingga.

B. Hasil Kali Dalam

  Pada sub-bab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep dari hasil kali dalam dari ruang vektor. Khususnya akan dibahas mengenai hasil kali dalam pada ruang vektor yang elemen-elemennya adalah suatu fungsi dengan variabel bebas t .

  Definisi 2.2.1 ( Hasil Kali Dalam )

  Hasil kali dalam pada ruang vektor V adalah sebuah operasi pada V yang memetakan setiap pasang vektor-vektor x dan y di dalam V dengan sebuah

  x y

  bilangan Real , yang memenuhi syarat berikut : (i) Aksioma Positif

  x , xx , x   x  dan .

  (ii) Aksioma Simetri

  x yy x , , untuk semua x dan y di dalam V.

  (iii) Aksioma Penjumlahan

  xy , zx , zy , z untuk semua x, y, z di dalam V.

  (iv) Aksioma Homogenitas

  x yx y

 ,  , untuk semua x, y di dalam V semua skalar.

Definisi 2.2.2 (Hasil Kali Dalam Kompleks)

  Hasil kali dalam suatu ruang vektor kompleks V adalah suatu fungsi , 

  VVR

   : yang memenuhi sifat-sifat berikut ini, Aksioma Positif

  (i)

  v vv v   v  , dan , .

  Simetri Konjugat (ii)

  v w w v ,  , untuk setiap vektor v , wV .

  Aksioma Penjumlahan (iii)

  uv wu wv w

  untuk setiap vektor u , v , wV . , , ,

  Aksioma Homogenitas (iv)

  c v , wc v , w v , w V cC untuk setiap vektor  dan skalar .

  Sebuah ruang vektor V dengan hasil kali dalamnya disebut ruang hasil kali dalam. Sehingga suatu ruang vektor V dengan hasil kali dalam kompleks disebut ruang hasil kali dalam kompleks.

  Contoh 2.2.3 ( Hasil Kali Dalam Ruang Vektor ) x y

      1 1     x y 2 n 2 n

     

  Jika diberikan x R dan y R di , maka dapat

             

    x y n n

      x y

  didefinisikan sebuah hasil kali dalam , dengan T

  x , yx y y

    1  

  y 2

   

  x xx

  

   1 2 n

    

   

  y n

     x yx y    x y

        1 1 2 2 n n

  Misal,

  1

  2         3 3

  x   R y   R

  2 dan

  3        

  3

  4     maka,

   2  T  

  x , yx y

  1

  2

  3 3  2  6  12 

  20

   

     

  4  

  Definisi 2.2.4a

  Sebuah ruang vektor V dikatakan ruang linear bernorma jika untuk setiap vektor v V dikaitkan dengan sebuah bilangan real v yang disebut norma dari v yang memenuhi :

  v  dengan kesamaan berlaku jika dan hanya jika v = 0.

  i.

   v   v

  untuk setiap skalar ii.

  .

  vwvw v w

  iii.

  V untuk semua ,  .

  Definisi 2.2.4b

  Misalkan V merupakan sebuah ruang hasil kali dalam, maka

  vv , v untuk semua v

  V

  mendefinisikan sebuah norma pada V. Sehingga berlaku 2

  

vv , v untuk semua v

V .

  Teorema 2.2.5

   Andaikan V, dengan hasil kali dalam , adalah suatu ruang hasil kali dalam (real maupun kompleks). Maka untuk setiap X,Y

  V berlaku,

  X , Y

  X Y

  (i) Ketaksamaan Cauchy-Schwarz :

  XYXY

  (ii) Ketaksamaan Segitiga : Persamaan ini terpenuhi jika dan hanya jika X atau Y , salah satunya adalah kelipatan tak negatif dari yang lain.

  Bukti :

  (i) Diketahui X,Y

V. Akan dibuktikan bahwa untuk setiap X,Y V

  X Y

  X Y

  berlaku , 

  1. Bukti untuk ruang hasil kali dalam real Andaikan bahwa salah satu dari kedua vektor tersebut, misalkan Y, adalah suatu vektor taknol. Misalkan t adalah suatu variabel real, maka :

  2 X tY X tY

X tY

    ,  (2.1) 2 2 2

  X  2 t X , Yt Y (2.2)

  Ruas kanan dalam persamaan di atas merupakan suatu polinomial 2 2 2 kuadrat dalam t dengan

  X  2 t X , Yt Y  , yang

  menyebabkan persamaan tersebut tidak memiliki akar-akar real yang berbeda. Oleh karena itu, diskriminan-nya harus tidak positif. Dalam kasus ini berarti, 2 2 2

  

4

X , Y

  4 X Y

  Diskriminan    Sehingga dari persamaan di atas diperoleh ,

  

X Y

  X Y , 

  2. Bukti untuk ruang hasil kali dalam kompleks

  X , Y

  Misalkan  adalah suatu argumen (arg) dari , sehingga i

  

  X Y e ,  X, Y

  berlaku ,

     

  X Y

  2 , , , ,

  ,

  Y Y Y

  X X Y Y

  X X Y Y

  X Y Y

  X X

  X Y

  Schwarz - Cauchy menurut

  X Y

  X

      

        

      Dengan menarik akar kuadrat dari kedua sisi diperoleh

  Y

  X Y X   

  2 (2.26.) Definisi menurut , Re

      2 2 2 2 2 2 X

    2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

  X e i i i i i i i i

  , Re

  2 , ,

  , , ,

  Y t Y

X te

  X Y t Y X e Y X e t

  X Y t X e Y Y X e t

  X tY X e tY X e tY

            

  (ii) Bukti untuk ketaksamaan segitiga Dengan mengikuti bukti seperti dalam ketaksamaan Cauchy-Schwarz diperoleh :

      

  

 

    

  

      

  Dari sini, diketahui bahwa suku bagian tengah dari persamaan di atas sama seperti pada (2.2) yaitu

  Y X t

  ,

  2 

  . Sehingga diperoleh pernyataan yang sama seperti pada pembuktian sebelumnya yaitu pembuktian dalam kasus hasil kali dalam real.

  .

  Definisi 2.2.6 Andaikan V adalah suatu ruang hasil kali dalam.

  X , Y  .

  (i) Vektor X dan Y dalam V dikatakan ortogonal jika

  e iN

  , 1 ,  , , dikatakan ortonormal jika (ii) Himpunan dari vektor-vektor i

  e e

  1 e setiap memiliki panjang , dan dan e ortogonal untuk i i i i j. j

  V dan V dari V dikatakan ortogonal jika setiap vektor

  (iii) Ruang bagian 1 2 dalam

  

V adalah ortogonal terhadap setiap vektor dalam

1 V . 2 Suatu basis ortonormal atau sistem ortonormal pada V adalah suatu basis dari V yang terdiri dari vektor-vektor ortonormal.

  Teorema 2.2.7

  Jika u dan v adalah vektor-vektor di dalam sebuah ruang hasil kali dalam V

  v

  dan  , maka proyeksi skalar dari u pada v diberikan oleh (i)

  u , v

  

   v

  dan proyeksi vektor dari u pada v diberikan oleh (ii)

    u , v   u , v

  1

  1    

  

  pvvv     v v v v , v

     

  Jika v  dan p adalah proyeksi vektor dari u pada v, maka (i) u – p , dan p adalah ortogonal.

  (ii) u = p jika dan hanya jika u sebuah perkalian skalar dari v. Bukti :

  (ii)

  , , , ,

   , maka proyeksi vektor dari u pada v diberikan oleh u v v v v v v

v

v v v v p    

  Jika v u

    

  

v

v v u Jadi terbukti jika u = p, maka u adalah sebuah perkalian skalar dari v.

    v v

       

       

     

  1      

  , skalar

  Jika u = p, maka

    

          p p p u p p u Jadi u – p , dan p adalah ortogonal.

  (i) Diketahui, p adalah proyeksi vektor dari u pada v sehingga 2 2

  Ini mengakibatkan , , , 2 2

    

    

v v u v v u v v v u

v u

v v v u v v v v u u p u

       

  

  , , 2 2 2 2 2

  , , , ,

  , , , ,

,

  dan

       v v v v v v v v v v v v v v p p

         

       

  , , , ,

  2 2 2 , ,

    

  u v

  Jadi terbukti jika   ( sebuah perkalian skalar dari v), maka

  up Definisi 2.2.8

  Andaikan V adalah suatu ruang hasil kali dalam dan adalah suatu ruang

   e ee

  bagian berdimensi-N dengan basis ortonormal , , , . Proyeksi 1 2 N ortogonal dari suatu vektor v , diberikan oleh persamaan berikut, N V ke

  

v   e dengan   v , e

j j j jj

   1 Contoh 2.2.9

  Diketahui bidang   2 xy  3 z   . Himpunan vektor-vektor

  1

  1  

  e e 1   1 ,  4 ,  2  dan   2 2 , 1 ,  1 

   

  21

  6   3

  v   x y z   R

  membentuk suatu basis ortonormal dari . Didefinisikan , , , sehingga vektor

  vv , e ev , e e 1 1 2 2 x

  4 y  2 z 2 xyz    

   1 ,  4 ,  2  2 , 1 , 

  1        

  21

  6     adalah proyeksi ortogonal dari v ke bidang .

  Teorema 2.2.10 (Ortogonal Gram-Schmidt)

  Andaikan adalah suatu ruang bagian berdimensi N dalam suatu ruang hasil kali dalam V. Misal v , jj 1 ,  , N adalah suatu basis untuk . Maka

  e e

  terdapat suatu basis ortonormal  untuk , sedemikian sehingga

   , ,  1 N vv setiap adalah suatu kombinasi linear dari , , . 1 N

  Bukti :

   Didefinisikan e v / v . Jelas bahwa, e memiliki panjang 1. Misalkan 1 1 1 1 adalah proyeksi ortogonal dari ke rentang garis e . Menurut definisi 2.2.8 1

  

  v v , e e 2 1 1 Gambar 2.2.1 Ortogonal Gram-Schmidt

  Pada gambar di atas, ditunjukkan bahwa vektor dari ke adalah ortogonal terhadap . Sehingga

  Evv  vektor dari v ke v2 2 2 v v e e   , 2 2

1

1

  dan bahwa

  E , evv , e e , ev , ev , e e , e 2 1 2 2 1

1

1 2 1 2 1 1 1

  

  eE

  Untuk memperoleh panjang vektor 1, didefinisikan . dan , 2 2 / E 2 keduanya adalah saling ortogonal satu sama lain, dan karena adalah kelipatan dari , vektor adalah kombinasi linear dari dan .

  Jika N > 2, maka proses ini akan dilanjutkan. Proyeksi ortogonal dari ke terhadap ruang vektor yang direntang oleh dan  vv e ev e e

  Proyeksi ortogonal , , 3 1 1 3 2 2 Sehingga,

  Evvvv , e ev , e e 3 3

3 

3 1 1 3 2 2 

   E dan himpunan . Pernyataan yang sama untuk menunjukkan 3 / E 3 bahwa adalah ortogonal terhadap dan . Jadi,  e e e  adalah suatu 1 , , 2 3 himpunan ortonormal dari vektor-vektor. Demikian seterusnya sehingga

  e e e

  didapat himpunan ortonormal , ,  , yang merupakan kombinasi

   1 2  N v vv

  linear dari  , , ,  1 2 N Vektor-vektor kolom ortonormal membentuk matriks ortogonal. Selanjutnya akan dijelaskan tentang matriks ortogonal.

  Definisi 2.2.11 ( Matriks Ortogonal )

  Andaikan U adalah matriks berukuran n T n . U dikatakan ortogonal jika

  UU

  I Sehingga berlaku, T 1 UU (2.10)

  Contoh 2.2.12

  Diberikan suatu matriks U berikut ini, 1 3   2 2

   

  U

  

  1   3 1

     2 2

    Sehingga, 1 3

    T   2 31 2 U2 2

     

  1  

  Maka, 1 3 1 3

      2

2

22 T     3 1 UU

  1 2 2     3

1

     2

2

  1     1  

     1  

   

  

1

 

  Jadi, matriks U di atas merupakan suatu matriks ortogonal.

  Teorema 2.2.13 ( Matriks Ortogonal Mempertahankan Jarak )

  Andaikan U adalah suatu matriks ortogonal n n dan x adalah suatu vektor-

  n . Maka x x

  UBukti : 2 T

  U xU x U x   T T

   U x U x T T x U U x

   T 1

  

x U U x menurut (2.2.11)

Tx I x T n menurut (sifat matriks identitas)

   x x 2x menurut (definisi hasil kali dalam) Jadi

  U x x

BAB III WAVELET HAAR Wavelet Haar merupakan tipe wavelet yang paling sederhana. Dalam bentuk diskrit, Wavelet Haar dinyatakan ke dalam suatu operasi

  matematis yang disebut dengan transformasi Haar. Transformasi Haar berperan penting dalam transformasi Wavelet Daubechies yang akan dibahas pada bab IV. Dalam bab ini akan dibahas tentang transformasi Wavelet Haar.

A. Transformasi Haar

  Misalkan diketahui suatu sinyal yang merupakan suatu fungsi dengan variabel bebas t, dengan t menyatakan waktu. Suatu sinyal diskrit merupakan suatu fungsi dari waktu dengan nilai-nilai secara diskrit. Secara umum sinyal diskrit dapat dituliskan dalam bentuk

  ff f f

   ( , , , ) 1 2 N dengan N adalah suatu bilangan bulat positif genap yang merupakan

  f ff