KARAKTERISASI KOMPONEN ANTIGENIK CAIRAN EKSKRETORI SEKRETORI (ES) CACING Fasciola gigantica YANG DIPISAHKAN DENGAN POLYETHILEN GLICOL (PEG)

KARAKTERISASI KOMPONEN ANTIGENIK CAIRAN EKSKRETORI
SEKRETORI (ES) CACING Fasciola gigantica YANG DIPISAHKAN
DENGAN POLYETHILEN GLICOL (PEG)

PUBLIKASI ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana

Oleh:
Yendri Junaidi
B1D 010 180

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2014

1

KARAKTERISASI KOMPONEN ANTIGENIK CAIRAN EKSKRETORI

SEKRETORI (ES) CACING Fasciola gigantica YANG DIPISAHKAN
DENGAN POLYETHILEN GLICOL (PEG)

PUBLIKASI ILMIAH
Diserahkan Guna Memenuhi Sebagian Syarat yang Diperlukan
Untuk Mendapat Derajat Serjana Peternakan
Pada

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Oleh:
Yendri Junaidi
B1D 010 180

Menyetujui:
Pembimbing Utama

drh. Made Sriasih, M.Agr. Sc, Ph.D
NIP: 1970052 319960 3 2002


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2014
2

KARAKTERISASI KOMPONEN ANTIGENIK CAIRAN EKSKRETORI
SEKRETORI (ES) CACING Fasciola gigantica YANG DIPISAHKAN
DENGAN POLYETHILEN GLICOL (PEG)

ABSTRAK
By
Yendri Junaidi
B1D010180

Fasciolosis merupakan penyakit dengan tingkat prevalensi sangat tinggi di
Indonesia dan NTB khususnya yang disebabkan oleh Fasciola gigantica. Penyakit
ini biasanya bersifat kronis dan akut yang menyebabkan kerugian bagi peternak
seperti penurunan berat badan, penurunan produktifitas bahkan kematian.
Diagnosis umumnya ditegakkan dengan pemeriksaan adanya telur cacing dalam

feses, namun metode konvensional tersebut memiliki banyak sekali kekurangan.
Diagnosa dini (deteksi awal) tidak dapat dilakukan dengan metode konvensional
karena cacing dalam tubuh inang mulai bertelur pada umur 8-12 minggu masa
patensi. Saat ini metode deteksi berdasarkan prinsip reaksi antibodi-antigen
menggunakan cairan yang diekskresikan/disekresikan cacing F.gigantica dewasa,
diyakini dapat digunakan untuk deteksi dini Fasciolosis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkarakterisasi komponen antigenik cairan ekskretori sekretori (ES)
cacing F. gigantica yang dapat digunakan sebagai kandidat vaksin atau
pengembangan diagnostik untuk deteksi awal Fasciolosis. Cairan ES dipisahkan
dengan PEG4000 berbagai konsentrasi (8%, 16%, 24%), kemudian endapan (pellet)
hasil pemisahan didialysis dan dikarakterisasi dengan SDS PAGE dan Western
blotting. Dari hasil SDS PAGE didapatkan 18 pita protein dengan berat molekul
berkisar antara 7-70 kDa. Berdasarkan hasil Western blotting didapatkan protein
antigenik dengan kisaran berat molekul 50, 25, 20 kDa pada konsentrasi PEG 8%,
25 kDa dan 50 kDa pada konsentrasi PEG 16%, 25 kDa pada PEG konsentrasi
24%.

Kata Kunci. Fasciolosis, F. gigantica, PEG4000, antigenik, imunogenik

3


ABSTRACT
By
Yendri Junaidi
B1D010180
Fasciolosis is a disease with a very high prevalence rate in Indonesia and
in particularly in West Nusa Tenggara which is caused by Fasciola gigantica. The
disease is usually chronic and acute and causing losses to farmers such as weight
loss, decreased productivity and even death. The diagnosis usually is performed
by detection of worm eggs presence in the feces, but this conventional method has
many shortcomings. Early diagnosis (early detection) can not be performed by
conventional methods because the worms in the host's body begin to lay eggs at
the age of 8-12 weeks of patency. The current detection method that is based on
antibody-antigen reactions using liquid excreted/secreted by adult F.gigantica, is
believed to be used for the early detection of Fasciolosis. This study aimed to
characterize the antigenic components of F.gigantica extretory/secretory product
that can be used as a vaccine candidate or development of diagnostics for early
detection of Fasciolosis. Excretory secretory products were separated by PEG4000
at various concentrations (8 %, 16 %, 24 %), then precipitates (pellets) obtained
were dialyzed and characterized using SDS-PAGE and Western blotting. Results

from SDS PAGE show that there were 18 proteins bands with a moleculer
weights of 7-70 kDa. Western blotting results using pellets derived from PEG
separation at various concentrations affirm that the proteins of 50, 25 and 20 kDa
were antigenic at 8% PEG concentration, the 25 kDa and 50 kDa were antigenic at
16% PEG concentrations and the 25 kDa was antigenic at 25% PEG concentration
Key Word. Fasciolosis, F. gigantica, PEG4000, antigenic, ES liquid

PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang banyak menyerang ternak sapi adalah
Fasciolosis yang disebabkan oleh cacing Fasciola spp (F. gigantica dan F.
hepatica) dengan indikasi zoonosis yang sangat tinggi (Suryana, 2009). Mitchell
(2007) melaporkan bahwa infeksi Fasciola spp terutama F. gigantica
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan, lajur pertumbuhan dan daya
tahan tubuh serta kerusakan hati dan empedu. Di Indonesia prevalensi cacing hati
F. gigantica mencapai 90% (Abidin, 2002). Di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) prevalensi mencapai 100% dibeberapa daerah (Astiti et al., 2011). Dengan
angka prevalensi terjadinya penyakit yang cukup tinggi, kerugian di Indonesia

4


mencapai $107 juta/tahun (Spithill et al., 1999). Selain kerugian materi dengan
sifat infeksi F. gigantica yang menyebabkan zoonosis, diperkirakan 2,4 hingga 17
juta orang di berbagai belahan dunia menderita Fasciolosis termasuk Asia (WHO,
2009).
Menurut Estuningsih et al. (2009) upaya untuk menekan kerugian
ekonomis dan angka kesakitan akibat infeksi cacing hanya akan berhasil melalui
program pengendalian yang didasarkan pada diagnosa dini. Dengan diagnosa dini
maka keberadaan cacing dalam tubuh dapat diketahui sebelum menimbulkan
perubahan patologis. Diagnosa Fasciolosis umumnya ditegakkan dengan cara
konvensional, yang didasari pada pemeriksaan telur cacing pada feses. Akan
tetapi metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak mampu mendeteksi infeksi F.
gigantica pada masa prepaten (8-10 minggu masa infeksi), serta sensitifitas yang
rendah (Estuningsih et al., 2009).
Kekurangan ini mendorong untuk pengembangan metode imunodiagnosis
Fasciolosis terutama F. gigantica agar didapatkan hasil diagnosis yang lebih cepat
dan akurat diantaranya dengan metode serologi. Laula et al. (2007)
mengemukakan, teknik Western blotting merupakan suatu metode pemeriksaan
serologi yang sering digunakan karena mampu mengkarakterisasi protein dengan
sifat antigenik dan imunogenik secara spesifik.
Saat ini, pemeriksaan serologi F. gigantica, didasarkan pada pendeteksian

antibodi terhadap antigen cacing yang terdapat dalam cairan ekskretori sekretori
(ES). Anonim (2011) melaporkan bahwa ES merupakan antigen protektif yang
dapat memicu tanggap kebal inang definitif. Antigen ES mempunyai sifat yang
dapat lebih dikenali oleh sistem tanggap kebal (Chowdhuly and Tada 1994) dan
(Bird, 1991). Sahebab et al. (1999) melaporkan bahwa kehadiran cairan ES
menjadi indikasi infeksi aktif cacing yang masih hidup. Untuk menghasilkan
protein cairan ES perlu dilakukan proses pemisahan dari komponen lain yang
diekskresi oleh cacing.
Pemisahan protein cairan ES dapat menggunakan pelarut protein seperti
Polyethilen Glicol (PEG). Harris (1992) melaporkan PEG adalah molekul
sederhana dengan struktur molekul linier atau bercabang. PEG dengan berat
molekul 700-900 berbentuk semi solid dan PEG dengan bobot molekul 900-1000

5

atau lebih berbentuk padat pada suhu ruang. Bobot molekul 1000
bersifat lilin dan berbentuk padat putih. Jumlah dari etilen glikol menentukan
berat molekul PEG yang dihasilkan. PEG yang umum digunakan untuk agen
seleksi sifat ketahanan gen adalah PEG dengan berat molekul, 4000 dan 6000
(Yuliana, 2010).

Muliawati (2012) melaporkan bahwa jumlah penambahan komposisi PEG
berpengaruh terhadap ukuran pori-pori membran. Semakin banyak jumlah PEG,
ukuran pori-pori semakin kecil dan seragam. Selain itu laporan Xi et al. (2006)
bahwa penggunaan PEG memiliki keuntungan sebagai pelarut protein karena
dapat mempresipitasi reagen cukup baik untuk pemurnian protein dari berbagai
sumber. Di samping itu menurut Dewi et al. (2012) pengendapan protein dengan
PEG tidak mempengaruhi tahap pemurnian berikutnya. Berdasarkan hal tersebut
penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan protein-protein penyusun
cairan ES F. gigantica hasil pemisahan dengan konsentrasi PEG yang berbeda,
dan menyeleksi protein-protein dengan sifat antigenik/imunogenik

MATERI DAN METODE

Isolasi cairan eksretori sekretori (ES)
Cacing hati F. gigantica dewasa dikoleksi dari RPH Majeluk Mataram dan
RPH Lembar Lombok Barat. Sejumlah 20 ekor cacing kemudian dimasukkan ke
dalam beaker glass yang berisi 10 ml Phospat Buffer Saline (PBS) kemudian
diamkan selama 20 menit. Hasil regurgitan pertama dibuang, selanjutnya diganti
dengan PBS baru sejumlah 10 ml, dilakukan sejumlah 3 kali. Cacing dewasa
diinkubasi salama 1 malam pada suhu 37 0C. Cairan yang mengandung protein ES

disentrifuge dengan kecepatan 2.500 rpm pada suhu 4 0C selama 15 menit dan
disaring dengan filter 0,22 µm. Isolasi protein dilakukan dengan tingkat
konsentrasi PEG (8%, 16% dan 24%). Kemudian 10 ml cairan ES dithawing, 5 ml
disisihkan kedalam tabung falcon lain. PEG ditambahkan kedalam cairan ES
secara bertahap sambil divortek. Sisa cairan ES ditambahkan sampai volume

6

mencapai 10 ml atau 800 mg/10 ml, divortek selama 30 menit secara perlahan dan
sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm, suhu 4 0C selama 5 menit. Pellet
dibiarkan tetap didalam tabung (Fraksi I). Proses yang sama dilakukan sejumlah
3 kali terhadap fraksi II, fraksi III dan fraksi III

Dialysis protein eksretori sekretori (ES)
Sampel (supernatan 8%, 16%, 18 % dan pellet 8%, 6%, 24% serta
supernatan final) didialysis menggunakan PBS (Phospat Bufer Saline) (NaCL
87,2 gr, Na2HPO412H2O 392,2 gr, KH2PO4 52,0 gr) dan saline (174 gr NaCl ).
Membran tubing dengan cut off 11.000 dalton dipersiapkan dan dialysis masingmasing sampel selama 2-3 jam pada suhu 4 0C.

Karakterisasi protein cairan ES dengan SDS-PAGE

Preparasi gel diawali dengan merekatkan dua lempeng kaca dan diberi
pemisah. Kemudian digunakan sebagai cetakan gel (mini slab gel). Resolving gel
dibuat terlebih dahulu dengan campuran buffer, SDS 10%, akrilamid, TEMED
dan akuades. Campuran dimasukkan dalam mini slab gel, bagian yang tidak diisi
gel, diberi aquadest. Kemudian gel dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30
menit. Lapisan air di atas gel dikeringkan dengan tisu. Gel atas (stacking gel)
dengan campuran buffer, SDS 10%, akrilamid, TEMED dan akuadest dibuat
setelah resolving gel terbentuk. Larutan gel atas di pipet dan dimasukkan ke
dalam mini slab hingga mencapai puncak plat. Sisir gel dipasang dengan cepat,
selanjutnya dilakukan preparasi sampel dengan ditambahkan loading buffer 2 kali
dan dH2O. Setelah itu sampel selanjutnya dipanaskan pada suhu 100 0C selama 3
menit. Proses electrophoresis dilakukan dengan bahan berupa buffer elektroda
(3% tris, 1,44% Glycine dan 0,1% SDS). Sampel kemudian dimasukkan ke dalam
sumuran-sumuran gel, dan di running selama 2-3 jam. Setelah komplit, gel dicuci
3 kali menggunakan aquadest. Gel diwarnai menggunakan pewarna CBB
kemudian dishaker selama 1 jam. Lakukan pencuci (destaining) gel yang telah
diwarnai dalam 150 ml asam asetat.

7


Analisa profil protein ES dengan teknik Western blotting.
Sampel berupa pellet hasil tiap fraksi diperisapkan. Setelah siap, SDSPAGE mulai dilakukan, diikuti dengan Western blotting Gel hasil SDS-PAGE
direndam dalam teransfer buffer selama 20 menit. Kemudian membran
nitrocellulosa (NC) direndam dalam dH2O selama 2 menit. Membran NC
direndam kembali kedalam transfer buffer selama 10 menit. Susun bahan Western
blotting pada alat dengan urutan (filter paper, membran NC, gel hasil SDS-PAGE
dan bagian atas filter paper). Power pac dipasang pada mesin Western blotting
dengan tegangan 5 volt, 0,10 ampere, 1 watt selama 45 menit. Alat dilepas dan
filter paper bagian atas yang menempel pada gel diangkat. Kertas NC diangkat
dan dipindahkan keatas papan yang sudah dilapisi dengan plastik bening. Setelah
itu membran dipotong sesuai batasan lajurr bentukan pita yang diinginkan.
Blocking dengan menggunakan TBS Tween yang sudah ditambahkan dengan 5%
skim milk dan serta disimpan selama semalam pada suhu 4 0C. Sampel diinkubasi
menggunakan antibodi primer (1st Ab) berupa skim milk dengan penambahan
serum sapi positif dan negatif Fasciolosis pengenceran 1:200 dan antibodi
skunder (2nd Ab) berupan skim milk dengan penambahan Anti bovine IgG- HRP
pengenceran 1:8000 dan masing-masing diikubasi delama 2 jam. Terakhir
penambahan substrat, deteksi dan visualisasi hasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil protein cairan ES F.gigantica hasil SDS-PAGE
Dalam penelitian ini cairan ES diisolasi dari cacing F. gigantica,
kemudian digunakan sebagai kandidat antigen untuk mendeteksi Fasciolosis pada
ternak khususnya sapi. Untuk mendapatkan protein penyusunnya, cairan ES
dipisahkan dengan menggunakan PEG4000 dengan beberapa tingkatan konsentrasi
yaitu 8% (fraksi I), 16% (fraksi II) dan 24% (fraksi III). Hasil pencampuran
cairan ES dengan berbagai konsentrasi PEG, menunjukkan perubahan tingkat
kekeruhan larutan dan volume (fraksi 1) 10 ml, (fraksi II) 9,5 ml dan (fraksi III) 8
ml. Guna mengetahui profil molekul protein dan berat molekul dari masing-

8

masing fraksi selanjutnya dilakukan proses SDS-PAGE. Laporan Garfin (2003)
dan Wibowo (2010) menyebutkan bahwa SDS-PAGE dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa kompleks protein penyusun sampel pada sampel yang
dipurifikasi. Hasil karakterisasi molekul protein menggunakan gel acrylamide
terlihat pada (Gambar 2).

Gambar 2. Hasil SDS-PAGE (10%) profil pita protein dan berat molekul protein cairan ES dengan
pemisahan menggunakan PEG4000: (1) Marker, (2) profil supernatan 8% (fraksi I), (3) profil
supernatan 16% (fraksi II), (4) profil supernatan final (fraksi IV), (5) profil supernatan 24%,
(6) profil pellet 8% (fraksi I), (7) profil pellet 16% (fraksi II), (8) profil pellet 24% (fraksi
III), (9) profil lysosim, (10) Cairan ES Murni

Gambaran profil protein cairan ES cacing F. gigantica hasil pemisahan
dengan berbagai konsentrasi PEG4000 (6%, 18% dan 24%) menggunakan gel
electrophoresis 10% pada Gambar 2, menunjukkan bahwa berat molekul utama
penyusun protein cairan ES dari tiap fraksi berkisar antara 7-70 kDa.

Hasil

tersebut didapatkan dari hitungan berdasarkan nilai Rf (Retardition factor). Hasil
hitungan Rf dan Log BM pada marker diperoleh persamaan garis regresi linear
Y= -1,5248x + 1, 9916 (R2=0,9964) .
Berdasarkan hasil hitungan dan pengamatan, profil pita protein dari
supernatan dan pellet dengan konsentrasi PEG 8%, 16%, dan 24% cukup
bervariasi dari yang tebal sampai tipis. Lastuti et al. (2008) melaporkan bahwa
tibal tipisnya pita protein yang terwarnai merupakan gambaran banyaknya protein
dan juga dikarenakan perbedaan dari genetik protein yang didapat. Hasil
karakterisasi protein menggunakan SDS-PAGE pada penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat 18 pita protein dengan berat molekul 60,58 , 58,71 , 48,38 , 40,59
, 39,36 , 27,20 , 26,37 , 25,57 , 24,80 , 24,05 , 19,99 , 17,67 , 13,39 , 11,48 , 10,79
, 8,44 , 8,18 dan 7,93 kDa, dengan kisaran berat molekul 7-70 kDa. Penelitian ini

9

sejalan dengan penelitian Marcodo (1989) yang menyebutkan bahwa terdapat 18
pita protein dari cairan ES F.gigantica dengan kisaran berat 14-96 kDa
berdasarkan hasil SDS-PAGE. Menurut Meshgi et al. (2007) bahwa pada uji
karakterisasi protein ES terdapat 3 molekul umum dengan kisaran berat 24, 33
dan 42 kDa. Dan dalam penelitian ini ketiga molekul tersebut selalu nampak
sehingga dikatakan juga sejalan dengan hasil penelitian Mashagi et al 2007.
Peneliti lain melaporkan perbedaan jumlah maupun ukuran berat molekul
penyusun cairan ES. Kusnoto (2008) melaporkan bahwa berdasarkan hasil
preparasi protein ES cacing Fasciola spp dengan teknik SDS-PAGE dan Western
blotting diperoleh beberapa protein spesifik antara lain 130, 108, 58, 45,40, 35,
26, 27, 25, 18, 15 dan 8 kDa. Kemudian Soulsby (1986) juga menambahkan
bahwa antigen F. gigantica dari sapi memiliki 20 pola pita dengan berat molekul
14-156 kDa. Hasil penelitian El-Rahimy (2012) menunjukkan bahwa terdapat 13
protein cairan ES F. gigantica berdasarkan hasil SDS-PAGE dengan kisaran berat
molekul 9,1 sampai 35,7 kDa.
Perbedaan hasil SDS-PAGE tersebut ditafsirkan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pelarut protein yang digunakan, topografi tempat hidup
ternak, jenis ternak, umur dari cacing yang digunakan, maupun jarak pita dan
panjang gel yang digunakan. Kusnoto (2013) menerangkan bahwa pada
perhitungan dengan menggunakan regresi linier menyebabkan kemungkinan
perbedaan relatif jarak pita protein maupun panjang dan awal pengukuran gel.
Estuningsih dan Widjajanti (1998) juga menyebutkan bahwa pada tiap tingkatan
umur yang berbeda, cacing F. gigantica juga mengeksresikan jenis protein dan
berat molekul yang berbeda pula. Di dalam hasil SDS-PAGE ini, terdapat dua
protein dengan indikasi sifat dominan yaitu dengan berat 8 kDa dan 25 kDa,
kerena selalu muncul pada tiap tingkatan fraksinasi yang digunakan, baik pada
pellet maupun supernatan.

Profil protein Antigenik cairan ES cacing F. gigantica hasil Western blotting
Proses Western bloting dilakukan dengan membandingkan reaksi antigen
ES pada pellet hasil fraksinasi dengan antibodi dari sapi yang positif (+) dan
negatif (-) Fasciolosis. Pellet digunakan untuk analisa Western blotting didasari

10

dari hasil SDS-PAGE bahwa pita protein pellet yang terlihat lebih kontras dan
berat molekul proteinnya lebih beragam. Hasil Western blotting disajikan pada
(Gambar 3)

Gambar 3. Profil pita protein antigenik pada membran NC hasil western blotting terhadap 3 tingkatan
konsentrasi PEG (8%, 16%, 24%). A (1 Marker), B (2 PEG konsentrasi 8%, 3 PEG konsetrasi
16%, 4 PEG konsentrasi 16%, menggunakan serum sapi negatif Fasciolosis), C (5 PEG
konsentrasi 8%, 6 PEG konsentrasi 16%, 7 PEG konsentrasi 24%, menggunakan serum sapi
positif Fasciolosis), D (8 PEG konsentrasi 8%, 9 PEG konsentrasi 16%, 10 PEG konsentrasi
24%, menggunakan serum sapi positif Fasciolosis)

Secara visual lajurr 2, 3 dan 4 tidak memperlihatkan adanya pita protein,
dikarenakan serum sapi yang digunakan merupakan serum sapi yang negatif (-)
Fasciolosis, dengan artian bahwa ikatan antibodi dan antigen tidak terjadi.
Sedangkan sifat antigenik dari antigen protein ES yang diperlakukan dengan
serum sapi positif (+) lajurr 5 dan 8 memperlihatkan 3 pita protein dengan berat
molekul antigenik yaitu 50 kDa, 25 kDa dan 20 kDa. Kemudian lajurr 6 dan 9
menunjukkan pita protein antigenik dengan kisaran berat 50 kDa dan 25 kDa.
Serta lajurr 7 dan 10 menunjukan pita protein antigenik dengan kisaran berat
masing-masing 25 kDa.
Data keseluruhan pada Gambar 15 menunjukkan bahwa didapatkan satu
pita protein kisaran berat 25 kDa yang selalu jelas terlihat pada tiap lajurr baik
pada hasil Western blotting maupun SDS-PAGE, sehingga mengindikasikan
bahwa pemisahan dengan PEG tidak mempengaruhi struktur protein antigenik, hal
tersebut terbukti dengan masih dikenalinya protein antigenik/imunogenik 25 kDa
bahkan semakin murni pada konsentrasi PEG 24%.
Data sifat antigenik cairan ES hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Sriasih et al. (2013) bahwa berat molekul antigenik cairan ES cacing F.

11

gigantica isolat di Pulau Lombok adalah 7-25 kDa. Kemudian menurut Farghally
et al. (2009), komponen protein Fasciola dengan sifat antigenik memiliki berat
molekul 29 kDa, kemudian diikuti oleh 27 kDa dan selanjutnya 25 kDa.
Begitupun hasil penelitian Mohamed et al. (2004) antigen-antigen yang bersifat
imunoreaktif terhadap serum pasien terinfeksi Fascilosis adalah 29 kDa, 25 kDa
dan 12 kDa. Rivera-Marrero et al. (1988) juga melaporkan bahwa pita protein
dengan berat 25 kDa dan 30 kDa dari cairan ES F. gigantica merupakan protein
dengan sifat spesifik untuk Fasciolosis akut dan kronis pada kelinci, sapi dan
domba. Sama halnya dengan hasil penelitian Priago (2006) terhadap cacing F.
gigantica dan F. hepatica, profil protein yang dominan muncul dengan berat
molekul 29.3, 25, dan 19 kDa.
Namun beberapa hasil yang dilaporkan oleh peneliti lain seperti
Estuningsih dan Widjajanti (1998) yang melaporkan bahwa sifat antigenik cairan
ES ditemukan pada protein dengan berat 46 kDa dan 47 kDa. Kemudian
Naverrete et al. (1993) melaporkan bahwa molekul spesifik ES F.gigantica adalah
molekul dengan berat 23-37 kDa. Di samping itu penelitian Sari-Mehmeoglu
(2002) juga menjelaskan perbedaan, yang mana menurut hasil penelitiannya
bahwa infeksi Fasciolosis menunjukan tiga protein dengan sifat antigenik yaitu 36
kDa, 29 kDa dan 17 kDa.
Perbedaan-perbedaan tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti pengaruh individu ternak, pakan dan geografis tempat hidup ternak serta
pelarut yang digunakan untuk memisahkan komponen protein ES. Xi et al. (2006)
menjelaskan bahwa penambahan PEG dengan berbagai konsentrasi dapat
memurnikan berbagai jenis protein tumbuhan dengan tingkat spesifikasi
kemurnian didapatkan pada konsentrasi PEG yang lebih tinggi (16% dan 24%)
berdasarkan hasil analisis gel 2 Dimensi yang dilakukan. Dewi et al. (2012) juga
menambahkan bahwa pengendapan protein dengan PEG tidak mempengaruhi
tahap pemurnian berikutnya. Perbedaan umur cacing sebagai material riset juga
mempengaruhi pola pita-pita protein antigenik (Estuningsih dan Widjajati, 1998).
Mas-Coma et al. (2005) menjelaskan juga bahwa letak geografis dari tempat
hidup cacing dapat berpengaruh terhadap antigen yang diekresikan. Pengaruh
spesies inang terhadap tanggap kebal antigen tertentu dapat berbeda-beda (Sobhon

12

et al., 1996 ; Meshgi et al., 2008). Disamping itu Farghaly (2009) juga
menekankan bahwa perbedaan hasil dalam beberapa penelitian dapat dipengaruhi
oleh metode dan jalannya penelitian terutama dalam pengambilan dan preparasi
sampel.

KESIMPULAN
Hasil SDS-PAGE untuk karakterisasi profil pita protein penyusun cairan
ES F.gigantica menunjukkan adanya 18 pita protein dengan berat molekul
berkisar antara 7-70 kDa. Dari 18 pita tersebut setelah dilakukan uji sifat
antigenik menggunakan teknik Western blotting didapatkan protein dengan
kisaran berat 20-50 kDa dan satu pita dengan berat 25 kDa sebagai indikasi
protein dengan sifat antigenik yang sangat baik. Pemisahan protein ES dengan
PEG tidak mempengaruhi tahap pemurnian berikutnya karena pita protein dengan
berat 25 kDa masih terlihat pada konsentrasi PEG lebih tinggi bahkan semakin
spesifik.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Gowa. Dinas
Peternakan Kabupaten Gowa. Jawa Barat.
Anonim. 2011. Pengembangan Metode ELISA utuk Mendeteksi Keberadaan
Koproantigen Fasciola gigantica pada Ruminansia: Model Uji Diagnostik
untuk Human Fasciolosis. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Astiti LGS, Estuningsih E, Hartiningrum DB, Muliyati K dan Ichwan. 2011.
Pemberantasan dan Pengendalian Penularan Fasciolosis pada Sapi Bali di
Pulau Lombok. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Teggara Barat.
NTB.
Chwohury N and Tada I. 1994. Helminthology. New Delhi. Springer-Varlag.
Norasa Publising House.
Dewi NC. Nurhidayati T, Purwati KI. 2012. Pengaruh Penambahan PEG
(Polyethylen Glicol) Terhadap Profil Protein Tembakau (Nicotiana tabecum
L. Var Prancak 95) Pada Media In Vitro. FMIPA Institut tTeknologi
Sepuluh November. Surabaya.
El-Rahimy M. 2012. Evaluation of Some Fasciola gigantica Antigens as Vaccines
Against Fasciolosis in Goats. Department of Internal Medicine and
Infectious Diseases, Faculty of Veterinary Medicine. Cairo University.
Giza.
13

Estuningsih SE, Spithill T, Raadsma H, Law R, Adiwinata G, Meusen L and
Piedrafitall D. 2009. Development and application of a fecal antigen
diagnostic sandwich ELISA for estimating prevalence of Fasciola gigantica
in cattle in Central Java, Indonesia. Journal of Parasitology 95 (2): 450-455
Garfin DE. 2013. Gel Electrophoresis of Proteins. In: Davey J, Lord M (eds)
Essential Cell Biology. Vol 1, Chapter 7: cell structure, a practical approach.
Oxford University Press.
Farghaly AM, Nada SM, Emam WA, Matter MA, Mohamed SMA, Sharaf EM
and El-Gamal RA. 2009. Role of Fast-ELISA and Western Blot in Diagnosa
of Human Fascilosis Using Crude Adult Worm and Eksretory/Sekretory
Fasciola Antigen. Parasitologists United Journal (PUJ). 1 (2) 55-65.
Guyton AC, and Hall JE. 2007. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11. Irawati et al,
penerjemah; Rachman LY, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook
of Medical Physology 11th Edition.
Harris, M.J. 1992. Poly (Ethylene Glycol) Chemistry. Biotechnical and
Biomedical Applications. Plenum Press. New York.
Kim K, Yang HJ and Chung YB. 2013. Usefulness of 8 kDa Protein of Fasciola
hepatica in Diagnosis of Fasciolosis
Kumar N, Ghosh S, Gupta SC. 2008. Early detection of Fasciola gigantica
infections in buffaloes by enzim linked immunosorbent assay. Parasitol Res
103 : 141-150.
Kusnoto, Subekti S, Sudiana IK dan Soedarno. 2011. Karakterisasi dan Isolasi
Protein Spesifik dari Material Excretory-Secretory (ES) Toxocara cati
untuk Pengembangan Diaknostik Toxocariasis dengan Teknik ELISA.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. JBP Vol.13, No 1.
Surabaya.
Lastuti NDR, Pasila AR dan Nurhayati T. 2008. Identifikasi Profil Protein Eksresi
Sekresi Cacingi Haemonchus contortus Dewasa Dengan SDS-PAGE.
Veterinaria Medika 1 (1), 39-42.
Laula PD, Koesdarto S dan Atik MG. 2007. Karakterisasi Protein Ekskretory
Secretory Larva Stadium Kedua Dorman terhadap Antibodi Anti-Larva
Stadium Kedua Toxocara canis dengan Teknik Western Blotting. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Marcodo R. 1989. Detection of Immunocreative Peptides of F. gigantica, with
Sera From Infected Subjects, by Enzyme Immunoelektrotranfer. Bol Chil
Parasitol, 44 (3-4): 86-88.
Mas-Coma S, Valero MA, Bargues MD. 2009. Fasciola, lymnaeids, and Human
Fasciolosis, With a Global Overview on Disease Transmission
Epidemiology, Evolutionary Genetics, Molecular Epidemiology and
Control. Adv Parasitol 69 : 41-146.
Meshgi B, Eslami, A and Hemmatzadeh F. 2007. Determination of Somatic and
Excretory-Secretory Antigens of Fasciola hepatica and Fasciola gigantica
using SDS-PAGE. Department of Parasitology. Faculty of Veterinary
Medicine, University of Tehran. Iran.
Mitchell GBB. 2007. Liver fluke. In Disease of Sheep.Aitken, I.D. (ed). 4th ed.
Blackwell, London.

14

Mohamed MM, Al-Sherbiny MM, Sharaf AA, Elmamlouk TH. 2004.
Immunological Identification of Fasciola hepatica Antigens Containing
Major Human T-cell and B-cell Epitopes. J Egypt Soc Parasitol, 34 (3):
751-766.
Neverrete PA, SC, Yadav and OK. Raina. 1993. Vaccination of buffaloes with
Fasciola gigantica recombinant fatty acid binding protein. Parasitology
Research, 97: 129-135.
Priago MV, Valero MA, Panova M, Mas-Coma S. 2006. Phenotypic comparison
of allopatric populations of Fasciola hepatica and Fasciola gigantica
from European and African bovines using a computer image analysis
system (CIAS). Parasitol Res 99. 368-378.
Rivera MCA, Santiago N, Hillyer GV. 1988. Evaluation of Immunodiagnostic
Antigen in the ES Production of F. hepatica. J Parasitol, 74 (4): 646-652
Shehab AY, Hassan EM, Abou BLM, Omar EA, Helmy MH, El - Morshedy HN,
Farag HF. 1999. Detection of Circulating e/s Antigen in the Sera of Patients
with Fascioliasis by ELISA: a tool of serodiagnosis and assessment of cure.
Tropical Medicine and International Health 4: 686 - 690.
Spithill, F.W. 1999. Fasciola gigantica : epidemiology, control,immunology and
molecular biology . in: Fasciolosis. CAB International Publishing,
Wallingfortd, UK.
Sriasih M, Depamede SN dan Ali M. 2013. Karakterisasi Protein Antigenik
Cairan Eksretori Sekretori Cacing F. gigantica Isolat Lokal dengan Teknik
Western blotting. Laporan Akhir Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi
Negeri Kelompok Riset Bidang Ilmu Mikrobiologi dan Bioteknologi
Universitas Mataram. Matara.
Suryana, A. 2009. Dukungan Teknologi Penyediaan Peroduk Pangan Peternakan
Bermutu, Aman dan Halal. Kepala Badan Penelilitan dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.
WHO (Wold Health Organization). 2009. Position Paper On Food Borne
Trematode Infections and Taeniasis/Cysticercisis. Vientiane. Lao People’s
Democratic Republic.
Wibowo MS. 2010. Elektriforesis. School of pharmacy ITB. Bandung.
Yuliana. 2010. Pengaruh Invigorasi Menggunakan Polyethylene Glicol (PEG)
6000 Terhadap Viabilitas Benih Tembakau (Nicotiana tabacum). Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang. Malang.
Xi J, Wang Xu, Li S, Zhou X, Yue L, Fan J and Hao D. 2006. Polyethylene glycol
Fractionation Improved Detection of ow-abundant Proteins by TwoDimensional Electrophoresis Analysis of Plant Proteome. Departemen of
Pediatrics, The Firs Hospital of Jilin University. Changcun.
Zhang W, Peigne F, Moreau E, Chauvin and Huang W. 2005. Comparison of
modulation of sheep, mouse, and buffalo lympochocyte responses by
Fasciola hepatica and Fasciola gigantica excretory-secretory product.
Journal Parasitology 95: 333-338.

15

Dokumen yang terkait

Optimasi Penggunaan IgY Dan IgG Sebagai Antibodi Penangkap Dan Pendeteksi Antigen Ekskretori Sekretori (ES) Fasciola gigantica Dalam Uji Elisa

1 15 95

Produksi Antibodi Poliklonal Antiekskretori/Sekretori (E/S) Fasciola gigantica Isolat Asal Domba Dan Kerbau Pada Kelinci

3 21 79

Produksi Immunoglobulin Y (Ig Y) anti -Ekskretori/Sekretori (E/S) Fasciola gigantica pada Ayam Petelur

1 4 69

KARAKTERISASI LAPISAN SHELLAC-MONTMORILLONITE KOMPOSIT YANG DIPLASTISASI DENGAN POLIETILENA GLIKOL (PEG) BERAT MOLEKUL 400.

0 0 15

15. KONSENTRASI PROTEIN ANTIGEN EKSKRETORI SEKRETORI DAN SOMATIK PADA Fasciola gigantica DAN Eurytrema pancreaticum The Protein Concentration of Excretory Secretory and Somatic Antigen from Fasciola gigantica and Eurytrema pancreaticum | Hambal | Jurnal M

0 2 3

Identification of Excretory Secretory (ES) Liquid Antigen Protein Fasciola gigantica with Polyethilen Glycol (PEG) Separation | Junaidi | Indonesian Journal of Biotechnology 27017 67351 1 PB

0 0 7

Pengaruh iradiasi ultraviolet (254 nm) terhadap pelemahan kemampuan menginfeksi mirasidium Fasciola gigantica

0 0 5

Skripsi PROFIL PROTEIN INTESTIN DAN EXCRETORY-SECRETORY (ES) CACING Mecistocirrus digitatus DAN Haemonchus sp DEWASA

0 0 60

KARAKTERISTIK MORFOLOGI TIPE CACING Fasciola gigantica MELALUI KAJIAN MORFOMETRI PADA SAPI YANG DIPOTONG DI RPH PEGIRIAN SURABAYA PENELITIAN OBSERVASIONAL Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 18

TANGGAP KEBAL SAPI TERHADAP INOKULASI METASERKARIA Fasciola gigantica

0 0 6