PENGARUH METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII SMP NEGERI 2 SENTOLO - UMBY repository
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Pembelajaran 1. Belajar Menurut Syah (2002: 98), belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu tanpa adanya proses belajar maka tidak akan ada pula pendidikan. Menurut Jerome Bruner (Suherman, 2003: 43), belajar akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep- konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Oleh karena itu, belajar sangat terkait dengan pola berpikir sistematis, yaitu berpikir merumuskan sesuatu yang dilakukan atau yang berhubungan dengan struktur-struktur yang telah dibentuk.
Piaget (Dahar, 1989: 159) berpendapat bahwa pengetahuan yang dibangun dari fikiran anak selama anak tersebut terlibat dalam proses pembelajaran merupakan akibat dari interaksi secara aktif dengan lingkungannya. Menurut Vygotsky dalam teorinya menyatakan bahwa belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman hasil interaksi antar siswa, proses membangun makna tersebut dilakukan sendiri oleh siswa dan dimantapkan bersama orang lain (Slavin, 2000: 17).
Menurut Duffy & Mc Donald (2010: 28) menyatakan bahwa “Learning is a complex activity that can be explained differently on one’s
perspective on how and why people do what they do
”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang kompleks yang dapat dijelaskan secara berbeda tergantung persepektif seseorang tentang bagaimana dan mengapa berbuat apa yang mereka lakukan.
Menurut Bell- Gredler (1986: 1) menyatakan bahwa, “Learning is the
process by which human beings acquire a vast variety of competencies, skills, and attitudes
”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana manusia memperoleh berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan individu untuk membangun makna atau pemahaman dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa perubahan tingkah laku, sikap siswa, pengalaman, keterampilan, dan informasi sebagai akibat dari latihan serta interaksinya dengan lingkungan.
2. Pembelajaran
Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 297) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Menurut Fontana (Suherman, 2003: 7), pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang diharapkan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Sardiman (2007: 25) bahwa: Tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: a) untuk mendapatkan pengetahuan, b) penanaman konsep keterampilan baru, dan c) pembentukan sikap.
Menurut Nitko & Brookhart (2007: 18) menyatakan bahwa,
“Instruction is the process you use to provide students with the
conditions that help them achieve the learning targets. Some
learning target are cognitive, meaning that they deal primarily
with intellectual knowledge and thinking skills. Other learning
outcomes are affective, meaning that they deal with how
students should feel or what they should value. Yet other
learning targets are psychomotor, meaning that they deal
primarily with motor skills and physical perceptions”.Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses yang digunakan guru untuk mengarahkan siswa dengan kondisi tertentu yang membantu mereka mencapai target belajar. Beberapa target belajar adalah: 1) kognitif, berhubungan dengan pngetahuan intelektual dan kemampuan berpikir, 2) afektif, yaitu berhubungan dengan bagaimana bisa merasakan dan apa yang seharusnya mereka nilai, dan 3) psikomotor, yaitu berhubungan dengan ketrampilan motorik dan dan tanggapan secara fisik.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi tujuan pembelajaran (Hamalik, 2005: 57). Dalam proses pembelajaran, seseorang umumnya melalui empat tahap belajar seperti yang dikemukakan Horsley (1990: 59) yaitu: 1) tahap apersepsi, tahap ini berguna untuk mengungkapkan konsep awal siswa dan digunakan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa; 2) tahap eksplorasi, tahap berguna untuk mediasi pengungkapan ide-ide atau pengetahuan dalam diri siswa; 3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk bekerjasama dengan teman-temannya, berusaha menjelaskan pemahamannya kepada orang lain, bahkan menghargai penemuan temannya; 4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini adalah tahap untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap suatu konsep dengan menyelesaikan permasalahan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut pembelajaran adalah proses interaksi yang dilakukan antara guru dengan siswa, lingkungan, dan sumber belajar supaya siswa dapat belajar melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian yang dilakukan oleh guru, dimana perencanaan tersebut meliputi pembuatan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), sedangkan proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan merupakan implementasi dari perencanaan yang telah disusun dalam RPP tersebut.
3. Matematika
Menurut Johnson dan Rising (Suherman, 2003: 17) matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi (Suherman, 2001: 19).
Menurut Chambers (2008: 9) menyatakan bahwa,
“Mathematics is the study of patterns abstracted from the world around us-so anything we learn in maths has literally thousands of applications, in arts, sciences, finance, health and recreation
”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa matematika adalah studi tentang pola diabstraksikan dari dunia di sekitar kita pelajari di matematika memiliki ribuan aplikasi, dalam seni, ilmu, keuangan, kesehatan dan rekreasi.
Reys (Suherman, 2003: 17) menyatakan bahwa matematika mempelajari tentang pola dan hubungan, cara berpikir, seni yang bersifat urut dan konsisten, bahasa yang menggunakan istilah dan simbol, serta alat yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam bidang lain, dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Soedjadi (Setianingsih, 2000: 135-146) menyatakan beberapa definisi matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, sebagai berikut: a.
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematis.
b.
Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c.
Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan.
d.
Matematika adalah pengetahun tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah ruang dan bentuk.
e.
Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f.
Matematika pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Menurut Haylock & Thangata (2007: 3), menyatakan bahwa
“Mathematics is important in everyday life, many forms of
employment, science and technology, medicine, the economy,
the environment and development, and in public decision-
making”.Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa matematika itu penting dalam kehidupan sehari-hari, dalam bidang pekerjaan, sains dan teknologi, medis, ekonomi, lingkungan dan pemerintahan, serta penentuan kebijakan yang bersifat umum.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu terstruktur yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan konsep- konsep abstrak terstruktur dan terorganisir secara sistematis dalam rangkaian urutan yang logis. Jadi matematika merupakan ilmu yang tidak sekedar menghitung secara teknis dan mekanis, tetapi matematika merupakan suatu ilmu deduktif formal dan abstrak yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
4. Pembelajaran Matematika
Herman Hudojo (2005: 135) menyatakan bahwa pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep atau struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan- hubungan antara konsep-konsep atau struktur-struktur tersebut. Sesuai dengan pengertian di atas, pembelajaran matematika seharusnya dilaksanakan secara terpadu dengan mengoptimalkan peran siswa sebagai pembelajar. Siswa tidak hanya mendapatkan pemahaman konsep tetapi siswa juga diharapkan memiliki keterampilan dan kreativitas dalam belajar matematika sehingga mampu menerapkannya dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.
Menurut Suherman (2003: 3), pembelajaran matematika hendaknya tidak hanya belajar untuk mengetahui, tetapi juga belajar melakukan, belajar menjiwai, belajar bagaimana harusnya belajar dan belajar bersosialisasi. Dalam pembelajaran seperti itu, akan terjadi interaksi dan komunikasi antara siswa, guru dan siswa lain. Siswa juga bisa mengaitkan konsep yang dipelajarinya dengan konsep-konsep lain yang relevan, serta belajar memecahkan masalah sebagai latihan untuk membiasakan belajar dengan tingkat kognitif tinggi. Dengan pembelajaran seperti itu, diharapkan kelas menjadi lebih hidup karena siswa merasa senang dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Menurut Harta (2006: 4) pembelajaran matematika ditujukan untuk membina kemampuan siswa diantaranya dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, menyelesaikan masalah, mengkomunikasikan gagasan, dan memiliki sikap menghargai terhadap matematika. Sedangkan menurut Sumarno (2004: 5) pembelajaran matematika diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis, yang meliputi pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koreksi matematis, dan objektif. Dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstrak).
Menurut Romberg & Kaput (2009: 5) yang menyatakan bahwa,
“School mathematics should be viewed as a human activity
that reflects the work of mathematicions-finding out why given
techniques work, inventing view techniques, justifying
assertions, and so forth. It should also reflect how users of
mathematics investigate a problem situation, decide on
variables, decide on ways to quantify and relate the variables,
carry out calculations, make predictions, and verify the utility
of the predictions”.Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa matematika sekolah merupakan suatu kegiatan manusia yang mencerminkan hasil karya matematikawan yakni mencari tahu mengapa dan bagaimana suatu teknik atau trik tertentu dapat bekerja, menemukan teknik baru, membenarkan pernyataan, dan lain sebagainya. Pembelajaran matematika juga harus mencerminkan bagaimana pengguna matematika menyelidiki situasi masalah, menentukan variabel, merumuskan cara untuk mengukur variabel-variabel, melakukan perhitungan, membuat prediksi, dan memverifikasi keakuratan dari prediksi tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya, yang dalamnya terkandung upaya guru untuk memberi peluang kepada siswa untuk membangun pengetahuan matematika mereka melalui pengalaman yang bermakna. Pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Sentolo dalam penelitian ini adalah meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar) sebagai berikut: Tabel 3.
SK dan KD Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
4. Menentukan unsur, bagian 4.1.
Menentukan unsur dan bagian-bagian lingkaran serta ukurannya. lingkaran.
4.2. Menghitung keliling dan luas lingkaran.
B. Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman adalah suatu isu yang meluas diluar batasan-batasan pendidikan matematika. Banyak teori-teori umum tentang belajar, termasuk tentang perbedaan skemata awal yang dimiliki pebelajar berkaitan degan upaya siswa mencapai pemahaman. Menurut Hiebert & Carpenter (1992: 78) menegaskan salah satu ide yang paling diterima dalam pendidikan matematika adalah siswa harus memahami matematika. Pemahaman adalah salah satu aspek dalam belajar yang digunakan sebagai dasar mengembangkan model pembelajaran dengan memperhatikan indikator pemahaman.
Pemahaman matematika menurut Pirie & Kieren (Koyama, 1992: 67) menyatakan bahwa:
“Mathematical understanding can be characterized as levelled
but non-linear. It is a recursive phenomenon and recursion is
seen to occur when thinking moves between levels of
sophistication. Indeed each level of understanding is contained
within succeeding levels. Any particular level is dependent on
the forms and processes within and, further, is constrained by
those without .”Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pemahaman matematika dapat dikarakteristikan sebagai tingkatan tetapi tidak linear. Hal ini merupakan fenomena berulang dan berpikir, bergerak pada tingkat yang lebih canggih. Setiap tingkat pemahaman terkandung tingkat keberhasilan, tergantung pada bentuk dan proses dalam jarak tanpa dibatasi oleh apapun.
Menurut Hanna & Yackel (NCTM, 2000: 21) menyatakan bahwa
“Learning with understanding can be further enhanced by
classroom interaction, as students propose mathematical ideas
and conjectures, learn to evaluate their own thinking and that
of others, and develop mathematical reasoning skill.”
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa belajar dengan pemahaman dapat dicapai dari interaksi kelas sebagaimana siswa mengajukan ide-ide matematika dan konjektur, belajar mengevaluasi pemikiran mereka dan bagian lainnya, serta mengembangkan keterampilan penalaran matematika.
Konsep menurut Frederick (1978: 108) dapat diartikan sebagai suatu ide abstrak tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek, sehingga seseorang dapat mengelompokkan atau mengklasifikasikan objek atau kejadian sekaligus menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari pengertian tersebut. Sebuah konsep matematika dapat dipelajari melalui: mendengarkan, melihat, menangani, dan berdiskusi.
Menurut Ansjar & Sembiring (2006: 25), penguasaan konsep matematika terdiri atas beberapa hal, yaitu sebagai berikut: a.
Mengucapkan konsep matematika dengan baik dan benar.
b.
Menjelaskan konsep matematika dengan kalimat atau kata-kata biasa sehingga dapat dipahami orang lain.
c.
Mengidentifikasikan keberlakuan atau ketidakberlakuan konsep matematika, yaitu kemampuan atau tidak menggunakan konsep pada tempat/situasi yang tepat.
d.
Menginterpretasi suatu konsep matematika.
e.
Menerapkan konsep matematika dengan benar dan baik dalam lingkungan matematika atau bidang lain.
f.
Kemampuan berkomunikasi dan koneksi mengenai matematika.
Sedangkan menurut Schunk (2010: 194) menyatakan bahwa “Concept
learning involves identifying attributes, generalizing them to new examples
and discriminating examples”. Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pembelajaran konsep melibatkan mengidentifikasi atribut, generalisasi pembelajaran untuk contoh-contoh baru dan membedakan contoh-contoh dari yang bukan contoh-contoh. Pemahaman secara konsep adalah kunci aspek pembelajaran. Hal penting dari tujuan mengajar adalah menolong para siswa untuk paham pada konsep utama. Pemahaman konsep menurut Skemp (1971: 32) menyatakan bahwa
“Concepts of a higher order than those which a person already
has cannot be communicated to him by a definition, but only by
arranging for him to encounter a suitable collection of
example”.Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa konsep merupakan derajat yang lebih tinggi yang mana tidak dapat dikomunikasikan dengan sebuah definisi, namun hanya sebagai pengatur dari ketentuan. Mengacu pada teori pemahaman dari Skemp, sebagai contoh siswa memahami geometri segitiga, maka konsep tersebut dapat dijadikan basis untuk pemahaman geometri segiempat bidang datar.
Sierpinska (1994: 4) menyatakan bahwa
“…understanding concept would consist in analyzing this
definition or this description, recognizing these relations and
these interpretations”.Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pemahaman konsep meliputi menganalisis definisi atau deskripsinya, mengenal hubungan-hubungan dan interpretasi-interpretasi didalamnya.
Pemahaman konsep adalah salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2003: 2).
Sedangkan menurut Benyamin Bloom (Suherman, 2003: 24), pemahaman konsep adalah tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognitif yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami konsep atau ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya.
Petunjuk teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas tentang penilaian perkembangan anak didik SMP (Wardhani, 2006: 4) mengemukakan beberapa indikator dari pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika, diantaranya: a.
Menyatakan ulang sebuah konsep.
b.
Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.
c.
Memilih contoh dan bukan contoh dari konsep.
d.
Menunjukkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.
e.
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
f.
Memanfaatkan dan memilih operasi tertentu, serta mengaplikasikan konsep ke penyelesaian masalah.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika adalah mengerti ide abstrak tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek dalam hal menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, memberi contoh dan bukan contoh dari konsep, menyajikan konsep dalam bentuk representasi matematis, serta memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
C. Sikap Terhadap Matematika
Secara historis, istilah ‘sikap’ (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang. Di masa-masa awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang. Pada tahun 1888 Lange menggunakan istilah sikap dalam bidang eksperimen mengenai respon untuk menggambarkan kesiapan seseorang sebagai subjek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba. Oleh Lange kesiapan dalam diri individu untuk merespon stimulus itu disebut aufgabe atau
task attitude. Jadi, menurut istilah Lange, sikap tidak hanya merupakan aspek
mental semata melainkan mencakup pula aspek respon fisik (Azwar, 2007: 3- 4).
Sikap merupakan salah satu bagian dari kepribadian yang dapat mempengaruhi cara seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku. Sikap juga telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat dimasukkan ke dalam salah satu diantara tiga kerangka pemikiran (Azwar, 2007: 4).
Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood.
Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 2007: 4-5).
Kelompok pemikiran yang ke dua diwakili oleh para ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre, Mead, dan Gordon Allport. Menurut kelompok pimikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons (Azwar, 2007: 5).
Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme). Menurut kerangka pemikiran ini, suatu sikap merupakan konstelasi komponen-konponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2007: 5).
Ahli-ahli yang lain mendefinisikan konstrak kognisi, afeksi dan konasi sebagai tidak menyatu langsung kedalam konsepsi mengenai sikap. Perhatikan skema gambar berikut.
Gambar 1.
Konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland Mengenai Sikap
Dalam skema gambar tersebut terlihat bahwa sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperan sebagai suatu perantara antara responsnya dan objek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu respon kognitif (pernyataan mengenai apa yang diyakini), respon afektif (respon syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi), serta respon kognitif (respon mengenai tindakan atau pernyataan mengenai perilaku). Masing-masing klasifikasi respon ini berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya (Azwar, 2007: 7).
Menurut Trow (Djaali, 2007: 114) sikap sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat.
Sedangkan menurut Winkel (2004: 117) orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak.
Menurut Nitko & Brokhart (2007: 451) menyatakan bahwa
“Attitudes are characteristic of person that describe their
positive and negative feelings toward particular objects,
situations, institutions, persons, or ideas ”.Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa sikap adalah karakteristik dari seseorang yang menggambarkan perasaan positif dan negatif mereka terhadap objek, situasi, institusi, seseorang atau ide tertentu.
Menurut Leder (1992: 4) tentang sikap yakni:
“Attitudes involve what people think about, feel about, and
how they would like to behave toward an attitude object.
Behavior is not only determinated by what people would like to
do but also by what they think they should do, that is, social
norms, by what they have usually done, that is habits, and the
expected coonsequences of behavior”.
Artinya sikap melibatkan apa yang orang pikirkan, apa yang orang rasakan dan bagaimana mereka bersikap terhadap objek sikap tersebut. Tingkah laku tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka ingin lakukan akan tetapi juga dipengaruhi oleh apa yang mereka pikirkan yang harus dilakukan yakni norma-norma sosial dengan apa yang biasa mereka lakukan, yaitu kebiasaan dan diharapkan konsekuensi dari sikap itu sendiri.
Menurut Alport (Shumway, 1980: 356) menyatakan bahwa
“an attitude is a mental and neiral state of readiness,
organized through experience, exerting a directive or dinamyc
influence upon the individual’s response to all objects and
situation with which it is related”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa sikap adalah mental atau penyesuaian sistem syaraf yang diatur berdasarkan pegalaman atau sesuatu yang berpengaruh terhadap respon individual seseorang terhadap objek atau situasi yang dihadapi. Mental atau penyesuaian diri seseorang terhadap objek atau situasi yang dihadapi secara nyata dapat dilihat melalui pilihan terhadap objek atau situasi tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap terhadap matematika adalah kecenderungan siswa terhadap matematika untuk mendekati atau menjauhi, menyenangi atau membenci sesuai dengan keyakinan dan perasaan siswa tersebut terhadap matematika. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap matematika akan memiliki ciri antara lain: siswa terlihat sungguh-sungguh dalam belajar matematika, menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berpartisipasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan selesai tepat pada waktunya.
D. Metode Mind Mapping
Pada tahun 1975, Tony Buzan telah mengembangkan suatu metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang dapat melatih siswa berpikir dengan lebih berdayaguna, yaitu suatu metode yang terkenal dengan istilah
Mind Mapping dan sejak itu metode Mind Mapping berkembang dan telah
banyak dipergunakan dalam pembelajaran. Menurut Buzan (2004: 68) Mind
Mapping adalah metode untuk menyimpan suatu informasi yang diterima oleh
seseorang dan mengingat kembali informasi yang diterima tesebut. Mind juga merupakan teknik meringkas bahan yang akan dipelajari dan
Mapping
memproyeksikan masalah yang dihadapi ke dalam bentuk peta atau teknik grafik sehingga lebih mudah memahaminya. Mind mapping merupakan satu bentuk metode belajar yang efektif untuk memahami kerangka konsep suatu materi pelajaran.
“The Mind Map harnesses the full range of cortical skills –
word, image, number, logic, rhythm, colour and spatial
awareness- – in a single, uniquely technique. In so doing, it
gives you the freedom to roam the infinite expanse of your
brain. (Buzan & Buzan, 1994: 84)”.
Menurut Buzan (2010: 4) Mind Mapping adalah cara termudah menggali informasi dari dalam dan keluar otakmu. Mind Mapping adalah cara baru untuk belajar dan berlatih yang cepat dan ampuh. Mind Mapping adalah cara membuat catatan yang tidak membosankan. Mind Mapping adalah cara terbaik untuk mendapatkan ide baru dari apa yang dipahami dan apa yang diperoleh dari bacaan. Mind Mapping menjelaskan bahwa Mind Mapping adalah sistem penyimpanan, penarikan data dan akses yang luar biasa untuk perpustakaan raksasa yang sebenarnya ada dalam otak yang menakjubkan.
Dijelaskan Buzan bahwa Mind Mapping dapat membantu belajar, menyusun dan menyimpan sebanyak mungkin informasi yang diinginkan, dan mengelompokkannya dengan cara yang alami, memberi akses yang mudah dan langsung (ingatan yang sempurna) kepada apapun yang diinginkan.
Sugiarto (2004: 75) menerangkan bahwa Mind Mapping merupakan suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan oleh guru untuk meningkatkan daya hafal siswa dan pemahaman konsep siswa yang kuat, siswa juga dapat meningkatkan daya kreatifitas melalui kebebasan berimajinasi. Lebih lanjut Sugiarto (2004: 76) menerangkan bahwa Mind
Mapping adalah eksplorasi kreatif yang dilakukan oleh individu tentang suatu konsep secara keseluruhan, dengan membentangkan subtopik-subtopik dan gagasan yang berkaitan dengan konsep tersebut dalam satu presentasi utuh pada selembar kertas, melalui penggambaran simbol, kata-kata, garis, dan tanda panah.
Menurut Buzan (2004: 68) Mind Mapping dapat menghubungkan konsep yang baru diperoleh siswa dengan konsep yang sudah didapat dalam proses pembelajaran, sehingga menimbulkan adanya tindakan aktif yang dilakukan oleh siswa. Sehingga akan menciptakan suatu hasil peta pikiran berupa konsep materi yang baru dan berbeda. Peta pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar.
Menurut Hudojo (2002: 25) melalui proses pembelajaran dengan metode Mind Mapping ini, guru membimbing siswa mempelajari konsep suatu materi pelajaran. Siswa mencari inti-inti pokok yang penting dari materi yang dipelajari. Setelah siswa memahami konsep materi yang dipelajari, kemudian siswa melengkapi dan membuat peta pikiran. Kegiatan berikutnya guru memberikan contoh soal kemudian dikerjakan oleh siswa, kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman konsep siswa terhadap suatu materi yang dipelajari. Sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan belajar mandiri, siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri dan guru cukup berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Mind
Mapping ini siswa aktif menyusun inti-inti dari suatu materi pelajaran menjadi peta pikiran. Menurut Buzan (2008: 171) menunjukan bahwa Mind Maping ini akan membantu anak: (1) Mudah mengingat sesuatu; (2) Mengingat fakta, Angka, dan Rumus dengan mudah; (3) Meningkatkan Motivasi dan Konsentrasi; (4) Mengingat dan menghafal menjadi lebih cepat. Tony Buzan juga menunjukan bahwa siswa akan menghafal dengan cepat dan mudah berkosentrasi dengan teknik peta pikiran sehingga menimbulkan keinginan untuk memperoleh pengetahuan serta keinginan untuk berhasil.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode Mind Mapping adalah metode yang dirancang oleh guru untuk membantu siswa dalam proses belajar, menyimpan informasi berupa materi pelajaran yang diterima oleh siswa pada saat pembelajaran, dan membantu siswa menyusun inti-inti yang penting dari materi pelajaran kedalam bentuk peta atau grafik sehingga siswa lebih mudah memahaminya.
Buzan (2010: 15) menyatakan bahwa untuk memilah fakta-fakta dari sebuah teks untuk menjadikannya lebih mudah diingat, ada beberapa hal yang harus dilakukan dengan Mind Mapping, yaitu a.
Pertama, ambil beberapa pena warna dan selembar kertas putih biasa.
Putar posisi kertas sehingga sisi panjangya terletak mendatar. Memulai dari tengah memberikan kebebasan untuk menyebar ke segala arah.
b.
Gambar gagasan utama dan tuliskan dibagian tengah kertas dengan huruf besar. Gambar gagasan utama yang menarik membantu tetap fokus dan berkonsentrasi.
c.
Pilihlah beberapa hal yang bisa diingat tentang gagasan utama tadi dan gambarlah cabang-cabang berpencar keluar dari gagasan utama.
Gunakan warna yang berbeda untuk setiap cabang yang mampu menambah energy kepada pemikiran kreatif.
d.
Setelah itu ide-ide kecil atau kata kunci bermunculan di otakmu sehingga dapat digambar cabang-cabang yang kecil berpencar dari cabang-cabang besar. Kata kunci memicu pikiran baru. e.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sudah bisa dicantumkan semua gagasan dan hal-hal yang bisa diingat dari gagasan utama tadi di atas selembar kertas. Dalam membuat Mind Mapping, Buzan (2007: 15) telah menyusun sejumlah aturan yang harus diikuti agar Mind Mapping yang dibuat dapat memberikan manfaat yang optimal. Berikut adalah rincian dalam membuat
Mind Mapping: a.
Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah ukuran A3 dengan orientasi horizontal (landscape). Central Topic diletakkan ditengah-tengah kertas dan sedapat mungkin berupa Image dengan minimal 3 warna.
b.
Garis: lebih tebal untuk cabang dan selanjutnya semakin jauh dari pusat garis menjadi semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang ada diatasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.
c.
Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis. Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari pusat.
d.
Image: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode simbol, grafik, tabel, dan ritme karena lebih menarik serta mudah diingat dan dipahami.
Kalau memungkinkan gunakan 3 Dimensi agar lebih menarik lagi.
e.
Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 5-6 warna. Warna berbeda untuk setiap cabang dan warna cabang harus mengikuti warna kata kunci.
f.
Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topik terletak di tengah-tengah kertas dan cabang-cabangnya menyebar ke segala arah.
Kata kunci umumnya terdiri dari 2-7 buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1. Adapun langkah-langkah penggunaan Mind Mapping dalam penelitian ini adalah: a.
Siswa menggunakan kertas putih tanpa garis dan alat tulis.
b.
Siswa membuat gambar dan tulisan sebagai subjek utama di tengah- tengah kertas.
c.
Siswa membuat garis berlekuk yang menyambung subjek utama, dan memberi nama pada setiap lekuk garis yang dibuat tentang Lingkaran.
E. Metode Konvensional
Metode konvensional/ceramah digunakan sebagai metode mengajar, maksudnya adalah penerangan dan penuturan materi secara lisan terhadap kelasnya. Selama berlangsungnya ceramah, guru bisa menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar bagan. Tetapi metode utama dalam hubungan guru dengan siswa adalah berbicara. Peranan siswa dalam metode ceramah adalah mendengarkan dengan teliti serta mencatat pokok-pokok yang dikemukakan oleh guru (Suryosubroto, 2002: 165).
Menurut Djamarah (2000: 205-206), metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional karena sejak dahulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan siswa dalam interaksi edukatif. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru daripada siswa, tetapi tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam pengajaran. Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisional, seperti di pedesaan yang kekurangan fasilitas belajar dan tenaga guru.
Menurut Newby, Sepich, Lehman, et al (2006: 6) menyatakan bahwa: “… the traditional view of teaching and learning is one which
the teacher stands and delivers the coment, while students sit an d receive”.
Dari pernyataan tersebut menyatakan bahwa pandangan tradisional tentang pengajaran dan pembelajaran adalah guru berdiri dan menyampaikan materi, sementara siswa duduk dan menerima.
Sedangkan menurut Freire (Iyas, 2010: 1-2) memberikan istilah terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), daripada modus demonstrating (memperagakan), dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metode konvensional dapat dimaklumi sebagai metode pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi sedangkan siswa hanya menyalin catatan guru dari papan tulis.
F. Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang terkait dengan penelitian yang telah dilakukan 1. Menurut Tapantoko (2011) dalam penelitian yang berjudul “Penggunaan
Metode Mind Map (Peta Pikiran) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Depok”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan menggunakan Mind Map (Peta Pemikiran) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari: (a) data hasil observasi motivasi belajar siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 56,25% menjadi 71,25% dengan kategori tinggi. (b) Data hasil angket motivasi siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 66,70% menjadi 79,94% dengan kategori tinggi. (c) Rata-rata hasil tes siklus mengalami peningkatan, rata-rata pada siklus I yaitu 75,18 meningkat menjadi 90,18 pada siklus II. (d) Dari hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa secara umum siswa termotivasi dalam belajar.
2. Menurut Putri (2011) dalam penelitian yang berjudul “Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Dengan Menerapkan Metode Mind Mapping Pada Kelas VIII SMP Negeri 2 Nanggulan Kulon Progo”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: kemampuan pemahaman konsep matematika siswa meningkat setelah menerapkan metode Mind Mapping sebesar 11% yaitu dari 73% pada siklus I menjadi 84% pada siklus II.
3. Menurut Masykuri (2013) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Bangun Ruang Menggunakan Metode Mind Map Pada Siswa Kelas V SD N Tamanagung 4 Kecamatan Muntilan”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan metode Mind Mapping mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata- rata hasil belajar matematika siswa kelas V sebesar 49,01%. Selain itu dari hasil analisis data observasi mengalami peningkatan yaitu dari 46,7% aspek terpenuhi menjadi 86,7% aspek.
4. Menurut Hafiz (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan
Matematika Realistik Terhadap Sikap Siswa Dalam Pembelajaran Matematika”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: dari perhitungan uji-t menunjukkan t hitung 3,82 dan t tabel 1,66 pada signifikansi
hitung tabel
1 5% yang berarti t >t (3,82>1,66), maka H ditolak dan H diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata sikap siswa dalam pembelajaran matematika yang diajari dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi dari rata-rata sikap siswa yang diajari dengan pendekatan konvensional. Dengan demikian, penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik berpengaruh terhadap sikap siswa dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan pada penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh metode Mind Mapping untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap siswa dalam pembelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Sentolo. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah terletak pada subjek dan objek yang diteliti.
G. Kerangka Berpikir
Pemahaman konsep matematika merupakan landasan dasar dalam belajar matematika, oleh karena itu dalam pembelajaran matematika yang ditekankan terlebih dahulu adalah pemahaman konsep dengan baik dan benar. Agar siswa lebih memahami konsep dengan baik dan benar, para guru matematika harus berusaha untuk mewujudkan keabstrakan konsep menjadi yang lebih konkret. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam mengklarifikasi konsep dan mengimplementasikan konsep berdasarkan contoh dan bukan contoh, dan siswa dapat mengungkapkan suatu konsep dengan menggunakan kata-kata sendiri disertai alasannya.
Masalah yang sering terjadi yaitu siswa hafal suatu konsep, tetapi siswa tidak bisa menerapkan suatu konsep dalam memecahkan masalah.
Selain itu kebiasaan guru langsung memberikan suatu konsep secara baku, tanpa menjelaskan pembentukan konsep itu berlangsung. Akibatnya ketika siswa mengerjakan soal yang berbeda dengan yang diberikan contoh oleh guru atau siswa harus mencari konsep yang belum diketahui dalam soal, siswa belum mampu mengerjakannya.
Salah satu cara agar siswa mudah memahami konsep matematika, yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika yang melibatkan siswa aktif dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam memahami sebuah konsep serta dapat menyelesaikan masalah dengan ketrampilan-ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
Metode Mind Mapping merupakan suatu metode pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dalam menentukan dan menyusun inti-inti yang penting dari materi pelajaran, serta metode yang dapat membantu siswa untuk meningkatkan pengetahuan siswa dalam penguasaan konsep dari suatu pokok materi pelajaran. Adapun tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode ini adalah (1) mempelajari konsep suatu materi pelajaran, (2) menentukan ide-ide pokok, (3) membuat peta pikiran, (4) mempresentasikan di depan kelas.
Kelas
Pre-Test Post-Test
Metode Mind
Eksperimen AngketMapping Angket Pemahaman konsep
Sikap siswa
Metode
Kelas Pre-Test Post-TestPembelajaran
Kontrol Angket Angket
Konvensional
Gambar 2. Diagram Kerangka Berpikir H.Hipotesis Penelitian