Brief 2 Oktober 2018 Pengendalian Pencemaran STB PLTU Batubara

  | | Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara September 2018 #2 MEMASTIKAN

PEMENUHAN KEWAJIBAN

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

STB: PLTU BATUBARA

  Oleh: Margaretha Quina, Annisa Erou

  ICEL

  Dengan tambahan kapasitas 21.000 MW PLTU-B baru yang akan dibangun, angka kematian dini diperkirakan turut melonjak menjadi sekitar 15.700 jiwa/tahun. ektor energi, terutama PLTU Batubara (PLTU-B), merupakan salah satu sektor yang cukup signifikan dalam pengendalian pencemaran udara. PLTU-B yang sekarang beroperasi diperkirakan

  Dengan tambahan kapasitas

21.000 MW PLTU-B baru yang akan dibangun, angka kematian dini diperkirakan turut melonjak menjadi

sekitar 15.700 jiwa/tahun. Biaya kesehatan yang akan timbul mencapai Rp 351 triliun untuk setiap tahun

  1 S menyebabkan 6.500 kematian dini setiap tahunnya di Indonesia.

  2 operasinya.

  

Figur terbesar terdiri dari masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU-B. Hal ini menunjukkan masalah

ketidakadilan lingkungan yang kental: sekelompok orang harus menanggung beban pencemaran

lingkungan yang jauh lebih besar sebagai konsekuensi pasokan energi untuk publik (termasuk industri)

secara luas.

  

Masyarakat, akademisi dan pemerhati lingkungan dapat berkontribusi dalam memastikan pengendalian

pencemaran udara sebaik mungkin dari PLTU-B ini. Sebagaimana dijelaskan dalam seri sebelumnya,

“Mengenal Kerangka Pengaturan Pencemaran Udara di Indonesia,” Indonesia telah memiliki kerangka

dasar pengendalian pencemaran udara. Kerangka dasar ini, walaupun sederhana, telah memberikan

ruang interpretasi yang cukup bagi pemerintah untuk menerjemahkan dalam peraturan pelaksana yang

lebih progresif dan ketat. Dalam hal ini, terdapat instrumen atur dan awasi (command and control) yang

telah berlaku bagi PLTU Batubara, yaitu:

  1. AMDAL dan UKL-UPL;

  2. Perizinan;

  3. Peraturan perundang-undangan terkait; dan 4. Pengawasan.

  

1 Estimasi yang dilakukan Universitas Harvard menunjukkan penyebab utama dari kematian dini ini termasuk stroke (2.700), penyakit

jantung iskemik, kanker paru-paru (300), penyakit paru obstruktif kronik (400), serta penyakit pernafasan dan kardiovaskular lainnya

(800). Lih: Greenpeace Indonesia (2015) The True Cost of Coal.

  2 Greenpeace Indonesia (2015) The True Cost of Coal. icel.or.id

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

  

Untuk PLTU-B yang telah beroperasi, memanfaatkan tiga instrumen ini agar dipatuhi sebaik-baiknya

merupakan salah satu cara untuk memastikan ketaatan penuh, bahkan lebih dari taat, dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

  Instrumen 1: AMDAL dan UKL-UPL Kewajiban hukum PLTU-B dalam pengendalian pencemaran udara secara detail, proyek per proyek, dapat ditemui dalam dokumen lingkungan hidup. Dalam hal ini,

  3 terdapat dua kemungkinan: pada AMDAL (khususnya bagian Rencana Pemantauan

  4 Dampak dan Rencana Pengelolaan Dampak) atau UKL-UPL. Baik AMDAL maupun UKL-UPL merupakan studi mengenai dampak lingkungan yang akan ditimbulkan usaha dan/atau kegiatan, serta pengelolaan lingkungan yang dilakukan. Bedanya, pada AMDAL, kajian lebih komprehensif dan memperhitungkan rona awal lingkungan hidup (baseline condition ) dalam memprakirakan dampak.

  PLTU-B merupakan salah satu usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL apabila:

  5

  1. Kapasitasnya > 100 MW (dalam satu lokasi)

  6

  2. Dilakukan di dalam kawasan lindung; atau

  7

  3. Berbatasan dengan kawasan lindung

PLTU-B dengan kapasitas di bawah 100 MW memang tidak perlu membuat AMDAL, namun wajib memiliki

UKL-UPL.

Bagian yang relevan untuk mengetahui kewajiban usaha dan/atau kegiatan dalam kedua dokumen ini

  8

sama, yaitu pada “Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan” (RKL-RPL).

  

Inilah acuan utama untuk menentukan apa saja kewajiban hukum yang telah diberikan bagi PLTU-B,

serta apakah kewajiban tersebut telah dipatuhi atau dilanggar.

Selebihnya mengenai RKL-RPL dalam konteks pengendalian pencemaran udara PLTU-B akan dijelaskan

di Lampiran 1: “Bagaimana RKL-RPL Berfungsi dalam Pengawasan Ketaatan PLTU-B?”

  3 AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

  4 UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

  5 Permen LH No. 5 Tahun 2012 tentang Kegiatan Wajib AMDAL.

  6 Pasal 3 ayat (1) Permen No. 5 Tahun 2012. Kawasan lindung yang dimaksud merujuk pada Lampiran III Permen No. 5 Tahun 2012.

  7 Ibid.

  8 Yang dimaksud dengan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan

hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) adalah upaya

pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Lihat: PP No. 27 Tahun

2012.

  Oktober 2018 #2

  Instrumen 2: Izin Lingkungan Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL merupakan subjek yang juga wajib izin lingkungan. Izin lingkungan merupakan prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam izin lingkungan, pada umumnya terdapat kewajiban hukum yang dibebankan kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk mematuhi RKL-RPL, ANDAL dan KA-ANDAL yang telah disetujui. Izin lingkungan berlaku sepanjang

  9

usaha dan/atau kegiatan berlangsung, yaitu 30 tahun untuk PLTU-B. Kecuali, jika mengalami perubahan

kondisi-kondisi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 dan 51 PP No. 27 Tahun 2012, dimana izin

  10 lingkungan wajib diubah.

  

Apabila ditemukan ketidaktaatan terhadap izin lingkungan, maka terdapat konsekuensi berupa sanksi

administrasi, yang dapat diberikan secara berjenjang atau kumulatif, berupa teguran tertulis, paksaan

  11

pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin. Apabila ketidaktaatan tersebut sampai menyebabkan

pencemaran pada udara ambien, maka konsekuensinya tidak hanya sanksi administrasi, melainkan juga

  12 sanksi pidana.

  

Selain itu, izin lingkungan juga dapat dibatalkan oleh pemberi izin apabila kewajiban yang ditetapkan

dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau

  14

  13 kegiatan. Mekanisme pembatalan ini sebagaimana diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan.

  Instrumen 3: Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan Lain Selain AMDAL, UKL-UPL dan Izin Lingkungan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan juga dibebani kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya, sekalipun tidak diatur atau ditegaskan dalam RKL-RPL, kewajiban-kewajiban ini tetap berlaku. Terdapat 2 (dua) peraturan utama di bidang pengendalian pencemaran udara yang

membebankan kewajiban bagi penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dalam hal pengendalian

pencemaran udara di luar yang ditentukan AMDAL atau UKL-UPL:

  1. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 PP No. 41 Tahun 1999 membebankan kewajiban secara umum, tidak hanya bagi penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan, namun juga bagi pemerintah. Kewajiban utama penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang secara khusus disebutkan dalam PP No. 41 Tahun 1999 antara lain: mematuhi baku mutu emisi yang sesuai peraturan perundang-undangan (kecuali ditentukan lain dalam

  9 Sesuai dengan jangka waktu berlaku Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, yaitu 30 (tiga puluh) tahun.

  10 Lihat Pasal 50 dan 51 PP No. 27 Tahun 2018.

  11 Pasal 76 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009.

  12 Pasal 98 dan 99 UU No. 32 Tahun 2009.

  13 Pasal 37 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2009.

  14 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Adminsitrasi Pemerintahan. icel.or.id

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

  AMDAL), menaati ketentuan baku mutu udara ambien, menaati persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak, melakukan kewajiban-kewajiban terkait pengawasan, dan menyampaikan laporan. Secara detail, rekapitulasi kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sumber tidak

  Lampiran 2: “Kewajiban Penanggungjawab Usaha bergerak, termasuk PLTU-B, dapat dilihat dalam dan/atau Kegiatan Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999.“

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2012

  PermenLH No. 21 Tahun 2012 menentukan baku mutu emisi yang harus dipatuhi oleh PLT Termal, termasuk PLTU-B. Baku mutu emisi untuk PLTU-B ditentukan dalam 2 (dua) kategori berdasarkan umur pembangkit: (a) Lampiran A untuk PLTU yang beroperasi sebelum ditetapkannya PermenLH tersebut; (b) Lampiran B untuk PLTU yang beroperasi pasca ditetapkannya PermenLH tersebut.

  Selain itu, terdapat ketentuan peralihan bagi pembangkit yang perencanaannya disusun sebelum ditetapkannya Permen No. 21 Tahun 2008 namun beroperasi setelahnya. Nilai BME PLTU-B dapat dilihat pada Lampiran 4: “Baku Mutu Emisi PLTU Batubara berdasarkan Lampiran A & B PermenLH 21/2008.” Selain baku mutu emisi, PermenLH No. 21 Tahun 2008 juga membebankan beberapa kewajiban teknis seperti pemantauan dengan CEMS, pengukuran, penghitungan beban emisi, dan lain-lain. Secara detail, rekapitulasi kewajiban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam PermenLH No. 21 Tahun 2008 dapat dilihat dalam Lampiran 3: “Kewajiban Penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan Berdasarkan PermenLH No. 12 Tahun 2008.” Instrumen 4: Pengawasan

  Segala kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang tertuang dalam Izin Lingkungan serta peraturan perundang-undangan seharusnya diawasi oleh pemberi izin. Pengawasan rutin oleh pemerintah seharusnya dilakukan lewat 2 (dua) lapisan:

  1. Pengawasan atas laporan swapantau yang diserahkan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan RKL-RPL nya;

2. Pengawasan langsung, baik rutin (terjadwal) maupun insidental (tidak terjadwal / mendadak) berdasarkan pengaduan.

  

Namun, dalam hal pengawas tidak cukup baik secara kuantitas maupun kualitas, pengaduan memainkan

peranan penting dalam memastikan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran udara PLTU-B oleh komunitas yang ditindaklanjuti

dengan pelaporan ketidaktaatan (pelanggaran administratif) ke Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan (KLHK) atau Dinas Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten/Kota atau Provinsi) dapat dilakukan.

Dalam hal ini, masyarakat dapat merujuk kembali ke Lampiran 1 untuk memastikan pokok pengaduan

yang relevan, komitmen yang perlu diperiksa, serta instansi yang berwenang.

  Oktober 2018 #2 icel.or.id LAMPIRAN

  Memastikan Pemenuhan Kewajiban Pengendalian Pencemaran Udara STB: PLTU Batubara

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

  LAMPIRAN 1 Bagaimana RKL-RPL berfungsi dalam pengawasan ketaatan PLTU-B?

Izin lingkungan seharusnya memiliki diktum yang menyatakan bahwa penanggungjawab usaha dan/atau

kegiatan wajib mematuhi rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan

(RPL) dan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, akan dijabarkan masing-masing instrumen

dalam hubungannya dengan pengendalian pencemaran udara dan PLTU Batubara.

  #1 Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL)

RKL-RPL biasanya berupa 2 (dua) matriks terpisah. Berikut akan dijabarkan isi dari masing-masing

matriks berikut relevansinya dalam pengawasan.

  Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) berisi: Elemen dalam

  Relevansi dalam No. Hal yang perlu diperhatikan terkait udara matriks RKL pengawasan

  Kata kunci yang relevan: Penurunan kualitas udara ambien

  □ Pastikan untuk menyisir semua dampak ini baik pada tahap konstruksi, operasi dan pasca-operasi. Untuk pasca-operasi,

  Merupakan dampak penurunan kualitas udara ambien mungkin terjadi dari yang harus dipantau penimbunan abu batubara jika sistemnya terbuka. dalam pengawasan. Dampak

  Ini juga menjadi basis Gangguan kesehatan masyarakat atau perubahan pola

  □ lingkungan dalam pengaduan untuk penyakit

  (dampak penting 1. membantu mengidentifikasi dan dampak Dampak ini relevan pada tahap konstruksi (sekalipun pada alasan pengaduan. lingkungan hidup tahap ini mungkin dibahasakan “gangguan kenyamanan”),

  Namun, perlu diingat lainnya) namun yang paling penting adalah tahap operasi. Dalam bahwa pengaduan tidak pasca operasi juga mungkin terjadi terkait penimbunan abu. mensyaratkan telah

  Gangguan pada fauna □ terjadinya dampak.

  Salah satu dampak turunan dari penurunan kualitas udara ambien adalah gangguan pada fauna liar. Mungkin ditemukan, namun tidak selalu. Dapat diperiksa pada tahap konstruksi dan operasi.

  Sumber dampak yang relevan: Tahap operasional

  □ Membantu investigasi

  Dampak penurunan kualitas udara dari cerobong Sumber dampak hubungan sebab akibat

  (pembakaran batubara) merupakan sumber dampak yang antara dampak yang (dampak penting paling penting, dengan parameter PM 2,5 yang berbahaya

  2. dan dampak dirasakan dengan bagi kesehatan. lingkungan hidup penanggung jawab usaha

  Selain itu, bongkar muat batubara juga merupakan sumber lainnya) dan/atau kegiatan (PLTU-B) dampak yang cukup disadari masyarakat, dengan parameter yang dicurigai. PM 10 yang lebih mengganggu (karena ukurannya lebih besar) namun tingkat kebahayaannya lebih rendah dari PM 2,5.

  Oktober 2018 #2 icel.or.id

  □ Tahap konstruksi Pada tahap ini sebetulnya telah ada beberapa dampak penurunan kualitas udara, misal: dari mobilisasi alat berat / material, serta gangguan lalu lintas udara dari pembangunan cerobong.

  □ Indikator dampak kesehatan dari deposisi logam berat atau abu batubara (yang merupakan limbah B3) biasanya tidak direspon.

  ฀ Persyaratan minimum cerobong perlu diperhatikan, apakah telah sesuai dengan Kepka Bapedal no. 205/1996 ฀ Perlu diperhatikan apa teknologi pengendalian pencemaran udara yang dijanjikan dalam RKL. Pilihan teknologi pencemar udara terkait dengan masing-masing parameter, sbb: SOx – FGD (flue gas desulfurization) NOx – SCNR atau low NOx burner PM (total partikulat) – bag filter dan/atau ESP/EP

  Seharusnya ketiga pendekatan ini dapat dikombinasikan. Untuk cerobong (pengendalian emisi yang bersumber dari pembakaran batubara):

  Dalam konteks pengendalian pencemaran udara, bentuk pengelolaan lingkungan hidup sangat penting. Pilihan bentuk pengelolaan tidak terbatas pada (a) pendekatan teknologi, namun juga: (b) pendekatan sosial ekonomi; (c) pendekatan institusi.

  4. Bentuk pengelolaan lingkungan hidup

  Salah satu hal yang dapat diminta kepada instansi lingkungan hidup terkait adalah melengkapi indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup yang belum terakomodir dalam RKL-RPL.

  Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup seharusnya menjadi indikator taat atau tidak taatnya penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan. Oleh karena itu, ini dapat menjadi basis bagi masyarakat dalam investigasi dan pengawasan mandiri pra-pengaduan, maupun dalam mengawal hasil pengaduan.

  Biasanya, ukuran yang digunakan sangat rendah, yaitu sebatas ISPA. Padahal terdapat dampak kesehatan lain yang relevan seperti kematian dini, stroke, jantung koroner, penyakit paru obstruktif kronis, dll.

  □ Tahap pasca-operasi Sumber dampak yang penting diperhatikan adalah tempat penyimpanan abu batubara, terlebih apabila terdapat penimbunan akhir.

  Indikator pengelolaan seharusnya merespon semua jenis penyakit yang terkait penurunan kualitas udara □

  Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pengelolaan dampak kesehatan masyarakat: □

  Dalam konteks udara, indikator keberhasilan sebaiknya detail untuk setiap parameter udara (PM 2,5; PM 10; SOx; NOx; dan sebaiknya mencakup merkuri)

  Dalam kaitannya dengan udara, seharusnya menyebutkan baku mutu yang berlaku, mencakup: (1) Baku mutu emisi (2) Baku mutu udara ambien Dalam menentukan baku mutu yang berlaku, dapat merujuk baku mutu nasional (emisi: PermenLH No. 21 Tahun 2008; ambient: Lampiran PP No. 41 Tahun 1999) atau daerah (biasanya berbentuk Perda / Peraturan Kepala Daerah, terkadang keputusan kepala daerah). Baku mutu daerah tidak boleh lebih longgar dari baku mutu nasional. □

  Indikator keberhasilan seharusnya dibuat sedetail mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dampak penurunan kualitas udara: □

  3. Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup

  Biasanya merupakan komitmen yang diperiksa pemenuhannya dalam pengawasan. Asumsinya, apabila seluruh kewajiban ini telah dilakukan dengan baik, maka dampak negatif dapat dikendalikan.

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

  Untuk penimbunan dan pembongkaran batubara, beberapa opsi pendekatan teknologi yang mungkin ada: Penimbunan batubara di tempat tertutup

  □ Kemungkinan opsi yang ada adalah menggunakan Akan tetapi, dalam

  shelter

  atau menggunakan paranet yang lebih tinggi dari timbunan pemeriksaan lapangan seringkali ditemukan bahwa Pembuatan sabuk hijau (

  □ greenbelt) bentuk pengelolaan yang Penyiraman batubara secara berkala

  □ dijanjikan tidak dilakukan

  Pemindahan batubara menggunakan sepenuhnya. Misal, alat □

  conveyor belt dengan

  pengendali pencemaran sistem tertutup udara ada, namun rusak / tidak bergungsi, atau

  Untuk penimbunan abu sisa pembakaran batubara (penyebaran abu sengaja tidak dioperasikan. dari tempat penimbunan abu batubara), beberapa opsi pendekatan

  Hal-hal ini dapat diobservasi teknologi yang mungkin ada: dan didokumentasikan

  Menggunakan tempat penyimpanan abu tertutup ( □

  silo) sebagai temuan untuk

  untuk tempat penampungan sementara abu terbang memperkuat pengaduan.

  Atau, jika diperlukan, □ Memanfaatkan kembali abu batubara secara sendiri atau mungkin akan berguna bekerja sama dengan pemegang izin pemanfaatan limbah jika dilakukan tindakan B3 hukum melalui jalur litigasi

  Pengangkutan abu terbang menggunakan truk kapsul □ oleh pemerintah ataupun

  (tertutup) masyarakat. Penyiraman penimbunan abu secara periodik dengan air

  □ Pembuatan greenbelt untuk menahan penyebaran abu

  □ Menentukan lokasi dimana pengelolaan lingkungan hidup dilakukan,

  Lokasi Membantu investigasi untuk yang seharusnya memperhatikan sifat persebaran dampak yang pengelolaan 5. menentukan dimana titik- dikelola. Dalam hal pencemar udara, seharusnya didasarkan pada lingkungan hidup titik yang perlu diperiksa. permodelan masing-masing zat pencemar.

  Menunjukkan kapan (dalam kondisi apa) dan berapa lama kegiatan pengelolaan lingkungan dilaksanakan. Terdapat beberapa kegiatan Membantu investigasi untuk

  Periode yang dilakukan sepanjang waktu (mis: sepanjang waktu operasi), menentukan kapan / dalam pengelolaan akan tetapi ada juga yang disyaratkan berbeda bergantung kondisi 6. kondisi apa observasi perlu lingkungan hidup lingkungan (misal: perbedaan frekuensi pengelolaan pada musim dilakukan. kemarau dan musim hujan, atau pengelolaan yang harus dilakukan berdasarkan kecepatan angin) Mencakup institusi pelaksana yang bertanggung jawab, termasuk:

  Membantu pengaduan, Institusi pengelolaan untuk menentukan instansi

  7. Instansi pelaksana □ lingkungan hidup mana yang berwenang

  □ Instansi pengawas (PLH) menerima.

  Instansi penerima laporan □

  Oktober 2018 #2 icel.or.id Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) berisi: No.

  Elemen dalam matriks Hal yang perlu diperhatikan terkait pencemaran udara Relevansi

  Jika secara manual, apakah analisis laboratorium dilakukan oleh laboratorium lingkungan (terakreditasi dan teregistrasi)

  Pelaksana, biasanya penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan □ Pengawas □

  Mencakup: □

  3. Institusi pemantauan lingkungan hidup

  Merupakan kunci dari pemantauan lingkungan hidup. Bentuk pemantauan lingkungan hidup menentukan secara detail bagaimana pemantauan dilakukan. Hal ini berdampak pada valid/ tidaknya hasil pemantauan. Dalam melakukan pengawasan, instansi lingkungan hidup juga harus mematuhi hal ini. Begitu juga jika masyarakat ingin mengambil sampel / melakukan pengawasan secara mandiri, perlu memperhatikan hal-hal berikut (dengan asumsi penentuan metode, lokasi pantau, dan waktu dan frekuensi cukup sahih). Kegagalan melakukan pemantauan sesuai ketentuan merupakan indikasi ketidaktaatan.

  c) Waktu dan frekuensi □ Jika dilakukan secara manual, perlu melihat berapa frekuensi pengambilan sampel, dan dalam kondisi apa □ Jika dilakukan dengan CEMS, perlu melihat bagaimana koneksinya dengan sistem DLH/KLHK, dan jika tidak terkoneksi, bagaimana pelaporannya Ketiga hal di atas perlu diperhatikan secara rinci.

  □ Apakah lokasi pantau sampai level kedetailan koordinat

  b) Lokasi pantau □ Dalam konteks udara ambien, penting untuk melihat apakah dipantau di titik-titik yang (a) diprediksi mengalami penurunan kualitas udara terburuk; dan/ atau (b) pusat keramaian

  □ Rentang waktu bagi parameter yang dipantau (misal: merujuk ke pengukuran tahunan, 24 jam atau 8 jam, dll)

  SNI) tertentu yang berlaku □

  1. Dampak lingkungan yang dipantau

  □ Apakah metode merujuk peraturan atau standar (i.e.

  

continuous emission monitoring system (CEMS)

  a) Metode pengumpulan dan analisis data □ Dalam konteks emisi, penting untuk melihat apakah pemantauan dilakukan secara manual atau dengan

  Mencakup:

  2. Bentuk pemantauan lingkungan hidup

  Sama dengan RKL. Jika ada dampak lingkungan yang tidak dipantau, dapat menjadi indikasi pelanggaran.

  Indikator / parameter yang dipantau (misal: untuk emisi, PM 2,5; PM 10; SOx dan NOx) □ Sumber dampak – sama dengan RKL

  Mencakup: □ Jenis dampak yang timbul dan komponen lingkungan yang terkena dampak – sama dengan RKL □

  Penerima laporan Relevan untuk mengetahui di mana dapat mengakses data-data sekunder yang dapat menjadi lapis pertama pemeriksaan ketaatan.

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA STB: PLTU BATUBARA

  LAMPIRAN 2 Kewajiban Hukum Penanggung Jawab Usaha dan/atau Kegiatan Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999

Kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang secara khusus disebutkan dalam PP No. 41

Tahun 1999 mencakup: a. Mematuhi ketentuan baku mutu emisi untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran

  1 udara akibat dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatannya

  b. Melakukan upaya penanggulangan dan pemulihan, jika menyebabkan terjadinya pencemaran

  2 udara

  3

  c. Menaati ketentuan baku mutu udara ambien

  4

  

d. Menaati persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak

  5

  e. Dalam konteks pengawasan: i. Mengizinkan pengawas memasuki lingkungan kerjanya dan membantu terlaksananya tugas pengawasan tersebut; ii. Memberikan keterangan dengan benar baik secara lisan maupun tertulis apabila hal itu diminta pengawas; iii. Memberikan dokumen dan/atau data yang diperlukan oleh pengawas; iv. Mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan contoh udara emisi dan/atau contoh udara ambien dan/atau lainnya yang diperlukan pengawas; dan v. Mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan gambar dan/atau melakukan pemotretan di lokasi kerjanya.

  f. Menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian pencemaran udara yang telah dilakukan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait 6 lainnya.

  7

  g. Menanggung biaya yang timbul sebagai akibat dari upaya pengendalian pencemaran udara;

  h. Mengganti kerugian akibat pencemaran udara, baik untuk penanggulangan maupun pemulihan, dalam hal usaha dan/atau kegiatannya megnakibatkan terjadinya pencemaran 8 udara ambien.

  1 Pasal 24 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999

  2 Pasal 25 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999

  3 Pasal 30 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999

  4 Pasal 30 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999

  5 Pasal 48 PP No. 41 Tahun 1999

  6 Pasal 50 PP No. 41 Tahun 1999

  7 Pasal 52 PP No. 41 Tahun 1999

  8 Pasal 54 PP No. 41 Tahun 1999 Oktober 2018 #2