Analisis Struktur Industri Media Massa d (1)

KERANGKA PEMIKIRAN

  Merujuk pada Albarran (2002), ekonomi media didefinisikan sebagai suatu kajian yang mengkhususkan dirinya pada bagaimana industri media mengelola sumber-sumber daya yang terbatas (scarce resources) guna memproduksi content yang didistribusikan di antara masyarakat konsumen sesuai dengan pemenuhan keinginan dan kebutuhan mereka.

  Dalam praktik, kajian ekonomi media mengaplikasikan tiga kerangka analisis yang bersifat resiprokal, yaitu market conduct - market structure - market performance. Ketiga kerangka analisis ini pada intinya terpusat pada penjelasan tentang bagaimana suatu satuan bisnis dalam industri media menyusun kebijakan harga, kebijakan produk, strategi pemasaran (market conduct) sebagai respons terhadap struktur pasar (market structure) tertentu, yaitu kompetisi, konsentrasi dan pemusatan pasar, serta bagaimana kebijakan internal perusahaan dan kondisi eksternal pasar mempengaruhi kinerja organisasi media tersebut yang meliputi efisiensi, produktivitas, kualitas produk (market performance), yang pada akhirnya bisa mempengaruhi struktur pasar kembali.

  Market Structure

  Market Conduct

  Market Performance

  Gb.1. Bagan Kerangka Analisis Ekonomi Media

Market Structure

  Menurut Lin dan Chi (2003), struktur pasar umumnya tergantung pada enam faktor yang meliputi konsentrasi produser atau penjual (horizontal integration, ownership concentration, market concentration), integrasi vertikal (vertical integration), differensiasi produk (product differentiated), barriers to entry (natural barriers – artificial barriers), struktur biaya (cost structure).

  Sedangkan berdasarkan topologi analisis struktur pasar, dalam mengkaji struktur pasar media massa Indonesia, terdapat dua perangkat analisis yang harus diperhatikan, yaitu konsentrasi dan barriers to entry. Konsentrasi ini terdiri dari konsentrasi kepemilikan dan konsentrasi pasar. Dalam konsentrasi kepemilikan, yang patut diperhitungkan adalah integrasi kepemilikan horizontal (horizontal integration), integrasi antar media (cross-media intergration), dan integrasi kepemilikan vertikal (vertical intergration). Konsentrasi pasar ini meliputi konsentrasi pasar audiens dan konsentrasi pasar iklan.

  Sedangkan untuk barriers to entry terdiri dari penghalang natural yang meliputi natural barriers atau halangan keuangan dan artificial barriers atau halangan artifisial. Yang termasuk halangan natural ini adalah structural barriers dan financial barriers. Halangan struktural ini merupakan konsekuensi dari kondisi konsentrasi pasar, terutama akibat integrasi vertikal. Terdapat empat macam halangan yang termasuk dalam financial barriers. Pertama, absolute cost advantages for established firm atau pemanfaatan biaya mutlak. Contohnya pengurangan biaya peralatan, jaringan pemasaran. Kedua, product differentiation advantages for established firms atau pemanfaatan biaya differensiasi produk. Contohnya, pengurangan biaya promosi. Ketiga, economies of scale atau skala eknomi. Contohnya, pengurangan biaya dan harga per satuan produk. Keempat ialah cost structure atau struktur biaya, dengan contoh insentif kapital. Untuk halangan buatan atau artificial barriers, yang termasuk di dalamnya adalah halangan dari segi legal atau serangkaian regulasi dan halangan dari segi politis atau kebijakan pemerintahan.

  Berbagai komponen dalam menganalisis struktur pasar dapat diabstrakasi sebagai berikut

  Market Structure

  Concentrations

  Barriers to

  of Ownership

  Cross Media

  Vertical Integration

  Gb.1. Bagan Komponen Analisis Struktur Pasar

  Pengukuran Struktur Pasar

  a. Konsentrasi Pasar Diukur dengan menggunakan Rasio Konsentrasi (CR4) atau jumlah market share empat pemain pasar terbesar. Determinan indikator pengukuran rasio konsentrasi ditunjukkan dalam tabel berikut.

  Indicator

  CR4

  High concentration

  ≥ 50

  Moderate concentration

  33 ≤ X < 50

  Low concentration

  perbandingan antara market share setiap perusahaan dengan jumlah pasar secara keseluruhan yang diperoleh dengan rumus:

  Determinan karakteristik persaingan pasar dapat dilihat dalam tabel berikut.

  Nature of Market Structure

  Range of HI Intensity of Competition

  Close to Perfect Competition

  Fierce, depending on product differentiation Fierce or light, depending on the degree of

  Close to Oligopoly

  Usually light, unless threatened by entry

  Kedua komponen pengukuran tersebut (CR4 dan HI) dapat diterapkan pada berbagai unit analisis. Misalnya berdasarkan audience share yang mengacu pada jumlah audiens, serta ownership share atau kepemilikan serta ads revenue share dan ADEX (advertising expenditure) atau jumlah pendapatan dan pembelanjaan iklan yang dihabiskan di media tersebut.

Market Conduct

  Market Conduct mengacu pada proses strategis yang diterapkan dalam internal organisasi media tersebut. Komponen yang termasuk dalam market conduct antara lain, pricing behavior (penentuan harga), product marketing promotion strategies (strategi pemasaran), product research and innovation (riset dan inovasi produk), plant investment (penanaman investasi), juga legal tactics (taktik legal). Dalam menganalisis market conduct dalam kajian ekonomi media, salah satu unit analisis penting yang digunakan ialah CPM (cost per miles) sebagai indikator sukses strategi media menarik pengiklan.

Market Performance

  Market performance mengacu pada proses yang berkaitan dengan efisiensi dalam rangka mencapai kondisi perusahaan yang optimal. Kerangka analisis market performance meliputi berbagai komponen berikut, yaitu production efficiency (efisiensi produksi), allocative efficiency (efisiensi alokasi biaya), technological progress (perkembangan teknologi), full employment (operasional tenaga kerja), dan equity (permodalan).

  Berdasarkan kerangka analisis ekonomi media yang telah dijabarkan di atas, dapat dilakukan sebuah kajian terhadap masing-masing industri media massa di Indonesia, yang akan dipaparkan pada bagian-bagian selanjutnya.

INDUSTRI SURAT KABAR

  Industri surat kabar di Indonesia merupakan industri yang peka terhadap dinamika struktur pasar. Pemahaman ini diperoleh dari adanya perubahan mencolok pada peta industri surat kabar akibat pengaruh perubahan rezim politik dari Orde Baru ke Reformasi. Sebagai sebuah industri media massa yang diawasi secara ketat pada masa Orde Baru, pers Indonesia serasa menemukan angin segar kebebasan ketika masa reformasi. Kebebasan tersebut terwujud dari adanya serangkaian regulasi yang membebaskan berdirinya media cetak tanpa perlu mendapatkan SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan).

  Dari perspektif ekonomi media, liberalisasi surat kabar ini berarti sebagai hilangnya barrier to entry utama yang menghalangi pendirian suatu media cetak. Oleh karena itu, semenjak reformasi tahun 1998, ratusan surat kabar baru muncul. Jika pada tahun 1997 tercatat 167 surat kabar, pada tahun 2008 jumlah ini berkembang pesat menjadi 515 surat kabar. Atau dengan kata lain, terjadi kenaikan sebesar 208 dari segi jumlah pemain pasar.

  Namun, lain lagi jika bicara mengenai audience share atau dalam terminologi media cetak disebut readership. Meskipun jumlah pemain pasar atau produsen naik signifikan, jumlah konsumen atau pembaca surat kabar dari tahun 1998 ke 2008 justru mengalami penurunan 2,6 sebanyak 300 ribu orang. Berikut disajikan data detail mengenai readership share surat kabar di Indonesia pada tahun 1997 dan 2007.

  Data Readership Surat Kabar Nasional Tahun 1997 dan 2007 (dalam ribu)

  Tahun 1997 Tahun 2007 No Surat Kabar

  Jumlah Share

  No

  Surat Kabar

  Jumlah Share

  1 Pos Kota

  0.22 2 Jawa Pos

  3 Jawa Pos

  0.09 3 Pos Kota

  4 Suara Pembaruan

  0.09 4 Top Skor

  5 Pikiran Rakyat

  0.08 5 Berita Kota

  6 Media Indonesia

  0.05 6 Warta Kota

  0.03 7 Kedaulatan Rakyat

  8 Suara Merdeka

  0.03 8 Lampu Merah

  0.03 9 Seputar Indonesia

  0.03 10 Pikiran Rakyat

  0.03 11 Media Indonesia

  0.02 12 Radar Bogor

  Sumber: AGB Nielsen

  Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah pembaca surat kabar di Indonesia justru menurun 2,6 dari 9,3 juta di tahun 1997 menjadi sekitar 9 juta di tahun 1997. Oleh karena itu, secara real, kondisi pasar surat kabar di Indonesia kini mengalami penurunan jumlah, tetapi diiringi peningkatan pemain pasar (sellers up, buyers down). Penurunan ini merupakan konsekuensi dari perkembangan media baru. Berkembangnya teknologi kini turut membawa berbagai alternatif media baru. Tak dapat dipungkiri, masyarakat kini meletakkan preferensinya pada media online yang lebih cepat, praktis, mudah, dan murah.

  Meskipun banyak terdapat pemain baru, dari segi product differentatiation, tidak banyak terjadi perubahan nama-nama surat kabar yang menguasai pasar nasional. Kompas, Pos Kota, dan Jawa Pos tetap ada di posisi 3 besar. Pemain baru yang cukup mencuri perhatian ialah Top Skor. Di tahun 1997, nama Top Skor, tak masuk ke jajaran 10 besar, tetapi di tahun 2007 Top Skor menggantikan Suara Pembaruan di posisi keempat. Menariknya, Suara pembaruan justru tak ada dalam daftar 10 teratas di tahun 2007. Meskipun demikian, liberalisasi surat kabar tetap memunculkan nama-nama media yang potensial, antara lain Top Skor, Berita Kota, Warta Kota, dan Seputar Indonesia.

  Jika dilihat dari segi readership share, industri surat kabar nasional dalam kurun waktu 1997-2007 menunjukkan kecenderungan menurunnya share koran-koran besar. Pos Kota yang awalnya merebut 31 pasar mengalami penurunan paling drastis menjadi 13. Kompas mengalami penurunan sebesar 4 dari awalnya 22 menjadi 18. Pikiran Rakyat menurun dari 8 menjadi 4.

  Yang harus menjadi perhatian adalah Jawa Pos yang justru mengalami kenaikan share pembaca sebesar 7. Peningkatan share Jawa Pos ini erat kaitannya dengan ekspansi jaringan Jawa Pos yang memperluas jangkauan koran lokalnya (suplemen Radar dearah) seiring dengan kemudahan mendirikan media dan peningkatan efisiensi dalam tubuh internal organisasi media Jawa Pos.

  Selain itu, Top Skor juga cukup fenomenal. Sebagai surat kabar baru, Top Skor langsung mampu merebut pembaca sebesar 8 di tahun 2007. Keberhasilan Top Skor ini diasumsikan akibat genre yang diambilnya. Dengan genre koran olahraga, Top Skor mampu membidik target pasar yang spesifik, yaitu para penikmat olahraga.

  Dinamika readership share ini menarik untuk menjadi dasar analisis struktur pasar surat kabar nasional, terutama dari segi tingkat persaingan dan konsentrasi pasar. Dengan menggunakan perhitungan rasio konsentrasi empat pemain terbesar (CR4) untuk menunjukkan konsentrasi pasar dan indeks Herfindahl untuk menunjukkan struktur persaingan, maka diperoleh grafik yang menunjukkan perkembangan struktur pasar surat kabar nasional sebagai berikut.

Konsentrasi Pasar

  Grafik di samping menunjukkan bahwa konsentrasi pasar surat kabar nasional di tahun 1997 adalah sebesar 70. Berdasarkan indikator Albarran (1996), angka konsentrasi ≥50 merepresentasikan tingkat konsentrasi pasar yang tinggi. Artinya, di tahun 1997, pasar surat kabar nasional masih sangat terpusat di beberapa pemain tertentu.

  Di tahun 2007, angka konsentrasi pasar surat kabar nasional turun menjadi 51. Artinya, selama kurun waktu 1 dasawarsa dari tahun 1997- 2007, industri surat kabar nasional mulai bergerak merata. Menurunnya rasio ini merupakan implikasi menurunnya share koran-koran besar yang menguasai pasar surat kabar. Meskipun empat pemain terbesar (CR4) masih sama, penurunan rasio konsentrasi sebesar 19 menunjukkan bahwa „kue readership’ mulai terdistribusi secara lebih merata

Persaingan Pasar

  Dipandang dari karakteristik struktur persaingan pasar yang dikur melalui indeks Herfindahl, hasil yang terekam dalam grafik di samping menunjukkan angka di bawah 0,2. Menurut indikator yang dikemukakan Albarran (1996), angka indeks H <0,2 berarti struktur pasar persaingan sempurna. Oleh karena itu, indeks H pada grafik di samping menjelaskan bahwa struktur industri surat kabar nasional menujukkan kecenderungan karakterisktik pasar persaingan sempurna, baik di tahun 1997 maupun 2007.

  Meskipun demikian, tetap terjadi perubahan selama 10 tahun berjalan, yaitu penurunan indeks H sebesar 0,7 dari 0.18 menjadi 0,11. Penurunan indeks H ini menunjukkan bahwa pasar telah bergerak ke arah yang lebih bebas. Artinya, persaingan dalam industri surat kabar nasional di tahun 2007 menjadi lebih ketat dan terbuka. Meningkatnya persaingan ini disebabkan oleh menigkatnya jumlah pemain di pasar sebagai konsekuensi hilangnya barrier to entry politis, sedangkan di sisi lain, jumlah konsumen surat kabar nasional secara keseluruhan menurun. Akibatnya, ruang yang tersisa bagi masing-masing surat kabar menjadi lebih sempit dan setiap surat kabar lebih berlomba-lomba mencapai pembacanya.

  Newspaper Market Concentration

  Newspaper Market Competitiveness

  Oplah Penjualan Surat Kabar di Indonesia

  menurunnya readership share koran-

  Pos Kota

  koran besar sebelum dan setelah

  Jawa Pos

  reformasi, berdasarkan grafik di samping

  Media …

  dapat diketahui bahwa oplah penjualan

  Pikiran …

  surat kabar besar cenderung mengalami

  Kedaulatan …

  penurunan dari ketika sebelum reformasi

  Seputar …

  (1998) dan setelah reformasi (2008).

  Warta Kota

  Koran yang mengalami penurunan oplah

  Top Skor

  paling signifikan adalah Pos Kota yang

  Berita Kota

  turun 150. Pengecualian terjadi pada

  Lampu …

  Media Indonesia dan Pikiran Rakyat

  yang justru mengalami kenaikan oplah, meskipun tak signifikan.

  Grafik di atas juga menunjukkan bahwa liberalisasi industri surat kabar Indonesia memiliki dampak positif terhadap pengembangan koran-koran baru. Terbukti dari beberapa nama- nama koran yang, meskipun baru, oplah penjualannya patut diperhitungkan karena hampir menyamai koran-koran yang telah berkiprah sejak lama. Contohnya, Seputar Indonesia yang mampu menembus angka 385.000 eksemplar secara nasional.

  Dipandang dari advertising expenditure share berbagai media di Indonesia, indutri koran di Indonesia merupakan satu-saunya media yang nilai share iklannya mengalami pergerakan progresif secara konsisten dari tahun ke tahun selama 2005-2010. Fenomena ini enarik jika dihadapkan dengan menurunnya pasar pembaca surat kabar di Indonesia dan kecenderungan menurunnya oplah koran-koran besar di Indonesia. Kenaikan share iklan koran ini terjadi sebagai konsekuensi dari nilai pembelanjaan iklan di Indonesia secara real juga cenderung meningkat setiap tahunnya juga diimbangi dengan meningkatnya sirkulasi koran di Indonesia akibat munculnya banyak koran-koran baru.

  Beradasarkan analisis kondisi yang

  Advertising Expenditure Share by Type of Media ()

  telah dilakukan, dapat diperoleh

  MEDIA

  pemahaman bahwa masalah utama

  TOTAL

  pada industri surat kabar nasional adalah struktur pasar, terutama dalam

  Television

  hal barrier to entry serta market share.

  Newspaper 26,9 27,9 31,2 33,8 34,7 34,9

  Hilangnya barrier to entry merupakan

  faktor determinan tumbuhnya industri surat kabar meski di sisi lain pasar

  surat kabar mengalami penurunan

  sebagai dampak dari perkembangan

  teknologi media baru.

  Source : Media Scene, 2008-2009

INDUSTRI RADIO

  Berdasarkan data dari Deparpostel pada tahun 2008, jumlah lembaga penyiaran radio di seluruh Indonesia ialah 1.642 stasiun. Dari jumlah tersebut, radio yang menyandang Ijin Stasiun Radio (ISR) hanya 819 stasiun. Organisasi radio di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu jaringan radio swasta dan jaringan radio komunitas. Jaringan radio swasta bergerak untuk kepentingan komersial. Sedangkan jaringan radio komunitas biasanya didirikan oleh suatu komunitas dengan basis kawasan, isu, atau ketertarikan.

  Dalam perspektif ekonomi media, industri radio dipandang sebagai industri media yang memiliki karakteristik khas dalam hal audience. Audiens radio terbatas di ruang wilayah tertentu sebagai konsekuensi keterbatasan jangkauan jaringannya. Oleh karena itu, analisis ekonomi industri radio pun juga dilakukan berdsarakan skala lokal. Dalam kajian kali ini, analisis radio dibatasi pada empat kota dengan pertumbuhan penduduk tertinggi di Indonesia, yaitu Jakarta, Medan, Makassar, dan Surabaya. Berikut disajikan data audience share radio di masing-masing kota tersebut.

  Radio Audience Share in Jakarta ()

  Radio Audience Share in Medan ()

  NA NA NA 13,0 12,8 MOST FM

  DANGDUT TPI

  8,7 DANGDUT TPI

  SUARA MEDAN

  RRI PRO2

  17,5 9,4 8,2 CR4 45,7 55,9 51,1 50,3 43 CR4 76,4 70,8 78,8 56,8 60,4

  Radio Audience Share in Makassar ()

  Radio Audience Share in Surabaya ()

  42,9 43,6 39,7 28,7 35,2 SUARA GIRI

  VENUS

  26,0 33,4 29,8 20,5 30,6 WIJAYA FM

  16,6 13,5 19,9 EBS FM

  MAKASAR FM

  MEDIA FM

  M RADIO

  SUARA SBY

  8,4 8,2 6,6 CR4 119,8 117,9 113,5 81 106,7 CR4 106,9 100 81,7 66,9 54,9

  Source : Nielsen – Wave 4, 2005-2009

  Jakarta – Dari tabel tersebut, dapat dilihat industri radio di Jakarta merupakan industri media yang cukup dinamis dalam hal komposisi nama-nama pemain. Selama kurun waktu 2004-2009, banyak pemain yang bergantian menempati posisi empat teratas. Di antara berbagai radio tersebut, yang paling konsisten merebut pasar cukup tinggi adalah Radio Bens. Selama lima tahun berturut-turut, Bens selalu memperoleh tempat di kalangan emapt besar, bahkan menjadi nomor satu di tahun 2005-2007. Perubahan terjadi pada tahun 2008 saat Gen FM memasuki pasar radio. Gen yang baru saja berdiri di tahun 2008, langsung menembus posisi nomor 3 dan naik menjadi nomor 1 di tahun 2009. Nama lain yang cukup konsisten adalah radio Dangdut TPI, Megaswara, Pop FM, dan RKM.

  Medan – Untuk Kota Medan, melalui tabel tersebut, dapat diketahui bahwa dari kurun waktu 2004-2009, nama-nama radio di Medan relatif tetap dan tidak banyak mengalami perubahan. Meskipun demikian, audience share pada setiap radio di Medan sangat dinamis dan cenderung mudah mengalami kenaikan dan penurunan, begitu pula dengan tingkat konsentrasi pasarnya secara keseluruhan. Meskipun demikian, industri radio di Medan masih terpusat pada beberapa pemain tertentu. Dua pemain utama di Medan ialah Most FM dan Radio Simfoni yang selalu menduduki empat besar perolehan pendengar. Selain kedua redio tersebut, juga terdapat radio lain yang juga memiliki cukup banyak pendengar, yaitu Sikamoni, Radio Dangdut TPI, Kardopa, KISS FM, dan RRI PRO2.

  Makassar – Lain halnya dengan Medan dan Jakarta, industri radio di Makassar jutsru tak banyak perubahan, baik dari segi audience share per radio, maupun nama-nama pemain di pasar. Hal ini terjadi karena pilihan pendengar tampaknya telah menetap pada tiga pemain utama. Radio yang paling menonjol adalah Radio Gamasi yang selama 5 tahun dari 2004-2009 konsisten memperoleh paling banyak pendengar. Selanjutnya terdapat Venus dan Telstar yang selalu bergantian menempati posisi kedua dan ketiga. Selain ketiga radio tersebut, ada juga radio Madama dan Sonata yang juga sering menempati posisi keempat. Adanya beberapa nama lama yang telah melekat erat ini menyebabkan tak banyak nama-nama baru muncul di peta industri radio Makassar. Meskipun demikian, Makassar FM cukup berpotensi karena baru muncul pada tahun 2008 dan langsung sukses merebut 8 pendengar, bahkan progresif menjadi 11,6 di tahun 2009.

  Surabaya - Di industri radio Surabaya, dari segi pemain pasar, terdapat dua radio yang secara konsisten memperoleh pendengar yang paling banyak, yaitu Suara Giri dan Wijaya FM. Kedua radio tersebut memiliki tingkat audience share yang tertinggi dan cukup jauh jika dibandingkan dengan Radio Merdeka dan Radio Suzana yang menempati tempat ketiga dan keempat. Hal paling mencolok yang terjadi dalam industri radio Surabaya selama tahun 2004-2009 ialah terjadinya penurunan tingkat konsentrasi yang cukup secara gradual dengan tingkat penurunan yang cukup siginifikan. Hal ini disebabkan karena menurunnya audiende share radio-radio besar di Surabaya. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun selama 2004-2009, pasar audience share radio di Surabaya terdistribusi lebih merata secara konsisten.

  Berdasarkan keempat tabel audience share di setiap kota di atas, dapat digambarkan bagaimana perbandingan rasio konsentrasi pasar dan tingkat persaingan di tiap kota.

  Radio Market Competitiveness

  Radio Market Concentration

  in Jakarta

  d ek 0.10

  Persaingan Pasar

  Konsentrasi Pasar

  Untuk menganalisis tingkat persaingan industri Dalam pengukuran konsentrasi, unit analisis radio, digunakan unit analisis pembelanjaan yang digunakan ialah audience share. Dari iklan radio. Industri radio yang memiliki tingkat keempat kota, rasio konsentrasi yang paling persaingan tertinggi ditunjukkan oleh pasar tinggi ditunjukkan Kota Makassar (CR4 Jakarta (Indeks H paling rendah). Intensitas tertinggi), dan diikuti oleh Surabaya, Medan, persaingan berikutnya secara urut ditempati dan Jakarta di tempat terakhir. oleh Medan dan Surabaya, serta Makasssar.

  Selama 2004-2009, tingkat konsentrasi di

  Hal tersebut dapat dilihat dari indeks H dalam pasar Makassar selalu melebihi 100 pasar Jakarta yang selalu berada di bawah 0,2 kecuali di tahun 2008. Hal ini berarti, selama dari tahun 2005-2009. Artinya, industri industri radio di Makassar masih sangat radio di Jakarta memiliki karakteristik pasar terpusat pada beberapa nama pemain persaingan sempurna. Tingkat persaingan di tertentu. Perubahan cukup mencolok terjadi pasar Jakarta selama lima tahun juga dari 2007 ke 2008 di pasar Makassar dan cenderung menunjukkan stabilitas. Persaingan Surabaya yang mengalami penurunan CR persaingan paling ketat terjadi pada tahun secara gradual cukup signifikan. Hal ini 2009. Hal ini akibat nama-nama baru yang berarti dari tahun 2007 ke 2008, pasar di muncul pada tahun 2008 telah lebih matang.

  kedua kota tersebut bergerak lebih merata.

  Berbeda dari Jakarta, industri radio di Medan, Kadar high concentration ditunjukkan oleh Makassar, dan Surabaya, menunjukkan pasar Makassar, Medan, dan Surabaya. Hal karakteristik pasar oligopoli (0,2 < HI < 0,7). yang berbeda ditunjukkan pasar Jakarta. Selain itu, di ketiga kota tersebut, tingkat Dengan CR berkisar antara 45-55, rata- persaingan industri radio dari tahun ke tahun rata konsentrasi pasar di Jakarta selama selama 2004-2009 bergerak lebih dinamis. 2004-2009 berada pada tingkat moderate. Perkembangan paling dinamis ditunjukkan Artinya, industri radio di Jakarta memiliki oleh pasar di Medan dan Makassar.

  distribusi pasar yang paling merata.

  Berikut merupakan data yang menggambarkan kondisi pasar periklanan dalam industri radio di Indonesia.

  Advertising Expenditure Share by Type of Media ()

  Advertising Expenditure Radio

  (Rp million)

  Source : Media Scene, 2008-2009

  Dari segi pasar periklanan atau advertising market, radio memiliki nilai pembelanjaan iklan (adversiting expenditure – ADEX) paling kecil dibanding jenis media lainnya. Radio hanya memiliki nilai ADEX yang lebih besar dibanding iklan outdoor atau iklan pada reklame, baliho, dan media periklanan di ruang terbuka lainnya. Data pada tabel ADEX Share juga menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun selama 2005-2010, nilai iklan yang dibelanjakan di radio semakin mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

  Meskipun secara proporsional share iklan radio mengalami penurunan, nilai iklan radio secara real dari kurun waktu 2005-2010 justru menunjukkan tren peningkatan (lihat grafik). Hal ini disebabkan oleh kecilnya rate card radio dan minimnya peningkatan jumlah pendengar radio (tidak sebanding dengan televisi dan koran) sementara nilai real seluruh iklan yang dibelanjakan di media mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 2005-2010. Walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2005 ke 2006, nilai iklan yang dibelanjakan di radio terus meningkat sampai di tahun 2010. Secara keseluruhan selama lima tahun, pendapatan iklan radio mengalami peningkatan sebesar 15,8.

  Berdasarkan nilai rate card atau harga periklanan radio, dapat diukur CPM (cost per mile) pada masing-masing radio. CPM menunjukkan efektivitas dan efisiensi biaya yang dikeluarkan pengiklan iklan di tiap-tiap stasiun radio. Angka CPM diperoleh dari perbandingan antara rate card dengan jumlah pendengar masing-masing radio. Secara umum, semakin rendah nilai CPM, semakin efisien pula iklan di radio tersebut. Meskipun demikian, perlu diperhitungkan nilai real rate card dan jumlah pendengar radio tersebut.

  Perhitungan advertising expenditure yang menggambarkan market conduct industri radio di keempat kota menunjukkan bahwa CPM radio tidak dapat dihitung secara nasional karena sifat audiens lokal, juga dikarenakan adanya UU Penyiaran yang mengatur frekuensi siaran tiap-tiap stasiun radio di masing-masing kota. Dengan demikian, kajian karakteristik pasar radio berdasarkan kerangka analisis ekonomi media hanya dapat diimplementasikan dalam lingkup lokal.

INDUSTRI TELEVISI

  Pasar televisi dan iklan Indonesia merupakan pasar yang sangat kompleks dan dipenuhi dengan persaingan. Persaingan dalam industri televisi Indonesia menjadi semakin ketat setelah adanya horizontal integration atau integrasi antar stasiun televisi. Integrasi horizontal ini dilakukan dengan cara mengakuisisi sebagian besar saham di suatu stasiun televisi sehingga mengubah struktur kepemilikan di dalamnya.

  Dalam hal barriers to entry, industri televisi merupakan pasar yang sarat dengan halangan natural, terutama akibat halangan finansial dan kepemilikan. Diperlukan modal finansial yang besar untuk memulai pendirian stasiun TV dikarenakan biaya investasi, infrastruktur, dan operasional yang sangat besar. Selain itu, struktur kepemilikan yang didominasi pemain-pemain lama yang telah cukup besar menyebabkan pemain baru harus memiliki mental bersaing yang sangat besar jika ingin memasuki pasar ini. Oleh karena itulah, TV komunitas dan TV lokal, meskipun secara kuantitas telah cukup banyak, masih belum dapat diperhitungkan dalam menganalisis industri televisi dalam skala nasional.

  Sedangkan untuk artificial barriers, regulasi dalam bidang penyiaran merupakan halangan yang cukup berat untuk masuk ke dalam industri media massa yang terbesar ini. Terkait dengan struktur kepemilikan, regulasi dalam bidang penyiaran yang tertuang dalam UU No.32 Tahun 2002 mengatur bahwa kepemilikan saham asing dalam media penyiaran di Indonesia dibatasi maksimal 20. Selain itu, terkait dengan konten, atau produk siaran, UU Penyiaran juga mengatur sistem pertelevisian Indonesia dalam bentuk berjaringan secara lokal. Akan tetapi, pada realitanya, kondisi tersebut belum diimplementasikan oleh stasiun televisi nasional karena adanya konsentrasi modal di pusat. Pembiayaan dan pendirian stasiun TV lokal baru yang mahal membuat stasiun TV nasional menggandeng stasiun TV lokal yang telah ada menjadi bagian dalam TV nasional tersebut.

  Audience Share Televisi di Indonesia ()

  Kondisi market structure industri televisi di

  1. RCTI

  16.5 17.6 Indonesia dapat dikaji berdasarkan tabel share

  2. SCTV

  19.2 16.1 penonton di samping. dapat diketahui sebelas

  3. Trans TV

  13.8 14.8 stasiun televisi yang merupakan TV nasional yang

  4. Indosiar

  16.3 14.1 utama. Data tersebut memperilhatkan bahwa

  5. TPI

  10.6 9.0 banyak televisi yang mengalami kenaikan jumlah

  6. Trans 7

  6.1 8.7 penonton, tetapi banyak pula yang mengalami

  7. Global

  5.7 6.4 penurunan. Hal ini menunjukkan audience share

  8. ANTV

  5.7 5.8 memiliki pergerakan yang dinamis. Meskipun

  9. TV One

  4.2 5.3 demikian, terdapat empat stasiun TV besar yang

  10. Metro

  1.8 2.2 konsisten menguasai pasar, selama 2008-2009,

  11. TVRI

  0.8 0.6 yaitu RCTI, SCTV, Trans TV dan Indosiar.

  TV Market Competitiveness

  TV Market Concentration

  n R 65.0

  Tingkat Persaingan

  Konsentrasi Pasar

  Berdasarkan perhitungan indeks Herfindahl Perhitungan konsentrasi pasar dilakukan yang diperoleh dari audience share, dapat berdasarkan tingkat audience share pada diketahui bahwa industri televisi Indonesia empat stasiun televisi terbesar. Dengan mengarah ke struktur pasar persaingan rasio konsentrasi lebih dari 50, grafik di sempurna (close to perfect competition). Hal atas menunjukkan bahwa pasar televisi di ini terbukti dari indeks H pasar televisi yang Indonesia memiliki tingkat konsentrasi selama dua tahun berada di bawah 0.2.

  tinggi.

  Karakteristik pasar ini merupakan sebuah Tingginya tingkat konsentrasi ini diakibatkan kondisi yang unik jika dihadapkan pada oleh adanya empat stasiun TV yang selama tingkat kesulitan menembus pasar televisi dua tahun konsisten menguasai pasar nasional.

  Secara

  konseptual,

  pasar dengan tingkat share yang cukup tinggi,

  persaingan sempurna memiliki karakteristik yaitu RCTI, SCTV, Trans TV, dan Indosiar. bahwa produsen dan konsumen bebas Dari tahun 2008 ke 2009, konsentrasi pasar keluar-masuk pasar Akan tetapi kebebasan televisi di Indonesia mengalami penurunan ini tidak ditemui dalam pasar televisi meskipun tidak signifikan. Penurunan ini Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya menunjukkan adanya pemerataan penonton barriers to entry yang cukup ketat baik dari dalam pasar televisi Indonesia yang ditandai segi natural maupun artifisial.

  dengan menipisnya margin audience share antar stasiun televisi.

  Dalam industri televisi nasional juga dikenal terjadinya horizontal integration seperti Dalam hal struktur biaya, pasar televisi MNC Group (RCTI, MNC TV, Global TV), Indonesia tidak menunjukkan perbedaan Bakrie Group (TV One dan ANTV), serta yang signifikan karena differensiasi biaya TransCorp (TransTV dan Trans7). Oleh hanya bermain di tingkat efisiensi saja. karena itu, jika dikaji dari struktur Sedangkan untuk barriers to entry, lebih kepemilikan, maka karakteristik pasar TV di terfokus pada ownership (integration) dan Indonesia lebih mengarah ke oligopoli.

  finansial (kemapanan pemain lama).

  Setiap stasiun televisi memiliki strategi masing-masing untuk menarik pengiklan. Terjadi penaikan advertising expenditure dalam pasar televisi Indonesia namun tetap terkonsentrasi pada 4 pemain utama.

  Advertising Expenditure Share by Type of Media () Advertising Expenditure Share TV () No.

  No. Stasiun Televisi

  1. SCTV 14.3 12.6

  X (jt)

  X (jt)

  TOTAL ADEX

  Source : Media Scene, 2008-2009 Source : Media Scene, 2008-2009

  Angka pemasukan iklan untuk berbagai media akan terus meningkat. Peningkatan angka pemasukan iklan di media televisi karena akses yang dimiliki media televisi terhadap

  market. Coverage media televisi mencakup National Wide. Kenaikan angka pemasukan iklan pada periode 2008-2009 adalah sebesar 14,8.

  Jika dikaji berdasarkan setiap unit stasiun TV, pasar iklan televisi Indonesia mengarah pada Pasar Persaingan Sempurna (close to perfect competititon) dengan pembeli utama (main buyer) dari perusahaan telekomunikasi, pemerintah dan iklan politik, korporasi, rokok, dan kendaraan bermotor. Stasiun televisi utama yang menjadi media primadona bagi para pengiklan adalah: RCTI, Trans TV, SCTV dan TPI. Kenaikan angka pemasukan iklan media televisi pada periode 2008-2009 sebesar 13,8.

  Jika dicermati secara berkelompok berdasarkan konglomerasi yang terjadi, maka sebenarnya pasar iklan di Indonesia mengarah pada pasar oligopoli yang hanya terdiri dari

  5 pemain utama. Peringkat pertama dari segi pemasukan iklan diduduki oleh MNC Group yang membawahi RCTI, Global TV, dan MNC TV, diikuti dengan Surya Citra Media Group (SCTV dan Indosiar), Trans Corp dengan TransTV dan Trans7, serta Bakrie Group (ANTV dan TVOne) dan terakhir Media Group. Akan tetapi, kecenderungan oligopoli ini tidak dapat dibuktikan karena setiap stasiun televisi didirikan atas nama perusahaan yang berbeda-beda meskipun jika ditelusuri struktur kepemiilikan sahamnya, media-media tersebut bernaung dalam grup perusahaan yang sama.

  Berdasarkan harga slot iklan (cost of advertisement), dapat diukur CPM (cost per mile) pada masing-masing stasiun televisi. CPM menunjukkan efektivitas dan efisiensi biaya yang dikeluarkan pengiklan untuk beriklan selama satuan waktu di masing-masing stasiun TV. Angka CPM diperoleh dari biaya slot iklan dibagi dengan jumlah penonton masing- masing stasiun TV. Secara umum, semakin rendah nilai CPM, semakin efisien pula iklan di stasiun TV tersebut.

  Grafik CPM Satasiun TV di Indonesia 2008-2009 (Rp juta)

  Berdasarkan grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan jumlah audience yang relatif tetap, CPM TV swasta di Indonesia rata-rata mengalami peningkatan setiap tahun karena belanja iklan di televisi menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa dua stasiun TV yang mengalami perubahan CPM cukup signifikan adalah ANTV dan Metro TV. Untuk ANTV, CPM dari tahun 2008 ke 2009 mengalami peningkatan drastis karena pemasukan iklan di tahun 2009 naik 42,5 dari Rp1.803.291 juta (2008) menjadi Rp2.569.466 juta (2009). Sedangkan grafik CPM Metro TV meningkat tajam karena walaupun pemasukan iklannya meningkat, tapi audience size- nya rendah, bahkan paling rendah di antara stasiun lainnya.

  Dalam hal market performance, industri televisi di Indonesia menunjukkan keragaman dalam hal operasionalisasi tenaga kerja dalam rangka efisiensi dan optimalisasi. Contoh yang menarik dapat ditemui di stasiun televise yang berada di bawah TransCorp, yaitu Trans7 dan TransTV. Kedua stasiun TV tersebut menerapkan kebijakan yang cukup khas terkait dengan produk dan tenaga kerja, yaitu lebih mengutamakan acara dari home production dan merekrut tenaga kerja fresh-gradute, serta menekankan multi-tasking jobs. Sementara itu, sebagian besar stasiun TV di Indonesia fokus pada perkembangan teknologi dan penambahan infrastruktur. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan jangkauan siaran agar memperoleh penonton (target pasar) lebih banyak.

INDUSTRI FILM

  Industri film di Indonesia pada dasarnya

  Jumlah Film Nasional dan Film Impor

  di Indonesia

  potensial. Hal ini dikarenakan jumlah

  Film Nasional

  target pasar yang besar dengan minat

  Film Impor

  terhadap film yang cukup tinggi. Akan tetapi, produksi film dalam negeri 200 menunjukkan bahwa pasar film nasional cenderung masih lesu. Hal ini diperkuat 150 oleh perbandingan jumlah film produksi nasional dan jumlah film produksi asing 100 yang diimpor ke Indonesia. Tabel di samping menunjukkan bahwa terdapat

  perbedaan yang sangat signifikan

  antara jumlah film nasional dan jumlah film impor yang beredar di bioskop Indonesia setiap tahunnya.

  Namun, dari tabel tersebut, dapat dicermati bahwa film produksi dalam negeri mulai tumbuh sejak tahun 2002-2009. Dalam kurun waktu 7 tahun, produksi film dalam negeri terus meningkat sebesar hampir 800. Artinya, pasar produksi film Indonesia sangatlah prosepektif dengan angka peningkatan hampir delapan kali lipat sejak perfilman nasional mulai bangkit di tahun 2002 melalui kemunculan film “Ada Apa dengan Cinta”. Berikut disajikan tabel produksi film Indonesia berdasarkan rumah produksi yang dapat digunakan sebagai unit analisis untuk mengkaji struktur pasar perfilman di Indonesia.

  Jumlah Produksi Film Menurut Rumah Produksi (2007-2009)

  No.

  Rumah Produksi

  Jml Film Share () Jml Film Share () Jml Film Share ()

  1 Starvision Kharisma

  2 Multivision Tripar

  3 Indika Entertainment

  4 MD Pictures

  5 Maxima Pictures

  6 Rapi Films

  7 Kalyana Shira

  8 Sinemart

  9 IFI

  10 K2K

  11 Lainlain

  Total

  Film Market Competitiveness

  Film Market Concentration

  d 0.31 0.3 io 0.29 at

  In

  n R 29.0

  Tingkat Persaingan

  Konsentrasi Pasar

  Dari segi struktur pasar, pasar produksi film Selama tiga tahun dari 2007-2009, grafik Indonesia pada tahun 2007 - 2009 tak rasio konsentrasi industri produksi film di banyak menunjukkan perubahan dalam Indonesia selalu menunjukkan angka di tingkat persaingan. Selama tiga tahun, bawah 33 yang berarti tingkat konsentrasi indeks H berkisar antara 0.29-0.37. Hal ini pasar produksi film Indonesia berada dalam berarti bahwa pasar produksi film di level low concentration. Indonesia memiliki karakteristik oligopoli.

  Artinya, industri produksi film di Indonesia

  Kondisi pasar oligopoli ini didominasi tidak terlalu terpusat pada beberapa nama dengan produk pasar (dalam hal ini film) yang menduduki posisi empat teratas. yang kurang terdifferensiasi dan cenderung Rendahnya rasio konsentrasi ini juga homogen akibat pemain di pasar (rumah merepresentasikan perbedaan yang tidak produksi) yang jumlahnya sedikit, yaitu terlalu signifikan dalam hal jumlah produksi kurang dari 10. Minimnya rumah produksi film pada setiap rumah produksi. ini diakibatkan karena barriers to entry dalam memasuki industri produksi film yang Meskpun demikian tetap terjadi perubahan membutuhkan modal finansial yang besar rasio konsentrasi selama 2007-2009. Di dibekali dengan skill dan pengalaman.

  tahun 2007 ke 2008, terjadi penurunan CR4 dimana dari 30,19 menjadi 26,42. Hal

  Kenaikan tipis dari tahun 2007 ke 2008 ini sebagai akibat dari kenaikan jumlah menunjukkan indikasi bahwa kondisi pasar produksi secara keseluruhan dibanding semakin ketat dengan adanya kenaikan perkembangan jumlah film yang diproduksi jumlah produksi film dari setiap rumah empat pemain utama. Kenaikan jumlah film produksi. Di 2009, penurunan jumlah film disebabkan prospek bisnis film yang yang diproduksi juga turut memicu turunnya menguntungkan. Pada tahun 2009, CR4 indeks H yang mengakibatkan pasar naik menjadi 29,4, karena empat pemain bergerak ke arah yang lebih bebas dari sisi utama menaikkan jumlah produksi filmnya, produksi.

  terutama Starvision Kharisma

  Permasalahan fundamental dalam industri perfilman Indonesia sebenarnya terletak dalam hal distribusi film. Dalam pasar distribusi film di Indonesia, hanya terdapat dua pemain yang dapat diperhitungkan, yaitu jaringan 21 Cineplex dan jaringan Blitz Megaplex.

  Jaringan 21 Cineplex didirikan oleh PT Subentra (Sudwikatmono, Benny Suherman, Bambang Sutrisno) pada tahun 1987. Pada awal berdirinya, meskipun memiliki beberapa gedung bioskop sendiri, peran utama PT Subentra hanya sebagai distributor film yang membeli film-film hasil produksi dan mengedarkannya ke bioskop-bioskop. Karena industri bioskop dinilai prosepektif, PT Subentra membentuk PT Subentra Twenty One untuk menegosiasi gedung-gedung bioskop dan mengubah menjadi jaringannya. PT Subentra juga mendrikan PT Suptan Film yang merupakan importer tunggal film impor di Indonesia. Film-film yang diimpor hanya boleh diedarkan dan ditayangkan di bioskop jaringan PT Subentra. Hal inilah yang menyebabkan bioskop kecil tak mampu bertahan dan mati.

  Kondisi ini mulai membaik ketika pada tahun 2006 jaringan Blitx Megaplex didirikan oleh Ananda Siregar dan David Hilman. Gedung bioskop Blitz yang pertama dibangun di Paris Van Java Mall, Bandung. Karena kekuatan modal, pemasaran yang baik, target pasar yang spesifik ke kelas atas, serta pelayanan yang eksklusif, Blitz mampu bertahan hingga sekarang dan menjadi kekuatan alternatif selain 21 Cineplex. Hingga saat ini, Blitz Megaplex memiliki gedung bioskop di lima spot yang tersebar di Jakarta dan Bandung.

  Sebelum Blitz didirikan pada tahun 2006, hanya ada pemain tunggal yang menguasai pasar distribusi perfilman di Indonesia. Sehingga bisa dikatakan bahwa pasar distribusi film di Indonesia sebenarnya mengarah kepada pasar monopoli oleh 21 Cineplex. Sampai sekarang (2011), jaringan 21 Cineplex tetap sangat mendominasi dalam pasar distribusi film di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya ketidakseimbangan dalam jumlah infrastruktur perfilman, yaitu gedung bioskop, layar, jumlah kursi penonton. Meskipun demikian, karena fokus pada eksklusivitas film dan pelayanan, Blitz mampu bertahan dan menjadi pilihan utama penonton kelas atas. Berikut merupakan data perbandingan infrastruktur antara jaringan 21 Cineplex dan jaringan Blitz Megaplex yang menunjukkan perbedaan cukup signifikan serta kecenderungan dominasi jaringan 21 Cineplex di pasar.

  Data Bioskop Jaringan 21 Cineplex Data Bioskop Jaringan Blitz Megaplex

  Nama

  Jumlah

  No Nama

  Jml Layar Jml Kursi

  Jumlah Gedung

  117 gedung

  1 Blitz Paris van Java

  Jumlah XXI

  29 gedung

  2 Blitz GI Jakarta

  Jumlah Layar

  489 layar

  3 Blitz PP Jakarta

  Jumlah Kursi

  94.476 kursi

  4 Blitz MoI Jakarta

  Jumlah Premiere

  7 gedung (524 kursi)

  5 Blitz BSD Banten

  Jumlah Layar 3D

  6 layar (1.616 kursi)

  Total 5 gedung

  47 layar 9.965 kursi

INDUSTRI ONLINE

  Internet merupakan media yang memiliki

  Urban Internet Penetration ()

  pertumbuhan paling cepat dibanding media lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh

  dari video Advance of Technology, untuk

  mencapai jumlah pasar 50 juta, internet

  hanya membutuhkan waktu 4 tahun.

  Sementara radio membutuhkan waktu 38

  tahun, dan televisi 13 tahun. Di tahun 1984, jumlah perangkat internet di seluruh dunia

  hanya seribu, jumlah ini meningkat menjadi

  sekitar 1 juta perangkat di tahun 1992, dan di

  Age : 10+, All 9 Major Cities, Use Internet past 1 year

  tahun 2008, berkali lipat menjadi 1 milyar.

  Source : Nielsen – Wave 4, 2005-2009

  Pertumbuhan internet yang spektakuler ini juga terjadi di Indonesia. Sebagai media paling muda di Indonesia, yang baru berusia sekitar 20 tahun, Penetrasi internet di kalangan pengguna Indonesia telah mencapai lebih dari 30 juta pengguna. Grafik di atas menunjukkan bahwa tren peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia dengan angka penetrasi meningkat lebih dari 200 selama 2005-2009 beg. Hal ini menunjukkan bahwa internet merupakan industri media massa yang paling potensial, terutama jika dihadapkan pada jumlah pasar yang besar di Indonesia. Tingginya penetrasi pengguna internet di Indonesia ini dipicu oleh luasnya ekspansi teknologi internet dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan melalui perangkat mobile, dengan harga yang semakin murah. Selain itu, munculnya berbagai situs jejaring sosial juga menjaring banyak pasar.

  Internet User Penetration by Region ()

  Jika penetrasi tersebut di-breakdown

  Palembang

  5 14 berdasarkan regional seperti pada

  Denpasar

  13 19 tabel disamping, dapat diketahui

  Sleman-Bantul

  12 26 bahwa seluruh daerah di Indonesia

  Yogyakarta

  mengalami pertumbuhan pengguna

  Makassar

  11 18 internet cukup signifikan. Angka

  Medan

  Semarang

  15 33 pertumbuhan tertinggi terdapat di

  Gerbangkertasila

  3 14 Kota Yogyakarta (termasuk Sleman-

  Surabaya

  Bantul) dan Semarang. Kondisi ini

  15 27 kebutuhan penggunaan internet di kedua kota tersebut dibandingkan

  jumlah penduduk keseluruhan.

  Age : 10+, All 9 Major Cities, Use Internet past 1 year Source : Nielsen – Wave 4, 2005-2009

  Indonesian Users’ Usage of Internet ()

  TOP 10 VISITED SITES IN INDONESIA

  No. GENERAL

  INDONESIAN SITES

  Watch int'l news

  18 1. Facebook

  Kaskus

  Info produk

  22 2. Google.co.id

  Detik.com

  Layanan pendidikan

  24 3. Google.com

  Kompas.com

  Akses local news

  28 4. Blogger.com

  Vivanews.com

  Tokobagus.com

  Surfing Browsing

  7. Youtube

  Okezone

  Listen to music

  37 8. Wordpress

  KapanLagi.com

  Games

  38 9. Twitter

  Bank Mandiri

  Age : 10+, All 9 Major Cities, Use Internet past 1 year

  Source : Alexa.com, 3 June 2011

  Source : Nielsen – Wave 4, 2005-2009

  Grafik di atas menunjukkan penggunaan internet oleh pengguna internet di Indonesia. Oleh pengguna di Indonesia, internet paling banyak digunakan untuk email, online games, music buffering, dan browsing. Selanjutnya, internet juga banyak digunakan untuk chatting dan download. Pemanfaatan internet bagi kegiatan yang sifatnya hiburan dan sampingan ini berkaitan dengan usia pengguna internet di Indonesia yang kebanyakan merupakan generasi muda. Berdasarkan data dari The Nielsen Company (2009), pengguna internet di Indonesia kebanyakan berusia 15-19 tahun sejumlah 33 dan usia 20-29 tahun sejumlah

  30 dari total keseluruhan pengguna internet. Bahkan internet juga telah menyentuh pengguna anak-anak usia 10-14 tahun sebanyak 20. Tingginya penetrasi internet di kalangan pengguna muda ini disebabkan karakteristik internet yang cenderung murah dan mudah diakses di mana saja, baik melalui komputer juga perangkat mobile.

  Jika dilihat berdasarkan situs yang dikunjungi (perhitungan per klik), dapat diketahui sepuluh besar situs yang peling sering dikunjungi oleh pengguna internet di Indonesia. Posisi empat besar ditempati oleh Facebook, Google.com, Google.co.id, dan Blogger.com. Terkait dengan Facebook, data yang dilansir dari Kompas.com (2 Juni 2011) menyatakan bahwa jumlah pengguna Facebook di Indonesia menempati peringkat pertama di dunia tingkat pertumbuhan nomor dua di dunia setelah Brasil. Begitu juga dengan situs Twitter. Pengguna Indonesia merupakan pengguna Twitter yang paling aktif di dunia. Hal ini menunjukkan karakteristik pasar Indonesia yang menyenangi situs jejaring sosial.

  Tabel tersebut menunjukkan bahwa situs-situs yang banyak diakses oleh pengguna Indonesia sejalan dengan „fungsi‟ yang sering dimanfaatkan, yaitu email (Google dan Yahoo); games dan social networking (Facebook, Twitter, Kaskus); musik, hiburan, dan download (4shared, Youtube); browsing (Google); juga chatting (Facebook dan Yahoo). Yang patut dicermati, dari sepuluh besar situs yang paling sering dikunjungi oleh pengguna Indonesia, hanya Kaskus yang merupakan situs asli Indonesia. Sedangkan jika dilihat berdasarkan situs asli Indonesia, situs asli Indonesia yang paling banyak diminati ialah situs komunitas (Kaskus), portal berita dan hiburan (Kompas, Detik, Vivanews, Okezone, KapanLagi), situs perbankan (BCA Dan Bank Mandiri), dan info produk (Tokobagus), juga situs download (Indowebster).

  Unique Visitors Share - 2011 ()

  Audience Share

  Bank Mandiri

  1.01 Audience share ini diperoleh melalui

  Tokobagus

  2 perhitungan unique visitor atau pengunjung

  Okezone.com

  2.07 dengan berdasarkan IP address, bukan

  KlikBCA

  3.31 jumlah klik. Unique visitor dipilih agar lebih

  Vivanews

  4.81 menggambarkan tingkat kondisi pasar

  Kapanlagi.com

  5.78 yang sebenarnya dalam industri internet.

  Indowebster

  7.04 Jika dilihat berdasarkan unique visitor,

  Kompas.com

  13.06 maka terjadi perubahan posisi dengan

  13.59 Indowebster menempati posisi keempat dan disusul KapanLagi.com. Berdasarkan

  Detik.com

  Kaskus

  angka audience share, dapat dilakukan analisis struktur pasar.

  Source : Compete.com, 4 May 2011

  Konsentrasi Pasar

  Tingkat Persaingan

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63