Matriks Pendanaan APBD Kabupaten Kepulauan Sula (Ribu Rupiah)
5.1 Potensi Pendanaan APBD
Realisasi pendapatan Kepulauan Sula tahun 2015 dari data APBD mencapai Rp. 750.484.284.460. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 50,3 persen dari yang tahun sebelumnya yang penerimaan pendapatanKepulauan Sula berjumlah Rp. 499.256.821.000. Bagian terbesar dari realisasi penerimaan APBD berasal daridana perimbangan sebesar Rp. 663.622.946.000 atau sebesar 88,4 persen dari total penerimaan APBD.
Realisasi belanja pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2015 mencapai Rp. 786.777.247.030, pengeluaran lebih besar dibandingkan pendapatan yang diterima oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula. Jika dibandingkan dengan data tahun lalu, tahun 2015 mengalami peningkatan belanja sebesar 78,6 persen. Bagian terbesar dari realisai belanja pemerintah berasal dari belanja langsung, yaitu sebesar Rp. 516.767.160.990 atau sebesar 65,7 persen dari total realisasi belanja APBD.
Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula Menurut Jenis Belanja (ribu rupiah), 2014−2015
Jenis Belanja 2014 2015 1
1. Belanja Tidak Langsung Indirect Expenditure 184 595 381,60 270 010 086,04
1.1 Belanja Pegawai/ Personnel expenditure 173 727 155,20 212 922 707,84
1.2 Belanja Bunga/ Retributions
1.3 Belanja Subsidi Subsidies Expenditure 2 506 541,00
1.4 Belanja Hibah/Grant 250 000,00 23 875 000,00
1.5 Belanja Bantuan Sosial Social Expenditure 3 883 625,00 377 893,20
1.6 Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/Kota
Sharing Fund Expenditure to Provincial/District/City and Village Government
1.7 Belanja Bantuan Keuangan kepada Provinsi/ 3 828 160,4 30 434 485,00 Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa
Financial Assistance Expenditure to Provincial/ District/City and Village Government
1.8 Belanja Tidak Terduga Unpredicted Expenditure 399 900,00 2 400 000,00
2. Belanja Langsung Direct Expenditure 255 881 633,14 414 605 526 647
2.1 Belanja Pegawai/ 28 636 760,50 33 448 224 400
Personnel expenditure
2.2 Belanja Barang dan Jasa Goods and Services 108 254 837,08 152 437 392 109
Expenditure
2.3 Belanja Modal Capital expenditure 118 990 035,56 228 719 910 138
Jumlah Total 440.477.014,74 786.777.247,03 V - 1 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
Matriks Pendanaan APBD Kabupaten Kepulauan Sula (Ribu Rupiah) V - 2 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
5.2 Potensi Pendanaan APBN
Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi, penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, serta bencana alam. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional
Matriks Pendanaan APBD Kabupaten Kepulauan Sula (Ribu Rupiah) embahasan mengenai aspek keuangan pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kabupaten Kepulauan Sula, yang meliputi: 1.
Pembelanjaan untuk pengoperasiaan dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun; 2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada;
V - 3 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru.
Pembahasan aspek ekonomi disini dilakukan dengan memperhatikan hasil total atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut.
Dalam pembahasannya, aspek keuangan dan rencana peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Kepulauan Sula ini akan dibahas mengenai beberapa kajian sebagai berikut : 1.
Dasar-dasar Aspek Keuangan Daerah; 2. Profil Keuangan Kabupaten Kepulauan Sula; 3. Analisis Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah; 4. Rencana Pembiayaan Program; dan 5. Rencana Peningkatan Pendapatan Daerah.
DASAR-DASAR ASPEK KEUANGAN DAERAH 6.1.
Dasar-dasar keuangan daerah terdiri dari komponen penerimaan daerah, komponen pengeluaran belanja daerah, dan komponen pembiayaan. Secara keseluruhan dasar-dasar aspek keuangan daerah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 6.1.1.
KOMPONEN PENERIMAAN DAERAH
Komponen Penerimaan Pendapatan adalah penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan kekayaan bersih. Dimana komponen penerimaan daerah ini terdiri atas : a.
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
b.
Dana Perimbangan.
c.
Pendapatan Lainnya. Secara keseluruhan, ketiga komponen penerimaan daerah diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
A. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD merupakan semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali, atau dalam pengertian lainnya adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Secara keseluruha Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari : 1.
Pajak Daerah
V - 4 KABUPATEN KEPULAUAN SULA Pajak-pajak Daerah diatur oleh UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang antara lain bersumber dari beberapa pajak sebagai berikut : a.
Pajak Kendaraan Bermotor; b. Pajak Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bea Balik Nama; d.
Pajak Bahan Bakar; e. Pajak Pengambilan Air Tanah; f. Pajak Hotel; g.
Pajak Restoran; h. Pajak Hiburan; i. Pajak Reklame; j. Pajak Penerangan Jalan; k.
Pajak Galian Golongan C; l. Pajak Parkir; dan m.
Pajak lain-lain.
2. Retribusi Daerah Retribusi Daerah diatur oleh UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yang antara lain bersumber dari beberapa retribusi sebagai berikut : a.
Retribusi Pelayanan Kesehatan; b. Retribusi Pelayanan Persampahan; c. Retribusi Biaya Cetak Kartu; d.
Retribusi Pemakaman; e. Retribusi Parkir di Tepi Jalan; f. Retribusi Pasar; g.
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemadam Kebakaran; dan lain-lain.
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain berupa hasil deviden BUMD.
4. Lain-lain PAD yang sah Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain terdiri dari pendapatan sebagai berikut :
V - 5 KABUPATEN KEPULAUAN SULA a.
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa giro; c. Pendapatan bunga; d.
Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi : 1.
Jenis Pajak Propinsi, terdiri atas : a.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota, terdiri atas: a.
Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; g.
Pajak Parkir; h. Retribusi, dirinci menjadi :
Retribusi Jasa Usaha Retribusi Perijinan Tertentu
Retribusi Jasa Umum
B. DANA PERIMBANGAN
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.
V - 6 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
V - 7 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
Pertambangan umum;
Kehutanan;
Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam, terdiri dari :
b.
Pajak Penghasilan Badan maupun Pribadi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan
Bagi Hasil Pajak (BHP), terdiri dari :
Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan, antara lain :
Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam, dimana dana bagi hasil secara rinci terbagi atas : a.
Secara keseluruhan Dana Perimbangan terdiri atas 3 (tiga) jenis dana, yakni : 1.
3. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.
Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memper-hatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
2. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
1. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyeleng-garaan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Perikanan;
Penambangan minyak bumi;
Pertambangan gas bumi; dan
Pertambangan panas bumi.
2. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk memeratakan kemampuan keuangan antar daerah dan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.
DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Keduanya adalah : a.
Celah Fiskal Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap Daerah. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan: jumlah penduduk
luas wilayah
Indeks Kemahalan Konstruksi Produk Domestik Regional Bruto per kapita
Indeks Pembangunan Manusia.
Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan Kapasitas Fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Celah fiskal dihitung berdasarkan
V - 8 KABUPATEN KEPULAUAN SULA selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kota/ kabupaten dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/kota. Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah Fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
b.
Alokasi Dasar Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan. Alokasi DAU secara proporsional menggunakan rumus sebagai berikut:
Bobot daerah bersangkutan Besarnya DAU masing- = x Jumlah DAU untuk daerah masing daerah
Jumlah bobot seluruh daerah 3.
Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi, penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, serta bencana alam. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu yang
V - 9 KABUPATEN KEPULAUAN SULA memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria umum dihitung untuk melihat kemampuan APBD untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan dalam rangka pembangunan Daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi dengan belanja pegawai.
a.
Kemampuan Daerah (APBD) Penilaian kemampuan daerah dihitung sebagai berikut :
Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD Belanja pegawai ̶ Penerimaan Umum APBD = PAD + DAU + ( DBH
- – DBHR) DBH = Dana Bagi Hasil DBHR = Dana bagi Hasil yang dibagikan merata untuk daerah Belanja Pegawai = Belanja Pegawai Pegawai Negeri Sipil Daerah
Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah. Karakteristik Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. peraturan perundang- undangan adalah Undang-Undang Kriteria teknis antara lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis.
b.
Dana Pendamping Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10 (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Namun Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping
C. LAIN-LAIN PENDAPATAN
Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman daerah. Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat.
V - 10 KABUPATEN KEPULAUAN SULA Pendapatan Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.
Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepan-jangan yang dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri atas : 1.
Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.
2. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam.
3. Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.
4. Dana Penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.
5. Bantuan Keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
6.1.2. KOMPONEN PINJAMAN DAERAH
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah. Ketentuan dalam pinjaman daerah ini antara lain :
A. BATASAN PINJAMAN
V - 11 KABUPATEN KEPULAUAN SULA Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran Berikutnya. Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.
B. SUMBER PINJAMAN
Pinjaman Daerah bersumber dari: 1.
Pemerintah; 2. Pemerintah Daerah lain; 3. Lembaga keuangan bank; 4. Lembaga keuangan bukan bank; 5. Masyarakat. Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.
C. JENIS DAN JANGKA WAKTU PINJAMAN
Jenis Pinjaman terdiri atas, 1.
Pinjaman Jangka Pendek; 2. Pinjaman Jangka Menengah; 3. Pinjaman Jangka Panjang.
Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam jasa tidak dilakukan pada saat barang dan atau jasa dimaksud diterima. Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
V - 12 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
V - 13 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
D. PENGGUNAAN PINJAMAN
Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.
E. PERSYARATAN PINJAMAN
Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan: 1.
Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
2. Rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah 3.
Daerah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
6.1.3. PENGELUARAN BELANJA
Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Belanja Daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
A. PENGERTIAN
Pengertian Belanja menurut jenis belanja antara lain : 1.
Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2. Belanja Barang adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan.
3. Belanja Bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) atas kewajiban penggunaan pokok hutang (principal outstanding) yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek dan jangka panjang.
4. Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat.
5. Hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus- menerus.
6. Bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.
7. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
8. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.
B. KOMPONEN PENGELUARAN BELANJA
Komponen pengeluaran belanja secara menyeluruh terdiri dari 4 (empat) jenis pembelanjaan, keempat jenis pembelajaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Belanja Operasi 2.
Belanja Modal 3. Tranfer ke Desa/kelurahan 4. Belanja tak Terduga.
Sub-komponen dari keempat Pengeluaran Belanja Daerah diatas meliputi: 1.
Belanja Operasi a.
Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Belanja Bunga d. Belanja Subsidi
V - 14 KABUPATEN KEPULAUAN SULA
C. PEDOMAN PERENCANAAN BELANJA
c.
Belanja penunjang kegiatan DPRD.
d.
Uang jasa pengabdian.
c.
Tunjangan kesehatan.
b.
Penghasilan pimpinan dan anggota DPRD.
3. Belanja DPRD meliputi: a.
Tolak ukur kinerja.
d.
Standar harga.
V - 15 KABUPATEN KEPULAUAN SULA e.
Belanja Hibah f. Belanja Bantuan Sosial 2. Belanja Modal a.
b.
Standar pelayanan minimal.
2. Belanja daerah disusun berdasarkan a.
Fasilitas umum.
c.
Fasilitas sosial.
b.
Pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan.
Belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkan kewajiban daerah dalam meningkatkan kualitas kehidupam masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan : a.
Perencanaan belanja daerah mengikuti pedoman sebagai berikut : 1.
Bagi hasil Pajak b. Bagi Hasil Retribusi c. Bagi Hasil Pendapatan Lainnya 4. Belanja tak Terduga
Belanja Tanah b. Belanja Peralatan dan mesin c. Belanja Gedung dan bangunan d. Belanja Jalan dan Jaringan e. Belanja Aset Tetap Lainnya f. Belanja Aset Lainnya 3. Transfer ke Desa/Kelurahan a.
Standar analisis belanja. Anggaran tersebut harus mencerminkan efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.
4. Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah
Anggaran Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah harus mencerminkan efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.
D. KELOMPOK BELANJA
Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006, Belanja Daerah dibagi ke dalam dua kelompok, yakni :
1. Kelompok Belanja Tidak Langsung Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Tidak Langsung terdiri dari : a.
Belanja Pegawai; b. Belanja Bunga; c. Belanja Subsidi; d. Belanja Hibah; e. Belanja Bantuan Sosial; f. Belanja Bagi Hasil; g.
Belanja Bantuan Keuangan; h. Belanja tak Terduga.
2. Kelompok Belanja Langsung Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Langsung terdiri dari : a.
Belanja Pegawai; b. Belanja Barang dan Jasa; c. Belanja Modal.
6.1.4. KOMPONEN PEMBIAYAAN
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Dengan demikian, Pembiayaan Daerah terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Selisih dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan disebut Pembiayaan Netto dan jumlahnya harus dapat menutup defisit anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas
V - 16 KABUPATEN KEPULAUAN SULA Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. Secara keseluruhan untuk Komponen Pembiayaan Daerah diatur dalam beberapa sub komponen sebagai berikut :
1. Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari : a.
Penggunaan SILPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya; b. Pencairan dana Cadangan;
c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d.
Pinjaman dalam Negeri-Pemerintah Pusat;
e. Pinjaman dalam Negeri-Pemda lain;
f. Pinjaman dalam Negeri-Bank;
g. Pinjaman dalam Negeri-Non bank;
h. Pinjaman dalam Negeri-Obligasi; i. Pinjaman dalam Negeri-Lainnya; j. Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara; k. Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan daerah; l. Penerimaan kembali pinjaman kepada Pemda Lainnya.
2. Pengeluaran Pembiayaan, terdiri dari : a.
Pembentukan dana cadangan; b. Penanaman modal Pemerintah daerah; c. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Pemerintah Pusat; d.
Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Pemda Lainnya; e. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Bank; f. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Non Bank; g.
Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Obligasi; h. Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya; i. Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara; j. Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah; k.
Pemberian Pinjaman kepada Pemda Lainnya.
PROFIL KEUANGAN KABUPATEN KEPULAUAN SULA 6.2.
V - 17 KABUPATEN KEPULAUAN SULA Profil keuangan daerah dalam penyusunan RPIJMD ini bertujuan untuk membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan Investasi Program di Bidang Pekerjaan Umum/Ciptakarya di Kabupaten Kepulauan Sula.
Profil Keuangan Kabupaten Kepulauan Sula secara keseluruhan terdiri dari 2 (dua) komponen bahasan, yakni perekonomian wilayah dan keuangan daerah. Dimana untuk komponen perekonomian wilayah akan dikaji mengenai struktur ekonomi, tingkat inflasi, eksport import, dan PDRB Kabupaten Kepulauan Sula dalam time series data terakhir. Sedangkan untuk komponen keuangan daerah akan dikaji mengenai pendapatan daerah dan realisasi pembelanjaan daerah melalui APBD Kabupaten Kepulauan Sula berdasarkan time series data terakhir. Gambaran umum kondisi keuangan daerah dipergunakan untuk mengetahui: 1.
Struktur anggaran pendapatan dan belanja daerah yang mencakup : a.
Struktur Penerimaan Daerah b. Struktur belanja daerah 2. Trend perkembangan penerimaan.
3. Trend besaran penerimaan dana pembantuan dari pemerintah atasan.
4. Profil perkembangan APBD.
5. Keuangan Perusahaan Daerah.
6.2.1. PEREKONOMIAN WILAYAH
Berdasarkan kajian dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula, Perekonomian Kabupaten Kepulauan Sula tumbuh sebesar 5,14%, dan semua sektor perekonomian mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 10,32%, sedangkan sektor pertanian tumbuh sebesar 5,44% dan sektor industri pengolahan tumbuh sangat kecil 0,2%. Kondisi ini mengharuskan Kabupaten Kepulauan Sula mengkaji dan mengembangkan secara lebih fokus industri-industri pengolahan yang ada di daerah. Sedangkan pendapatan perkapita Kabupaten Kepulauan Sula relatif masih kecil dibandingkan dengan pendapatan perkapita provinsi atau nasional, namun dalam perkembangnnya hingga tahun 2006 menunjukan peningkatan, tahun 2006 pendapatan perkapita mencapai Rp. 2.704.311 atau menigkat 9,66% bila dibandingkan tahun 2005.
A. STRUKTUR EKONOMI, TINGKAT INFLASI, DAN EKSPORT-IMPORT
Struktur ekonomi Kabupaten Kepulauan Sula didominasi oleh tiga sektor utama yakni sektor pertanian, industri pengolahan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Peranan dari ke tiga sektor ini sekitar 81,82% terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Kepulauan Sula, dan selama periode 2000
- – 2006 pola pergeserannya tetap tidak banyak mengalami perubahan. Ini berarti ketiga sektor ini menjadi sektor basis yang harus terus dikembangkan dan menjadi leading sektor perekonomian daerah yang akan menarik sektor lain untuk tumbuh dan berkembang juga.
V - 18 KABUPATEN KEPULAUAN SULA Sektor pertanian tetap menjadi sektor andalan Kabupaten Kepulauan Sula dengan sumbangannya mencapai 40,22% dari total PDRB Kabupaten. Sektor perdagangan, hotel, restoran menempati peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 22,11% dengan basis pada sub sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 98% terhadap pertumbuhan sektor ini. Sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar 18,95%.
Tingkat infalsi di Kabupaten Kepulauan Sula selama tahun 2006 mengalami peningkatan, ini menunjukan bahwa daerah belum mampu mempertahankan kestabilan harga barang-barang di daerah, hal ini dimungkinkan dengan kondisi Kabupaten Kepulauan Sula yang sangat terbatas terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang masuk kedalam Kabupaten dan produksi yang dihasilkan oleh daerah. Pada tahun 2006 indeks harga implisit PDRB Kabupaten Kepulauan Sula sebesar 128,98%, lebih tinggi dibanding tahun 2005 yaitu sebesar 120,44%. Ini berarti telah terjadi kenaikan tingkat inflasi mencapai 8,42% selama tahun 2006.
Kabupaten Kepulauan Sula merupakan salah satu daerah konsumtif, karena hampir sebagian besar kebutuhan pokok seperti barang strategis (peralatan, perlengkapan dan barang-barang yang digunakan untuk pengembangan usaha/industri seperti semen, pupuk, dan lain-lain) dan barang konsumsi (sandang, pangan dan papan) masih didatangkan dari luar, untuk komoditas perkebunan yang memang pasarnya potensi untuk ekspor. Kopra merupakan komoditi yang cukup besar di ekspor oleh Kabupaten Kepulauan Sula mencapai sebesar 71.280.000 Kg, Kayu Lapis sebesar 21.932,827 Ton, Kayu Olahan sebesar 7.344.606 M3, Kayu Bulat sebesar 11.565 M3, Pala sebesar 68.000 Kg, dan Coklat sebesar 3.911.000 Kg.
B. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)
Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja meratakan pembagian pendapat masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Salah satu indikator terpenting untuk melihat seberapa besar pembangunan ekonomi berjalan adalah dari kajian PDRB. PDRB merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu daerah yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu tanpa memperhatikan apakah faktor produksi dimiliki oleh daerah atau di luar daerah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kepulauan Sula atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 mencapai nilai 344.824 juta rupiah, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar 267.338 juta rupiah. Sebagaimana PDRB Kabupaten Kepulauan Sula pada tahun-tahun sebelumnya, PDRB pada tahun 2006 masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industry. Sektor pertanian menduduki peringkat pertama dengan kontribusi sebesar 40,22%, disusul secara berturut-turut oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 22,11%, Sektor Industri Pengolahan sebesar 18,95%, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 10,24%, Sektor Jasa-Jasa sebesar 5,53%, Sektor Keuangan,
V - 19 KABUPATEN KEPULAUAN SULA Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 3,08%, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 0,86%, Sektor Bangunan sebesar 0,75%, Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,26%. Untuk lebih jelasnya mengenai PDRB Kabupaten Kepulauan Sula atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha Tahun 2003
- –2007 dan atas dasar harga konstan Tahun 2000 menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 6.1. dan Tabel 6.2
TABLE 6.1.
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN SULA ATAS DASAR HARGA BERLAKU
MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN 2003- – 2007 (JUTA RIPIAH) NO LAPANGAN USAHA 2003 2004 2005 2006* 2007*
1 PERTANIAN 93,795.79 102,922.20 116,489.70 138,672.00 151,605.27
a.Tanaman Bahan Makanan 21,610.59 24,598.42 27,762,23 31,333.00 33,031.52 b.Tanaman Perkebunan 47,277.61 47,536.98 49,612.80 58,616.00 67,480.45 c.Peternakan dan Hasil 3,558.78 4,295,28 5,181.18 6,250.00 6,348.27- – Hasilnya d.Kehutanan 6,103.24 9,801.12 15,605.50 22,347.00 22,709.44 e.Perikanan 15,245.57 16,690.41 18,327.99 20,126.00 22,035.59
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 331.21 620.17 751.86 912.00 971.51
a.Penggalian 331.21 620.17 751.86 912.00 971.513 INDUSTRI PENGOLAHAN 58,662.40 59,012.00 62,954.51 65,346.00 68,232.94 a.Industri Tanpa Mgas*) 58,662.40 59,012.00 62,954.51 65,346.00 68,232.94
4 LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 1,617.10 2,027.97 2,531.13 2,967.00 3,331.50
a.Listrik 462.14 535.89 614.48 705.00 743.42 b.Air Bersih 1,154.97 1,492.08 1,916.65 2,262.00 2,588.08
5 BANGUNAN 2,210.14 2,215.00 2,389.47 2,578.00 2,953.43
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 53,701.70 60,638.99 67,981.20 76,243.00 89,029.23
a.Perdagangan Besar dan Restoran 52,638.83 59,437.39 66,598.47 74,622.00 87,213.21 b.Hotel416.84 551.60 729.52 965.00 1,032.35 c.Restoran 646.03 650.00 653.21 656.00 783.67
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 17,656.43 23,251.16 32,241.70 35,297.00 39,497.67
a.Pengankutan 12,660.28 14,473.20 16,842.03 19,580.00 21,909.42 2,477.92 3,138.65 3,960.58 4,298.00 4,589.84Angkutan Jalan Raya 1.
6,034,30 6,636.68 7,449.79 8,363.00 9,231.86 Angkutan Laut
2.
478.59 648.25 850.73 1,016.00 1,049.47 Angkutan Sungai, Danau & Penyelor
3.
2,768.11 2,803.44 2,847.49 3,892.00 4,670.08
4. Angkutan Udara 901,36 1,246.17 1,733.44 2,011.00 2,368.17
5. Jasa penunjang Angkutan b.Komunikasi 4,996.15 8,777.96 15,399.67 15,717.00 17,588.25 4,996.15 8,777.96 15,399.67 15,717.00 17,588.25 Pos dan Telokomunikasi
1.
0.00
0.00
0.00
0.00 Jasa Penunjang Komunikasi 2.
8 KEUANGAN PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 8,263.73 9,211,37 9,888.37 10,622.00 11,998.36
a.Bank 1,432.37 1,449.00 1,464.55 1,480.00 1,722.82 b.Lembaga Keungan Tanpa Bank 1,039.18 1,150.60 1,277.92 1,419.00 1,631.39 c.Sewa Bangunan 5,619.98 6,433.77 6,962.31 7,534.00 8,442.62 d.Jasa Perusahaan 172.19 178.00 183.59 189.00 201.53
9 JASA - JASA 10,616.91 10,831.89 11,004.64 12,187.00 13,576.88
a.Pemerintah Umum 7,536.35 7,584.86 7,597.78 8,611.00 9,616.41V - 20 KABUPATEN KEPULAUAN SULA b.Swasta 3,060.56 3,247.03 3,406.86 3,576.00 3,960.47 1,103.50 1,186.89 1,270.43 1,360.00 1,498.54
1. Sosial Kemasyarakatan 893.11 947.09 996.73 1,049.00 1,149.32
2. Hiburan dan Rekreasi 1,083.95 1,113.05 1,139.69 1,167.00 1,312.61
3. Perorangan & Rumah Tangga
PDRB 246,845.41 270,730.75 306,232.58 344,824.00 381,178.79
- *) Angka Sementara Sumber : Hasil Olahan Data Tahun 2009
KONSTAN 2000 MENURUT LAPANGAN USAHA TAHUN 2003 – 2007 (JUTA RIPIAH) NO LAPANGAN USAHA 2003 2004 2005 2006* 2007*
1 PERTANIAN 85,348.60 88,600.73 90,486.82 95,411.00 102,706.37
a.Tanaman Bahan Makanan 19,453.97 20,040.58 20,468.52 20,906.00 21,214.34 b.Tanaman Perkebunan 45,564.00 47,406.00 48,007.05 51,780.00 58,155.19 c.Peternakan dan Hasil 3,122.00 3,125.00 3,126.18 3,127.00 3,163.27- – Hasilnya d.Kehutanan 6,063.09 6,662.33 7,236.70 7,672.00 7,739.06 e.Perikanan 11,445.53 11,376.82 11,648.37 11,926.00 12,434.51
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 274.00 313.74 336.60 341.00 360.90