Penyesuaian Sosial Pada Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) - Unika Repository

  peneliti dengan menggunakan metode observasi dan wawancara, diketahui bahwa gejala ADHD yang muncul pada subjek yaitu, gejala inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas. Gejala-gejala ADHD tersebut mempengaruhi beberapa aspek pada penyesuaian sosial seluruh subjek, yaitu School

Functioning (masalah di sekolah), Peer Interactions (masalah

  dengan teman sebaya), Interactions with Siblings (masalah dengan teman sebaya), Interactions with Parents (masalah dengan orangtua). Pada subjek 1 dan 3, gejala ADHD juga

  

kematangan, serta kondisi lingkungan. Pada subjek 2 dan 3,

aspek Spare Time Functioning juga dipengaruhi oleh faktor

perkembangan dan kematangan, serta kondisi lingkungan.

  Masing-masing subjek memilik persamaan dan perbedaan

dalam mengalami gejala ADHD, serta penyesuaian sosial yang

muncul akibat pengaruh gejala ADHD atau faktor-faktor yang

mempengaruhi. Berikut ini adalah tabel intensitas gejala ADHD,

penyesuaian sosial dan faktor yang mempengaruhi yang muncul

pada ketiga subjek:

Tabel 11. Intensitas Gejala ADHD Ketiga Subjek No Gejala ADHD Intensitas Tema Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3

  1 Inatensi +++ +++ +++

  2 Hiperaktivitas +++ ++ ++

  3 Impulsivitas ++ +++ +++ kandung

  Interactions with Parents

  11 Relasi dengan ibu

  12 Relasi dengan ayah ++ ++ ++

  13 Masalah dengan orangtua ++ ++ ++ Tabel 13.

  Intensitas Faktor yang Mempengaruhi Penyesusian Sosial Ketiga Subjek Intensitas Tema No Faktor yang Mempengaruhi Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3

  1 Perkembangan dan kematangan + ++ ++

  2

  • Kondisi lingkungan Keterangan:

  : Intensitas rendah (kurang) +

  • : Intensitas sedang (cukup)
    • : Intensitas tinggi (baik)

  

Ketiga subjek memiliki persamaan dan perbedaan gejala

ADHD, penyesuaian sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Ketiga subjek mengalami gejala inatensi, hiperaktivitas dan impulsivitas, namun intensitas pada setiap subjek berbeda-beda. Ketiga subjek mengalami gejala inatensi

  

intensitas sedang dialami oleh subjek 3). Hal ini menunjukkan

bahwa kemampuan akademiknya cukup baik dan mampu

mengikuti pelajaran. Pada bagian sosial di sekolah, intensitas

tinggi dialami oleh ketiga subjek. Kemudian pada bagian

masalah di sekolah, ketiga subjek mengalami intensitas sedang.

Pada aspek spare time functioning, bagian aktivitas (intensitas

tinggi dialami subjek 1, sedangkan intensitas sedang dialami

oleh subjek 2 dan 3). Pada bagian menonton TV, intensitas tinggi

dialami oleh subjek 1 dan 3, sedangkan intensitas rendah dialami

oleh subjek 2. Pada bagian bermain bersama, intensitas tinggi

dialami oleh subjek 2, sedang intensitas rendah dialami oleh

subjek 1 dan 3. Pada aspek peer interactions, bagian relasi

dengan teman sebaya, intensitas tinggi dialami oleh ketiga

subjek. Pada bagian masalah dengan teman sebaya, ketiga masalah dengan orangtua, ketiga subjek dengan intensitas sedang.

  Pencapaian penyesuaian sosial pada ketiga subjek tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek. Ketiga subjek dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan kematangan, serta kondisi fisik. Intensitas pada setiap subjek pun berbeda-beda. Pada faktor perkembangan dan kematangan, subjek 1 dan 2 dengan intensitas sedang, sedangkan subjek 3 dengan intensitas rendah. Pada faktor kondisi lingkungan, ketiga subjek dengan intensitas tinggi.

  Bagi orang awam, anak ADHD seringkali disebut sebagai anak hiperaktif atau anak yang nakal. Hal ini dikarenakan,

  

dan 2 seringkali mudah beralih pada aktivitas, misalnya ketika

sedang mengerjakan tugas, subjek 1 dan 2 melakukan aktivitas

yang lain. Pada subjek 1 dan 3, seringkali kehilangan alat tulis.

Kemudian, pada subjek 1 dan 3 seringkali tidak fokus saat

mengerjakan tugas dan sering lupa dengan hal-hal penting.

  

Pada gejala hiperaktivitas, ketiga subjek tidak bisa duduk dengan

tenang, seperti menoleh, memainkan alat tulis, kursi dan lainnya.

  

Pada subjek 1 dan 2, seringkali jalan-jalan dan berpindah tempat

duduk saat jam pelajaran sedang berlangsung. Sedangkan, pada

subjek 3 seringkali tiba-tiba pergi ketika berada di tempat umum,

seperti mall, supermarket. Pada gejala impulsivitas, subjek 1

seringkali mengambil barang tanpa izin dan tidak sabar

menunggu giliran. Kemudian pada subjek 2, suka bicara,

menceletuk dan seringkali asal dalam menjawab pertanyaan.

  

kesulitan dalam memahami pelajaran, malas membaca dan

menulis, sehingga sebagian besar nilainya di bawah KKM, serta

harus pindah sekolah. Hasil tersebut didukung oleh pendapat

menurut Chrisna (2014, 22), yang menyatakan bahwa anak

ADHD sulit untuk mengikuti pelajaran, mengalami kesulitan

dalam menulis, membaca, dan matematika. Pada ketiga subjek

mengalami masalah di sekolah, namun bentuk perilakunya

berbeda-beda. Pada subjek 1 seringkali tidak menyelesaikan

tugas, tidak meminta izin ketika meminjam barang dan tidak suka

menulis. Pada subjek 2 suka mengganggu proses belajar,

terkadang berkata kasar, dan empat kali bolos sekolah.

Kemudian, pada subjek 3 seringkali tidak memperhatikan

intruksi, membantah perintah dan teguran guru. Pada subjek 1

dan 3, mengalami masalah pada aspek spare time functioning.

  

bingung dan kesal dengan subjek. Selain itu, pada subjek 2 juga

suka mengejek temannya. Sedangkan pada subjek 3, salah satu

temannya suka mengejek subjek 3. Ketiga subjek juga

mengalami masalah dengan saudara kandung, namun ada

beberapa bentuk perilakunya yang berbeda. Ketiga subjek suka

usil dengan dengan saudara kandungnya. Kemudian pada

subjek 1 seringkali rebutan dan suka mengambil barang

kakaknya tanpa izin. Pada subjek 2 seringkali berdebat dan

jarang berinteraksi dengan kakaknya. Sedangkan, pada subjek 3

suka memaksakan kehendaknya kepada kakaknya dan

terkadang marah dengan kakaknya. Selain itu, pada aspek

masalah dengan orangtua dialami juga oleh ketiga subjek. Ketiga

subjek suka membantah perkataan ayah atau ibunya. Pada

subjek 1 dan 2 suka merusak fasilitas rumah, seperti mencoret

  

kematangan, ketika subjek dilihat dari subtes Wechsler yang

terkait dengan kematangan sosial tergolong cukup baik. Oleh

karena itu, kematangan sosial dari ketiga subjek dapat dikatakan

cukup matang. Menurut Nanik (2007, h. 21), subtes WISC yang

terkait dengan kematangan sosial, minat dengan orang lain,

situasi sosial, keterampilan sosial dan pemahaman terhadap

norma-norma sosial dapat terlihat pada subtes comprehension,

block design, picture arrangement, dan object assembly. Selain

itu, IQ dari ketiga subjek juga tergolong rata-rata. Pada subjek 2

seringkali mau mengalah dengan adiknya dan peduli dengan

temannya. Menurut Hadibroto, Alam, Suryaputra & Olivia (2002,

  

h. 74), anak tengah akan lebih mudah dalam menjalin relasi

dibandingkan dengan anak sulung maupun anak bungsu. Oleh

karena itu, anak tengah cenderung lebih suka berinteraksi

  

sangat memaklumi perilaku-perilaku V. Ibu, guru, saudara dan

temannya pun ikut membantu V agar bisa lebih mengontrol

perilakunya dengan cara mengingatkan atau menegur V.

Kemudian, pada subjek 2, mendapat dukungan dari pihak

sekolah dan significant other (nenek dan kakek). Gurunya selalu

memperhatikan perkembangan T, sehingga gurunya

menyarankan T agar mengikuti ekstrakulikuler karate, agar

energi T yang berlebih bisa tersalurkan. Selain itu, kakek, nenek,

guru dan temannya selalu mengingatkan T agar perilakunya

terkontrol. Subjek 3 pun mendapat dukungan dari pihak keluarga

dan sekolah. Orangtua, guru, teman dan kakaknya sudah paham

dengan kondisi M, sehingga mereka sangat memaklumi perilaku-

perilaku M. Selain itu, mereka juga selalu mau membimbing dan

mengingatkan M. Orangtua dan gurunya selalu bersikap tegas

  

anak tengah itu lebih kreatif dan fleksibel, karena mereka ingin

terlihat berbeda dari kakak ataupun adiknya. Anak tengah juga

cenderung lebih santai, mandiri dan murah hati dibandingkan

dengan kakak atau adiknya. Oleh karena itu, anak tengah akan

lebih mudah ketika melakukan kegiatan di luar rumah bersama

teman sebayanya (Hadibroto, 2002, h. 45).

  Faktor-faktor tersebut mempengaruhi beberapa aspek pada

penyesuaian sosial. Pada subjek 1 dan 2 school functioning

(akademik) terlihat pada kemampuan mereka dalam memahami

pelajaran. Pada subjek 1 nilai mid semester antara 80 hingga 90,

sudah lancar dalam hal membaca dan mampu hitungan

sederhana. Kemudian, pada subjek 2 nilai mid semester antara

60 hingga 90, selalu mengerjakan tugas di sekolah dan PR.

Selain itu, pada ketiga subjek memiliki school functioning (sosial

  

temannya. Selain itu, pada subjek 3 mau membantu pekerjaan

rumah tangga ketika sedang libur. Pada ketiga subjek relasi

dengan teman sebayanya cukup baik. Mereka mau bermain,

ngobrol dan makan bersama setiap jam istirahat. Mereka juga

tidak memilih dalam berteman. Selain itu, pada subjek 1 juga

terlihat bahwa V mau meminta maaf setiap kali melakukan

kesalahan dengan orang lain. Sedangkan, pada subjek 2 terlihat

memiliki banyak teman, temannya selalu mencari dan mengajak

T bermain. Hal tersebut didukung oleh pendapat menurut

Hadibroto, dkk (2002, h.74), yang menyatakan bahwa anak

tengah lebih mudah dalam menjalin relasi. Hal ini dikarenakan,

anak tengah sangat ramah, suka melakukan kegiatan di luar

rumah dan lebih fleksibel (Borba, 2009, h.22; Hadibroto, dkk,

2002, h. 45). Kemudian pada subjek 3 terlihat bahwa M mudah

  

tersebut bisa dilihat dari cara T yang selalu mau mengajak

adiknya bermain bersama. Hal tersebut juga terliha pada subjek

3 yang selalu mau membantu kakaknya dan bermain, serta

menonton TV bersama kakaknya. Hal ini dikarenakan, kakak

sudah memahami kondisi M, sehingga kakaknya akan lebih

sering mengalah ketika berantem dengan M.

  Interaksi ketiga subjek dengan orangtuanya juga termasuk

cukup baik. Hal ini terlihat pada subjek 1 yang mau menuruti

perkataan ibunya. Selain itu, V juga mampu berempati dengan

ibunya, seperti mengambilkan tisu ketika ibunya menangis. V

dan ibunya pun sering ngobrol dan ibunya pun selalu

mendampingi V saat menonton TV atau belajar. V juga mau

ngobrol dan memperbaiki mainan dengan ayahnya, ketika

ayahnya memiliki waktu luang. Sedangkan, pada subjek 2,

  

keputusan. Walaupun demikian, M jarang berinteraksi dengan

ayahnya. M hanya bisa ngobrol dan menonton TV bersama

ayahnya, ketika malam hari atau libur. M juga selalu mau

menuruti aturan dan perintah dari ayahnya. Hal ini dikarenakan,

ayahnya sangat tegas dengan M dan kakaknya. Berdasarkan

hasil penelitian menurut Yeow, Roger & Sharmaine (2011, h.

  

1489), menunjukkan bahwa dukungan dan cara pengasuhan

orangtua sangat mempengaruhi penyesuaian sosial seorang

anak. Apabila orangtua selalu memberikan dukungan dan

mengasuh anaknya dengan kooperatif, serta penuh kehangatan,

maka anak dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik.

  Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bahwa interaksi

ketiga subjek dengan ayahnya termasuk kurang. Hal ini terlihat

dari hasil observasi dan wawancara, bahwa ketiga subjek jarang

  

subjek memiliki kedekatan dengan ibunya. Hal ini terlihat dari

hasil observasi dan wawancara, bahwa ketika subjek sering

ngobrol dan ibu selalu mendampingi ketiga subjek ketika

mengerjakan PR atau belajar. Selain itu, ketiga subjek juga

sangat dekat dengan saudara kandungnya. Subjek 1 dan 3

seringkali bermain atau melakukan aktivitas bersama kakaknya.

  

Sedangkan, pada subjek 2 seringkali bermain dan melakukan

aktivitas bersama adiknya. Walaupun terkadang ketiga subjek

bertengkar atau berebut sesuatu, namun setelah itu mereka

saling memaafkan dan bermain bersama lagi. Interaksi ketiga

subjek dengan teman sebayanya juga terlihat cukup baik. Ketiga

subjek seringkali memanfaatkan waktu luangnya untuk bermain

dengan teman-temannya. Ketiga subjek juga mau bergaul dengan siapa saja dan tidak memilih teman. lingkungan sangat membantu ketiga subjek dalam melakukan penyesuaian sosial. Orangtua, significant other (kakek dan nenek), guru, teman sebaya, dan saudara kandung mampu memahami kondisi dari ketiga subjek tersebut. Oleh karena itu, mereka sangat memaklumi dan bahkan mau membimbing, serta mengingatkan ketiga subjek tersebut agar perilakunya bisa lebih terkontrol. Dengan demikian, ketiga subjek tersebut merasa diterima dan mendapat kesempatan untuk menjalin relasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal tersebut didukung oleh teori yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan dapat mempengaruhi seseorang dalam pencapaian penyesuaian sosial (Schneiders, 1955, h. 122). Selain itu, hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa peran pola asuh pada orangtua dapat mempengaruhi kualitas penyesuaian sosial pada

  

terutama saat observasi di rumah sangat terbatas. Hal ini

dikarenakan, kesibukan dan waktu luang setiap subjek yang

terbatas. Oleh karena itu, peneliti tidak dapat melihat kegiatan

dan perilaku subjek pada separuh waktunya. Selain itu, orangtua

(terutama ayah) terlihat jarang berada di rumah, karena sibuk

bekerja dan pulangnya malam. Oleh karena itu, peneliti tidak

dapat mengamati dengan saksama relasi antara subjek dengan

ayahnya.

  Kelemahan lainnya adalah adanya ketimpangan pada

tingkatan kelas pada masing-masing subjek. Ketimpangan terjadi

antara subjek 1 dan 3. Subjek 1 baru kelas satu SD, sedangkan

subjek 3 sudah kelas lima SD. Oleh karena itu, kesempatan dan

pengalaman yang diperoleh oleh subjek 3 lebih banyak

dibandingkan dengan subjek 1.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam

  penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa gejala inatensi yang muncul pada ketiga subjek, yaitu: perhatian mudah teralihkan, sering tidak memperhatikan intruksi atau penjelasan guru, mudah beralih aktivitas, mudah lupa, sering kehilangan atau meninggalkan alat tulis, serta tidak suka mengerjakan tugas yang membutuhkan ketelitian. Kemudian, gejala hiperaktivitas dan impulsivitas yang muncul pada ketiga subjek, yaitu: sering jalan-jalan, sering berpindah tempat duduk, tidak bisa duduk dengan tenang, tidak sabar menunggu giliran, suka berbicara

  Secara akademik, nilai mid semester subjek 1 dan 2

memenuhi standar KKM, sedangkan nilai mid semester subjek 3

sebagian besar di bawah KKM. Selain itu, subjek 1 dan 2 mampu

mengikuti pelajaran di sekolahnya, sedangkan pada subjek 3

mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolahnya.

Hal ini dikarenakan, subjek 3 lebih mampu mempelajari sesuatu

secara visual, dibandingkan secara auditori. Padahal di sekolah

subjek 3 cara belajarnya lebih banyak secara auditori. Kemudian,

ketiga subjek mengalami masalah di sekolahnya, yaitu malah

menulis. Ketiga subjek tidak suka menulis terlalu banyak, karena

bagi mereka menulis adalah aktivitas yang membosankan.

  Ketiga subjek memanfaatkan waktu luangnya dengan cara

melakukan aktivitas bermain, seperti bermain bola atau

menggunakan mainan. Subjek 1 dan 2 juga memanfaatkan

  Relasi dengan saudara kandung, ketiga subjek sering

bermain dengan saudara kandungnya, dan mau membantu

saudara kandungnya ketika sedang membutuhkan bantuan.

Walaupun demikian, masalah dengan saudara kandung juga

muncul pada ketiga subjek, mereka seringkali usil dengan

saudara kandungnya dan suka berantem juga dengan saudara

kandungnya.

  Relasi dengan ibu, ketiga subjek ngobrol dengan ibunya.

Pada subjek 1 dan 3, mau membantu ibunya ketika

membutuhkan bantuan dari mereka. Kemudian relasi dengan

ayah, ketiga subjek sering ngobrol dengan ayahnya. Pada subjek

1 dan 3 seringkali membantu ayahnya ketika membutuhkan

bantuan. Masalah dengan orangtua pun muncul, ketiga subjek

suka membantah perkataan orangtua, terkadang mereka juga yang terkait dengan kematangan sosial (comprehension, block design, picture arrangement, object assembly) juga termasuk cukup baik. Selain itu, kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi penyesuaian sosial pada anak ADHD. Ketiga subjek mendapat dukungan dari pihak keluarga dan sekolah. Selain itu, orangtua, guru, teman sebaya dan saudara kandung sangat memahami dan memaklumi kondisi kondisi ketiga subjek.

  Oleh karena itu, ketiga subjek selalu dibimbing dan diingatkan oleh mereka agar perilaku mereka bisa lebih terkontrol.

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, kondisi lingkungan (keluarga dan sekolah) sangat berperan penting dalam penyesuaian sosial anak ADHD. Oleh karena itu, anak ADHD merasa tidak dikucilkan dan mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam beriteraksi dengan lingkungan di

  Dengan demikian, diharapkan anak ADHD juga akan lebih percaya diri ketika berbaur dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

  2. Bagi Sekolah Pihak sekolah juga bisa selalu memberikan kesempatan kepada anak ADHD agar bisa mengikuti segala kegiatan yang ada di sekolah. Pihak sekolah, terutama wali kelas bisa meminta anak ADHD agar duduk di barisan paling depan, agar guru selalu bisa mengawasi dan mengingatkan anak ADHD ketika perilakunya mulai tidak terkontrol.

  3. Bagi Masyarakat Umum Melakukan penyesuaian sosial bukan sesuatu yang mudah bagi anak ADHD. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan peran serta dan bantuan dari orang-orang di penyesuaian sosial. Oleh karena itu, anak ADHD pun akan melakukan perilaku atau tindakan negatif terhadap lingkungan, seperti menjadi agresif, melanggar aturan, berbohong, mencuri, dan lainnya.

  4. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya yang hendak meneliti mengenai penyesuaian sosial pada anak ADHD, disarankan agar

mengaitkan penyesuaian sosial dengan urutan kelahiran.

  

Alkaissi, A dan Harazni, L. (2016). The Experience of Mothers and

Teachers of Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder Children, and Their Management Practices for the Behaviors of the Child A Descriptive Phenomenological Study. Journal of Educational and Practice, Vol.7, No.6.

  

American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorder. Fifth Edition. Washington DC: American Psychiatric Association.

  

Bararah, V. (2011). Stres Parah Banyak Dialami Orangtua dari Anak

ADHD. Detik Health.

  

Biederman, J., Faraone, S., & Chen, W. (1993). Social Adjustment

Inventory for Children and Adolescents: Concurrent Validity in

ADHD Children. J.Am.Acad.Child Adolesc. Psychiatry, 32:5.

  

Borba, M. (2009). The Big of Parenting Solutions: 101 Jawaban

sekaligus Solusi bagi Kebingungan dan Kekhawatiran Orangtua

  

Clikeman, M. (2007). Social Competence in Children. United States

of America: Springer.

  

Creswell, J. (2014). Research Design: Pendekatan Kualitatif,

Kuantitatif dan Mixed. Alih bahasa: Achmad Fawaid.

  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Desiningrum, D. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.

  Yogyakarta: Psikosain.

Flanagen, R. (2002). ADHD Kids (Attention Deficit Hyperactivity

  Disorder). Alih bahasa: Bambang Pamungkas, Tisa Adiantari & Trisno Tri Wilujeng. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

  

Hadibroto, I., Alam, S., Suryaputra, E & Olivia, F. (2002). Misteri

Perilaku Anak Sulung, Tengah, Bungsu dan Tunggal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

  

Hartono, A & Sunarto, H. (1999). Perkembangan Peserta Didik.

  Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Howard, A & Landau, S. (2010). ADHD: A Primer for Parents and

  

Jogsan, Y. (2013). Emotional Maturity and Adjustment in ADHD

Children. Research Article Psychology & Psychotherapy.

  Volume 3, Issue 2, ISSN: 2161-0487 JPPT.

  

John, K., Gammon, D., Prusoff, B., & Warner, V. (1987). The Social

Adjustment Inventory for Children and Adolescents (SAICA): Testing of a New Semistructured Interview. American Academy of Child and Adolescent Psychiatry.

  

Jong, W. (2017). Pendekatan Pedagogik & Didaktik: pada Siswa

dengan Masalah dan Gangguang Perilaku. Alih bahasa: Julia Maria van Tiel. Jakarta: Prenada.

  

Kahija, Y & Siburian, E. (2014). Pengalaman Ibu dengan Anak ADHD

(Studi Fenomenologis dengan Interpretive Phenomenological Analysis). Jurnal Universitas Diponegoro.

  

Kalat, J.W. (2012). Biopsikologi: Biological Psychology. Buku 2. Alih

bahasa: Dhamar Pramudito, S. Si. Jakarta: Salemba Humanika.

  

Kusdiyati, S & Fahmi, I. 2015. Observasi Psikologi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

  

Moleong, L. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

  

Murtie, A, (2014). Ensiklopedi Anak Berkebutuhan Khusus.

  Yogyakarta: Redaksi Maxima.

Nanik. (2007). Penelusuran Karakteristik Hasil Tes Inteligensi WISC

pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Jurnal. Psikolgi, Vol. 34, No. 1, 18-39.

  

Narbuko, C & Achmadi, A. (2013). Metodelogi Penelitian. Jakarta:

Bumi Aksara.

  

Nasution. (2014). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT

Bumi Aksara.

  

Olivia, F. (2014). Mengoptimalkan Kinerja Otak Anak di Sekolah:

Membuat Rencana Prestasi Belajar dan Solusi Alternatif Agar

  Purwanto,

  H. (1998). Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran AGC.

  

Rejeki, S. (2014). 100 Tanya Jawab Soal ADHD. Yogyakarta: Mitra

Buku.

  

Saputro, D. (2009). ADHD: Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder.

  Jakarta: CV. Sagung Seto.

Sholae, F., Afrooz, G., Baghdasarians, A. (2014). Social Adjustment

of Children and Degree of Marital Satisfaction of Parents.

  

Journal. Academy for Environment and Life Sciences, India.

  

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New

York: Hoolt, Rinehart and Winston.

  

Silva, A & Urbano, R. (2016). Child ADHD Severity, Behavior

Problems and Parenting Styles. Journal. Annals of Psychiatry and Mental Health.

  

Sutrisno. (2013). Panduan Praktis Merawat dan Mendidik Anak

dengan ADHD (Anak Berkebutuhan Khusus): Untuk Guru dan Orangtua. Yogyakarta: Mitra Buku.

  

Timur, H. (2017). Gangguan Anak ADHD/ Hiperaktif Mengganggu

Kejiwaan Anak. Artikel.

  

Trihandayani, D & Louisia, A. (2013). Berinteraksi dengan Kami yang

Attention Deficit/ Hyperactive Disorder (AD/HD). Jakarta: Yayasan Mimi Institute.

  

Tse, M. (2012). Social Skills and Self-Esteem of College Students

with ADHD. Disertation. Faculty of The USC Rossier School of Education University of Southern California.

  

Tseng, W., Kawabata, Y & Gau, S. (2011). Social Adjustment Among

Taiwanese Children with Symptoms of ADHD, ODD, and ADHD

  

Yeow., Roger., & Sharmaine. (2011). An Exploratory Study of Social

Adjustment among Youth in Residential Homes. Journal.

Educational Research

  

  

LAMPIRAN 1

Hasil Wawancara dan Observasi

Subjek 1

Hasil Observasi Subjek 1

  Inisial : V Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat, tanggal lahir : 28 Agustus 2010 Usia : 7 tahun 2 bulan Kelas : I (Satu) Tanggal Observasi : Rabu, 18 Oktober 2017 & Senin, 13 November 2017 Tempat Observasi : Rumah

Hasil Observasi Koding Indikator Perilaku

  Ketika observer berkunjung ke rumah V, V sedang makan. V makan disuapi oleh G2 Hiperaktivitas (makan sambil bermain pengasuhnya. V makan sambil memegang dan memainkan lego barunya. V duduk di lego dan berpindah tempat). bawah, kemudian duduk di sofa sambil menggerakkan legonya. Oleh karena itu, pengasuhnya harus mengikuti V ketika akan menyuapi V. Setelah selesai makan, V masih PSP1 Aktivitas (mengisi waktu luang dengan memainkan legonya. Ketika kakaknya ingin melihat bagian lego yang lepas, V tidak memainkan lego). memberikannya. Akhirnya, kakaknya hanya diam saja. Kemudian Papa-nya keluar dari kamar, V langsung menunjukkan kalau legonya ada yang lepas. Papa-nya pun langsung PIP2 Relasi dengan ayah (ayahnya membantu mengambil lego tersebut dan memperbaikinya. Ketika Papa-nya sedang memperbaiki V memperbaiki lego). legonya, V duduk di bawah sambil melihat Papa-nya. Kemudian Papa- nya berkata “ini ada PIP2 Relasi dengan ayah (bekerja sama dan bagian yang hilang, coba dicari dulu”. V pun langsung mencari bagian tersebut di karpet, komunikasi dua arah). namun V tidak menemukannya dan V langsung berkata “ga ada Pa”. Papa-nya pun menjawab “lah tadi kamu taruh dimana? coba dicari lagi”. V pun mencoba mencari lagi dan V pun menemukannya sambil berkata “yeeyy ini tetemu (ketemu) Pa”. Kemudian V menghampiri Papa-nya lagi. Setelah Papa-nya selesai memperbaiki legonya, Papa-nya membawa lego tersebut ke dalam kamar dan melarang V untuk bermain lego. V pun hanya diam saja dan mengambil mainan yang lain. V mengambil mainan robot Iron Men. Kemudian V duduk di karpet bersama observer dan memperlihatkan robot tersebut kepada observer. Setelah itu, V berdiri lagi dan mengambil topeng dan tongkat golf. V PIS1 Relasi dengan saudara kandung (V mengajak kakaknya untuk bermain bersama dan kakaknya mau menemani V bermain. bermain bersama kakaknya). Ketika Papa-nya hendak pergi kerja, Papa-nya pamitan dengan V. V langsung minta PIP2 Relasi dengan ayah (papa-nya pamit

  Papa-nya yang sedang memanaskan motor. V memanjat di pintu gerbang, kemudian membuka dan menutup pintu gerbang berkali-kali. Papa-nya pun memperingatkan V agar tidak memainkan pintu gerbang. Ketika V hendak menutup pintu gerbangnya, V tidak sengaja mendorong dengan keras hingga semua orang kaget. Papa-nya pun langsung marah kepada V, V langsung lari masuk menghampiri Mama-nya. V langsung memeluk Mama-nya dari belakang sambil memejamkan matanya. Kemudian Mama-nya berkata “tadi kan sudah dikasi tahu sama Papa, besok gak gitu lagi ya?”, V pun langsung manganggukkan kepalanya. Setelah itu, V masuk kamar dan mengambil lego yang tadi disimpan oleh Papa-nya. Mama- nya bertanya kepada V “kamu kok ambil legonya setelah

  datang menghampiri V, V pun langsung menghindar dan berpindah tempat duduk. V berkali-kali melepas dan memasang kembali legonya. V terlihat mulai bosan bermain lego, V pun meletakkan legonya diatas meja. Kemudian V menghampiri kakaknya dan memeluk, serta mencium pipi kakaknya. Kakaknya mencoba menghindar, namun V tetap mengejar kakaknya dan memeluk kakaknya dengan erat. Setelah itu, V mengajak kakaknya bermain. V mengambil dua tongkat golf dan dua topeng. Kemudian V mengajak kakaknya main perang-perangkan. Tongkat golf tersebut digunakan sebagai pedang. Setelah itu, V dan kakaknya berlari-larian di dalam rumah. Masuk kamar beberapa kali, kemudian keluar lagi, sehingga mereka harus membuka pintu beberapa kali. Mama-nya memperingatkan mereka agar tidak berlarian di dalam rumah, V tidak peduli dan tetap mengejar kakaknya. Kemudian kakanya menyuruh V berhenti, karena kakaknya capek dan mengajak V bermain yang lain saja. Kakaknya mengajak V masuk kamar. Mereka pun bercanda bersama di dalam kamar (terdengar suara tertawa V bersama kakaknya). Tiba-tiba V keluar kamar dan V menggunakan selendang di bagian punggungnya, seolah- olah bisa terbang. V menyuruh kakaknya untuk mengejar V, mereka pun bermain berlarian di dalam rumah. Setelah mereka lelah berlarian, mereka duduk berdampingan di sofa. V tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan V mengambil atlas milik kakaknya. Kakaknya pun meminta atlas tersebut kepada V agar tidak digunakan sebagai mainan oleh V. V pun menolak dan memegang atlas tersebut dengan erat. Akhirnya, mereka berebut dan tanpa disengaja V memukul mata kakaknya. Kakaknya pun langsung menangis, V langsung memalingkan wajahnya sambil memegang atlasnya. V berkata “atu ga sengaja, atu tan (kan) mau pinjem”. Kemudian Mama-nya menyuruh V agar meminta maaf kepada

  PIP3, G3 PIP1, F4 PIP3, G3 PIS2 PIS1 PIS1 PIP3, PIS1 PIS2, G3, PIP1, F4, PIS1

  Masalah dengan orangtua (ayah marah, karena V tidak mendengarkan nasihat). Impulsivitas (memainkan pintu gerbang berkali-kali). Relasi dengan ibu (menuruti kata mama). Kondisi lingkungan (mama-nya menasihati) Masalah dengan orangtua dan Impulsivitas (mengambil barang tanpa izin). Masalah dengan saudara kandung (tidak mau berbagi mainan dengan kakaknya). Relasi dengan saudara kandung (mencium dan memeluk kakaknya). Relasi dengan saudara kandung (bermain bersama kakak).

Papa pergi? kamu sudah izin sama Papa belum?”. V hanya diam saja dan membongkar beberapa keping legonya. V tampak asyik memainkan legonya, kemudian kakaknya

  Masalah dengan orangtua (tidak mempedulikan peringatan ibunya). Relasi dengan saudara kandung (bermain dan duduk bersama kakaknya).

  Masalah dengan saudara kandung dan Impulsivitas (mengambil barang tanpa izin). Relasi dengan ibu (mau menuruti perkataan mamanya). Kondisi lingkungan (mama-nya mengajarkan V untuk meminta maaf ketika melakukan

  (k ak)”, namun wajah V tidak mau menatap wajah kakaknya. Mama-nya bertanya kepada kandung (V minta maaf kepada kakaknya). kakaknya “kakak maafin adik gak?”, kakaknya pun langsung menganggukkan kepala.

  Kemudian V memeluk kakaknya dan mereka bermain bersama lagi. Mereka melihat atlas bersama. Kemudian observer pamit pulang kepada V dan kakaknya. V dan kakaknya langsung berdiri mengantar observer sampai pintu gerbang. V membukakan pintu gerbangnya dan berkata “da…da…mba”. Kemudian V masuk ke dalam rumah. Ketika observer datang ke rumah V, V baru bangun tidur. Kemudian V berkata kepada observer “atu belum mandi, atu baru bangun”. Setelah itu, V tiduran di sofa dan V tidak mau makan ketika ditawarkan makan oleh pengasuhnya. V juga tidak mau mandi, V PSP2 Memanfaatkan waktu luang dengan cara malah asyik menonton TV sambil tiduran di sofa. V menonton acara “Ihhh Serem”. Ketika menonton TV. iklan, V mengganti channel TV- nya, V menonton kartun “Shaun The Sheep”. Kemudian V bangun dan V pindah tiduran di karpet. V tiduran di sebelah kakaknya dan V memeluk PIS1 Relasi dengan saudara kandung (V sambil mencium kening kakaknya. Setelah itu, V melanjutkan menonton TV hingga kartun memeluk dan mencium kening kakaknya). “Shaun The Sheep” usai. Setelah itu, V bangun dan berjalan menuju dapur. Kemudian V ke ruang TV lagi sambil membawa container mainan. V memanggil kakaknya dan PIS1, PSP1 Relasi dengan saudara kandung dan mengajak kakaknya untuk bermain bersama. Kakaknya menuruti keinginan V dan V memanfaatkan waktu luang dengan cara langsung mengeluarkan semua mainan yang ada di dalam container. V bermain sambil bermain bersama kakaknya. ngobrol dengan kakaknya dan kakaknya tengkurap di hadapan V. Tiba-tiba V berdiri dan melewati kakaknya. V pun tanpa sengaja menginjak kaki kakaknya dan kakaknya kesakitan. V pun langsung berkata “maaf ya ta (kak)”, kakaknya memaafkan V dan mereka bermain bersama lagi. Pengasuhnya menyuruh V dan kakaknya membereskan mainannya, karena sebentar lagi Mama-nya pulang, namun V tidak mempedulikan kata- kata pengasuhnya. Kakaknya mengajak V membereskan mainan, namun V tetap tidak PIS2 Masalah dengan saudara kandung ( tidak mau dan tetap bermain. Kemudian Papa-nya pulang kerja, V pun langsung lari sambil mau membantu kakaknya membereskan membawa robot ke arah sofa. pengasuh dan kakaknya mengajak V membereskan mainan). mainan, namun V hanya diam saja dan memainkan robotnya di atas sofa. Kemudian V PIP2 Relasi dengan ayah (berinteraksi dan menghampiri Papa-nya yang baru masuk rumah dan V langsung berbisik kepada Papa- komunikasi dengan papanya). nya. Papa-nya pun menjawab “iya”, V langsung bersorak “yeeeyyy”. Setelah itu, V PSP1, PSP2, V mengisi waktu luang dengan cara menyalakan TV lagi, V menonton TV sambil tiduran di sofa dan memegang robotnya. G1 menonton TV dan bermain robot. Inatensi Kemudian pengasuhnya mengajak V mandi, namun V tetap tidak mau mandi. V tetap (menonton TV sambil bermain robot). asyik menonton TV sambil bermain robot. Ketika menonton TV, V bolak-balik memperbaiki antena, karena gambar di TV tidak bagus. Ketika iklan, V menghampiri kakaknya yang sedang menghitung uang mainan. Kemudian V mau mengacak uang PIS2, PSP2, Masalah dengan saudara kandung (usil

  V tetap mengacak uang tersebut, kemudian V kembali ke sofa menonton TV. Ketika dengan cara menonton TV. menonton, gambar TV-nya tidak bagus lagi dan V langsung memperbaiki antenanya. G1 Inatensi (menonton TV sambil bermain Setelah itu, V kembali ke sofa dan tiduran sambil menonton TV. Kemudian V duduk dan robot). memainkan robotnya, seakan-akan robotnya sedang bertarung. Ketika iklan, V mengganti

  channel lagi dan V menonton acara yang menarik menurutnya. Ketika sedang menonton, kakaknya memanggil V dan mengajak V bermain jual- jualan, V pun berkata “iya kak”.

  Kemudian V menghampiri kakaknya untuk bermain bersama. Ketika kakaknya G2 Hiperaktivitas (loncat dari sofa berkali- menyiapkan perlengkapan bermain, V melanjutkan bermain robot, sesekali V loncat dari kali). sofa. Kemudian pengasuhnnya datang dan menawarkan V mau mandi dulu apa makan. V pun memilih makan dulu, pengasuhnya langsung ke dapur menggoreng ikan dan mengambilkan V makan. V kembali bermain robot, V memainkan robotnya seakan-akan PSP1, PSP2, Memanfaatkan waktu luang dengan cara sedang bertarung, salah satu robotnya dilempar karena robotnya kalah ketika bertarung. G1 menonton TV dan bermain robot. Inatensi Kemudian V mengambil robotnya lagi dan memainkannya lagi. Ketika kartunnya sudah (menonton TV sambil bermain robot). mulai, V melanjutkan menonton lagi sambil memegang robotnya. Kemudian pengasuhnya datang membawa makan dan menyuapi V, namun V menolak dan V lari menghindari pengasuhnya. Pengasuhnya langsung berkata “tadi adik kan mau makan dulu sebelum mandi , ayo sekarang makan dulu, adik harus nepatin janji lho”. V tetap menghindar dan tidak mau makan. Kemudian pengasuhnya berkata lagi “nanti Mama pulang lho, nanti kamu dimarah sama Mama”. V langsung mau mendekat dan membuka mulutnya. Ketika V sedang makan, kakaknya datang membawa perlengkapan untuk bermain jual-jualan. Kakaknya memanggil V agar V membantu kakaknya mengeluarkan semua buku yang ada di dalam kamar. V pun langsung lari menuju kamar sambil mengunyah makannya dan PIS1, PIS2 Relasi dengan saudara kandung (V mau membantu kakaknya mengeluarkan buku tulis. Setelah semua buku sudah dikeluarkan, membantu kakaknya). Masalah dengan kakaknya menata semua buku di lantai. V malah mengganggu kakaknya, V menginjak saudara kandung (V usil dengan bukunya satu-satu dan hal tersebut dilakukan berkali-kali. Kakaknya pun menegur V, kakaknya). namun V tetap tidak peduli. Kemudian Mama-nya pulang dari kerja, V langsung keluar PIP1 Relasi dengan ibu (menyambut dan menghampiri Mama- nya sambil berkata “yeeyyy Mama pulang”. V memeluk Mama- kedatangan dan langsung memeluk nya dan mengikuti Mama-nya masuk ke dalam rumah. Setalah itu, V kembali mamanya). mengganggu kakaknya, sehingga buku-buku tersebut berantakan. Kakaknya pun PIS2 Masalah dengan saudara kandung (V usil dengan kakaknya). berteriak “adikkkkk”, rumah pun menjadi gaduh. Mama-nya langsung menegur V dan kakaknya disuruh merapikan bukunya. V langsung berlari menuju sofa dan duduk. F4 Kondisi lingkungan (mama menegur V). Kemudian pengasuhnya datang menghampiri V untuk mengajak mandi, namun V tetap PIP3 Masalah dengan orangtua (tidak peduli tidak mau mandi. Mama-nya langsung memanggil V dan memperingatkan V, Mama-nya dengan teguran mamanya). matikan TV-nya. Tak hitung sampai tiga ya”. Hingga hitungan ketiga, V tetap tidak F4 Kondisi lingkungan (mamanya bersikap beranjak ke kamar mandi. Mama-nya langsung mematikan TV-nya dan V langsung tegas dengan V). menghampiri Mama- nya dan berkata “maaf Ma, sekarang atu mandi ma”. V langsung masuk kamar mandi dan mandi sendiri. V tidak mau dimandikan oleh pengasuhnya, V ingin mandi sendiri.

Inisial : V Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat, tanggal lahir : 28 Agustus 2010 Usia : 7 tahun 2 bulan Kelas : I (Satu) Tanggal Observasi : Jumat, 20 Oktober 2017, Senin, 23 Oktober 2017, Rabu, 25 Oktober 2017, Kamis, 26 Oktober

  2017 & Jumat, 27 Oktober 2017 Tempat Observasi : Sekolah