OPTIMALISASI MANAJEMEN PENGELOLAAN BIPA SEBAGAI PELUANG INCOME GENERATING PERGURUAN TINGGI Wati Istanti, Yusro Edy Nugroho Universitas Negeri Semarang istanti_unnesyahoo.co.id Abstrak - OPTIMALISASI MANAJEMEN PENGELOLAAN BIPA SEBAGAI PELUANG INCOME GENERA

  

OPTIMALISASI MANAJEMEN PENGELOLAAN BIPA SEBAGAI

PELUANG INCOME GENERATING PERGURUAN TINGGI

Wati Istanti, Yusro Edy Nugroho

  Universitas Negeri Semarang

  

Abstrak

Di Jawa Tengah terdapat banyak lembaga yang menyelenggarakan program

BIPA, mulai dari tingkat perguruan tinggi hingga ke lembaga-lembaga

pendidikan milik swasta. Hal tersebut seiring dengan perkembangan program

BIPA yang semakin banyak diminati oleh para penutur asing baik di Indonesia

maupun di luar negeri. Banyak alasan para penutur asing belajar Bahasa

Indonesia, mulai dari kepentingan bisnis, kegiatan akademik, kegiatan

diplomatik, kepentingan personal dan keluarga, hingga sampai pada

kepentingan transfer budaya. Berkaitan dengan itu, terbitnya Surat Edaran

Gubernur Jateng Nomor 560/016667 Tanggal 23 Oktober 2015 mengenai

kewajiban berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing di Jawa Tengah per

tanggal 1 Januari 2016 merupakan salah satu pendorong maraknya

penyelenggaraan program BIPA di Jawa Tengah. Banyak permasalahan yang

muncul terkait dengan dukungan pimpinan lembaga dan kurangnya manajemen

yang baik terhadap pengelolaan program BIPA. Penyelenggaraan program

BIPA dengan menejemen yang baik tentu akan berbanding lurus pada

peningkatan income generating perguruan tinggi. Sehingga kesejahteraan bagi

tiap civitas akademika yang terlibat dalam penyelenggaraan program BIPA

juga ikut meningkat. Untuk itu, optimalisasi manajemen pengelolaan BIPA di

perguruan tinggi harus segera didorong agar mampu menangkap peluang untuk

meningkatkan income generating lembaga.

A. Pengantar

  Program BIPA adalah program khusus pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing. Penyelenggaraan program ini membutuhkan persyaratan yang cukup banyak terkait dengan sumber daya tenaga pengajar, penataan kurikulum dan silabus, penyiapan materi ajar, promosi, perijinan, legalitas dan tata kelola kelembagaan.

  Saat ini kebutuhan masyarakat internasional terhadap penyelenggaraan program BIPA semakin meningkat. Hal ini seiring dengan munculnya kebijakan pemerintah tentang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai diterapkan di Indonesia. MEA merupakan kebijakan yang diterapkan mulai tahun 2015 di Indonesia dan beberapa negara di Asia. Setiap pelaku usaha, khususnya di Asia, bebas mengalirkan barang, jasa, investasi, permodalan, dan tenaga kerja ke wilayah Indonesia. Tingginya angka investasi asing yang masuk ke Jawa Tengah juga diikuti dengan kenaikan jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA). Jika di awal tahun 2016 ada 2.007 TKA, di akhir tahun 2016 menjadi 1.986 TKA, dan sampai akhir 2017 lalu telah mencapai 2.119 TKA, atau bertambah 112 TKA. TKA tersebar di 33 kabupaten dan kota. Sementara saat ini, jumlah TKA terbanyak terdapat di Kota Semarang yang mencapai 181 orang, disusul Kabupaten Semarang, Cilacap, Jepara, Batang. TKA tersebut berasal dari 53 negara dari seluruh dunia. Namun demikian, mayoritas TKA di Jawa Tengah berasal dari Tiongkok, yaitu sejumlah 381 TKA, lalu 207 TKA Korea Selatan, 105 TKA Jepang,93 TKA Taiwan, dan 87 TKA India.

  Sejalan dengan pergerakan ekonomi di Indonesia berkat adanya MEA, barang dan jasa mengalir dari dan ke luar negeri secara cepat. Hal tersebut mendorong kedudukan bahasa Indonesia menjadi semakin penting.

  Bagi orang asing yang memiliki kepentingan di Indonesia, sudah selayaknya mereka dituntut untuk mampu berbahasa Indonesia. Dalam hal pengawasan mengenai Tenaga Kerja Asing, pemerintah provinsi Jawa Tengah mengacu pada peraturan perundang–undangan yang berlaku yaitu Permenakertrans Dalam Permenaker tersebut syarat kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat berbahasa Indonesia telah dihilangkan, namun melalui Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah No. 560/016667 tanggal 23 Oktober 2015 mensyaratkan bahwa per tanggal 1 Januari 2016 setiap tenaga kerja asing yang akan memperpanjang masa kerja di wilayah Provinsi Jawa Tengah wajib memiliki sertifikat berbahasa Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan agar pada saat terjadi alih kemampuan dan alih teknologi tidak terjadi ketimpangan dan miss communication.

  Surat edaran Gubernur Jawa Tengah tersebut menjadi dasar bagi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah untuk mengawasi TKA di Jawa Tengah. Jawa Pos memberitakan bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Tengah mengklaim terlah menemukan 18 tenaga kerja asing (TKA) yang tak berizin. Hasil ini ditemukan pascasidak yang dilakukan ke PT Jiale Indonesia Textile dan PLTU Tanjung Jati B Jepara pada tanggal 1 Agustus 2018 lalu. Kepala Disnakertrans Jateng, Wika Bintang, menyatakan bahwa belasan TKA tersebut merupakan para pekerja di PT Jiale Indonesia Textile. Menurut data Kemenaker, perusahaan-perusahaan tersebut mempekerjakan 137 TKA, akan tetapi, temuan menunjukkan bahwa hanya 34 di antaranya yang memiliki IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing). Kepala Disnarkertrans yang berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi menyatakan bahwa apabila dokumen tidak segera diperbaiki, TKA yang tak berizin akan dideportasi. Adapun jenis pelanggaran lain yang ditemukan yaitu TKA yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut adalah tidak bisa atau tidak fasih berbahasa Indonesia dan tidak memiliki sertifikat kemampuan berbahasa Indonesia sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Gubernur tahun 2015. Sertifikat tersebut bisa diperoleh dangan mengikuti pelatihan dari lembaga yang ditunjuk pemerintah, salah satunya Universitas Negeri Semarang.

  Berdasarkan beberapa fakta di atas, pengajaran BIPA masih memiliki banyak potensi untuk dikembangkan. Salah satu upaya pengembangan kerja asing, sekaligus pelatihan dan ujian keterampilan bahasa Indonesia (UKBIPA) bagi tenaga kerja asing yang membutuhkan sertifikat keterampilan berbahasa Indonesia.

  Beberapa tahun terakhir, Universitas Negeri Semarang tidak hanya memfasilitasi pengajaran BIPA terhadap mahasiswa asing, tetapi juga membuka kelas bagi para tenaga kerja asing yang ingin belajar bahasa Indonesia dan mendapatkan sertifikat keterampilan bahasa Indonesia. UNNES sebagai salah satu perguruan tinggi terkenal di Indonesia selalu berusaha untuk menjadi universitas berkelas dunia (world class university). Salah satu indikatornya adalah meningkatnya jumlah mahasiswa asing dan juga pembelajar program BIPA. Sejak tahun 2005 progam pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing telah dikembangkan di UNNES. Melalui Program Darmasiswa, yaitu program bagi beasiswa bagi mahasiswa asing untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia, Kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing di UNNES telah tumbuh dan berkembang. Hal tersebut menunjukkan bahwa UNNES telah memiliki daya tarik tersendiri bagi mahasiswa asing. Sebagai salah satu perguruan tinggi penyelenggara program BIPA, UNNES juga diberi kepercayaan oleh Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah untuk menjadi lembaga yang dapat mengeluarkan sertifikat keterampilan berbahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing. Hingga saat ini, sudah hampir 13 tahun lebih program BIPA telah dibangun dan dikembangkan di UNNES. Namun demikian penataan manajemen dan pengelolaan kelembagaan pun masih harus terus diperbaiki.

  Upaya penataan manajemen dan tata kelola kelembagaan program BIPA ternyata bukan hal yang mudah. Hampir banyak tempat di berbagai perguruan tinggi penyelenggaraan program BIPA masih dilirik sebelah mata.

  Manajemen pengelolaan program BIPA di perguruan tinggi masih menemui banyak kendala. Kendala-kendala tersebut antara lain terbatasnya dukungan dari pimpinan dan kurangnya manajemen yang baik terhadap pengelolaan program BIPA. Selain itu, potensi besar yang dimiliki oleh pengajaran BIPA belum dapat terwadahi dengan baik karena alasan penutur asing belajar BIPA akademik, sampai pada transfer budaya. Banyaknya ragam kebutuhan para pemelajar BIPA yang berbeda-beda tersebut menuntut manajemen pengelolaan program BIPA yang baik di perguruan tinggi. Sejauh ini manajemen pengelolaan progam BIPA di perguruan tinggi secara umum belum mendapatkan dukungan penuh dari pimpinan lembaga sehingga manajemen pengelolaan BIPA tidak dapat berfungsi secara maksimal.

  Pemimpin di setiap lembaga penyelenggara program BIPA perlu meyakini bahwa penyelenggaraan BIPA dengan menejemen yang baik akan berbanding lurus dengan meningkatnya income generating perguruan tinggi. Peningkatan penghasilan perguruan tinggi melalui pengajaran BIPA bukanlah hal yang mustahil. Jumlah tenaga kerja asing di Jawa Tengah tergolong tinggi. Apabila setiap perguruan tinggi secara aktif menjaring para TKA dengan memberikan sosialisasi tentang pentingnya penguasaan keterampilan bahasa Indonesia dan sertifikat keterampilan bahasa Indonesia bagi TKA, maka upaya income generating perguruan tinggi melalui pengajaran BIPA akan terwujud.

  Para TKA yang mendaftar untuk mengikuti kursus, pelatihan, dan ujian keterampilan bahasa Indonesia nantinya akan berdampak baik terhadap kesejahteraan tiap civitas akademika di perguruan tinggi. Untuk itu, optimalisasi manajemen pengelolaan BIPA di perguruan tinggi harus didorong agar mampu menangkap peluang-peluang untuk meningkatkan income generating bagi perguruan tinggi.

  Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi berbagi masalah yang dirumuskan sebagai berikut.

  1. Bagaimana bentuk manajemen pengelolaan BIPA di perguruan tinggi yang baik?

  2. Apa sajakah kendala dalam optimalisasi manajemen pengelolaan BIPA di perguruan tinggi? Secara rinci kontribusi artikel konseptual ini dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Pembangunan Pengembangan IPTEKS Media Pengembangan IPTEKS khususnya dalam pengajaran pelatihan BIPA bagi tenaga kerja asing.

  2. Pengembangan Institusi Kontribusi artikel konseptual dalam hal pengoptimalan manajemen pengelolaan BIPA sebagai income generating di perguruan tinggi ini akan sangat membantu dalam mengembangkan institusi atau lembaga yang membuka kelas BIPA.

  3. Kebutuhan Tenaga Kerja Asing Jika manajemen pengelolaan BIPA dapat berfungsi secara optimal maka pengajaran dan pelatihan BIPA akan dapat mewadahi kebutuhan TKA dengan lebih baik.

B. Kajian Pustaka

  Menurut White (1982) manajemen adalah segenap proses, biasanya terdapat pada semua kelompok baik usaha negara, pemerintah atau swasta, sipil atau militer secara besar-besaran atau secara kecil-kecilan. Sementara Gie (2000) menjelaskan bahwa manajemen adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.

  Dalam konsep manajemen modern terdapat tiga unsur penting, yaitu: (a). usaha kerjasama, (b). oleh dua orang atau lebih, dan (c) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian ini sudah menunjukkan adanya gerak, yaitu usaha kerjasama, personil yang melakukan, yaitu dua orang atau lebih, dan untuk apa kegiatan dilakukan, yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tiga unsur tersebut, yaitu gerak, orang, dan arah dari kegiatan, menunjukkan bahwa manajemen terjadi dalam sebuah organisasi, bukan pada kerja tunggal yang dilakukan oleh seorang individu. Manajemen adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam ditetapkan sebelumnya, agar efektif dan efisien.

  Menurut George R. Terry, fungsi manajemen ada empat hal yaitu fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan, dan fungsi pengendalian. Dalam dunia pendidikan, manajemen yang semestinya dilakukan adalah proses berkesinambungan yang terdiri atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (leading), dan pengendalian sumber daya (controlling) untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif, efisien, mandiri, dan akuntabel.

  Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan

  dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Perencanaan juga dapat didefinisikan sebagai prosespenyusunan tujuan dan sasaran organisasi serta penyusunan “peta kerja” yang memperlihatkan cara pencapaian tujuan dan sasaran tersebut.

  Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.

  Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi. Pengorganisasian adalah proses penghimpunan SDM, modal dan peralatan, dengan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan upaya pemaduan sumber daya.

  Pengarahan (leading) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan

  agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha. Pengarahan adalah proses penggerakan orang-orang untuk melakukan kegiatan pencapaian tujuan sehingga terwujud efisiensi proses dan efektivitas hasil kerja.

  Pengendalian (controlling) adalah suatu aktivitas menilai kinerja

  berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan. Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, dan dihadapi. Pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses pemberian balikan dan tindak lanjut pembandingan antara hasil yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tindakan penyesuaian apabila terdapat penyimpangan.

C. Pembahasan

  Pembahasan yang akan dipaparkan dalam artikel ini ada dua hal, yaitu (1) manajemen pengelolaan program BIPA di perguruan tinggi, (2) kendala- kendala dalam mengoptimalisasikan manajemen pengelolaan program BIPA di perguruan tinggi, Berikut jabaran lengkapnya.

1. Menuju Sehat Organisasi dalam Manajemen Pengelolaan Program BIPA di Perguruan Tinggi

  Pengorganisasian sebagai salah satu fungsi manajemen bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik antar tiap bagian. Kehadiran program BIPA di sebuah perguruan tinggi tentu saja memerlukan dukungan semua pihak. Pondasi awal program BIPA di sebuah perguruan tinggi adalah dapat dimulai dengan penataan payung hukum. Keberadaan program BIPA perlu dilengkapi dengan peraturan rektor atau penetapan dalam statuta. Selanjutnya perlu pula ditentukan dan ditunjuk melalui SK Rektor tentang pengelola yang terdiri atas, pimpinan program, penanggungjawab bidang akademik, penanggungjawab bidang admistrasi dan keuangan, penanggungjawab bidang pelayanan, perijinan dan imigrasi, serta penanggungjawab bidang promosi dan publikasi.

  Penguatan sumberdaya manusia dapat dilakukan dengan pengadaan kegiatan pelatihan pengajaran BIPA bagi dosen, praktek magang mahasiswa calon pengajar BIPA, rekruitmen pengajar BIPA, peningkatan mutu pengajar BIPA melalui workshop penyegaran metode dan strategi pengajaran, pengiriman dosen BIPA ke seminar kebipaan, serta pengiriman pengajar BIPA ke luar negeri.

  Pembangunan program BIPA di lembaga perguruan tinggi untuk perangkat pendukungnya, baik secara fisik maupun non fisik. Kebutuhan ruang kelas yang memadai sesuai standart internasional, ruang dan prasarana perkantoran menjadi modal yang utama. Hal ini juga terkait dengan penganggaran pembiayaan.

  Langkah selanjutnya adalah merencanakan atau menyempurnakan kurikulum dengan pendekatan berbasis kompetensi yang dibutuhkan oleh pembelajar. Kurikulum dan materi ajar yang dibangun tentu saja harus sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Para tenaga kerja asing umumnya banyak membutuhkan program pembelajaran BIPA untuk kepentingan bisnis. Sementara itu, dalam hubungannya dengan pertukaran mahasiswa antarperguruan tinggi internasional, program BIPA yang dibutuhkan adalah program BIPA untuk kepentingan kegiatan akademik yang di dalamnya juga mencakup transfer kredit semester. Program BIPA yang juga dibutuhkan oleh masyarakat luas adalah program BIPA dasar untuk komunikasi sehari-hari. Program BIPA untuk kepentingan transfer budaya jiga dapat dijadikan primadona pembelajaran di perguruan tinggi.

2. Kendala dalam Mengoptimalkan Manajemen Pengelolaan Program BIPA di Perguruan Tinggi.

  Pengelolaan program BIPA di perguruan tinggi, baik itu di negeri atau swasta tentu memiliki kendala-kendala alam proses manajemennya. Kendala tersebut akan sangat berdampak pada pengembangan program BIPA di perguruan tinggi. Adapun kendala-kendala tersebut, antara lain:

  a. Kebijakan Pimpinan Pimpinan sebagai pembuat kebijakan memiliki kekuatan penuh terhadap rumusan kebijakan yang ditetapkan. Mereka sebagai aktor kebijakan karena status formalnya. Sebagai contoh di sini adalah ketua lembaga, administrator, hakim, jaksa, rektor perguruan tinggi, gubernur bupati, pembuat undang-undang, dan sebagainya (Danim, 2000: 11-12). Kenyataannya, tidak semua pimpinan memberikan kebijakan terkaitan penyelenggaraan program BIPA di universitas berkelas internasional seringkali mengesampingkan peran bahasa negara itu sendiri. Penggunaan bahasa asing justru dikuatkan.

  Padahal jika pimpinan perguruan tinggi membuat kebijakan terkait dengan program BIPA, banyak sekali peluang yang bisa ditangkap. Khususnya perguruan tinggi di daerah-daerah industri dengan jumlah TKA yang sangat banyak. Misalnya saja Jawa Tengah, dan khususnya di kota-kota besar seperti Solo, Semarang, Cilacap, Purwokerto, Jepara. Kebijakan pimpinan (rektor) sangat berpengaruh terhadap perkembangan program BIPA di perguruan tinggi.

  Harapannya tidak hanya sekadar lisan namun diterbitkan dengan surat edaran atau surat keputusan (SK).

  b. Manajemen pengelolaan yang meliputi ketersediaan pengajar, kurikulum, dan sarana prasana.

  Penyelenggaraan program BIPA sangat bergantung pada pemantapan manajemen pengelolaannya. Pengelolaan dimaksudkan pada pemanfaatan semua sumber daya dengan perencanaan untuk mencapai sutau tujuan. Hal itu dimaksudkan bahwa pengelolaan tidak sekadar menyelenggarakan program, tetapi bagaimana memulai, mengelola, memasarkan, hingga melaksanakan dengan baik program BIPA tersebut. Pengelolaan yang menjadi pusat kajian adalah ketersediaan pengajar, kurikulum, dan sarana prasana.

  Kehadiran pengajar yang terstandard dan berkompenten sangat perlu dikelola dengan baik untuk memajukan penyelenggaraan program BIPA di PT. Memanajemen dengan baik kurikulum juga menjadi prioritas untuk meningkatkan penyelenggaraan program BIPA. Kurikulum tersebut seperti silabus, materi ajar, dan media pembelajaran. Semakin siap dan baik kurikulum yang dirancang di PT akan semakin berkembang pula program BIPA. Meskipun kurikulum BIPA telah terpusat dari PPSDK, namun bagi PT tertentu diperbolehkan untuk menginovasi kurikulum BIPA yang disesuaikan dengan kearifan lokal perguruan c. Pemasaran

  Pemasaran adalah suatu sistem total dari yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang (jasa) yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perguruan tinggi.

  Pemasaran program BIPA terlebih dahulu dapat dilakukan dengan membuat pemetaan kurikulum dengan harga. Berapa jumlah jam yang ditawarkan dengan harga yang akan diberikan. Kemudian mengumpulkan draft-draft isian program BIPA yang ditawarkan, termasuk foto kegiatan mahasiswa asing saat mengikuti program BIPA. Pemasaran dapat dilakukan dengan membuat leaflet, web, atau media sosial.

  

Gambar 1. Contoh leaflet BIPA UNNES

  Dari paparan di atas terkait dengan adanya kendala-kendala dalam penyelenggaraan program BIPA di perguruan tinggi maka perlu adanya manajemen pengelolaan BIPA sebagai income generating perguruan tinggi. Terbatasnya dukungan pimpinan lembaga dan kurangnya manajemen yang baik terhadap pengelolaan program BIPA adalah hal yang harus segera diatasi.

D. Simpulan

  Program BIPA merupakan program pendidikan nonformal yang diselenggara-kan bagi penutur asing yang ingin mem-pelajari bahasa BIPA harus berusaha menemukan desain pengelolaan program yang benar- benar efektif dan sesuai untuk mencapai target pemelajar BIPA yang beragam, antara lain pengajaran BIPA untuk bisnis, diplomasi, kepentingan individu, akademik, hingga transfer budaya.

  Manajemen pengelolaan BIPA perlu dioptimalkan agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan pemelajar BIPA yang beragam, khususnya bagi tenaga kerja asing yang membutuhkan sertifikat keterampilan berbahasa Indonesia. Apabila optimalisasi pengelolaan BIPA berhasil, maka secara tidak langsung income generating perguruan tinggi juga akan meningkat.

E. Daftar Pustaka Carter, B. A. (2004). Some Trends and Issues in Foreign Language Education.

  Caribbean Journal of Education, 25(1), 37-63. Danim, Sudarwan. 2000. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.

  Fisher, W. (1997). The Value of Professional Associations. Library Trends, 46(2), 320-331. Hutton, J. (2013). Want To Study Indonesian In Jakarta? Few Schools Here May

  Make The Grade. Diakses dari study-indonesian-in-jakarta-few-schools-here-may-make-the-grade/. Muliastuti, L. (2014). Strategi pengajar BIPA menghadapi pemberlakuan

  Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Prosiding PITABIPA 1, Unika Atma Jaya, Desember 2014. Saputro, E.P. (2016) Keefektifan manajemen program pembelajaran BIPA di lembaga kursus BIPA kota Yogyakarta. Tesis S2, Universitas Negeri

  Yogyakarta. Sudaryanto. (2014). BIPA di Mata Badan Bahasa: Pemutakhiran peta penyelenggara program BIPA di Tiongkok pada laman Badan Bahasa.

  Bahastra, Vol 32, 1, 2014. Tim Penyusun Program BIPA FSUI. (1993). BIPA: Bahasa Indonesia untuk peserta asing. Depok: Program Pendidikan Profesional, Fakultas Sastra

  Universitas Indonesia. Winardi. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen. Jakarta: PT Rineka Cipta __________. 2018. Tingkatkan Fungsi Bahasa Indonesia menjadi Bahasa

  Internasional. (2003, Oktober 23). Kompas. Diakses dari 1253102/BIPA.Tingkatkan.Fungsi.Bahasa.Indonesia.Menjadi.Bahasa.I nternasional.

  _________. 2018. Suara Merdeka.

  today/02/08/2018/tak-berizin-belasan-tenaga-kerja-asing-di-jepara-terancam- ditendang pada 9 September 2018

  Surat Edaran Gubernur Jateng Nomor 560/016667 Tanggal 23 Oktober 2015.