Sofia Monic Nurani BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Filariasis

  1. Pengertian Filariasis Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan karena cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening (limfe) serta menyebabkan gejala akut, kronis dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Secara klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenomalimfangitis) terutama di daerah pangkal paha dan ketiak tetapi dapat pula di daerah lain. Peradangan ini disertai demam yang timbul berulang kali, dapat berlanjut menjadi abses yang dapat pecah dan meninggalkan parut. Dapat terjadi limfedema dan hidrokel yang berlanjut menjadi stadium kronis yang berupa elefantiasis yang menetap yang sukar disembuhkan berupa pembesaran pada kaki (seperti kaki gajah) lengan, payudara, buah zakar (scrotum) dan kelamin wanita (Depkes, 2006).

  2. Penyebab Filariasis Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial yaitu

  Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi dan Brugia Timori. Cacing ini

  menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar

  30 getah bening manusia selama 4

  • – 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari (Depkes, 2006).

  3. Cara Penularan Filariasis Filariasis ditularkan dari seseorang yang dalam darahnya terdapat anak cacing (mikrofilaria) kepada orang lain melalui gigitan nyamuk.

  Orang tersebut mungkin menjadi sakit mungkin juga tidak. Pada waktu nyamuk menghisap darah, mikrofilaria akan terhisap dan masuk kedalam badan nyamuk. Dalam 1-2 minggu kemudian mikrofilaria berubah menjadi larva dan dapat ditularkan kepada orang lain sewaktu nyamuk menggigitnya (Depkes, 2006).

4. Tanda dan gejala

  Tanda dan gejala menurut Depkes (2006) yaitu :

  a. Gejala dan tanda klinis akut : 1) Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.

  2) Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit. 3) Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan.

  4) Abses filaria terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan dapat mengeluarkan darah serta nanah.

  5) Pembesaran tungkai, lengan, buah dada dan alat kelamin perempuan dan laki-laki yang tampak kemerahan dan terasa panas.

  b. Gejala dan tanda klinis kronis : Pada awalnya terjadi pembesaran yang hilang timbul pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin dan lama kelamaan menjadi cacat menetap.

5. Klasifikasi Filariasis

  Klasifikasi filariasis menurut Depkes (2006) meliputi :

  a. Filariasis limfatik Filariasis limfatik disebabkan oleh wuchereria bancrofti, brugia malayi dan brugia timori. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan- jaringan dibawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. Timori diketahui jarang menyerang jenis kelamin, tetapi w.bancrofti dapat menyerang tungkai dada serta alat kelamin.

  b. Filariasis subkutan (bawah jaringan kulit) Filariasis subkutan disebabkan oleh loa-loa (cacing mata afrika),

  , onchocerca volvulus dan dracunculus

  mansonella streptocerca medinensis (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada

  dibawah lapisan kulit. c. Filariasis rongga serosa (serous cavity) Filariasis rongga serosa disebabkan oleh mansonella perstans dan mansolla ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat penghisap darah atau untuk dracunculus oleh kopepoda.

6. Dampak Filariasis

  a. Bagi penderita filariasis Penyakit filariasis akan berdampak kepada penderita filariasis dari berbagai aspek dan juga berakibat pada kualitas hidup yang semakin menurun, menurut Friedman (2010) meliputi : 1) Fisik

  Aspek fisik penyakit filariasis akan berdampak kecacatan tubuh menetap pada penderita.

  2) Psikologis Paradigma masyarakat beranggapan bahwa penyakit filariasis adalah penyakit keturunan, penyakit yang bisa menular lewat apapun, dan tidak bisa disembuhkan. Stigma masyarakat yang seperti itu akan membuat penderita filariasis mengalami depresi dan bahkan ada keinginan untuk bunuh diri. Penelitian Suliswati (2005) mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara stigma yang dirasakan oleh penderita filariasis dengan depresi pada penderita filariasis. Sebagian besar penderita filariasis yang tidak bisa menerima keadaan cacat tubuhnya akibat penyakit filariasis mengalami kecemasan, keputusasaan dan perasaan depresi.

  Pertolongan pertama yang harus diberikan kepada penderita filariasis adalah pada kesehatan psikologisnya selanjutnya baru pengobatan fisik. 3) Ekonomi

  Kemiskinan adalah salah satu dampak dari penyakit filariasis yang begitu besar. Perilaku penderita cenderung negatif, diantaranya penderita filariasis banyak yang menjadi pengemis dan pengangguran. Pengemis adalah pekerjaan utama mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penderita filariasis yang berusia produktif yang mengalami kecacatan akan memberikan dampak yang negatif seperti pengangguran. 4) Sosial

  Penelitian di China yang memfokuskan pada masalah sosial menunjukkan bahwa penderita filariasis sering terisolasi dari masyarakat, hidup sendiri, dan memiliki kesulitan dalam melakukan perawatan diri, aktivitas sehari-hari, penurunan produktivitas dan partisipasi sosial. Masalah sosial muncul akibat ketakutan yang dialami penderita filariasis di masyarakat, rendahnya pengetahuan, kurang bersosialisasi di masyarakat, dan stigma buruk di mayarakat, sehingga berakibat pada kurangnya peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit filariasis. b. Bagi keluarga Depkes RI (2006) menyatakan bahwa penyakit filariasis akan berdampak pada kelangsungan hidup keluarga. Dampak yang muncul dalam keluarga diantaranya keluarga panik saat salah satu anggota keluarga mendapat diagnosa filariasis, berusaha untuk mencari pertolongan ke dukun, keluarga takut akan tertular penyakit filariasis sehingga tidak jarang penderita diusir dari rumah, keluarga takut diasingkan oleh masyarakat dan jika anggota keluarga yang menderita filariasis adalah kepala keluarga, akan berdampak pada sosial ekonomi keluarga tersebut. Dampak yang dirasakan oleh keluarga akan mempengaruhi keluarga dalam memberikan perawatan kepada penderita filariasis.

  c. Bagi masyarakat Stuart (2006) menyatakan bahwa selain berdampak pada keluarga, filariasis juga akan berdampak pada lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggal penderita filariasis. Dampak yang muncul yaitu masyarakat merasa jijik dan takut terhadap penderita, masyarakat menjauhi penderita dan keluarganya, dan masyarakat merasa terganggu dengan adanya penderita sehingga berusaha untuk menyingkirkan dan mengisolasi penderita filariasis.

B. Depresi 1. Pengertian

  Depresi adalah gangguan mood (perasaan dasar), kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang (Sobur, 2003). McDowell & Nowell (2001) menjelaskan bahwa pola depresi dapat disebut sebagai

  , yaitu faktor kerentanan seseorang dimana ketika

  dysfungsional beliefs

  seseorang mengalami suatu peristiwa yang negatif (stress), seseorang cenderung menjadi depresi dan menginterpretasikan kejadian atau pengalaman tersebut sebagai suatu yang negatif.

  Seseorang yang depresi akhirnya memiliki pandangan yang negatif, baik pada dirinya dan lingkungan juga tentang masa depannya.

  McDowell & Nowell (2001) mengatakan keyakinan ini sebagai negatif , keyakinan ini dipandang sebagai gejala dasar dari depresi,

  cognitive tread

  di mana di dalamnya juga termasuk gangguan somatik (seperti gangguan tidur), gangguan motivasi (seperti pasif dan tidak melakukan aktivitas) dan gangguan afektif (seperti kesedihan mendalam).

  Menurut Doenges, Townsend & Moorhouse (2006), depresi termasuk pada klasifikasi DSM-IV gangguan alam perasaan yang ditandai dengan sindrom depresi parsial atau penuh, atau kehilangan minat atau kesenangan pada aktivitas yang biasa dan yang dilakukan pada waktu lalu ditandai dengan gangguan fungsi sosial atau okupasi.

  Orang yang menderita depresi seringkali tidak dapat menjelaskan alasannya menjadi depresi meskipun mereka dapat mengatakan sebagai perasaan yang menyakitkan dan menyedihkan. Depresi perlu dideteksi karena depresi membuat orang tersebut tidak dapat berfungsi seutuhnya, tidak dapat menggunakan segenap kemampuan yang dimilikinya dan mengurangi kemungkinan seseorang untuk berfikir efektif (Walker, 2005).

2. Penyebab

  Terdapat banyak faktor yang mungkin mempengaruhi perkembangan depresi, misalnya dilihat dari faktor genetik yang mengatakan bahwa orang tua yang depresi kemungkinanya akan mempunyai anak yang depresi pula. Faktor lain yang juga mempengaruhi perkembangan depresi adalah faktor psikososial dan faktor sosio kultural (Stuart, 2006).

  1. Faktor biologi Berdasarkan faktor biologis, faktor genetik menjadi penyebab timbulnya depresi. Depresi lebih sering terjadi pada orang yang mempunyai riwayat trauma, kekerasan seksual, kekerasan fisik, cacat fisik dan penyakit kronis.

  2. Faktor psikososial Berdasarkan faktor psikososial, terdapat empat kategori yang berpotensi menyebabkan depresi yaitu stres, perasaan tidak berdaya, dan kehilangan harapan, pertahanan ekstrim melawan stres, dan pengaruh hubungan interpersonal dari gangguan afektif. Stres sebagai faktor pencetus. Depresi biasanya terjadi karena adanya stressor.

  Perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Hiroto, Seligman & Weiss (2003 dalam Sarafino, 2004) mengemukakan bahwa perasaan tidak berdaya merupakan dasar reaksi depresi dimana seseorang merasa tidak mampu menemukan jalan keluar atau penyelesaian masalah yang dihadapi terutama menghadapi stres. Seseorang akan berhenti berusaha dan kemudian menyerah.

  Pertahanan yang ekstrim melawan stres. Pelarian dari masalah karena menyerah atau mengaku kalah adalah pilihan cara yang dilakukan seseorang untuk menghadapi situasi tertekan, tetapi cara itu hanya akan memberikan kelegaan atau kebahagiaan sesaat karena tidak menghilangkan stres itu sendiri.

  Pengaruh hubungan interpersonal dari gangguan afektif. Depresi terjadi karena seseorang mengharapkan perhatian orang lain tetapi perhatian tersebut dirasa kurang. Maka timbul perasaan negatif dan berakhir dengan penolakan terhadap orang lain yang biasanya memberikan perhatian.

  3. Faktor sosio kultural Hasil penelitian yang dilakukan oleh Coleman, Butcher & Carson (2003 dalam Taylor, 2006) menyebutkan bahwa depresi sering terjadi pada kelompok masyarakat non-industrialis karena kehidupan mereka yang cenderung lebih miskin.

  Menurut Stuart (2006) terdapat beberapa faktor yang meningkatkan resiko untuk terjadi depresi yaitu sebagai berikut: 1) Usia

  Depresi lebih sering terjadi pada usia muda yaitu umur rata-rata antara 20-40 tahun. Depresi pada usia muda lebih sering diakibatkan karena faktor sosial. Penelitian menunjukkan hasil bahwa tingkat prevalensi tertinggi depresi seumur hidup terlihat pada usia 20-24 tahun dan tingkat terendah pada usia 75 tahun. Menurut Potter dan Perry (2005) tugas perkembangan individu dewasa tengah meliputi pencapaian tanggung jawab sosial, menetapkan dan mempertahankan standar kehidupan, membantu anak-anak remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia, mengembangkan aktivitas luang, menerima dan menyesuaikan perubahan fisiologis pada usia pertengahan. Usia 40 tahun merupakan rentang umur yang masih dalam kategori usia produktif.

  2) Jenis kelamin Depresi umumnya lebih sering menyerang pada wanita. Wanita lebih sering terpajan dengan stressor lingkungan dan batas ambangnya lebih rendah jika dibandingkan pria. Depresi pada wanita juga berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon pada wanita. Misalnya depresi pra haid, post partum dan depresi

  

postmenopause . Perempuan berada pada risiko yang lebih besar gangguan depresi dan kecemasan pada usia lebih awal daripada laki-laki.

  3) Status perkawinan Gangguan depresi sering terjadi pada individu yang bercerai atau kehilangan pasangan. Status perceraian meningkatkan resiko lebih tinggi untuk menderita depresi. Menikah memberikan dampak lebih baik bagi kesehatan jiwa untuk semua gender.

  4) Kehilangan pekerjaan dan pendapatan rumah tangga Pengangguran akan lebih beresiko terkena depresi. Hasil penelitian menunjukkan yaitu tingkat prevalensi tertinggi depresi seumur hidup (18,4%) terlihat di rumah tangga dengan tingkat pendapatan kurang dari $ 10.000 per tahun. Prevalensi seumur hidup depresi kemudian menurun dengan meningkatnya pendapatan.

  5) Dukungan keluarga Dukungan kelurga adalah semua bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga sehingga akan memberikan rasa nyaman secara fisik dan psikologis pada individu yang sedang merasa tertekan, stress dan depresi.

  6) Pendidikan Tingkat pendidikan formal merupakan dasar pengetahuan intelektual yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan karena semakin tinggi pengetahuan seseorang akan semakin luas wawasan yang dimiliki. Tingkat pengetahuan yang baik mengenai depresi akan membantu individu dalam menekan gejala depresi yang muncul. 7) Suku

  Masing-masing suku yang ada di suatu masyarakat akan memberikan gambaran kebudayaan yang berbeda, termasuk dalam perilaku kesehatan. Kebudayaan berhubungan erat dengan kesehatan dalam hal pencegahan serta pengobatan penyakit yang dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional. Dalam penanganan kesehatan jiwa, budaya akan mempengaruhi seseorang dalam mengkomunikasikan masalah, menjelaskan penyebab masalah dan mempersepsikan pelayanan kesehatan. Depresi lebih jelas terlihat pada suatu budaya yang meyakini bahwa mengungkapkan emosi secara verbal itu tidak tepat.

3. Gejala

  Gejala khas yang terjadi pada seseorang yang mengalami depresi adalah bila selama 1 minggu atau lebih seseorang mengalami perasaan sedih sepanjang hari dan terjadi hampir setiap hari, sulit tidur atau tidur terlalu banyak yang terjadi hampir setiap hari, merasa lesu, lelah, dan tidak bertenaga hampir setiap hari, gangguan nafsu makan, tidak ada perhatian atau minat terhadap semua aktivitas harian hampir setiap hari. Gejala lainnya adalah seringkali merasa hidupnya tidak berharga, merasa bersalah tanpa alasan, serta kehilangan rasa percaya diri selain itu seseorang yang mengalami depresi tidak dapat berfikir atau berkonsentrasi dan terus menerus hanya memikirkan masalah stresnya (Stuart, 2006; Doenges, Townsend & Moorhouse, 2006).

4. Tingkat depresi

  Tingkatan depresi terdiri dari tiga yaitu: depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang (Stuart, 2006). Gejala utama dan gejala lain dari depresi yaitu: pertama, gejala utama terdiri dari perasaan depresif, hilangnya minat dan semangat, mudah lelah dan tenaga hilang. Kedua Gejala lain terdiri dari konsentrasi dan perhatian menurun, harga diri dan kepercayaan diri menurun, perasaan bersalah dan tidak berguna, pesimis terhadap masa depan, gagasan membahayakan diri atau bunuh diri, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, dan menurunnya libido. Diagnosis depresi menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa) sebagai pedoman dalam menetapkan diagnosis adanya gangguan jiwa pada seseorang yaitu sebagai berikut:

  1. Depresi ringan jika memenuhi syarat:

  a. Minimal harus ada 2 gejala utama yang terlihat;

  b. Ditambah dengan minimal 2 gejala lainnya;

  c. Tidak ada gejala berat;

  d. Lamanya gejala tampak sekurang-kurangnya 2 minggu; e. Hanya ada sedikit kesulitan dalam melakukan pekerjaan dan kegiatan sosial lainya yang biasa dilakukan.

  2. Depresi sedang jika memenuhi syarat:

  a. Minimal ditemukan 2 gejala utama;

  b. Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya;

  c. Seluruh gejala minimal tampak selama 2 minggu;

  d. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan sehari-hari dan urusan rumah tangga.

  3. Depresi berat jika memenuhi syarat:

  a. Ditemukan ketiga gejala utama;

  b. Ditambah minimal 4 gejala lainnya dan beberapa diantaranya berintensitas berat; c. Minimal tampak selama dua minggu, namun jika gejala-gejala yang tampak benar-benar menunjukkan tingkat intensitas yang parah, dapat dikategorikan sebagai depresi berat meskipun belum tampak selama dua minggu; d. Penderita sangat tidak mungkin untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga lainnya.

5. Cara pengukuran

  Terdapat banyak sekali jenis atau macam instrumen yang dikembangkan untuk menilai status emosional terkait dengan masalah depresi.

  • Diantaranya meliputi The Beck Departement Inventory, The Zung Self

  Rating Depression Scale, dan The Center for Epidemilogycal Studies Depression Scale (CES-D).

  1. The Beck Departement Inventory (BDI), dibuat oleh Aron T. Beck meliputi 21 pertanyaan multiple choice self-reported inventory.

  Instrumen ini bertujuan nutuk mengukur derajat depresi yang meliputi depresi minor, mayor sampai yang ekstrim cenderung psikosis dan percobaan bunuh diri. Instrumen ini pertama kali berkembang pada tahun 1961, mengalami revisi pada tahun 1978 dan berganti nama menjadi BDI-IA, dan mengalami revisi kembali pada tahun 1996 dan terstandar untuk digunakan dalam tes psikologi klinik untuk mendeteksi derajat gangguan depresi dan berganti nama menjadi BDI-

  II hingga sekarang. Setiap pertanyaan bernilai 0-3. Penentuan tingkat depresi dibagi menjadi empat tingkatan yaitu 0-13; minimal depresion, 14-19; mild depression, 20-28; moderate depresion, and 29-63; severe

  depression . Reliabilitas r = 0,91 dengan teknik koefisien alpha cronbach (Sharp & Lipsky, 2002).

  2. The Zung Self-Rating Depression Scale, yaitu instrumen singkat yang meliputi 20 pertanyaan untuk mendeteksi derajat depresi. Kuesioner ini telah berkembang sejak tahun 1965. Dalam pengkajian gejala depresi, instrumen ini mengkaji keluhan diri yang mencerminkan afektif, psikis, dan karakteristik somatik depresi. Perhitungan dari instrumen ini menggunakan skala likert (1-4). Skor total dari tes ini berentang dari 20 hingga 80 dan penentuan tingkat depresi dibedakan menjadi empat tingkatan yaitu 20-49 (normal), 50-59 berarti mengindikasikan depresi ringan, 60-69 mengindikasikan adanya depresi sedang, namun ≥ 70 mengindikasikan adanya gejala depresi berat. Reliabilitas r = 0,92 dengan teknik koefisien alpha cronbach (Konstantinos, 2001; Sharp & Lipsky, 2002).

  3. The Center for Epidemiologycal Studies Depression Scale (CES-D), kuesioner CES-D dinilai paling sesuai digunakan untuk mengukur tingkat depresi yang dihubungkan dengan penyakit kronik. Sharp & Lipsky (2002) mengatakan bahwa instrumen ini lebih mencakup gejala-gejala dasar depresi yang sering diderita pasien dengan penyakit kronik diantaranya meliputi : perasaan sedih, masalah tidur, tidak bertenaga, nafsu makan berkurang, mersa hidup tidak berharga, pesimis akan masa depan, tidak ada minaat terhadap aktivitas, tidak dapat berkonsentrasi yang dialami hampir setiap hari selama 1 minggu atau lebih. Instrumen CES-D merupakan kuesioner yang terdiri dari 20 pertanyaan yang dikembangkan oleh Radloff (1997). Semaki tinggi nilai yang diperoleh maka mengindikasikan adanya gejala depresi (

  ≥ 16). Dari setiap pertanyaan terdapat 4 pilihan jawaban yakni tidak pernah (< 1 hari), jarang (1-2 hari), kadang-kadang (3-4 hari), dan sering (5-7 hari). Nilai skor yang digunakan untuk tiap jawaban menggunakan skala likert 0-3. Koefisien reliabilitas internal konsistensi 0,91 (Sharp & Lipsky, 2002).

C. Keluarga 1. Pengertian

  Friedman (2010) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Menurut Suprajitno (2004), lima hal penting yang ada pada definisi keluarga adalah: 1) Keluarga adalah suatu sistem atau unit.

  2) Komitmen dan keterikatan antara anggota keluarga yang meliputi kewajiban dimasa yang akan datang.

  3) Fungsi keluarga dalam pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga.

  4) Anggota-anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin juga tidak ada hubungan dan tinggal terpisah.

  5) Keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin juga tidak. Berdasarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (dalam Setyowati & Murwani, 2008), keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:

  1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan atau adopsi.

  2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

  3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial baik suami, isteri, anak, kakak, dan adik.

  4) Mempunyai tujuan; (1) menciptakan dan mempertahankan budaya, (2) meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan social anggota.

2. Tipe keluarga

  Berikut ini akan disampaikan berbagai tipe keluarga menurut Setyowati dan Murwani (2008): 1) Tipe keluarga tradisional

  a) Kelurga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung atau angkat).

  b) Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek, keponakan, paman, bibi.

  c) Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak. d) “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.

  e) “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah). 2) Tipe keluarga non tradisional

  a) The unmarried mother: Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

  b) The stepparent family: Keluarga dengan orang tua tiri.

  c) Comune family: Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang

  tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama: sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.

  d) The non marital heterosexual cohibiting family: Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

  e) Gay and lesbian family: Seseorang yang mempunyai persamaan seks hidup bersama sebagaimana suami-istri (marital partners).

  f) Cohibiting family: Orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.

  g) Group-marriage family: Beberapa orang dewasa menggunakan alat-

  alat rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk seksual dan membesarkan anaknya.

  h) Group network family: Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-

  nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.

i) Foster family: Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan

  keluarga atau saudara di dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

  j) Homeless family: Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai

  perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

  k) Gang: Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda

  yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

3. Fungsi keluarga

  Friedman (2010) fungsi keluarga adalah sebagai berikut: 1) Fungsi afektif Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah:

  a) Saling mengasuh; cinta kasih, kehangatan, saling

  menerima, saling mendukung anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain. Kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat, pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim di dalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberi hubungan dengan orang di luar keluarga atau masyarakat.

  b) Saling menghargai

  Bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afektif akan tercapai.

  c) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat

  memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru tingkah laku yang positif dari kedua orangtuanya. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam keluarga tidak dapat terpenuhi.

  2) Fungsi sosialisasi Sosialisasi dimulai sejenak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu, dan orang-orang yang di sekitarnya. Kemudian beranjak balita dia mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga. 3) Fungsi reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.

  4) Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang kita lihat dengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri, hal ini menjadikan permasalahan yang berujung pada perceraian. 5) Fungsi perawatan kesehatan Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktik asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.

4. Dukungan keluarga

  Dukungan adalah suatu upaya yang diberikan untuk orang lain meliputi moral dan material agar orang yang diberikan dukungan menjadi termotivasi dalam melakukan kegiatan (Suprajitno, 2004).

  Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit (Friedman, 2010). Keluarga memiliki fungsi sebagai pendukung terhadap anggota keluarga lain yang selalu siap memberikan bantuan pada saat diperlukan. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Sifat, jenis dan sumber dukungan berbeda

  • –beda dalam berbagai tahap siklus kehidupan. Misalnya, jenis-jenis dan kuantitas dukungan sosial dalam fase perkawinan (sebelum sebuah pasangan muda mendapat anak) sangat berbeda dengan dukungan sosial yang dibutuhkan ketika keluarga sudah berada dalam tahap/fase siklus kehidupan terakhir. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

5. Jenis-jenis dukungan keluarga

  Menurut House ( 2000 dalam Smet, 2004) ada lima jenis dukungan dalam keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan jaringan sosial. Lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut :

  1. Dukungan emosinal Merupakan bentuk atau jenis dukungan yang diberikan keluarga dalam memberikan perhatian, kasih sayang, dan empati. Dukungan emosional ini melibatkan empati, perhatian, dan dorongan atau keprihatinan terhadap seseorang. Dukungan emosi adalah dukungan yang dapat membuat seseorang merasa nyaman, tenang, rasa memiliki dan dicintai saat stress (Sarafino, 2004). Wortman, Loftus & Weaver (1999) menyebutkan bahwa berusaha menghibur anggaota keluarga yang sedang berduka atau mengalami kesusahan juga mengalami salah satu bentuk dukungan emosional.

  Friedman, Bowden & Jones (2010) mengatakan bahwa dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga yang harus diterapkan kepada seluruh anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga dengan saling mengasihi, cinta kasih, kehangatan, dan saling mendukung dan menghargai antar anggota keluarga. Pendapat lain yaitu Koentjoro (2002), dukungan emosional merupakan bentuk dukungan yang dapat memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat, mengurangi putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelaianan yang dialaminya.

  2. Dukungan penghargaan Merupakan dukungan dalam memberikan umpan balik dan penghargaan kepada anggota keluarga dengan menunjukan respon positif, yaitu dorongan terhadap gagasan atau perasaan. Dukungan penghargaan keluarga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga terhadap pasien dengan penyakit kronik untuk dapat meningkatkan status psikososialnya.

  Suprajitno (2004) mengemukakan bahwa dukungan penghargaan ini merupakan informasi yang diberikan pada seseorang bahwa dia dihargai dan diakui keberadaannya serta rasa dimiliki dan dicintai oleh orang di sekitarnya. Harga diri seseorang dapat ditingkatkan dengan cara mengkomunikasikan kepada seseorang bahwa dia bernilai dan diterima meskipun tidak luput dari kesalahan.

  3. Dukungan informasi Merupakan suatu dukungan dan bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran, nasehat dan memberikan informasi penting yang dibutuhkan pasien dalam upaya meningkatkan status kesehatannya. House (2000 dalam Smet, 2004) mengatakan bahwa dukungan informasi ini berarti memberi informasi atau mengajarkan suatu keahlian yang dapat memberi solusi terhadap suatu masalah. Sedangkan, Sarafino (2004) menyebutkan bahwa dukungan informasi ini berarti pemberian nasihat, saran dan feedback atau pun umpan balik tentang apa yang sedang dan telah dilakukan seseorang misalnya : pemberian informasi tentang penyakit oleh dokter pada pasien yang membutuhkan informasi tersebut.

  Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010), dukungan informasi yang diberikan keluarga terhadap pasien dengan penyakit kronik merupakan salah satu bentuk fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap pasien. Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi, diantaranya memperkenalkan kepada pasien tentang kondisi penyakit yang dialaminya dan menjelaskan perawatan yang tepat agar pasien termotivasi untuk menjaga dan mengontrol kesehatannya.

  4. Dukungan instrumental Merupakan suatu dukungan penuh keluarga dalam benruk memberikan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu dalam perawatan anggota keluarga (Koentjoro, 2002). Dukungan ini berupa bantuan nyata (tangible aid) atau dukungan alat. Wortman, Loftus & Weaver (1999) berpendapat bahwa tangible assistance dapat berupa bentuk pemberian uang atau makanan kepada seseorang di masa sulit atau kesusahan.

  Menurut Friedman, Bowden & Jones (2010), dukungan ini merupakan fungsi ekonomi dan perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap anggota keluarga. Fungsi ekonomi keluarga merupakan pemenuhan semua kebutuhan anggota keluarga dan anggotanya, sedangkan fungsi perawatan kesehatan keluarga adalah mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga, diantaranya merawat pasien yang sakit, menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan keluarga, dan membawa anggota keluarga ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya. Dukungan jaringan sosial 5.

  Bentuk dukungan ini tampil dalam kondisi dimana sesorang menjadi bagian dari suatu kelompok yang dipercaya memiliki kesamaan dalam bentuk minat, perhatian, kepentingan, dan kegiatan yang disukai. Dukungan ini dapat berupa mengabiskan waktu bersama dengan orang lain dalam aktivitas rekreasional dan waktu senggang. Dukungan ini dapat mengurangi stress dengan memenuhi kebutuhan afiliasi dan kontak dengan orang lain, dengan membantu mengalihkan perhatian seseorang dari kecemasan terhadap masalah atau dengan memfasilitasi suatu suasana hati yang positif.

  Dukungan ini merupakan bentuk fungsi sosialisasi dalam keluarga yang bertujuan untuk mengembangkan dan tempat melatih anggota keluarga untuk berkehidupan sosial (Friedman, Bowden & Jones, 2010).

  Dukungan keluarga sangat berperan dalam menjaga atau mempertahankan intergritas seseorang baik fisik maupun psikologis.

  Deaux & Wrightman (1988 dalam Taylor, 2006) mengatakan bahwa orang yang berada dalam keadaan stress akan mencari dukungan sosial dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut maka diharapkan dapat mengurangi tingkat stres. Selain berperan dalam melindungi seseorang terhadap sumber stres, dukungan keluarga juga memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan seseorang. Seseorang dengan dukungan keluarga yang tinggi akan dapat mengatasi stressnya dengan lebih baik.

  Dukungan keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan psikososial secara keseluruhan. Reinhard (2007) mengatakan bahwa apabila dukungan keluarga yang diterima besar maka daptasi psikososial pasien terhadap suatu penyakit akan semakin baik. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Heinrich, et al (2003) yang meneliti hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas tidur menemukan bahwa pemberian dukungan keluarga yang adekuat berpengaruh secara positif dengan penurunan kadar katekolamin dan kortisol saliva. Dengan penemuan tersebut, berarti pemberian dukungan keluarga dapat mengurangi hormon yang meningkat saat situasi stressfull.

  6. Manfaat dukungan keluarga

  Menurut Johnson & Johnson (dalam Purnama, 2013) ada empat manfaat dukungan sosial, yaitu dukungan sosial dihubungkan dengan pekerjaan akan meningkatkan produktivitas, meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan memberikan rasa memiliki, memperjelas identitas diri, menambah harga diri, dan mengurangi stres, meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik, serta pengelolaan terhadap stress dan tekanan.

  Wills (dalam Friedman, 2010) menyatakan bahwa dukungan keluarga dapat menimbulkan efek penyangga, yaitu dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari stress terhadap kesehatan dan efek utama, yaitu dukungan keluarga yang secara langsung mempengaruhi peningkatan kesehatan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan di kalangan lansia dapat menjaga fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi.

  7. Sumber dukungan keluarga

  Menurut Rook dan Dooley (dalam Kuncoro, 2002) ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non-formal. Sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Dengan demikian, sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial.

  Perbedaan tersebut terletak pada keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan. Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan dan berakar dari hubungan yang telah berakar lama.

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

  Menurut Purnawan (dalam Setiadi, 2008), pemberian dukungan oleh keluarga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang keduanya saling berhubungan.

  1) Faktor internal

  a) Tahap perkembangan Dukungan keluarga yang diberikan ditentukan oleh usia sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan individu. Setiap rentang usia akan memiliki respon yang berbeda pula terhadap kesehatan.

  b) Pendidikan atau tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi persepsi individu terhadap dukungan. Kemampuan berpikir individu akan mempengaruhi dalam memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan kesehatan. Dukungan keluarga yang diberikan kepada penderita filariasis tergantung dari tingkat pengetahuan keluarga. Keluarga yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi akan memberikan dukungan informasional bagi penderita filariasis untuk menjalani pengobatan terkait penyakit filariasis yang diderita.

  c) Faktor emosi Faktor emosional sangat berpengaruh terhadap keyakinannya terhadap dukungan. Individu yang tidak mampu melakukan koping adaptif terhadap adanya ancaman penyakit akan menyangkal adanya gejala penyakit dan tidak mau menjalani pengobatan.

  d) Spiritual Aspek spiritual tampak pada individu saat menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan dan bagaimana hubungannya dengan keluarga atau teman.

  2) Faktor eksternal

  a) Praktik di keluarga Cara dan bentuk dukungan yang diberikan keluarga akan mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

  b) Faktor sosioekonomi Faktor sosioekonomi dapat memungkinkan risiko terjadinya penyakit dan sangat berpengaruh terhadap individu dalam melaksanakan kesehatannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi biasanya akan lebih tanggap terhadap tanda dan gejala penyakit.

  c) Latar belakang budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk dalam melaksanakan kesehatan. Keyakinan keluarga dan masyarakat selama ini menganggap bahwa filariasis adalah penyakit menular, hal ini akan berpengaruh pada rendahnya dukungan keluarga yang diberikan untuk penderita filariasis.

  D.

  

Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Depresi Pada Penderita

Filariasis

  Penyakit menular (emerging diseases) berdasarkan pendekatan epidemiologi merupakan masalah kesehatan yang masih dialami oleh negara- negara berkembang terutama di wilayah endemis. Penyakit filariasis merupakan salah satu penyakit menular di wilayah endemis yang masih tetap tinggi angka kejadiannya (Depkes, 2006). Tingginya angka kejadian filariasis akan berdampak besar terhadap kehidupan penderita, keluarga dan masyarakat. Penyakit filariasis akan berdampak kepada penderita terhadap berbagai segi mulai dari fisik, psikologis, ekonomi dan sosial (Friedman, 2010). Segi fisik penderita akan mengalami kecacatan, pada segi mental penderita filariasis akan mengalami perasaan malu serta depresi, pada segi ekonomi penderita cenderung kehilangan pekerjaan dan mengalami kemiskinan dan pada segi sosial yaitu penderita dikucilkan dan diabaikan oleh masyarakat. Perilaku masyarakat yang cenderung mengucilkan dan isolasi sosial kepada penderita filariasis sehingga menyebabkan depresi pada penderita filariasis (Friedman, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Suliswati (2005) mendapatkan hasil bahwa penderita filariasis merasa sedih dan kecewa pada diri sendiri saat mendapatkan diagnosa filariasis. Perasaan sedih dan kecewa tersebut merupakan respon terhadap depresi yang sedang dialami yang ditunjukkan dengan sikap putus asa, menarik diri dan kesedihan yang mendalam.

  Depresi mempunyai pengaruh besar terhadap penurunan kualitas hidup penderita filariasis, sehingga penatalaksanaan depresi secara dini sangat diperlukan. Salah satu bentuk intervensi untuk mengatasi depresi penderita filariasis yaitu berupa dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga.

  Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat sehingga dukungan keluarga diperlukan untuk mencegah ancaman kesehatan mental dan mangatasi gangguan psikologis individu. Individu yang mendapatkan dukungan keluarga yang tinggi akan memiliki perasaan optimis dalam menjalani kehidupannya saat ini dan masa akan datang, lebih mampu memenuhi kebutuhan psikologis dan mampu menekan gejala-gejala depresi yang muncul (Friedman, 2010).

E. Kerangka Teori

  Berdasarkan pembahasan materi diatas, pada bagian akhir bab ini akan dijelaskan kerangka teori penelitian, seperti pada gambar 2.1 berikut.

  65 Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian (Depkes, 2006; Sobur, 2003; Stuart , 2006 (dimodifikasi) )

  7. Kehilangan pekerjaan dan pendapatan rumah tangga

  3. Merasa terganggu Depresi Definisi Perasaan sedih yang mendalam Sobur, 2003 Faktor Penyebab

  1. Faktor Keluarga

  2. Faktor genetic

  3. Faktor Psikososial

  4. Usia

  5. Jenis kelamin

  6. Status perkawinan

  8. Dukungan keluarga

  1. Merasa jijik, ngeri takut terhadap penderita

  a. Dukungan emosional

  b. Sukungan penilaian

  c. Dukungan instrumental

  d. Dukungan informasional

  9. Pendidikan

  10. Suku Stuart, 2006 Depresi

  1. Depresi ringan

  2. Depresi sedang

  2. Menjauhi penderita dan keluarga

  5. Masalah sosial ekonomi Masyarakat:

  Filariasis Definisi Penyakit infeksi menahun (Depkes, 2006) Penyebab

  4. Filarial abses

  Cacing Filaria Depkes, 2006 Cara Penularan Ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk (Culex, Anapheles, mansonia) Depkes (2006) Tipe Filariasis

  1. Filariasis limfatik

  2. Filariasis Subkutan

  3. Filariasis rongga serosa Depkes (2006) Tanda dan gejala

  1. Demam berulang selama 3-5 hari

  2. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka)

  3. Radang saluran kelenjar getah bening terasa panas dan sakit

  5. Pembesaran yang menetap pada alat kelamin, tungkai dkk Depkes RI (2006)

  4. Takut diasingkan oleh

masyarakat

  

Dampak Filariasis

Depkes RI (2006)

Penderita

  1. Fisik : kecacatan

  

2. Psikologis :

  3. Ekonomi : kemiskinan

  4. Sosial : isolasi sosial

DEPRESI

Keluarga

  1. Panik

  2. Cari pertolongan ke dukun

  

3. Takut tertular

  3. Depresi berat Stuart, 2006 Hubungan Antara Dukungan..., Sofia Monic Nurani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

  Hubungan Antara Dukungan..., Sofia Monic Nurani, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

  37

F. Kerangka Konsep

  Kerangka Konsep yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut: Var. Independen Var. Dependen

  Dukungan keluarga Depresi

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

  (Hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada penderita filariasis di Kota Pekalongan)

G. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian (Ha) merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2005). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: