B1J009115 9.

1

I. PENDAHULUAN

Etnobotani merupakan ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuhan untuk
keperluan sehari-hari oleh adat suku bangsa atau etnis tertentu yang masih dilakukan
secara tradisional (Suryadarma,2008). Cotton (1996) menyatakan bahwa, kajian
etnobotani tidak hanya dilihat dari bagaimana tumbuhan tersebut digunakan tetapi
juga bagaimana penduduk dari suku tersebut memandang dan menjaga tumbuhan
tersebut. Bagaimana hubungan timbal balik antara manusia dengan tumbuhan,
dimana manusia menggantungkan hidup dari tumbuh-tumbuhan tersebut. Esensi
etnobotani adalah mencakup semua studi mengenai hubungan mutualisme antara
tumbuhan dengan masyarakat tradisional. Martin (1998) menambahkan bahwa
etnobotani merupakan kajian mengenai interaksi antara masyarakat lokal dengan
lingkungan alamnya, terutama mengenai penggunaan tumbuhan dalam kehidupan
sehari-hari. Empat usaha utama yang saling berkaitan dalam ilmu etnobotani menurut
Martin (1998) meliputi:
1. Pendataan ilmu pengetahuan botani tradisional.
2. Memperhitungkan pemanfaatan dan jenis-jenis tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan.
3. Mengamati dan memperhitungkan nilai ekonomi yang dapat diambil dari

tumbuhan tersebut.
4. Usaha-usaha

yang

bersifat

pemanfaatan

diusahakan

supaya

dapat

memaksimalkan nilai yang dapat diterima masyarakat dari pengetahuan
ekologi dan sumber-sumbernya.
Penggunaan tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari antara lain dapat berupa
tumbuhan sebagai bahan pangan. Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah
RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan


2
air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan
makanan atau minuman. Cornelius (1984) menyatakan bahwa tumbuhan pangan
adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat
dimakan atau dikonsumsi oleh manusia. Bahan pangan yang dimaksud adalah
makanan pokok, tambahan, minuman, bumbu masakan, dan rempah-rempah.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, tuntutan
masyarakat terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang kini banyak
diminati masyarakat bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta
penampakan dan cita rasanya menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis
tertentu bagi tubuh (Astawan 2003). Untuk membuat makanan yang lezat, menarik
dan tahan lama diperlukan penanganan serta penambahan bahan tambahan pangan
(BTP) yang tepat.
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi
pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan
pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan. Bahan tambahan

pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan (Winarno, 1991).
Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan (food additive) adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran
tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan.
Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta

3
memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
Saparinto dan Hidayati (2006) menambahkan bahwa bahan tambahan pangan adalah
bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara
sengaja pada proses pengolahan makanan. Pemakaian bahan tambahan pangan di
Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).
Fungsi bahan tambahan pangan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 235/Menkes/Per/VI/1979 diantaranya sebagai berikut: 1. antioksidan; 2.
antikempal; 3. pengatur keasaman/penetral; 4. pemanis buatan; 5. pemutih dan
pematang; 6. pengemulsi, pemantap, dan pengental; 7. pengawet; 8. pengeras; 9.
pewarna; 10. penyedap rasa dan aroma; 11. sekuestran; 12. enzim; 13. penambah gizi

serta 14. bahan tambahan lain.
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila: (1)
dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan;
(2) tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang
tidak memenuhi persyaratan; (3) tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja
yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan dan (4) tidak
digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Saparinto dan Hidayati,
2006).
Cahyadi (2006) menyatakan bahwa tujuan penggunaan BTP di dalam pangan
adalah untuk: 1) mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba
perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan; 2) membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut;
3) memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera; 4)
meningkatkan kualitas pangan dan 5) menghemat biaya.

4
Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan dapat digolongkan menjadi
2 golongan yakni bahan tambahan pangan alami dan buatan.
1. Bahan tambahan pangan alami
Bahan tambahan pangan alami hingga saat ini masih mendapat tempat di hati

masyarakat. Bahan ini dipandang lebih aman bagi kesehatan dan mudah didapat.
Namun di sisi lain, bahan tambahan pangan alami mempunyai kelemahan, yaitu
relatif kurang stabil kepekatannya karena mudah terpengaruh oleh panas. Selain
itu, dalam penggunaannya dibutuhkan jumlah yang cukup banyak (Saparinto dan
Hidayati, 2006).
Beberapa contoh tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan tambahan
pangan alami adalah bawang putih (Allium sativum L.) digunakan sebagai
antioksidan. Bawang putih mengandung senyawa allicin, alliin, gurwithchrays,
antihamolytic factor, allithiamine, selenium, antitoksin, vitamin E, C, beta karoten
dan sebagainya. Pengasam/penetral menggunakan jeruk nipis sebagai pemberi
rasa asam alami dan penghilang bau amis pada ikan. Asam jawa (Tamarindus
indica L.) juga dapat dimanfaatkan sebagai pengasam/penetral. Fungsi dari asam
jawa untuk menetralkan rasa amis agar makanan lebih enak. Bawang putih selain
dapat digunakan sebagai antioksidan dapat juga dimanfaatkan sebagai pengawet
dalam

makanan.

angustifoliaRoxb.),


Kunyit
daun

(Curcuma
pandan

longa

(Pandanus

L.),

daun

suji

(Dracaena

amaryllifoliusRoxb.),


tomat

(Solanum lycopersicumL.) merupakan beberapa contoh tumbuhan sebagai
pewarna alami. Jahe (Zingiber officinaleRoscoe), merica (Piper nigrumL.), cabai
merah (Capsicum Annuum L.), kayu manis (Cinnamomum verumJ.Presl), cengkih
(Syzygium aromaticumL.), serai (Cymbopogon citratus L.), daun jeruk (Citrus L.)
biasa digunakan sebagai penyedap rasa dan aroma (Saparinto dan Hidayati, 2006).

5
2. Bahan tambahan pangan sintesis
Bahan tambahan pangan sintesis merupakan hasil sintesis secara kimia.
Keuntungan menggunakan bahan tambahan pangan sintesis adalah lebih stabil,
lebih pekat, dan penggunaanya

hanya

dalam

jumlah sedikit. Namun


kelemahannya, bahan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping
terhadap kesehatan. beberapa contoh bahan tambahan pangan sintesis antara lain
asam askorbat, propel galat, alfa-tokoferol, natrium, alumino, sakarin, asam
benzoat dan masih banyak lagi. Penggunaan bahan tambahan pangan sintesis
sebaiknya dengan dosis dibawah ambang batas yang telah ditentukan (Saparinto
dan Hidayati, 2006).
Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya
sebagai berikut: 1. natrium tetraborat (boraks); 2. formalin (formaldehyd); 3.
minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils); 4. kloramfenikol
(chlorampenicol); 5. kalium klorat (pottasium chlorate); 6. dietilpirokarbonat
(diethylpyrocarbonate); 7. nitrofuranzon (nitrofuranzone); 8. p-phenetilkarbamida
(p-phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) dan 9. asam salisilat dan
garamnya (salilicylic acid and its salt), selain bahan tambahan diatas masih ada
bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah),
methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat
(pengeras).
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh
masyarakat. Kenyataannya masih banyak produsen makanan yang menggunakan
bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Efek dari bahan tambahan beracun

tidak dapat langsung dirasakan, tetapi secara perlahan dan pasti dapat menyebabkan

6
sakit. Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan bahan-bahan kimia yang
berbahaya yaitu masyarakat memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan tambahan
pangan (Cahyadi, 2006).
Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Banyumas yang mempunyai luas 92,7 kmĀ² dan terdiri dari 16 desa. Berdasarkan data
curah hujan di Kecamatan Pekuncen, curah hujan tertinggi rata-rata yaitu 221 mm,
dengan curah hujan tahunan setinggi 2648 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak
266 hari (BPS Kab. Banyumas, 2009 dalam Risdianto et al, 2012). Curah hujan yang
cukup tinggi di Kecamatan Pekuncen menyebabkan daerah ini menjadi subur dengan
keanekaragaman tumbuhan yang tinggi. Sebagian besar masyarakat Kecamatan
Pekuncen Kabupaten Banyumas masih bergantung pada alam, terutama pada
tumbuh-tumbuhan baik dimanfaatkan sebagai papan, obat tradisional dan pangan.
Dengan keadaan tersebut, maka dimungkinkan masih banyak masyarakat Pekuncen
yang menggunakan tumbuhan sebagai bahan tambahan pangan.Masyarakat
Pekuncen dalam kehidupan sehari-hari untuk mengolah pangan tidak hanya sebagai
makanan pokok tetapi pangan yang diolah dapat dijadikan lauk pauk, cemilan, kue
dan masih banyak lagi tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, tapi dalam keadaan

tertentu misalnya hajatan, selametan dan acara-acara tertentu masyarakat Pekuncen
biasa menggunakan tumbuhan sebagai bahan pangan.Makanan pokok dan beberapa
macam makanan tambahan wajib ada dalam acara-acara tersebut.
Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat
Pekuncen dalam mengolah bahan pangan tersebut menggunakan bahan tambahan
pangan supaya pangan yang dihasilkan menjadi enak dan lebih menarik. Oleh karena
itu, perlu adanya informasi dan pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan
secara tradisional dan data jenis-jenis tumbuhan sebagai bahan tambahan pangan di

7
Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas yang tumbuh, baik di kebun, ladang dan
pekarangan sekitar rumah warga serta cara pemanfaatan yang dilakukan oleh
masyarakat setempat secara tradisional.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1.

Jenis-jenis dan bagian-bagiantumbuhan apa sajakah yang dimanfaatkan sebagai
bahan tambahan pangan secara tradisional oleh masyarakat Kecamatan
Pekuncen di Kabupaten Banyumas


2.

Bagaimana manfaat dan cara pemanfaatan bagian tumbuhan yang digunakan
sebagai bahan tambahan pangan yang ditemukan oleh masyarakat Kecamatan
Pekuncen di Kabupaten Banyumas
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian dilakukan dengan tujuan

untuk:
1.

Mengetahui jenis-jenis dan bagian-bagiantumbuhan yang dimanfaatkan sebagai
bahan tambahan pangan oleh masyarakat Kecamatan Pekuncen di Kabupaten
Banyumas

2.

Mengetahuimanfaat dan cara pemanfaatan tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan tambahan pangan oleh masyarakat Kecamatan Pekuncen di Kabupaten
Banyumas
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pangan
secara tradisional dan mengetahui manfaat dan cara pemanfaatan tumbuhan secara
alami bagi masyarakat.