BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga - Isma Hardiyanti BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Dukungan keluarga dalam penelitian ini adalah dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga pada lansia yang menderita diabetes militus. Dukungan sosial (social support) didefenisikan oleh Gottlieb dalam Kuntjoro

  (2002) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason dalam Kuntjoro (2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb dalam Kuntjoro (2002) yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau

  9 menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok.

  Efek dari Dukungan sosial yang berasal dari keluarga terhadap keadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Di samping itu pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Friedman, 1998).

  Menurut Smet (1994) bahwa dukungan sosial mengacu pada bantuan emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh dari orang lain. Segi fungsional dukungan sosial mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi, pemberian bantuan material. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

2. Aspek-Aspek Dukungan Sosial Keluarga

  Menurut House dalam Sarafino (1990) terdapat empat jenis atau dimensi dukungan sosial yang meliputi: a.

  Dukungan emosional Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, keluarga oleh lansia dengan DM akan memotivasi lansia dengan DM untuk dapat tetap sabar, teratur dan rutin dalam mengontrol gula darahnya supaya tetap dalam keadaan stabil.

  b.

  Dukungan penghargaan Dukungan penghargaan merupakan suatu dukungan atau bantuan dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik dan penghargaan kepada lansia dengan menunjukkan respons positif, yaitu dorongan atau persetujuan terhadap gagasan/ide atau perasaan seseorang (Bomar, 2004).

  Keluarga memberikan dukungan penghargaan lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk lansia dengan DM, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif lansia dengan orang lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadannya dari dirinya sendiri (menambah penghargaan diri).

  c.

  Dukungan informasi Dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan lansia dalam upaya meningkatkan status kesehatannya (Bomar, 2004). Keluaga memberikan dukungan informasi berupa bantuan langsung seperti memberikan informasi-informasi atau bimbingan ketika lansia d.

  Dukungan instrumental Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun menyediakan waktu untuk melayani dan mendengarkan lansia dalam menyampaikan perasaannya (Bomar, 2004). Keluarga memberikan dukungan instrumental berupa bantuan dalam bentuk tenaga, dana maupun menyediakan waktu ketika lansia membutuhkan bantuan dalam mengatasi permasalahanya.

3. Fungsi-Fungsi Keluarga

  Fungsi keluarga menurut (Friedman et al, 2003) adalah sebagai berikut: 1)

  Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapakan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

  2) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socializatioan and

  socialplacemen function) adalah fungsi mengembangkan dan dan proses

  interaksi dalam keluarga. sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.

  3) Fungsi reproduksi (the reproduktive function) adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

  4) Fungsi ekonomi (the economic function) adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan kelurga secara ekonomi dan tepat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  5) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healt care function) yaitu untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki pruduktifitas tinggi, serta merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan

B. Diabetes Mellitus 1.

  Konsep dasar penyakit diabetes mellitus Tipe II Diabetes mellitus (DM) yang dikenal dengan kencing manis atau kencing gula. Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemik kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Kadar glukosa dalam darah kita biasanya berfluktuasi, artinya naik turun sepanjang hari dan setiap saat, tergantung pada makan yang masuk dan aktivitas fisik seseorang (Mistra, 2005).

  Diabetes Melitus adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Gustaviani, 2006).

  Menurut Widharto (2007) menyatakan bahwa pada pasien dengan diabetes tipe II, orang yang bersangkutan tidak mengalami kerusakan pada sel-sel penghasil insulin yang terdapat dalam pankreasnya. Apabila diteliti berfungsi sebagai mestinya. Diabetes tipe II juga merupakan penyakit keturunan.

  Menurut Suyono (2004) menyatakan bahwa pada DM tipe II jumlah insulin normal, bahkan lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan ini jumlah lubang kunci yang kurang, hingga meskipun anak kunci (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.

  Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

  Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer, 2008).

  Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin, 2001).

  2. Etiologi relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel

  β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

3. Patofisiologi

  Pankreas yag disebut kelenjar ludah perut adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang lambung didalamnya terdapat kompulan sel yang terbentuk seperti pulau dan disebut pula u langerhans yang berisi sel β yang mengeluarkan hormon insulin yag sangat berperan dalam pengukuran kadar glukosa darah. Pada keadaan NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) jumlah insulin bisa normal. Bahkan lebih banyak tetapi reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Pada keadaan NIDDM, jumlah reseptor insulin kurang, sehingga meskipun insulin banyak, tetapi karena reseptor insulin kurang maka glukosa dalam darah meningkat. Pada diabetes mellitus tidak tergantung insulin disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi/normal, juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup / lebih kualitasnya kurang baik sehingga gagal membawa glukosa masuk kedalam dalam sel sehingga digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi (Subekti, 2009).

4. Tanda dan Gejala

  Menurut Tjokroprawiro (2000) menyatakan bahwa gejala dan tanda-tanda

  penyakit DM tipe II dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik a.

  Gejala akut Gejala penyakit DM tipe II dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah selalu sama, gejala yang disebutkan di bawah ini adalah gejala yang umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain. Bahkan ada penderita DM tipe II yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai pada saat tertentu.

  Gejala awal yang ditunjukkan meliputi tiga P yaitu polifagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing) atau disingkat: ‘’3P’’ (polifagia, polidipsia, poliuria). Dalam fase ini biasanya penderita menunjukan berat badan yang terus naik (bertambah gemuk), karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.

  Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, dan bukan ‘’3P’’ lagi, melainkan hanya ‘’2P’’ saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa kadang-kadang disusul dengan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, banyak minum, banyak kencing, berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.

  Koma diabetik adalah koma pada penderita DM tipe II akibat kadar gula darah terlalu tinggi, biasanya melebihi 600 mg/dl.

  b.

  Gejala kronik Gejala yang muncul sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM tipe II tanpa menunjukkan gejala akut. Gejala kronik yang sering timbul yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan diatas bantal atau kasur, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kacamata, gatal disekitar kemaluan (terutama wanita), gigi mudah goyah, kemampuan seksual menurun, bahkan impoten dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi berat lahir lebih dari 4 kg.

5. Faktor resiko diabetes millitus

  Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain:

  Kelainan genetik Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik.

  b.

  Usia Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin.

  c.

  Gaya hidup stress Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis- manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II.

  d.

  Pola makan yang salah Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga sembilan cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk. Komplikasi Diabetes Tipe II

  Pasien DM tipe II mempunyai risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress, stress dapat merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormonhormon kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH, kortisol,dan lainlain. Akibatnya hal ini akan mempercepat terjadinya komplikasi yang buruk bagi penderita diabetes mellitus (Nadesul, 2002).

  Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (Coronary Heart Disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic

  

Syndrome , atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit

  jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya (Depkes RI, 2005).

7. Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Tipe Ii

  Di dalam darah, kadar gula selalu fluktuatif bergantung pada asupan makanan. Kadar paling tinggi tercapai pada satu jam sesudah makan. Satu jam setelah makan, gula di dalam darah akan mencapai kadar paling tinggi, normalnya tidak melebihi 180 mg per 100 cc darah (180 mg/dl). Kadar 180 mg/dl disebut ambang ginjal dimana ginjal bisa menahan gula pada kadar tersebut. Lebih dari angka tersebut ginjal tidak dapat menahan gula dan kelebihan gula akan keluar bersama urin, jadilah kencing yang manis. Pada diabetes terdapat masalah dengan efek kerja insulin dalam hal ini memasukkan gula ke dalam sel tidak sempurna sehingga gula darah tetap tinggi. Hal ini dapat meracuni dan menyebabkan rasa lemah dan tidak sehat serta menyebabkan komplikasi dan gangguan metabolisme yang lain. Apabila tidak bisa mendapatkan energi yang cukup dari gula, tubuh akan mengolah zat-zat lain di dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Zat-zat itu adalah lemak dan protein. Penggunaan atau penghancuran lemak dan protein menyebabkan turunnya berat badan (Kariadi, 2009).

  Gula darah Gula darah Rentang normal rendah Tinggi Gula Darah 70-126 mg/dl

  ≤70 mg/dl ≥126 mg/dl Puasa Gula Darah 110-199 mg/dl >200 mg/dl

  ≤110 mg/dl Sewaktu Gula Darah Post <120 mg/dl 120-179 mg/dl >180 mg/dl Prandial

  Sumber : Johnson, M. (1998)

Tabel 2.2 Kriteria Penegakan Diagnosis Berdasarkan Kadar Gula Darah

  lukosa Plasma Glukosa Plasma 2 Puasa Jam setelah makan Normal <100 mg/dL <140 mg/dL

  • Pra-diabetes 100 – 125 mg/dL

  IFT atau IGT 140 – 199 mg/dL - Diabetes >200 mg/dL ≥126 mg/dL

  IFT = Impaired Fasting Glucose (IFG)

  IGT = Impaired Glucose Tolerance (Sumber: Depkes RI, 2005)

  Barbara (1996) menambahkan bahwa toleransi glukosa berdasarkan usia yaitu:

  Usia nominal Puasa 1 jam 2 jam 0-30 tahun 110 185 165 30-40 tahun 112 11 175 40-50 tahun 114 197 185

  50-60 tahun 116 203 195

  60-70 tahun 118 209 205 70-80 tahun 120 215 215 8.

  Penatalaksanaan Terapi Diabetes Militus Smeltzer & Bare (2002) menjelaskan bahwa penatalaksanaan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien e.

  Diet Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini: 1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral) 2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai 3) Memenuhi kebutuhan energi

  4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara- cara yang aman dan praktis.

  Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi insulin intensif, penentuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan makan serta latihan.

  Komposisi makanan yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus adalah sekitar 10-15 % protein, 20-25 % lemak dan 60-70 % karbohidrat. Sumber makanan yang dihindari pada sumber karbohidrat sederhana adalah seperti sirup, kue dan makanan manis lainnya serta penggunaan sumber dari karbohidrat kompleks, seperti nasi. Penggunaan gula mumi yang dianjurkan dalam pemakaiannya dalam sehari adalah sekitar 5 % dari total kalori. Penggunaan gula mumi dapat ditambahkan dengan cara ditambahkan dalam bumbu pada masakan yaitu sekitar 3 sendok makan penggunaan dalam sehari. Untuk penderita diabetes mellitus dalam satu sendok makan gula murni dapat digantikan dengan buah pisang. Pemberian sumber serat berfungsi untuk mengendalikan nafsu makan yang membuat perut terasa kenyang. Sumber dari serta dapat berkasiat seperti terdapat dalam jenis makana obat bran, apel dan jeruk serta kacang-kacangan yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah yang merupakan serat yang mudah larut dalam tubuh. dalam pengolahan makanan dapat beresiko besar terjadinya penyakit jantung serta dapat menghambat pembuluh darah (Waspaji, 2007).

  Menurut Arisman (2004), penentuan jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang ditentukan dengan rumus IMT = berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m)2. Klasifikasi IMT sebagai berikut:

  a) 17,0-18,4 = kurus

  b) 18,5-25,0 = normal

  c) 25,1-27,0 = gemuk

  Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung

  Percentage Of Relative Body Weigh (BBR) atau berat badan relatif

  dengan rumus :

  BB BBR 100%

  = x TB - 100 Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan dalam sehari pada penderita DM yang bekerja biasa menurut Darmono, (2007) adalah :

1) Kurus (< 90%) kebutuhan kalori: BB X 40 – 50 kalori sehari.

2) Normal (90-100%) kebutuhan kalori : BB X 30 kalori sehari.

  3) Gemuk (&gt;100%) kebutuhan kalori : berat badan (kg) dikalikan 20 kalori Menurut Almatsier (2009), jumlah dan jenis makanan yang

dianjurkan makan 3 kali sehari yang terdiri dari komposisi yang berimbang.

  Pengaturan diet diabetes mellitus, perlu mengetahui kebutuhan kalori sehari. Selain membantu dalam kebutuhan kalori, ahli gizi / diet juga menyarankan variasi makanan sesuai dengan daftar bahan makanan penukar. Porsi makanan hendaknya tersebar sepanjang hari, yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam serta kudapan di antara waktu makan.

Tabel 2.3 Contoh menu diet diebetes mellitus

  (Sumber :Beck, 2011)

  Waktu Bahan makanan Menu Pagi Roti tawar 4 potong (80gram) Roti isi pindaks Telur ½ butir (30gram) Telur rebus Pindakas 1 sdm (10gram) Lalap tomat Tomat Margarin ½ sdm (5gram)

  Pukul 10.00 Pepaya 1 potong Pepaya Siang Nasi 1 gelas (130gram) Nasi Daging 1 potong sedang (50gram) Daging bumbu bali Tempe 2 potong sedang (50gram) Kol Tauge Bayam ½ gelas (50gram) Kacang panjang ½ gelas (75 gram) Kacang tanah 1 sdm (10gram) Nanas 1/6 buah sedang (75gram) Nanas Kacang tanah 1 sdm (10 gram) Makan sore Kentang 2 biji sedang (200 gram) Kentang ongklok

Daging 1 potong sedang (50 gram) Daging bistik

Tahi 1 biji sedag (50 gram) Telur tim Ketimun Slada Buncis ½ gelas (50 gram) Selada + Ketimun (lalap)

  Wortel ½ gelas (50 gram) Slup buncis + wortel Pepaya 1 potong sedang (100 gram) Pepaya Minyak ½ sdm (5 gram) Pukul 21.00 Pisang 1 buah sedang (75 gram) Pisang

  f.

  Latihan Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pongambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan learn body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL- kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.

  Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl (14 mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormon kadar glukosa darah.

  Olah raga dapat berguna untuk menurunkan kadar glukosa darah dan kadar lipid dalam darah sehingga dapat meningkatkan kadar HDl kolesterol. Dan anjuran untuk melakukan olah raga adalah minimal sebanyak 4 sampai 5 kali seminggu dengan waktu minimal ½ jam (Suyono, 2006).

  g.

  Pemantauan Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG: Self-Monitoring Of Blood Glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa darah.

  h.

  Terapi Insulin dan Obat Hiperglikemia.

  Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin. Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya. i.

  Manajemen stres Diabetes melitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur keseimbangan diri untuk berpikir positif agar tidak stres. Penting bagi penderita diabetes untuk tahu bagaimana caranya menjaga tingkat stresnya. Salah satunya adalah dengan melakukan olahraga secara teratur. Olahraga teratur bagi penderita diabetes tidak hanya untuk mengontrol kadar glukosa, tapi juga membuat seseorang memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Hal ini termasuk salah satu cara untuk mencegah dan mengatasi stres. Beberapa hal juga bisa efektif mengatasi dan mencegah stres yaitu istirahat yang cukup, mengonsumsi makanan yang seimbang, serta memiliki sikap hidup yang positif seperti meluangkan waktu untuk diri sendiri dan belajar memahami dirinya sendiri. Sebenarnya dalam kadar tertentu stres diperlukan untuk menyiapkan individu menghadapi sebuah ancaman. Tapi jika stres terjadi secara berkepanjangan, maka bisa merugikan diri sendiri dan menimbulkan penderitaan. Kondisi stres ini mengakibatkan kenaikan kadar gula darah.

C. Lansia 1.

  Pengertian Pengertian lanjut usia dalam ilmu psikologi yang diperkenalkan dengan istilah lain seperti Old Age dan Elderly. Lanjut usia adalah istilah yang dipergunakan untuk menunjuk pada orang-orang yang sudah menjadi tua. Dalam psikologi perkembangan masa tua atau lanjut usia merupakan suatu harapan terakhir dari rentang kehidupan manusia secara teoritis dimulai ketika seseorang memasuki usia 60 tahun sampai dengan meninggal (Santrock, 2002).

  Perubahan-perubahan yang terjadi sesuai dengan kodrat manusia yang pada umumnya dikenal dengan istilah menua. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi struktur baik fisik maupun mental dan fungsinya. Periode selama lanjut usia, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap serta pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat dilakukan, dan dikenal sebagai senescence yaitu masa proses menjadi tua (Hurlock, 2002).

  Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya menglami perubahan biologis, fisis, kejiwaan dan sosial (Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang- berikut : a.

  Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas b.

  Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

  c.

  Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.

2. Batasan Lansia

  Menurut WHO dalam Efendi (2009) dalam bukunya mmengatakan organisasi kesehatan dunia batasan-batasan lanjut usia meliputi : a.

  Usia pertengahan yaitu kelompok umur 45 sampai dengan umur 59 tahun.

  b.

  Lanjut usia (elderly) yaitu umur antara 60 sampai dengan umur 74 tahun.

  c.

  Lanjut usia tua (old) yaitu umur antara 75 sampai dengan 90 tahun.

  d.

  Usia sangat tua, yaitu umur 90 tahun keatas.

  Sedangkan menurut Setyonegoro dalam Mandayati (2012) pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut :

  a.

  Usia dewasa muda (Elderly adulthood): 18 atau 20-25 tahun.

  Usia dewasa penuh (Middle year) atau maturitas: 25-60 atau 65 tahun.

  b. c.

  Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun (Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old).

D. KERANGKAT TEORI

  • Dukungan emosional
  • Dukungan penghargaan
  • Dukungan instrumenta
  • Dukungan informasi Perawatan diabetes militus tipe II pada lansia Penatalaksanaan terapi diabetes mili>Diet - Latihan - Pemantauan - Terapi Insulin dan Obat Hiperglikemia - Manajemen Stres Fungsi Keluarga - Fungsi afektif
  • Fungsi perawatan
  • Fungsi sosialisasi
  • Fungsi reproduksi
  • Fungsi ekonomi
Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber: House dalam Sarafino (1990), Friedman et al, 2003

  Aspek dukungan Sosial keluarga yaitu:

E. KERANGKA KONSEP

  Dukungan sosial Perawatan diabetes militus keluarga tipe II pada lansia

Gambar 2.2 Kerangka Konsep F.

   HIPOTESIS

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan perawatan diabetes militus tipe II pada lansia di wilayah Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas”.