Tugas Perbandingan Hukum Tata Negara Per (1)

BAB I
PENDAHULUAN
Makalah kedua ini adalah kelanjutan dari makalah pertama, yaitu makalah
perbandingan sistem hukum tata negara. Dalam makalah ini penulis membahas 4
(empat) hal yaitu, sistem perwakilan, sistem amandemen, syarat negara demokrasi
dan negara hukum. Penulis membandingkan ke-empat hal tersebut yang ada di
negara Jepang berdasarkan konstitusi Jepang dan Indonesia berdasarkan UUD
1947. Jepang dan Indonesia adalah sama-sama negara merdeka yang memiliki ciri
khas masing-masing. Negara Jepang menganut sistem parlementer yang mana
berbeda dengan Indonesia yaitu menganut sistem Presidensiil.
Namun dalam hal bentuk neaara keduanya adalah negara Kesatuan.
Bentuk negara Jepang adalah monarkhi konstitusional karena menempatkan kaisar
sebagai kepala negara. Dalam hal kelembagaan negara Jepang menganut Tri as
Politica atau tiga pusat kekuasaan. Sedangkan Indonesia menganut Sapta as
Politica. Selain mengklaim sebagai negara berdaulat dan punya sistem hukum,
apakah memang benar-benar keduanya adalah negara hukum ? Karena kriterium
sebuah negara hukum tidak hanya dilihat dari apakah punya undang-undang atau
peraturan-peraturan negara, akan tetapi dalam kenyataan hidup berbangsa dan
bernegara harus menerapkan peraturan yang ada dengan baik.
Dalam konteks ini pula penerapannya haruslah berdasarkan prinsip due
process of law. Selain ini memperhatikan pergeseran paradigm negara hukum

yang sebelumnya adalah negara hukum klasik ke negara hukum modern, maka
patut juga dipertanyakan apakah ada penjaminan social welfare di dalam kedua
negara tersebut yang sudah ditetapakan dalam konstitusi masing-masing. Untuk
memperjelas hal ini maka pembahasan mengenainya perlu. Di dalam bagian
pembahasan penulis akan menguraikan secara panjang lebar keadaan kedua
negara dalam 4 (empat) di atas.

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM PERWAKILAN
1. Landasan Teori
Dalam sistem pemerintahan demokratis yang dilaksanakan dengan
sistem perwakilan, maka keberadaan lembaga perwakilan rakyat
dipandang sebagai suatu keniscayaan dalam penyelenggaraan sistem
pemerintahan ini. Secara teoritik dapat dikatakan bahwa dalam sebuah
negara yang demokratis setiap warga negara dan unit-unit politik harus
diwakili dan terwakili. Badan-badan perwakilan tersebut lazim disebut
sebagai parlemen. Salah satu isu yang paling fundamental adalah

penentuan berapa jumlah “kamar” dalam parlemen tersebut dan bagaimana
proses pengambilan keputusan serta proses legislasi yang diemban oleh
parlemen tersebut.1 Jumlah kamar yang dimaksud bisa satu kamar
(unicameral), atau dua kamar (bicameral) atau tiga kamar (thricameral).
Pilihan sistem perwakilan itu selalu tercermin dalam struktur
kelembagaan parlemen yang dianut di suatu negara. Pada umumnya, di
setiap negara dianut salah satu atau paling banyak dua dari ketiga sistem
tersebut secara bersama-sama. Dalam hal negara yang bersangkutan
menganut salah satu dari ketiganya, maka pelembagaan tercermin dalam
struktur parlemen satu kamar. Artinya struktur lembaga perwakilan rakyat
yang dipraktikan oleh negara itu mestilah parlemen satu kamar
(unicameral parliament). Jika sistem yang dianut itu mencakup dua
fungsi, maka kedua fungsi itu selalu dilembagakan dalam struktur
parlemen dua kamar (bicameral parliament).2
Dengan demikian, dalam praktik di berbagai negara, sistem
unicameral selalu mencerminkan satu sistem perwakilan saja, yaitu
perwakilan politik, sedangkan dalam sistem bicameral dianut dua dari tiga
1 King Faisal Sulaiman, 2013, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga
Parlemen Indonesia, UII Press Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 22
2 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Penerbit

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm.
41

2

sistem perwakilan di atas. Ada parlemen bicameral yang menganut sistem
perwakilan politik dan perwakilan teritorial (regional). 3 Fungsi parlemen
sebagai lembaga perwakilan rakyat yang paling pokok sebenarnya adalah
fungsi representasi atau perwakilan itu sendiri. Fungsi perwakilan sering
dipandang dalam 2 (dua) persepektif yaitu secara formal artinya
keterwakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik, juga dari segi
substantif yaitu perwakilan atas dasar aspirasi atau idea. Dalam rangka
menjaga pelembagaan fungsi representasi itu, dikenal pula adanya tiga
sistem perwakilan yang dipraktikan di berbagai negara demokrasi.
Ketiga fungsi itu adalah :
1. Sistem perwakilan politik (political representation);
Konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mempunyai kemampuan
dan kewajiban untuk bicara dan bertindak atas nama suatu kelompok
yang lebih besar.
2. Sistem perwakilan territorial (territorial atau regional representation);

Konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mewakili pihak-pihak
yang ada di daerah atau regional ia berasal.
3. Sistem perwakilan fungsional (functional representation)
Konsep bahwa seorang atau suatu kelompok mendapat kesempatan
untuk memilih dalam golongan ekonomi atau profesi di mana ia
bekerja, dan tidak semata-mata menurut golongan politiknya, seperti
halnya dalam sistem perwakilan politik.
2. Perbandingan Sistem Perwakilan Jepang Vs Sistem Perwakilan
Indonesia
1. Sistem Perwakilan Indonesia
Semula, sistem bikameral yang disarankan oleh banyak
kalangan para ahli supaya dikembangkan adalah sistem bicameral
yang kuat (strong bicameralism) dalam arti kedua kamar dilengkapi
dengan kewenangan yang sama-sama kuat dan saling mengimbangi
satu sama lain. Untuk itu, masing-masing kamar diusulkan dilengkapi
dengan hak veto. Perubahan ketiga UUD 1945 hasil sidang Tahunan
MPR tahun 2001 justru mengadopsi gagasan parlemen “becameral”
3 Jimly Asshiddiqie, Ibid., hlm. 42

3


yang bersifat “soft”. Kedua kamar dewan perwakilan tersebut
dilengkapi dengan kewenangan yang sama kuat. Yang lebih kuat tetap
Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan kewenangan DPD hanya
bersifat tambahan dan terbatas pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan kepentingan daerah.4
Menurut Jimly Asshiddiqie menyebut Indonesia setelah
Amandemen ke-4 UUD 1945, Indonesia menerapkan sistem
Tricameral (sistem 3 kamar) dalam lembaga perwakilan rakyat. Hal
tersebut wajar, karena dilihat dari fungsi dan perannya, ketiga lembaga
tersebut masing-masing mempunyai fungsi dan peran masing-masing
dalam pemerintahan. Akan tetapi kalau dilihat dari bentuknya,
Indonesia menganut sistem bicameral, dikarenakan sesungguhnya
MPR merupakan lembaga yang berisikan Anggota dari DPR dan DPD.
Jadi dapat dikatakan bahwa MPR merupakan penyatuan dari DPR dan
DPD. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai sistem
perwakilan dua kamar yang katanya halus (soft bicameral) itu maka
dibawah ini akan di paparkan tugas kewenangan masing-masing kamar
berdasarkan undang-undang dasar 1945.
1. Fungsi Legislasi

 Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 20 ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
membentuk undang-undang.
 Dewan Perwakilan Daerah
Pasal 22D ayat (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
2. Fungsi Pengawasan
4 Jimly Asshiddiqie, 2004, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran
Kekuasaan Dalam UUD 1945, Yogyakarta, hlm. 52

4

 Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 23 ayat (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara
sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan

setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Ayat (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Ayat (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
Rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang
diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
 Dewan Perwakilan Daerah
Pasal 22D ayat (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas
Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan pemekaran,
dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat
dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan Rancangan undang-undang

yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
3. Fungsi Anggaran
 Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 20A ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Ayat (2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur
dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini, Dewan
Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket dan
hak menyatakan pendapat.
Ayat (3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undangundang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat
mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan
pendapat, serta hak imunitas.
 Dewan Perwakilan Daerah

5

Pasal 22D (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan
pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta
menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti.
2. Sistem Perwakilan Jepang
Parlemen Jepang/Diet adalah lembaga tertinggi Negara dan
satu-satunya badan pembuat undang-undang negara yang terdiri dari
dua Dewan, (bikameral), yaitu :
a. Majelis Rendah (Shugiin), anggotanya dipilih melalui Pemilu
dengan masa jabatan 4 tahun (Pasal 45).
b. Majelis Tinggi (Sangiin), anggotanya dipilih melalui Pemilu
dengan masa jabatan 6 tahun (Pasal 46)
Kedua kamar mempunyai anggota yang dipilih secara langsung, yang
merupakan perwakilan seluruh rakyat. Jumlah anggota dan kualifikasi
anggota kedua kamar parlemen tersebut ditentukan oleh undangundang. Sistem dua kamar Jepang berbeda dengan Indonesia yaitu
Strong Bicameral.
Hal ini bisa dilihat dalam pasal-pasal mengenai kewenangan
masing-masing kamar. Pasal 48 dengan sangat tegas memuat ketentuan
“Tiada seorang pun diperbolehkan menjadi anggota dari kedua Houses

secara bersama-sama”. Secara umum, Kamar Bawah mempunyai
kekuasaan lebih besar daripada Senate, yakni:
1. Fungsi Legislasi
 House of Representatives atau Kamar Bawah
Pasal 59 ayat (2) Bila kamar bawah meluluskan RUU tapi Senate
menolaknya, kamar bawah bisa memperundangkannya dengan
majoritas 2/3.
Pasal 59 ayat (4) Bila kamar bawah meluluskan RUU (dan
perjanjian international) tapi Senate menetapkannya selama 60
hari, maka RUU tersebut diperundangkan secara automatis.

6

Pasal 60 Kedua dari pasal sebelumnya berlaku juga untuk
persetujuan Diet yang diperlukan bagi penyelesaian mengenai
perjanjian-perjanjian.
 House of Councillors atau Kamar Atas/Senat
Pasal 59 ayat 1 “suatu rencana undang-undang menjadi undangundang atas diluluskannya oleh kedua Houses, kecuali bila
sebaliknya diatur oleh undang-undang. Sifatnya memberikan
pertimbangan atau menyetujui suatu rencana undang-undang atau

tidak”.
2. Fungsi Anggaran

 House of Representatives
Pasal 60 ayat (1) “Anggaran belanja dan pendapatan negara
harus mula-mula diajukan kepada House of Representatives. Bila
penetapan kamar bawah dan Senate berbeda tentang RAPBN,
penetapan kamar bawah menjadi penetapan diet.
 House of Councillors/Senat
Pasal 60 ayat (2) “memberikan pertimbangan atas RAPBN”
3. Fungsi Pengawasan :
House of Councillors
 Pasal 69 “Kamar bawah mempunyai hak motion of
nonconfidence (mosi tidak percaya) terhadap kabinet”.
B. SISTEM AMANDEMEN
1. Landasan Teori
Amandemen (bahasa Inggris: amendment) artinya perubahan.
Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan. Istilah
amandemen sebenarnya merupakan hak, yaitu hak parlemen untuk
mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan undang-undang.
Perkembangan selanjutnya muncul istilah amandemen UUD yang artinya
perubahan UUD.5 Menurut Sri Soemantri dalam (Ellydar Chaidir dan
Sudi Fahmi;2010:45) mengatakan bahwa memperhatikan pengalaman5 Muhammad Fauzy, dkk.. 2013, Makalah Pendidikan Kewarganegaraan “UUD
1945 Dan Proses Amandemen”, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam,
Universitas
Sumatera
Utara,
hlm.26
https://www.academia.edu/11797014/MAKALAH_UUD_1945_DAN_PROSES_AMA
NDEMEN diakses tanggal 10 April 2016

7

pengalaman dalam mengubah konstitusi di Kerajaan Belanda, Amerika
Serikat, dan Uni Sovyet, mengubah UUD tidak hanya mengandung arti
menambah, mengurangi, dan mengubah kata-kata dan istilah ataupun
kalimat dalam UUD mengubah konstitusi berarti membuat isi ketentuan
UUD menjadi lain dari semula melalui penafsiran.
Sistem perubahan konstitusi yakni bisa dilakukan secara langsung
terhadap UUD, artinya jika ada pasal-pasal yang hendak dirubah bisa
dilakukan perubahan secara langsung, dan sistem yang lain adalah
perubahan secara tidak langsung artinya dilakukan amandemen terhadap
UUD lama tersebut tetapi yang lama tetap berlaku. C.F Strong dalam
(Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi;2010:47), mengemukan empat cara
perubahan UUD, yaitu :
1. Oleh lembaga legislatif yang dengan pembatasan (by the ordinary
legislature but under certain restriction)
Perubahan oleh lembaga legislatif dapat dilakukan melalui beberapa
cara berikut ini :
a. Lembaga legislatif jika hendak mengubah UUD paling sedikit
harus dihadiri oleh sejumlah tertentu anggota (fixed quorum of
members), misalnya paling sedikit dua per tiga dari seluruh
anggota.
b. Jika timbul keinginan untuk mengubah UUD maka legislatif
dibubarkan. Kemudian, diadakan pemilihan umum untuk memilih
anggota legislatif baru. Setelah anggota legislatif beranggotakan
anggota baru yang dipilih melalui pemilihan umum, maka dapat
berfungsi sebagai konstituante yang berhak mengubah UUD.
c. Jika negara mempunyai dua legislatif maka harus diadakan sidang
gabungan sebagai satu lembaga. Keputusan sidang gabungan ini
mengenai perubahan UUD harus disetujui oleh jumlah terbanyak
dari anggota.
2. Oleh rakyat melalui referendum (by the people through a referendum)

8

Menurut cara yang kedua ini perubahan UUD memerlukan persetujuan
langsung dari rakyat. Persetujuan itu dapat disampaikan melalui
referendum, plebisit atau populer vote. Sebelum meminta persetujuan
rakyat perlu dipersiapkan rancangan perubahan oleh lembaga legislatif
atau pemerintah.
3. Oleh sebagian besar bagian dari negara federal (by a majority of all
units of a federal state)
Perubahan dengan cara ini hanya berlaku di negara Federal. UUD
negara federal biasanya dibuat oleh negara-negara bagian.
4. Oleh suatu badan khusus (by a special convention)
Menurut cara ini untuk mengubah UUD perlu dibentuk lembaga baru.
Lembaga ini bukan merupakan gabungan dari lembaga-lembaga yang
ada melainkan baru sama sekali. Lembaga ini merupakan lembaga
yang secara khusus diberikan wewenang untuk mengubah UUD.
Pendapat lain dikemukanan oleh K.C.Wheare bahwa UUD dapat
diubah dengan empat cara berikut :
a. Beberapa kekuatan penting (some primary forces)
Perubahan melalui some primary forces terjadi jika perubahan itu
dilakukan oleh sebagai besar rakyat sebagai suatu kekuatan berpengaruh
atau dominan, golongan-golongan kuat, atau kekuatan-kekuatan yang
menentukan di masyarakat.
b. Formal amademen (formal amandement)
Perubahan melalui formal amademen merupakan perubahan yang
dilakukan sesuai dengan cara-cara yang diatur dalam UUD itu sendiri atau
UUD yang akan diubah atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Penafsiran judisial (judicial interpretation)
Perubahan melalui penafsiran dilakukan melalui penafsiran berdasarkan
hukum. Penafsiran dilakukan menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
d. Kebiasaan dan adat istiadat (usage and customs)

9

Menurut cara ini perubahan UUD dilakukan melalui kebiasaan dan adat
istiadat ketatanegaraan.6
K.C Wheare berpendapat bahwa dalam melakukan perubahan UUD
harus ada sasaran yang hendak dituju berdasarkan 4 hal, yaitu :
1. Supaya perubahan dilakukan dengan pertimbangan masak dan secara sadar
bukan secara serampangan.
2. Supaya rakyat mempunyai kesempatan memberikan pendapat sebelum
perubahan benar-benar dilakukan.
3. Supaya kekuasaan negara bagian dan pemerintah pusat di negara federal
tidak diubah secara sepihak
4. Supaya hak-hak individu dan masyarakat seperti kaum minoritas dari segi
agama, bahasa, dan kebudayaan terjamin.7
Sedangkan menurut Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi, paradigma
perubahan sebagai berikut :

a.

b.
c.
d.

e.

Paradigm kedaulatan rakyat dengan prinsip demokrasi yang tidak
semata-mata representatif tetapi juga partisipatif, untuk menggeser
paradigm lama yang cenderung dikontaminasi dengan faham
integralistik, sehingga menimbulkan dominasi atau hegemoni negara
yang berlebihan.
Paradigma negara hukum dengan prinsip supremasi hukum yang adil
dan responsif untuk menggeser paradigm negara kekuasaan dengan
tipologi hukumnya yang represif.
Paradigma pembatasan kekuasaan sebagai tercermin konstitualisme
dengan prinsip check and balance untuk menggantikan paradigma
sentralisasi kekuasaan/otoritarian.
Paradigma konstitusi yang berbasis Hak Asasi Manusia (HAM)
sebagai perwujudan kontrak sosial untuk mengubah paradigma bahwa
hak-hak rakyat/warga adalah merupakan pemberian negara/penguasa
negara.
Paradigma pluralism dengan semangat toleransi dan anti diskriminasi
sebagai konsekuensi atas realitas kemajemukan Indonesia, baik karena
etnisitas, agama, kultur, maupun faktor-faktor kemajemukan lainnya,
untuk menggeser kecenderungan dianutnya paradigma monolistik
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.8

6 Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi, 2010, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media,
Yogyakarta, hlm. 49
7 Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi, Ibid., hlm.53
8 Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi, Ibid., hlm.55-56

10

Secara teoritik, dikenal adanya sifat konstitusi yang rigid dan konstitusi
yang flexible. Menurut C.F.Strong dalam (Bagir Manan & Susi Dwi
Harijanti, 2014:94) Perbedaan antara konstitusi rigid dan fleksibel bertolak
dari cara perubahan (amandemen) konstitusi. Disebut fleksibel kalau
perubahannya tidak berbeda dengan tata cara mengubah undang-undang
(statute, wet). Dikatakan rigid, apabila perubahan mensyaratkan tata cara
khusus yang berbeda dengan perubahan undang-undang. Tata cara khusus
yang berbeda tersebut dalam makna syarat yang lebih sulit dari perubahan
undang-undang biasa. Sedangkan menurut K.C.Wheare rigid atau fleksibel
diukur dari “apakah konsitusi acapkali diubah atau tidak? Meskipun tata
cara perubahan diatura secara khusus, tetapi jika acapkali terjadi
perubahan,

maka

konstitusi

tersebut

adalah

konstitusi

fleksibel.

Sebaliknya, meskipun perubahan diatur secara sederhana, sama dengan
mengubah atau membuat undang-undang, tetapi dalam kenyataan
konstitusi tersebut jarang atau tidak pernah diubah, maka konstitusi
tersebut rigid. Konsep mengenai konstitusi fleksibel atau rigid hanya
mengenai atau berlaku untuk konstitusi tertulis (written constitution).
2. Perbandingan Sistem Amandemen Jepang dan Indonesia
1. Sistem Amandemen Indonesia
Undang-Undang Dasar Indonesia sampai saat ini telah
mengalami 4 (empat) kali amandemen. Amandemen I pada tanggal 19
Oktober tahun 1999, Amandemen II pada tanggal 18 Agustus tahun
2000, Amandemen III pada tanggal 10 November tahun 2001,
Amandemen IV pada 10 Agustus tahun 2002. Latar belakang
perubahan UUD 1945 berawal pada tanggal 21 Mei 1998 ketika
Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan presiden setelah
terjadi

gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori oleh

masiswa, pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya di Jakarta
dan daerah-daerah lainnya. Berhenti Presiden Soeharto ditengah krisis

11

ekonomi dan moneter yang sangat memberatkan kehidupan bangsa
Indonesia menjadi awal dimulainya awal reformasi di tanah air.
Pada awal era reformasi, berkembang dan populer di
masyarakat banyaknya tuntutan reformasi yang didesakkan oleh
berbagai komponen bangsa, termasuk mahasiswa dan pemuda.
Tuntutan, itu antara lain, sebagai berikut :
1. Amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI).
3. Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia
(HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah
(otonomi daerah).
5. Mewujudkan kebebasan pers.
6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.9
Dari berbagai macam tuntutan tersebut maka telah terjadi
amandemen UUD 1945. Kehidupan demokrasi Indonesia terus
berlangsung dengan UUD baru yang dinilai lebih demokrasi. Harus
diakui bahwa ini adalah langkah terobosan yang besar. Jika
sebelumnya tidak dikenal adanya perubahan terhadap Undang-Undang
Dasar tersebut. Dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh MPR sesuai dengan
kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dilakukan untuk menyempurnakan Undang-Undang Dasar
9 Sekretariat Jenderal MPR RI, 2013, Panduan Pemasyarakatan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal MPR RI,
hlm.6

12

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bukan untuk mengganti
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh
karena itu jenis perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR adalah mengubah
rumusan

baru

sama

sekali,

menghapus

atau

menghilangkan,

memindahkan tempat pasal atau ayat sekaligus mengubah penomoran
pasal atau ayat.10 Pasal 37 memuat ketentuan mengenai prosedur
amademen UUD 1945 sebagai berikut :
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat
diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan
secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan
untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen
ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak dapat dilakukan perubahan.
Ditinjau dari aspek sistematika, Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum diubah terdiri atas dua
bagian, yaitu :
1. Pembukaan (Preambule);
2. Batang tubuh;
3. Penjelasan
Setelah diubah, Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
terdiri atas dua bagian, yaitu :
1. Pembukaan;
10 Sekretariat Jenderal MPR RI, Ibid., 49

13

2. Pasal-pasal (sebagai ganti istilah Batang Tubuh
Namun demikian, Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 jika ditinjau dari segi perubahannya bersifat Rigid atau
kaku karena untuk melakukan perubahan susah dan berbelit-belit.
Sedangkan, jika ditinjau dari segi perkembangan Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bersifat flexibel karena hanya
memuat pokok-pokok bahasan, sehingga penjabarannya diserahkan
kepada peraturan perundang-undang yang ada di bawahnya.
Bagan Hasil Amandemen
N

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Bab Pasal
Ayat
Aturan
Aturan

o
1.

Sebelum

16

37

2.

Perubahan
Setelah

21

73

49

Peralihan
4 pasal

Tambahan
2 ayat

170

3 pasal

2 ayat

Perubahan
2. Sistem Amandemen Jepang
Awal dilakukan Amandemen UUD Jepang terjadi pada Pada 15 Agustus
1945, akhir perang dunia kedua, Jepang dikalahkan oleh AS dan negara-negara
beraliansinya (Sekutu). Ini adalah penyerahan tanpa syarat menurut Deklarasi
Potsdam. Didalam Deklarasi Potsdam ada pasal yang menuntut demokratisasi,
pelindungan HAM, dan disarmament Jepang. Sekutu, khusunya AS,
menganggap bahwa salah satu sebab militarism Jepang adalah konstitusi yang
tak bisa membatas kekuasan eksekutif. Maka AS memerintah pemerintah
Jepang mempersiap UUD baru yang mementingkan asas demokrasi, HAM dan
pedamaian (pacifism).
Dibawah kotrol tentara AS sangat ketat (General Head Quarter
Sektutu, GHQ), pada 1946, pemerintah Jepang mengumumkan UUD baru, dan
memperlakukannya pada tahun berikut.11 Selanjutnya ketentuan mengenai
Amandemen UUD Jepang sudah diatur juga dalam UUD tersebut. Namun,
11 Zhimada Yuzuru, UUD Jepang dan Tata Negara, hlm. 2

14

ketentuan sistem Amademen Jepang temasuk rigid. Maka procedure perubahan
UUD adalah jauh lebih susah daripada UU biasa. Sampai terakhir ini,
perubahan UUD adalah salah satu isu critical yang membagi kiri-kanan aliran
politik.
Di Jepang, pro-amendamen UUD adalah kaum konservatif. Mereka
memikir bahwa UUD kita adalah UUD tertekan dan bertentangan mitos orang
Jepang. Pasal 96-1 adalah pasal tentang amendamen: Untuk memulai proses
amendamen, harus ada usulan (motion) amendamen yang dapat setujuan lebih
2/3 dari jemulah anggota setiap kamar Diet. Bila ada usulan ini, Diet
mengadakan referendam khusus untuk amendamen. Untuk mengesahkan
amendamen, perlu ada pemungutan suara setujuan lebih dari 50% di
referendum.12
Secara lengkap Pasal 96 berbunyi :
(1) Perubahan-perubahan terhadap Undang-undang Dasar ini harus dimulai
oleh Diet, melalui suara persetujuan bersama dari dua pertiga atau lebih
anggota-anggota masing-masing Houses dan haruslah mengenai hal itu
diajukan kepada rakyat untuk diratifikasi, yang akan memerlukan suara-suara
penguatan dari mayoritas semua suara referendum khusus atau pada
pemilihan sedemikian sebagaimana Diet akan menentukan dengan jelas.
(2) Perubahan-perubahan bila diratifisir sedemikian, harus segera diumumkan
oleh Kaisar atas nama rakyat, sebagai bagian integral dari Undang-Undang
Dasar ini.
C. SYARAT NEGARA DEMOKRASI
1. Landasan Teori
Istilah demokrasi berasal dari perkataan Yunani “demokratia”, arti
pokok : demos = rakyat; kratos = kekuatan; jadi kekuatan rakyat, atau
suatu bentuk pemerintahan negara, dimana rakyat berpengaruh di
atasnya,singkatnya pemerintahan rakyat.13 Sejak abad ke-6 sebelum
masehi, bentuk pemerintahan negara-negara kota (stadstaten) di Yunani
adalah berdasarkan demokrasi. Athena membuktikan dalam sejarah
12 Shimada Yuzuru, Ibid, hlm. 6
13 C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil, 2008, Hukum Tata Negara Republik
Indonesia (Edisi Revisi), Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm.90

15

tentang demokrasi yang tertua di seluruh dunia. 14 Jadi secara etimologis,
demokrasi artinya kekuasaan rakyat atau rakyat yang berkuasa.
Sedangkan bila ditilik dari pojok terminologis (perspektif
keilmuan),

demokrasi

berarti

suatu

sistem

kehidupan

sosial

(bermasyarakat) yang dikelola berdasarkan kehendak rakyat, dan
kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat kebanyakan. Dengan demikian,
sistem demokrasi mendisain mayoritas (orang yang lebih banyak) sebagai
penguasa. Tidak aneh akhirnya, dalam sistem ini muncul adagium “Suara
rakyat suara Tuhan”.15 Demokrasi di mata Harris Soche adalah bentuk
pemerintahan rakyat, karena itu, kekuasaan pemerintahan itu melekat pada
diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang
banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari
paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk
memerintah.16 Sedangkan, demokrasi menurut International Commission
for Jurist adlaah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat
keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui
wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada
mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas.
Namun dari semua itu, pengertian yang paling populer tentang
demokrasi adalah yang diungkapkan oleh Abraham Lincoln tahun 1863
yaitu demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat (government of the people, by the people, and for the people). Prof.
Logeman dalam (C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil; 2008: 93-94)
membagi demokrasi menjadi 4 macam, yaitu :
Pertama, demokrasi Sederhana, yaitu demokrasi yang terdapat di desadesa, demokrasi mana berdasarkan gotong-royong dan musyawarah.
Kedua, demokrasi Barat atau demokrasi liberal atau oleh kaum komunis
14 C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil, Ibid
15 http://www.ispi.or.id/2011/01/01/demokrasi-negara-demokratis-dan-kaumdemokrat/, diakses tanggal 10 April 2016
16 Winarno, 2007, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan
Kuliah di Perguruan Tinggi¸Edisi Kedua, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 91

16

disebut demokrasi kapitalis. Yang dimaksud dengan demokrasi barat ialah
demokrasi yang dianut oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika.
Sistem demokrasi ini mendasarkan atas liberalis atau kemerdekaan
perseorangan, yang bersifat individual.
Ketiga, demokrasi timur atau demokrasi rakyat. Dengan ini
dimaksudkan demokrasi yang dianut oleh negara-negara komunis seperti,
Rusia, RRC dan lain-lain. Keempat, demokrasi Tengah atau Fasisme dan
Nazisme, yang pernah dianut oleh Italia di masa Mussolini dan Jerman di
masa Hitler. Demokrasi juga mempunyai sifat-sifat tertentu antara lain
bersifat politik, yuridis, ekonomis, sosialistis dan kultural. Demokrasi
berdasarkan penyaluran kehendak rakyat ada dua macam, yaitu :
a. Demokrasi langsung artinya paham demokrasi mengikutsertakan setiap
warga

negaranya

dalam

permusyawaratan

untuk

menentukan

kebijaksanaan umum dan undang-undang.
b. Demokrasi

tidak

langsung,

artinya

paham

demokrasi

yang

dilaksanakan melalui sistem perwakilan.
Dalam Konferensi Internasional Commission of Jurist (ICJ)
dikatakan bahwa pemerintah sebagai Representative Government yaitu
suatu pemerintahan yang mendapatkan kekuasaan dari rakyat dimana
kekuasaan tersebut diperoleh melalui pemilu yang bebas dan harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Syarat-syarat suatu negara
dikatakan sebagai negara demokrasi adalah sebagai berikut :
a. Ada proteksi konstitusional
b. Ada peradilan yang bebas
c. Ada pemilu yang bebas
d. Ada kebebasan dalam berserikat
e. Ada tugas oposisi
f. Ada pendidikan civic17

17 Y.Hartono, Handout Hukum Pemerintahan Pusat, Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Yogyakarta

17

2. Perbandingan Indonesia dan Jepang sebagai Negara Demokrasi
1. Demokrasi di Indonesia
Dinamika demokrasi berkembang di Indonesia mulai terjadi
pada awal abad XX. Anak-anak nusantara yang berkenalan dengan
pengetahuan modern mulai tertarik dengan demokrasi.18 Secara
konseptual pemikiran yang berkembang di Indonesia banyak
dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran demokrasi di luar
Indonesia. Di masa revolusi nasional (1945-1949) lembaga demokrasi
yang dianggap representasi dari legislatif dan wakil rakyat adalah
KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Pada mulanya KNIP
dibentuk sebagai lembaga pembantu presiden.
Namun sesuai dengan perkembangan dinamika politik, posisi
KNIP diubah menjadi lembaga legislatif.19 Setelah pemerintahan RIS
dan UUD RIS tidak diberlakukan lagi, pemerintah menganut prinsip
demokrasi liberal parlementer. DPRS menjadi lembaga legislatif yang
berwenang mengontrol pemerintahan yang dijalankan oleh kabinet.
Keberadaan kabinet akan sangat dipengaruhi oleh dukungan atau
penolakan dari DPRS. Masa ini berlangsung sejak kabinet Natsir
hingga kabinet Ali II (17 Agustus 1950 sampai 14 Maret 1957).20
Tahun 1957 Presiden Soekarno melontarkan demokrasi yang
dianggap relevan dengan kondisi bangsa Indonesia. Pemikiran yang
dilontarkan

Presiden

Soekarno

adalah

demokrasi

terpimpin. 21

Pemerintahan orde baru dengan cerdik menciptakan dikotomi terhadap
kekuatan yang dianggap berbahaya bagi bangsa Indonesia, yaitu
ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Kelompok politik islam dikategorikan

18 Armada Riyanto, dkk.., 2011, Politik Demokrasi : Sketsa, Filosofis,
Fenomenologis, Penerbit Program Sekolah Demokrasi, Jawa Timur, hlm.78
19 Ahmada, dkk. Ibid, hlm.89
20 Ahmada, dkk. Ibid, hlm.92
21 Ahmada, dkk. Ibid, hlm. 93

18

sebagai

ekstrem

kanan.

Sebaliknya

penganut

komunisme

dikategorikan sebagai ekstrem kiri.22
Ternyata praktek otoritarian pemerintah orde baru tidak lagi
dapat

mengatasi

permasalahan

bangsa,

termasuk

menghadapi

gelombang demokrasi. Jatuhnya pemerintahan Soeharto yang sering
dianggap sebagai masa awal reformasi segera diikuti oleh tuntutan
pencabutan aturan-aturan politik yang bertentangan dengan demokrasi.
Sejak Indonesia merdeka di tahun 1945 telah menerapkan sekurangkurangnya 4 (empat) model demokrasi yang saling berbeda, baik
dalam hal namanya maupun dalam unsur-unsur pokoknya, yaitu : (1)
Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer (1950-1959), (2)
Demokrasi Terpimpin (1959-1966), (3) Demokrasi Pancasila (19661998), (4) Demokrasi Reformasi (1998-sekarang).23
Dalam konteks Indonesia Konstitusi yang menjadi pegangan
adalah UUD 1945, jika dicermati, UUD 1945 mengatur kedaulatan
rakyat dua kali, pertama pada pembukaan alinea keempat, “maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang

Dasar

Negara

Indonesia

yang

berkedaulatan

Rakyat… “Kedua, pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil perubahan
berbunyi, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang Undang Dasar”. Dengan demikian, UUD 1945 secara
tegas mendasar pada pemerintahan demokrasi karena berasaskan
kedaulatan rakyat.24 Berdasarkan syarat demokrasi dari ICJ diatas
dalam UUD 1945 ternyata juga bisa ditemukan pasal-pasal terkait,
antara lain :
Proteksi konstitusional : Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28,
Pasal 28A, Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), Pasal 33,
Pasal 34 ayat (1) dan (2). Peradilan yang bebas : Pasal 24 (1). Pemilu
22 Ahmada, dkk. Ibid, hlm. 96
23 Winarno, 2007, Op.Cit, hlm. 155
24 Cora Elly Noviati, 2013, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan, dalam Jurnal
Mahkamah Konstitusi Volume 10 Nomor 2, diakses tanggal 4 April 2016,
hlm.335

19

yang bebas : Pasal 22E (1). Kebebasan berserikat : Pasal 28, UU
Parpol. Tugas oposisi : Pasal 20A, Pasal 24B, Pendidikan Civic :
Pasal 27, Pasal 28C, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28H, UU Sisdiknas.
2. Demokrasi di Jepang
Pada bulan Juli 1945, tak lama setelah Jerman menyerah, para
pemimpin Sekutu bertemu di Potsdam dekat Berlin untuk membahas
kebijakan pascaperang. Di antaranya adalah keputusan untuk
menempati tanah air Jepang setelah kemenangan yang telah dicapai di
Pasifik. Sekutu juga sepakat bahwa pendudukan harus juga tentang
perlucutan senjata lengkap pasukan Jepang dan pengadilan penjahat
perang Jepang. Perjanjian Potsdam lanjut menyerukan reformasi
demokratis dalam pemerintahan Jepang. Akhirnya, Sekutu menyatakan
bahwa pendudukan akan berakhir hanya ketika semua kondisi ini telah
dicapai dan "pemerintah damai dan bertanggung jawab" telah didirikan
di Jepang.
Kesepakatan Postdam segera setelah Jepang mengumumkan
keputusan mereka untuk menyerah, Jenderal Douglas MacArthur
ditunjuk sebagai Panglima Tertinggi untuk Sekutu untuk mengawasi
pendudukan Jepang. Meskipun ia secara teknis di bawah wewenang
komisi Sekutu, MacArthur mengambil perintah dari Washington.
Daripada

membangun

pemerintahan

militer

Amerika

untuk

memerintah Jepang selama pendudukan, MacArthur memutuskan
untuk mempekerjakan pemerintah Jepang yang ada. Dia juga
menyerukan Diet Jepang untuk mengeluarkan undang-undang pemilu
baru untuk menyediakan pemilu demokratis yang bebas, termasuk,
untuk pertama kalinya dalam sejarah Jepang, hak perempuan untuk
memilih. Selain itu, di bawah arahan MacArthur, pertumbuhan serikat
buruh didorong, kepemilikan tanah besar yang dipecah dan sistem
pendidikan direformasi. 25
25 A S I A P R O G R A M S P E C I A L R E P O R T,2003 Durable Democracy:

20

Sebelum 1945, demokrasi seperti yang kita kenal memiliki
sedikit kesempatan untuk berkembang di Jepang. Tidak ada pemilihan
umum yang bebas atau partai politik yang nyata ada. Perempuan
ditolak hak yang sama. Dari sudut pandang Amerika, meskipun
Konstitusi Meiji terdaftar sejumlah kebebasan individu, beberapa yang
bermakna. Misalnya, meskipun kebebasan berbicara dilindungi oleh
konstitusi,

pemerintah

dilarang

apa

yang

dianggap

"pikiran

berbahaya."26

Konstitusi Jepang(Shinjitai: 日本国憲法 Kyūjitai: 日本國憲

法|Nihon-Koku Kenpō) adalah dokumen legal pendirian negara Jepang

sejak tahun 1947. Konstitusi ini menetapkan pemerintahan berdasarkan
sistem parlementer dan menjamin kepastian akan hak-hak dasar warga

negara Konstitusi ini, yang disebut juga "Konstitusi Damai 平和憲法
Heiwa-Kenpō," memiliki karakteristik utama dan terkenal karena tidak
memberikan hak untuk memulai perang; yang terdapat pada Pasal 9,
dan dalam penjelasan yang lebih ringkas pada ketetapan de jure
kedaulatan rakyat yang berhubungan dengan peranan kekaisaran.
Konstitusi ini ditulis ketika Jepang berada di bawah pendudukan
Sekutu seusai Perang Dunia II dan direncanakan untuk menggantikan
sistem monarki absolut yang militeristik dengan suatu bentuk
demokrasi liberal. Saat ini, dokumen konstitusi ini bersifat kaku dan
belum ada amandemen yang ditambahkan sejak penetapannya.
Meskipun perjalanan demokrasi Jepang melewati jalan rumit yang
panjang namun akhirnya kini Jepang sudah menjadi negara demokrasi.
Hal ini tidak lain dan tidak bukan kita bisa melihat dalam konstitusi

Building The Japanese State. Hlm. 9
https://www.wilsoncenter.org/sites/default/files/asiarpt_109.pdf, diakses
tanggal 15 April 2016
26 Bringing Democracy to Japan, http://www.crf-usa.org/electioncentral/bringing-democracy-to-japan.html, diakses tanggal 15 April 2016

21

Jepang tahun 1947 dan praktek ketata negaraanya. Bahkan Bab III
Konstitusi Jepang berjudul "hak-hak dan kewajiban dari rakyat."
Pasal-pasal mengenai negara demokrasi antara lain :











Proteksi konstitusional :
o Pasal 13 (hak hidup, kemerdekaan, tidak diskriminasi dan usaha
mengejar kebahagiaan),
o Pasal 14 (semua orang sama di depan hukum), Pasal 18 (larangan
perbudakan),
Peradilan yang bebas :
o Pasal 32 hak mencari keadilan, hak untuk "due process" (psl. 33
sampai pasal 40)
Pemilu yang bebas :
o Pasal 15 dan pasal 22 (hak pilih dan universal suffrage)
Kebebasan berserikat :
o Pasal 21 (kebebasan berserikat),
o Pasal 28 (hak berserikat buruh)
Pendidikan civic :
o Pasal 17 hak menuntut ganti rugi,
o Pasal 19 (hak kebebasan berpikir dan berpendapat),
o Pasal 20 (kebebasan beragama, Pasal 23 dan Pasal 26 ayat (1)
(hak pendidikan),
o Pasal 23 (hak atas kesehatan dan kebudayaan, kesejahteraan dan
keamanan),
o Pasal 27 (hak bekerja),
o Pasal 29 (hak atas hak milik, kebebasan untuk memilih
perkerjaan dan tempat tinggal),
o Pasal 30 (kewajiban pajak)
Tugas oposisi :
o Pasal 16 hak mengajukan petisi,
o Pasal 21 (kebebasan pers),
o Pasal 41 (diet pembuat undang-undang),
o Pasal 60 (anggaran negara diajukan ke parlemen),
o Pasal 69 (mosi tidak percaya)

D. NEGARA HUKUM

22

1. Sekilas Sejarah Pemikiran Mengenai Negara Hukum
Keberadaan tentang konsepsi negara hukum sudah ada semenjak
berkembangnya pemikiran cita negara hukum itu sendiri. Plato dan
Aristoteles merupakan penggagas dari pemikiran negara hukum.
Pemikiran

negara

hukum

dimunculkan

Plato

melalui

karya

monumentalnya yakni Politicos. Plato dalarn buku ini sudah menganggap
adanya hukum untuk mengatur warga negara. Pemikiran ini dilanjutkan
tatkala Plato mencapai usia lanjut dengan memberikan perhatian yang
tinggi pada hukum.
Menurutnya, penyelenggaraan pemerintah yang baik ialah yang
diatur oleh hukum. Cita Plato dalam nomoi ini kemudian dilanjutkan oleh
muridnya bernama Aristoteles yang lahir di Macedonia pada tahun 384
SM. Karya ilmiahnya yang relevan dengan masalah negara ialah Politica.
Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah
dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. la menyatakan: ”Aturan yang
konstitusional dalam negara berkaitan secara erat juga dengan
pertanyaan kembali apakah lebih baik diatur oleh manusia atau hukum
terbaik, selama suatu pemerintahan menurut hukum”. Oleh sebab itu
supremasi hukum diterima oleh Aristoteles sebagai tanda negara yang baik
dan bukan semata-mata sebagai keperluan yang tak layak.
Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusia
melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik
buruknya suatu hukum. Manusia perlu dididik menjadi warga yang baik,
yang bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersikap
adil. Immanuel Kant dan Friedrich Julius Stahl juga telah mengemukakan
buah

pikiran

mereka.

Kant

memahami

negara

hukum

sebagai

Nachtwakerstaat atau Nachtwachterstaat (negara jaga malam) yang
tugasnya adalah menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat, urusan
kesejahteraan didasarkan pada persaingan bebas (free fight), laisez faire,
laisez ealler, siapa yang kuat dia yang menang. Paham liberalisme

23

diinspirasikan oleh aliran ekonorni liberal Adam Smith yang menolak
keras campur tangan negara dalam kehidupan negara ekonomi.
Pemikiran Immanuel Kant pada gilirannya mernberi inspirasi dan
mengilhami F.J.Stahl dengan lebih memantapkan prinsip liberalisme
bersamaan dengan lahirnya kontrak sosial dari Jean Jacques Rousseau,
yang memberi fungsi negara menjadi dua bagian yaitu pembuat Undang¬Undang (the making of law) dan pelaksana Undang-Undang (the
executing of law).27
2. Landasan Teori
Perkembangan negara hukum belakangan menjadi hal yang sangat
diperbincangan oleh kalangan pakar, akademisi bahkan masyarakat yang
melek hukum. Berbagai macam penelitian dan perubahan dilakukan agar
dapat tercapai negara hukum yang ideal. Perkembangan ini dimulai dari
konsep negara hukum yang sangat tradisional, kemudian menjadi negara
hukum formal dan negara hukum kesejahteraan (welfare state). Welfare
state adalah idaman semua bangsa karena negara ikut andil dalam berbagai
hal untuk mencapai kesejahteraan umum.
Arti negara hukum itu sendiri pada hakekatnya berakar dari konsep
kedaulatan hukum yang pada prinsipnya menyatakan bahwa kekuasaan
tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum, oleh sebab itu seluruh alat
perlengkapan negara apapun namanya termasuk warga negara harus
tunduk dan aptuh terhadap hukum tanpa kecuali. 28 Secara garis besar,
konsep negara hukum tersebut meliputi konsep negara hukum versi Eropa
dan versi Anglo Saxon. Negara hukum formal/klasik versi Eropa
diperkenalkan oleh Fj. Stahl dalam bukunya Philosophie des Recht (1878)
yang dipengaruhi oleh pemikiran liberal dari Rousseau. Unsur-unsur
utama negara hukum formal/klasik meliputi :
27 http://www.kesimpulan.com/2009/05/teori-negara-hukum.html, diakses
tanggal 10 April 2016
28 B. Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, 1997, Dasar-Dasar Hukum Tata
Negara, Cetakan Pertama, Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
Yogyakarta, hlm. 7

24

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
2. Penyelenggaraan negara harus di dasarkan atas teori trias politica
supaya menjamin terlindungnya hak-hak asasi manusia tersebut,
3. Penyelenggaraan

pemerintah

di

dasarkan

atas

undang-undang

(wetmatig bestuur)
4. Apabila dalam pelaksanaan kewenangannya pemerintah melanggar
hak-hak asasi manusia warga negara, maka harus ada pengadilan
administrasi yang menyelesaikannya.
Pada negara-negara yang bercorak Anglo, konsep negara
hukumnya dipengaruhi oleh the rule of law yang diperkenalkan oleh AV.
Dicey, yang meliputi 3 (tiga) unsur yaitu :
1. Supremasi dari hukum, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan
tertinggi di dalam negara adalah hukum (kedaulatan hukum),
2. Persamaan kedudukan hukum bagi setiap orang
3. Konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan
jika hak-hak asasi manusia itu diletakan dalam konstitusi itu hanya
sebagai penegasan bahwa hak asasi manusia itu dilindungi.29
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl
tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip
‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciriciri Negara Hukum modern di zaman sekarang.
Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”, prinsipprinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas
dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di
zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara
demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum
menurut “The International Commission of Jurists” itu adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu.
29 W. Riawan Tjandra, 2014, Hukum Sarana Pemerintahan, Penerbit Cahaya
Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm. 3

25

3.

Peradilan yang bebas dan tidak memihak.30

3. Perbandingan Negara Hukum Indonesia vs Negara Hukum Jepang
1. Bentuk negara hukum di Indonesia
Sejak tanggal 17 Agustus 1945, bentuk pemerintahan yang dipilih
adalah Republik. Karena itu, falsafah dan kultur politik yang bersifat
‘kerajaan” yang didasarkan atas sistem feodalisme dan paternalisme,
tidaklah dikehendaki negara modern dengan pemerintahan “res
publica”. Dalam konstitusi ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah
Negara Hukum (Rechtstaat), bukan Negara Kekuasaan (Machsstaat).
31

Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Negara
Indonesia adalah negara hukum”
2. Bentuk negara hukum Jepang
Jepang menganut konsep negara hukum The Rule Of Law (Ho no
Shihai), yang sering dikenal dalam Anglo-American ke dalam

konstitusinya secara resmi pada tahun 1947, meskipun tidak secara
eksplisit dimunculkan dalam undang-undang

tertinggi itu.32 Pakar

hukum dan pendiri Mahkamah Agung Hakim Agung Masami Itoh,
yang termasyur dalam publikasinya tahun 1954 memuat judul “
“Rule of Law (Ho no Shihai)”, bahwa dalam terjemahannya “secara
konsep, negara hukum the rule of law merupakan dasar konstitusi
Jepang, dan konstitusi kita mengharapakan konsep itu menjadi sebuah
kepercayaan tetap dari bangsa Jepang”.33 Meskipun tidak secara
eksplisit dalam konstitusi Jepang mencantumkan pasal terkait konsep
30 Priadi Cipta Wijaya , Kajian Teoritis · Konsep Demokrasi dan Negara Hukum
(Rule of Law),
https://www.academia.edu/9090259/Kajian_Teoritis_Konsep_Demokrasi_dan_N
egara_Hukum_Rule_of_Law, diakses tanggal 10 April
31 Jimly Assidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, diunduh dari
www.jimlyassidiqie.com tanggal 10 April 2016
32 Kunio Hamada, 2007, On The Rule Of Law In Japan, World Justice Project
Multidisciplinary Outreach Meeting September 20, 2007, Four Seasons Hotel,
Singapore, hlm. 1
33 Kunio Hamada, hlm.2

26

negara hukumnya namun berikut adalah beberapa pasal yang bisa
ditafsirkan Jepang adalah negara hukum yaitu :
Pasal 1 berbunyi “Kaisar harus merupakan lambang dari negara dan
dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak
rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”
Pasal 98 ayat (1) berbunyi “Undang-Undang Dasar ini haruslah
menjadi undang-undang yang tertinggi dari bangsa dan tiada undangundang, ordonansi, dekrit Kaisar, atau peraturan lain dari
pemerintah, atau sebagian dari padanya, bertentangan dengan
peraturan-peraturan di dalamnya Undang-Undang Dasar ini, dapat
memiliki kekuatan hukum atau berlaku”.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan diatas maka, pada bagian ini penulis
menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, mengenai Sistem Perwakilan. Sistem perwakilan Jepang
menganut strong bicameral. Sedangkan

Indonesia menganut soft

bicameral. Kedua, mengenai sistem amandemen. Dalam konstitusi Jepang
prosedur amandemen terdapat dalam Pasal 96 UUD 1947, sedangkan
Indonesia dalam UUD 1945 pasal 37. Kedua konstitusi dari dua negara ini
menetapkan prosedur khusus mengenai amandemennya.
Namun jika ditinjau, ternyata konstitusi keduanya sama-sama rigid
dan flexibel. Hanya saja kalau Indonesia secara perubahan Indonesia sudah
mengalami empat kali amandemen sedangkan Jepang belum pernah sejak.
Dalam hal ini harus diakui Jepang sangat rigid dari pada Indonesia. Tetapi
bukan tidak mungkin untuk dilakukan amandemen. Ketiga, syarat negara
demokrasi.
Jepang dan Indonesia adalah sama-sama negara demokrasi, karena
dalam konstitusi keduanya memuat hal-hal yang berkaitan langsung
dengan bentuk negara demokrasi. Ada penjaminan hak-hak asasi manusia,

27

peradilan yang bebas, pembatasan kekuasaan penguasa, kesejahteraan, hak
dan kewajiban bagi setiap warga negara. Keempat, negara hukum. Jepang
menganut bentuk negara hukum The Rule of Law. Sedangkan Indonesia
menganut konsep negara hukum Rechtstaat.

B. DAFTAR PUSTAKA
Buku :
















Armada Riyanto, dkk.., 2011,
Politik Demokrasi : Sketsa,
Filosofis, Fenomenologis, Penerbit
Program Sekolah Demokrasi, Jawa
Timur
B. Hestu Cipto Handoyo dan Y.
Thresianti, 1997, Dasar-Dasar
Hukum Tata Negara, Cetakan
Pertama, Penerbit Universitas Atma
Jaya Yogyakarta, Yogyakarta
C.S.T. Kansil dan Christine
S.T.Kansil, 2008, Hukum Tata
Negara Republik Indonesia (Edisi
Revisi), Penerbit PT Rineka Cipta,
Jakarta
Ellydar Chaidir dan Sudi Fahmi,
2010,
Hukum
Perbandingan
Konstitusi, Total Media, Yogyakarta
Jimly Asshiddiqie, 2004, Format
Kelembagaan
Negara
dan
Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD
1945, Yogyakarta
_______________,
2006,
Pengantar Ilmu Hukum Tata
Negara Jilid II, Penerbit Sekretariat
Jenderal
dan
Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta
King Faisal Sulaiman, 2013,
Sistem Bikameral dalam Spektrum
Lembaga Parlemen Indonesia, UII
Press Yogyakarta, Yogyakarta
Prajudi Atmosudirdj