Analisis Variabel variabel Ekonomi yang

Analisis Variabel-variabel Ekonomi yang Mempengaruhi IPM Kab/kota
di Jawa Tengah Tahun 2011
Oleh :
Muhammad Amir Ma’ruf (2K/13.7746)
Abstract
Gaung pemerintah dalam upaya mewujudkan cita-cita pembangunan nasional kian menjadi
perhatian. Pembangunan diarahkan kepada kemajuan kualitas manusia. IPM sebagai tolok
ukur keberhasilan pembangunan menjadi sangat diperhatikan pergerakannya. IPM dinilai
dari aspek ekonomi maupun non ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti variabelvariabel ekonomi yang mempengaruhi IPM di jawa tengah tahun 2011. Dengan
menggunakan data cross section, penelitian ini menggunakan metode regresi Lin-log model
dan OLS untuk mencari model terbaik. Model terbaik dari penelitian menunjukkan bahwa
PAD berpengaruh positif. sedangkan DBH, pengeluaran pemerintah dibidang kesehatan,
dan persentase penduduk miskin berpengaruh signifikan negatif. Sementara pengeluaran
pemerintah dibidang pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf kesalahan
5%.

Kata Kunci : IPM, Cross Section, Regresi Lin-log model, OLS, PAD, DBH.

PENDAHULUAN
Gaung pemerintah dalam upaya mewujudkan cita-cita pembangunan
nasional kian menjadi perhatian. Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan

lingkungan yang memungkinkan rakyat menikmati umur panjang, sehat, dan
menjalankan kehidupan yang produktif (UNDP, Human development Report
2000). Manusia sebagai subjek sekaligus objek dari pembangunan memiliki
peranan penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Kemajuan atau kemunduran
pembangunan manusia diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia dimana
komponen-komponennya melibatkan berbagai aspek seperti kesehatan,
pendidikan, dan aspek ekonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator penting untuk
mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas sumber daya manusia.
Semenjak regulasi otonomi daerah ada, kompetisi antarwilayah dalam rangka
berlomba-lomba untuk memajukan kualitas SDM pun terbuka. Peran pemerintah
daerah pun dituntut untuk lebih memperhatikan aspek-aspek pembangunan
manusia.
Dalam upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas,
pemerintah daerah melalui APBD mewujudkan program-program yang dapat
membantu peningkatan pembangunan manusia . Tentunya, dari APBD yang ada
diharapkan dapat terealisasi untuk aspek pendidikan dan kesehatan. Potensi
daerah juga memiliki peranan dalam mendukung pemerintah daerah dari sisi
finansial untuk merealisasikan program-program melalui Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Peran pemerintah pusat pun sangat sentral, melalui Dana Bagi Hasil (


DBH) juga memberi tambahan dari sisi finansial kepada pemerintah daerah.
Selain itu, persentase penduduk miskin juga sebagai acuan pemerintah daerah
dalam menentukan program-program yang tepat.
Jawa Tengah sebagai provinsi yang strategis di pulau Jawa memiliki
potensi pembangunan manusia yang sangat besar seperti jumlah penduduk yang
tergolong padat, jalan nasional sebagai trasportasi utama penghubung barat dan
timur pulau jawa, lahan yang subur, serta potensi sumber daya alam yang
tergolong melimpah.
Sebagai acuan, Wulan Hastuti (2013), membahas tentang Analisis
Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan dan
Kesehatan Terhadap IPM di Indonesia Tahun 1992-2011. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (uji t)
dengan α = 5% menunjukan satu variabel pengeluaran pemerintah bidang
pendidikan berpengaruh signifikan terhadap IPM sedangkan variabel jumlah
penduduk miskin dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan tidak
berpengaruh signifikan terhadap IPM. Hasil Uji F dengan α = 5% menunjukkan
bahwa secara bersama-sama variabel jumlah penduduk miskin, pengeluaran
pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan berpengaruh terhadap IPM.
Adelheid (2014) mengkaji tentang Variabel-Variabel Ekonomi yang

Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Papua Tahun
2009-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat signifikansi 10
persen, semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap IPM. Sedangkan secara parsial, kapasitas fiskal (PAD dan DBH)
berpengaruh signifikan positif, persentase penduduk miskin berpengaruh
signifikan negatif sedangkan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan dan
pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM kabupaten/kota di Provinsi
Papua.
Dari paparan penelitian terdahulu di atas dimana perbedaan cakupan
wilayah menjadikan hasil yang berbeda, ini sangat menarik untuk dikaji lebih
lanjut, bagaimana yang terjadi di jawa tengah dimana datanya menggunakan data
cross section.
TINJAUAN PUSTAKA
 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diukur dari beberapa dimensi. Antara lain
:
1. Dimensi hidup dan berumur panjang (a long and healthy life) : diukur dengan
angka harapan hidup.
2. Dimensi akses atas pengetahuan (access to knowledge) : diukur dengan
indikator pendidikan.


3. Dimensi standar hidup layak (decent standard of living) : diukur dengan
pendapatan perkapita.
Sedangkan Indikator IPM terdiri dari : Angka harapan hidup (tahun), Ratarata lamanya sekolah (tahun), lamanya sekolah yang diharapkan (tahun),
Pendapatan Perkapita (US$). Indikator-indikator tersebut adalah identitas dari
IPM.
Dalam mewujudkan sebuah negara/wilayah dengan kemajuan
pembangunan yang tinggi dimana pengukurannya dinyatakan sebagai IPM, maka
dorongan fiskal maupun kondisi masyarakat sangat menentukan. Todaro (2004),
menyatakan keterkaitan investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan, dimana
modal kesehatan dan modal pendidikan yang baik merupakan investasi yang
sangat vital dalam pembangunan. Karena ini menyatu dalam pendekatan modal
manusia . Pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia sangat mempengaruhi
tingkat produktivitas. Dari paparan tersebut jelas dukungan finansial dari
pemerintah dibidang kesehatan dan pendidikan sangat penting, akan tetapi
besarannya juga sangat ditentukan seberapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD)
tersebut, potensi daerah yang juga mempengaruhi Dana Bagi Hasil (DBH)
menjadi tambahan dana sehingga program-program pembangunan dapat terwujud.


Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU
No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah).

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Pengaturan DBH dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan
penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang tersebut dimuat
pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor
pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang
semula termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH. Dana Bagi Hasil
bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

Pengeluaran Pemerintah dibidang Pendidikan dan Kesehatan merupakan
anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk keperluan dalam memajukan


pendidikan dan kesehatan. Dalam data yang ada pada penelitian ini, pengeluaran
juga termasuk belanja pegawai.

Persentase penduduk miskin merupakan rasio jumlah penduduk miskin
terhadap jumlah penduduk. Dimana yang dimaksud dengan penduduk miskin
adalah mereka yang berada pada atau dibawah garis kemiskinan yang didekati
oleh jumlah pengeluaran perhari.

METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS), dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Kementrian Keuangan (DJPK Kemenkeu),dan website yang mendukung dalam
penelitian ini. Data yang dicakup meliputi data per kabupaten/kota se Jawa
Tengah tahun 2011. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
variabel-variabel dari segi ekonomi yang diduga mempengaruhi IPM seperti pada
tabel 1.
Tabel 1. Variabel-variabel
Variabel


Satuan

Sumber

IPM (Y)

-

BPS

PAD (X1)

Milyar

DJPK Kemenkeu

DBH

Juta


DJPK Kemenkeu

Juta

DJPK Kemenkeu

Juta

DJPK Kemenkeu

Persen

BPS

Pengeluaran
Pemerintah di bidang
pendidikan
Pengeluaran
Pemerintah di bidang
Kesehatan

Persentase Penduduk
Miskin

Alat Analisis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh
signifikan terhadap IPM dan bagaimana model terbaiknya. Dengan menggunakan
α=5% dan alat bantu berupa software SPSS v.16 , Pada Penelitian ini digunakan
Analisis Regresi Linier Berganda untuk mencari model terbaik dalam penelitian
ini. Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk
mempermudah pengolahan data. OLS juga akan menghasilkan estimator terbaik
dibanding dengan metode lain apa bila asumsi klasik terpenuhi. Gujarati
(1993),menyatakan bahwa asumsi yang harus dipenuhi dalam model adalah
sebagai berikut :
1. Normalitas

2. Tidak ada Autokorelasi
3. Tidak ada multikolinieritas
4. Homoskedastis
5. Linieritas
Persamaan dalam regresi linier berganda dapat ditulis sebagai berikut :

Y= α0 + α1 X1i + α2 X2i +......+ αnXni + u

Dengan,
Y
= variabel dependen
X1 s/d Xn
= variabel independen
α0
= intersep
α1 s/d αn
= slope
i
= unit Cross Section
u
Karena terdapat perbedaan dalam satuan dan besaran variabel bebas dalam
persamaan menyebabkan persamaan regresi harus dibuat dengan model logaritma
natural.
Alasan pemilihan model logaritma natural (Imam Ghozali, 2005) adalah sebagai
berikut :
a. Menghindari Adanya Heteroskedastisitas

b. Mengetahui koefisien yang menunjukkan elastisitas
c. Mendekatkan skala data
Dalam model penelitian ini logaritma yang digunakan adalah dalam bentuk
semilog linear (semi-log). Dimana semi-log mempunyai beberapa keuntungan
diantaranya :
(1) koefisien-koefisien model semilog mempunyai interpretasi yang sederhana,
(2) model semilog sering mengurangi masalah statistik umum yang dikenal
sebagai heteroskedastisitas,
(3) model semilog mudah dihitung.
Model Semilog yang digunakan adalah model regresi fungsional Lin-Log Model,
yaitu terdapat transformasi variabel penjelas menjadi bentuk logaritma natural.
Koefisien slope pada model ini merupakan rasio antara perubahan absolut Y
terhadap perubahan Relatif X. Model ini digunakan pada situasi dimana
perubahan relatif X akan berdampak perubahan absolut Y. Sehingga persamaan
menjadi sebagai berikut:
Y= β0 + β1 X*1i + β2 X*2i +......+ βnX*ni + u

Dimana :
Y

= variabel dependen

β0
β1 s/d βn
X*1 s/d X*n
i

= Intercept
= Slope
= Ln (X1) s/d Ln (Xn)
= unit Cross Section

u

= error

Langkah Penelitian
Dalam mencapai tujuan penelitian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Uji Normalitas data
Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan hipotesis :
H0 : data variabel dependen berdistribusi normal
H1 : data variabel dependen tidak berdistribusi normal.
Dengan daerah penolakan jika p-value (sig) < α.
2. Uji F dan Uji t
Uji F ini bertujuan untuk mengetahui apakah model lengkap variabel independen
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Sedangkan uji t dilakukan untuk menguji secara parsial terhadap variabel
independen apakah signifikan terhadap variabel dependen atau tidak.
3. Seleksi model
Setelah dilakukan uji t, maka langkah selanjutnya adalah membuang variabel
independen yang paling tidak signifikan dari model yang ada. Dengan
menggunakan metode enter , setiap variabel independen mula-mula dimasukkan,
kemudian dengan melihat uji t, maka variabel yang paling tidak signifikan
dikeluarkan dari model. Begitu seterusnya sampai dengan mendapatkan
persamaan dimana variabel independen yang masuk signifikan semua.
Selanjutnya dari berbagai alternatif model yang didapat, maka dilakukan
pencarian model terbaik dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Adj R2 yang besar
b. Residual Mean Square yang mengukur besarnya keragaman model regresi dari
sampel ke sampel. Model Regresi dikatakan baik jika memiliki RMS yang
kecil
c. PRESS (Predicted Residual Sum of Square) yang kecil.
d. Cp Mallow’s. Model regresi dikatakan baik jika nilai Cp Mallow’s ≤ p, dengan
p adalah banyaknya parameter termasuk konstan. Jika Cp=p maka model
tersebut mengikutkan semua parameter.
e. AIC (Akaike Information Criterion) dan BIC (Bayesian Information
Criterion)/SBC. Model regresi dikatakan baik jika memiliki AIC dan BIC/SBC
yang kecil.
4. Pengujian Asumsi klasik
Setelah didapatkan model terbaik, pengujian asumsi klasik dilakukan untuk
memenuhi syarat model regresi yang BLUE (Best Linear Unbiassed Estimator ).
Pengujiannya terdiri dari :

a. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai hubungan serial antar error. Konsekuensinya,
varians tidak minimum sehingga tidak efisien. Uji yang dilakukan dengan Uji
Dublin-Watson (DW test). Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat
satu dan mensyaratkan adanya intercept dalam model regresi dan tidak ada
variabel lag diantara variabel penjelas. Hipotesisnya :
H0 : ρ=0 ; tidak ada autokorelasi
H1 : ρ≠0 ; ada autokorelasi
Dengan keputusan :
 Bila nilai DW berada diantara Du sampai 4-Du, maka tidak ada autokorelasi.
 Bila nilai DW kurang dari DL, maka terjadi autokorelasi positif.
 Bila nilai DW terletak diantara DL dan Du, maka tidak dapat disimpulkan.
 Bila nilai DW lebih besar daripada 4-DL, maka terjadi autokorelasi negatif.
 Bila nilai Dwterletak diantara 4-Du dan 4-DL, maka tidak dapat disimpulkan
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas didefinisikan sebagai hubungan linier yang kuat antar variabel
independen. Ada banyak uji yang bisa dilakukan untuk mendeteksi adanya
multikolinieritas, tetapi dalam penelitian ini hanya akan menggunakan uji VIF.
Gujarati (2003), apabila nilai VIF lebih dari 10, maka terdapat masalah
multikolinieritas dalam model.
c. Uji HeteroSkedastisitas
Suatu model regresi harus memenuhi asumsi Homoskedastisitas. Artinya, nilai
varians konstan pada setiap nilai X yang diberikan. Tidak dipenuhinya asumsi ini
menyebabkan model regresi tidak bisa dilakukan uji t dan uji F karena standar
error estimasi menjadi bias. Dalam penelitian ini akan digunakan uji Glejser.
Secara umum, uji Glejser dinotasikan sebagai berikut :
|e| = b1 + b2 X2 + v
Dimana : |e| = Nilai absolut dari residual yang dihasilkan dari model regresi
X2 =variabel penjelas
Cara mengujinya, dengan menguji secara parsial dari variabel independen
terhadap residualnya. Apabila p-value dari t – statistik > α, maka tidak ada
masalah heteroskedastis.
5. Interpretasi, Menarik Kesimpulan dan memberi saran
Setelah model memenuhi semua asumsi, maka dilakukan interpretasi terhadap
model yang terbentuk kemudian menarik kesimpulan penelitian dari model yang
didapat serta memberikan saran terhadap peneliti lainnya maupun pihak terkait.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Uji Normalitas

Pada uji yang dilakukan, didapat kolom sig. = 0,2, dimana 0,2 > 0,05. Artinya,
tidak cukup bukti untuk menolak H0. Keputusan : variabel dependen berdistribusi
normal.
2. Uji F dan Uji t
Uji F dan Uji t dilakukan pada masing-masing model yang terbentuk. Pada
keseluruhan alternatif model yang terbentuk, semua variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap IPM. Sedangkan Uji t dapat
dilihat sebagai berikut :
 Pada Model 1, variabel PAD signifikan positif, Pengeluaran Pemerintah
dibidang Kesehatan dan Persentase Penduduk Miskin signifikan negatif
terhadap IPM, sedangkan Pengeluaran Pemerintah dibidang Pendidikan
dan DBH tidak signifikan dalam model.
 Pada Model 2, variabel PAD juga signifikan positif terhadap IPM.
Sedangkan DBH, Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan dan
Persentase Penduduk Miskin signifikan negatif.
 Perbedaan antara 2 model diatas kemungkinan karena terjadinya
multikolinieritas pada model pertama.
3. Seleksi Model
Dengan menggunakan metode Enter untuk menyeleksi, didapatlah beberapa
persamaan sebagai berikut :
Tabel 2. Alternatif Model
Model
1

2

Model Regesi
IPM= 82,847 + 3,424*Ln(PAD) –
1,216*Ln(DBH)

0,722*Ln(Pengeluatan_pendidikan)
– 2,17*Ln(Pengeluaran_kesehatan) –
2,365*Ln(Persen_pend_miskin)

IPM= 83,577 + 3,331*Ln(PAD) –
1,469*Ln(DBH)

2,704*Ln(Pengeluaran_kesehatan) –
2,860*Ln(Persen_pend_miskin)

Kolom

P-value

Overall

0,000

Parsial

Konstan=0,000
Ln(PAD)=0,000
Ln(DBH)=0,078
Ln(Pengeluatan_pendidikan)
= 0,321
Ln(Pengeluaran_kesehatan)
= 0,049
Ln(Persen_pend_miskin) =
0,015

Variabel
Ln(Pengeluar
an_pendidika
n)
dikeluarkan
dari model

Overall

0,000

Model Layak
digunakan

Parsial

Konstan=0,000
Ln(PAD)=0,001
Ln(DBH)=0,025
Ln(Pengeluaran_kesehatan)
= 0,006
Ln(Persen_pend_miskin) =
0,001

Semua
Variabel
Independen
signifikan
dalam model

*keterangan :
 Model layak digunakan apabila p-value < 0,05

Kesimpulan
Model layak
digunakan

 Variabel dianggap signifikan apabila p-value < 0,05
Setelah didapatkan 2 alternatif model, selanjutnya kedua alternatif model akan
diseleksi dengan kriteria yang sudah ditentukan. Berikut hasil kriteria dari kedua
model :
Tabel 3. Pemenuhan Kriteria
Model
1
2

Adj R2
0,606
0,606

RMS
1,797
1,798

Kriteria
PRESS
CP Mallow’s
96,23
6
85,49
5

AIC
25,923
25,131

BIC/SBC
35,255
32,908

*keterangan :
 Cell yang di blok merupakan cell yang memenuhi kriteria model terbaik,
dan model ke 2 memiliki kriteria yang ideal.
Dari tabel diatas, didapat model terbaik yaitu :
IPM=
83,577
+
3,331*Ln(PAD)

1,469*Ln(DBH)

2,704*Ln(Pengeluaran_kesehatan) – 2,860*Ln(Persen_pend_miskin)
Setelah didapatkan model terbaik, selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik.
4. Uji Asumsi klasik
a. Uji autokorelasi
Dengan k= 4; n=35 serta α=0,05 ; didapatlah nilai tabel dL = 1,2221 dan dU=
1,7259. Sementara model tersebut menghasilkan nilai DW = 2,232 yang
mengakibatkan gagal tolak H0. Dapat disimpulkan model tidak memiliki masalah
autokorelasi.
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas menyebabkan interpretasi hasil regresi menjadi bias. Dengan
menggunakan VIF, maka model dapat dikategorikan memiliki masalah
multikolinieritas atau tidak. Tabel berikut menyajikan nilai VIF masing-masing
variabel.
Tabel 4. Nilai VIF
Variabel
Nilai VIF
Ln (PAD)
2,507
Ln(DBH)
1,649
Ln(Pengeluaran_Kesehatan)
1,719
Ln(Persen_pend_miskin)
1,313
Terlihat bahwa ke empat variabel tidak ada yang memiliki VIF>10. Dapat
disimpulkan bahwa model tersebut tidak memiliki masalah multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Glejser ini mudah dalam SPSS, dalam perhitungannya memerlukan variabel
baru yaitu Unstandardized Residual. Dengan menguji secara parsial variabel

penjelas dalam model terhadap variabel Unstandardized Residual, didapatkan pvalue sebagai berikut :
Tabel 5. P-value dari Uji-t terhadap Unstandardized Residual
Variabel
p-value
Ln (PAD)
0,904
Ln(DBH)
0,958
Ln(Pengeluaran_Kesehatan)
0,251
Ln(Persen_pend_miskin)
0,784
Terlihat bahwa p-value tidak ada yang signifikan, artinya model tersebut tidak
memiliki masalah Heteroskedastis.
Oleh karena model memenuhi semua asumsi klasik, maka dapat dilakukan
inferensia.
5. Interpretasi
Persamaan IPM= 83,577 +
3,331*Ln(PAD) – 1,469*Ln(DBH) –
2,704*Ln(Pengeluaran_kesehatan) – 2,860*Ln(Persen_pend_miskin)
Memiliki arti :
 Setiap kenaikkan 1 persen PAD, akan menaikkan IPM sebesar 3,331
 Setiap kenaikkan 1 persen DBH, akan menurunkan IPM sebesar 1,469
 Setiap kenaikkan 1 persen Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan,
akan menurunkan IPM sebesar 2,704
 Setiap kenaikkan 1 persen dari persentase penduduk miskin, akan
menurunkan IPM sebesar 2,86
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Terdapat dua model dalam penelitian. Model pertama menyatakan bahwa
secara bersama-sama variabel PAD,DBH, Pengeluaran Pemerintah
dibidang Pendidikan, Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan, dan
persentase penduduk miskin berpengaruh signifikan dengan koefisien Adj
R-square = 0,606. Sementara secara parsial variabel PAD signifikan
positif, Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan dan Persentase
Penduduk Miskin signifikan negatif terhadap IPM, sedangkan Pengeluaran
Pemerintah dibidang Pendidikan dan DBH tidak signifikan dalam model.
Sedangkan model kedua menyatakan bahwa secara bersama-sama variabel
PAD,DBH, Pengeluaran Pemerintah dibidang Kesehatan, dan persentase
penduduk miskin berpengaruh signifikan dengan koefisien Adj R-square =
0,606. Sementara Uji t secara parsial variabel PAD juga signifikan positif
terhadap IPM. Sedangkan DBH, Pengeluaran Pemerintah dibidang
Kesehatan dan Persentase Penduduk Miskin signifikan negatif.

 Model terbaik yang didapat adalah IPM= 83,577 + 3,331*Ln(PAD) –
1,469*Ln(DBH)

2,704*Ln(Pengeluaran_kesehatan)

2,860*Ln(Persen_pend_miskin)
 Model telah memenuhi asumsi klasik.
 Dilihat dari koefisien regresi, PAD memiliki pengaruh yang paling besar
terhadap IPM, sementara DBH memiliki pengaruh yang paling kecil.

2. Saran
Terkait hasil penelitian, peneliti memberikan saran kepada pihak-pihak sebagai
berikut:
a. Pemerintah
Pemerintah hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut ;
 Pengaruh PAD bagi IPM tergolong signifikan, oleh karena itu
pemerintah daerah harus lebih membuka seluas-luasnya pintu
investasi dengan harapan meningkatnya PAD.
 Perlu adanya peningkatan efektifitas dan efisiensi penggunaan APBD
untuk sektor pendidikan dan kesehatan agar sebanding dengan
Kualitas pelayanan dan mutu pendidikan yang ada.
 Pengentasan kemiskinan harus lebih massive lagi.
 Penyediaan data yang konsisten.
b. Peneliti yang lain
 Untuk lebih berhati-hati dalam memilih metode analisis
 Cek validitas data dari berbagai sumber
Peneliti juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Untuk itu, peneliti dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22