Dari Membaca ke Menulis SMP Negeri 2 Kalijambe

Dari Membaca ke Menulis
Oleh Johan Wahyudi
Saya adalah guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa
Tengah, sejak 2004. Pada tahun pelajaran 2015/2016 saat ini, saya menjadi wali kelas IX-B dan
Kepala Perpustakaan selain memiliki tugas utama sebagai guru dengan 25 jam pelajaran per
minggu. Dengan kondisi itu, tentu saya tak bisa melepaskan diri dari kebiasaan membaca agar
dapat memberikan wawasan baru kepada para siswa.
Sekolah kami sudah menerapkan pembiasaan membaca sejak tiga tahun lalu. Pembiasaan
membaca itu dilakukan setiap hari Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu pukul 07.15 - 07.30 WIB.
Sebelum dilaksanakan pembiasaan membaca, siswa menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya dan menyimak kuliah tujuh menit (kultum) yang disiarkan secara serentak.
Saat membaca buku, siswa harus menyusun rangkuman dalam buku Pembiasaan Membaca.
Rangkuman kemudian diserahkan kepada petugas piket. Selanjutnya, buku Pembiasaan
Membaca itu disimpan di kelas masing-masing. Begitulah pembiasaan membaca yang berlaku di
kelas selama ini.
Sebagai guru bahasa Indonesia, saya berusaha menggali potensi kemampuan menulis siswa.
Saya ingin mengembangkan potensi mereka agar mampu meningkatkan kemampuan menulis
sesuai dengan jenis tulisan yang disukainya. Rasa penasaran itu muncul karena saya pernah
membaca rangkuman siswa yang kualitas tulisannya cukup baik.
Untuk merealisasikan ide itu, saya mempelajari materi pelajaran yang berkaitan dengan
membaca dan menulis dalam buku teks. Saya ingin menyinkronkan gagasan di atas dengan

tujuan pembelajaran. Akhirnya, saya menemukan beberapa kompetensi dasar yang berkaitan
dengan membaca dan menulis seperti puisi, cerita pendek, berita, dan resensi.
Saya sampaikan ide itu kepada siswa di kelas. Saya jelaskan kepada mereka bahwa hendaknya
hasil membaca tidak hanya menjadi pengetahuan dan hiburan. Agar pengetahuan dan hiburan itu
makin bermanfaat, sebaiknya keduanya ditulis meskipun berbentuk media yang paling sederhana
sekalipun.
“Kalian perlu tahu bahwa tulisan itu sarat manfaat. Selain kalian bisa terkenal, tulisan itu dapat
pula mendatangkan rezeki melimpah. Cobalah kalian baca riwayat Andrea Hirata, Anwar Fuadi,
atau Dewi Lestari. Ketiganya kini menjadi novelis ternama Indonesia. Namun, kalian perlu ingat
bahwa keterkenalan mereka juga berawal dari belajar menulis sesuatu yang sederhana,” jelas
saya di hadapan mereka.

1

Usai mendengar penjelasan itu, mereka menyambutnya dengan sangat antusias. Mereka langsung
ingin menulis semua pengalaman dalam beragam bentuk. Mereka lalu bersepakat bahwa tulisan
itu akan dipajang di majalah dinding Kelas IX-B. Mereka pun menyepakati nama majalah
dinding itu adalah Inspirasi.
Melihat antusiasme tersebut, saya kemudian mengajak mereka membuat perpustakaan kelas. Ya,
kelas IX-B harus memiliki perpustakaan kelas agar tidak ada lagi siswa yang beralasan lupa tidak

membawa buku. Saya minta mereka membeli buku bacaan nonteks pelajaran sesuai dengan
kemampuannya. Lalu, buku itu ditaruh di rak yang tersedia di belakang kelas.
Begitulah pembiasaan membaca buku nonteks pelajaran di kelas IX-B dengan gaya baru. Setiap
hari melakukan kegiatan membaca, para siswa merasakan manfaat keberadaan perpustakaan
kelas. Tidak ada lagi siswa yang lupa membawa buku dan tiada pula yang tidak membuat
rangkuman.
Di sela-sela kesibukan, saya menyempatkan diri membaca rangkuman mereka. Ternyata mereka
menyukai beragam genre bacaan. Ada yang gemar membaca buku pengetahuan, buku kumpulan
puisi, buku kumpulan cerita pendek, novel, dan buku agama. Rata-rata buku itu tidak terlalu
tebal dan berukuran sedang.
Pada akhir bulan, saya mengajak mereka belajar menulis. Mereka boleh meniru cerita yang
pernah dibaca asalkan mencantumkan sumbernya. Karena jumlah siswa 22 orang, saya membagi
mereka menjadi empat kelompok berdasarkan nomor absen. Nomor 1-5 menulis berita aktual, 610 menulis cerita, 11-16 menulis puisi, dan 17-22 membuat gambar-gambar lucu. Selain menulis
sesuai tugasnya, mereka boleh membuat tulisan jenis lain.
Pada hari berikutnya, tulisan-tulisan itu dikumpulkan. Lalu, dibentuklah susunan redaksi.
Terpilih siswi bernama Ajeng sebagai Pemimpin Redaksi Mading Inspirasi. Selanjutnya, siswa
mulai membuat majalah dinding berbahan styrofoam. Ada yang memilih-milih naskah, membuat
gambar lucu, membuat master majalah dinding, memotong pita, dan lain-lain.
Tahap pemasanganpun dimulai. Tim redaksi mulai menempelkan naskah dan gambar terpilih
dibantu beberapa teman. Jika ada bagian yang kekurangan gambar, teman yang lain langsung

mencarikan atau membuatkannya. Benar-benar suasana gotong-royong penuh kekompakan. Tak
disangka, majalah dinding itu rampung dan tersaji di belakang kelas IX-B. Wow, sangat
keren…!
Setiap Sabtu pekan II dan IV, SMP Negeri 2 Kalijambe mengadakan pentas seni dan lomba
kreativitas siswa. Pada pekan II Februari 2016, digelar lomba tersebut. Untuk lomba pentas seni,
siswa kelas IX-B menampilkan pentas peragaan penampilan pahlawan nasional. Sepuluh siswa
2

IX-B yang terdiri atas lima siswi dan lima siswa berpenampilan ala pahlawan nasional, seperti
Pangeran Diponegoro, Cik Di Tiro, Pattimura, Soekarno, dan Mohammad Hatta. Lima siswi
menampilkan Ibu Fatmawati, Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien, dan R.M. Said. Semua
penampilan dan karakter pahlawan itu dipelajari sebelumnya dari buku-buku umum berbau
sejarah.
Untuk Lomba Kreativitas Siswa, siswa kelas IX-B menampilkan Majalah Dinding Inspirasi. Tim
redaksi menyuguhkan tema ‘Sekolah boleh di kampung, tetapi otak tak boleh kampungan’. Tema
itu dipilih karena bulan Februari adalah bulan kelahiran atau berdirinya SMP Negeri 2
Kalijambe. Redaksional dan gambar ditata dengan sangat menarik.
Pada minggu pertama Maret 2016, pemenang lomba pentas seni dan kreativitas siswa
diumumkan. Sungguh semua siswa dan saya selaku wali kelas tak menyangka jika pemeranan
karakter pahlawan nasional dan Majalah Dinding Inspirasi ditetapkan sebagai juara 1 untuk

lomba pentas seni dan kreativitas siswa. Wali kelas dan ketua kelas dipanggil ke tengah lapangan
upacara untuk menerima hadiah piala dan kado. Sebuah pengalaman literasi yang takkan
mungkin bisa terlupakan…!

Johan Wahyudi. Guru SMP Negeri 2 Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa
Tengah. Lahir di Sragen, 4 Agustus 1972.
Facebook: https://www.facebook.com/johan.wahyudi.182.
Blog: www.kompasiana.com/johanmenulisbuku

3

Foto-foto Kegiatan:

4