Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Tenaga Listrik
Sistem tenaga listrik merupakan kumpulan peralatan listrik yang saling
terhubung membentuk suatu sistem yang digunakan untuk membangkitkan tenaga
listrik pada pusat pembangkit tenaga listrik dan menyalurkan tenaga listrik
melalui suatu jaringan transmisi dan jaringan distribusi hingga sampai ke
pelanggan. Gambar 2.1 merupakan gambar segaris suatu sistem tenaga listrik
yang terdiri dari pusat pembangkit, transmisi, dan distribusi [4].
Pusat
Pembangkit

Transmisi

Distribusi

Gardu Induk
Step Up

Gardu Induk
Step Down


Beban

Gambar 2.1 One Line Diagram Sistem Tenaga Listrik

Suatu pembangkit tenaga listrik ditempatkan pada lokasi tertentu
berdasarkan sumber daya alam yang digunakan. Jenis pembangkit tenaga listrik
yang digunakan adalah seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas
(PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dan Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi (PLTP). Setelah tenaga listrik dibangkitkan kemudian tenaga
listrik disalurkan ke transformator step up. Hal ini disebabkan karena lokasi
pelanggan tenaga listrik yang tersebar luas dan jauh dari pusat pembangkit tenaga
listrik.
5

Pada transformator step-up, tegangan yang dibangkitkan oleh pembangkit
listrik dinaikkan menjadi tegangan tinggi sesuai dengan Sistem kelistrikan di
Indonesia menggunakan standart tegangan tinggi di antara 150kV, 275kV dan
500kV. Tenaga listrik ini kemudian disalurkan ke gardu induk sebagai pusat

beban melalui saluran transmisi. Setelah sampai di gardu induk, tegangan tinggi
pada saluran transmisi kemudian diturunkan menggunakan transformator step
down pada gardu induk menjadi tegangan menengah sebesar 20 kV.

Tegangan menengah 20 kV disalurkan melalui jaringan distribusi primer
hingga transformator distribusi. Pada transformator distribusi, tegangan menengah
20 kV diturunkan menjadi tegangan rendah 380/220 V. Tegangan rendah ini
kemudian disalurkan melalui jaringan distribusi sekunder hingga sampai ke
pelanggan.
Jaringan Distribusi
Jaringan distribusi merupakan salah satu bagian dari suatu sistem tenaga
listrik yang terletak paling dekat dengan pelanggan. Jaringan distribusi berfungsi
untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk ke pelanggan. Permasalahan
utama pada jaringan distribusi adalah banyaknya gangguan yang sering terjadi.
Intensitas gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi lebih banyak dari pada
gangguan di sistem tenaga listrik yang lain [4].
Permasalahan yang terjadi pada jaringan distribusi dapat mengakibatkan
terganggunya kontinuitas pelayanan tenaga listrik dari gardu induk ke pelanggan.
Tingkat kontinuitas pelayanan tenaga listrik setiap jaringan distribusi berbedabeda tergantung jenis jaringan distribusi yang diterapkan.


6

Berdasarkan bentuk jaringan, jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis [5]:
1. Sistem radial terbuka
2. Sistem radial paralel
3. Sistem rangkaian tertutup
4. Sistem network
5. Sistem interkoneksi
Studi Aliran Daya
Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis
sistem tenaga. Studi aliran daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan
biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di
masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya
adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing – masing bus,
serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap line.
Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam
keadaan seimbang. Besaran – besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran
daya adalah besar tegangan | |, sudut fasa �, daya aktif P , dan daya reaktif Q.
2.3.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya

Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besar tegangan,
sudut fasa dan rugi – rugi pada jaringan dalam kondisi tunak dan dengan beban
seimbang.
Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya
reaktif, besar tegangan, dan sudut fasa tegangan. Supaya Persamaan aliran daya
7

dapat dihitung, dua dari empat variabel diatas harus diketahui untuk setiap bus,
sedangkan variabel yang lainnya dihitung. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik
dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu [6] :
1.

Bus beban
Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga

listrik / generator, dan terhubung secara langsung dengan beban (konsumen).
Bus beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur
adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam
satuan Watt (W), sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan
Volt Ampere Reaktif (VAR). Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif

terhubung dengan nilai cos phi (cos φ).
2.

Bus generator
Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut

demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Pada bus ini
terhubung dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya.
Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula
(prime mover ), sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan
mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif (P) dan tegangan
(V) yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus.
3.

Bus referensi
Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus

generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki
kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh
bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut fasa yang


8

bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam
perhitungan.
Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka.
Dimana kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah
angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari
pembagian tipe dan kode bus, dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik.
Tipe bus

Kode Bus

Nilai yang
diketahui

Nilai yang
dihitung


Bus beban

3

P, Q

V, δ

Bus generator

2

P, V

Q, δ

Bus referensi

1


V, δ

P, Q

2.3.2 Persamaan aliran daya
Sistem tenaga listrik tidak hanya terdiri dari 2 bus, melainkan terdiri dari
beberapa bus yang akan diinterkoneksikan satu sama lain. Daya listrik yang
diinjeksikan oleh generator kepada salah satu bus, bukan hanya dapat diserap oleh
beban bus tersebut, melainkan juga dapat diserap oleh beban di bus yang lain.
Kelebihan daya pada bus akan dikirimkan melalui saluran transmisi ke bus-bus
lain yang kekurangan daya.
Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan
pada Gambar 2.2.

9

Gambar 2.2 Diagram Satu Garis dari N-Bus dalam Suatu Sistem Tenaga
Arus pada bus I dapat ditulis:

=


=

+

+

+



+ …+

+





Kemudian, kita definisikan:

=



+

+



+ …+

+ …+

= −



− …−






= −




= −



Dalam bentuk matriks admitansi dapat dinyatakan menjadi:

10







(2.1)

=[

















]

(2.2)

Sehingga Ii pada Persamaan (2.1) dapat ditulis menjadi:
=

+

Atau dapat ditulis:

+
=

Persamaan daya pada bus I adalah:
− �

=



; dimana



+ …+

+ ∑�=

� �

� �

�≠

(2.3)

(2.4)

adalah conjugate pada bus i
=



(2.5)

�∗

Dengan melakukan substitusi Persamaan (2.5) ke Persamaan (2.4) maka
diperoleh:


�∗

=

+ ∑��=

�≠

� �

(2.6)

Dari Persamaan (2.6) terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak
linier dan harus diselesaikan dengan metode numerik iteratif.
2.3.3 Metode Newton-Raphson
Kecepatan relatif dari bermacam-macam metode analisis aliran beban
sukar dipastikan. Salah satu metoda untuk menghitung aliran daya adalah metode
Newton-Raphson. Metode ini memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga

yang lebih besar dan tidak linier. Metode ini juga memiliki keuntungan dalam hal
konvergensi yang jauh lebih cepat dan persamaan aluran daya yang dirumuskan

11

dalam bentuk polar. Dimana penurunan rumus nya dapat dilihat sebagai berikut
[4] :
Pada suatu bus dimana besarnya tegangan dan daya reaktif yang tidak
diketahui, nilai real dan imajiner tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan
menghitung nilai daya reaktif terlebih dahulu. Dari Persamaan (2.5) diperoleh:


+ ∑��=

=

�∗

�≠

Dimana i = n, sehingga diperoleh:
− �



=



= − �{

∑��=

∑��=

� �

(2.7)

� �

(2.8)

� �}

(2.9)

Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan
aliran kita menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar.
Jika kita pilih bentuk polar dan kita uraikan Persamaan (2.7) ke dalam unsur real
dan imajiner maka didapatkan:
= | | ∠�




Sehingga didapatkan:
− �

= | � | ∠��
=|

= ∑��= |

= ∑��= |

= − ∑��= |



�|



�|

∠� �



�|

∠� � + �� − �

cos � � + �� − �

�|

sin � � + �� − �

(2.9)
(2.10)
(2.11)

Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11) merupakan langkah awal
perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran
menggunakan proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama menggunakan nilai k = 0

12

merupakan nilai perkiraan awal yang diterapkan sebelum dimulai perhitungan
aliran daya.
Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan (2.10) dan Persamaan

nilai ∆

dan ∆

. Hasil ini digunakan untuk menghitung

dan

(2.11) akan diperoleh nilai

menggunakan persamaan berikut:
=









=

(2.12)





(2.13)

Hasil perhitungan Persamaan (2.12) dan Persamaan (2.13) digunakan
untuk membentuk matriks Jacobian. Persamaan matriks Jacobian disusun sebagai
berikut:







[∆



��

:



:



� �
��

=
]

:



��

:

� �
[ ��


:


:




���

:

� �
���


���



:

���



�|� |

:

� �
�|� |



�|� |

:

� �
�|� |


:


:




�|�� |

� �
�|�� |


∆�
:
∆�

:

�|� |

:

∆|

∆|

� � [
�|�� | ]



:



|

(2.14)

|]

Secara umum Persamaan (2.14) dapat disederhanakan ke dalam bentuk:
[




]=[

][

∆�
∆| |

]

(2.15)

Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan
(2.10) dan Persamaan (2.11) dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada
iterasi pertama. Dimana dalam menentukan matriks Jacobian adalah sebagai
berikut:
Jumlah baris dan kolom matriks dibuat berdasarkan dengan [(2n-2-m) x
(2n-2-m)] dan jumlah baris dan kolom J1 dibuat berdasarkan [(n-1) x (n-1)],

13

jumlah baris dan kolom J2 dibuat berdasarkan [(n-1) x (n-1-m)], jumlah baris dan
kolom J3 dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1)], lalu jumlah baris dan kolom J4
dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1-m)].
Komponen diagonal dan off diagonal dari J1 adalah :


��


��

= ∑��≠ |
= −|


�|



�|

cos � � + �� − �

cos � � + �� − �

(2.16)
j≠1

(2.17)

Komponen diagonal dan off diagonal dari J2 adalah :


��


��

= |

= −|

cos � + ∑��≠ |
�|

| cos � � + �� − �

cos � � + �� − �

j≠1

(2.18)
(2.19)

Komponen diagonal dan off diagonal dari J3 adalah :


��



��


= ∑�≠
|

= −|


�|



�|

cos � � − �� + �

cos � � − �� + �

(2.20)
j≠1

(2.21)

Komponen diagonal dan off diagonal dari J4 adalah :


��


��

=− |
= −|

sin � − ∑��≠ |

�|

| sin � � + �� + �

sin � � + �� − �

j≠1

(2.22)
(2.23)

Setelah mendapatkan nilai matriks Jacobian selanjutnya dilakukan
perhitungan pada nilai ∆�

dan ∆| |

dengan cara melakukan inverse matriks

Jacobian, sehingga diperoleh bentuk sebagai berikut:

[

∆�
∆| |

]=[

]



[




14

]

(2.24)

dan ∆| |

Setelah nilai ∆�

didapat, kita dapat menghitung nilai

tersebut untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai ∆�
∆| |

dan

, sehingga diperoleh persamaan berikut:


| |

+
+

=�

+ ∆�

=| |

(2.25)

+ ∆| |

(2.26)

Hasil perhitungan Persamaan (2.25) dan Persamaan (2.26) digunakan lagi
dalam proses iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai hasil ke dalam
Matriks (2.14) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan
secara terus menerus sampai diperoleh nilai yang konvergen.
Secara ringkas, metode penyelesaian aliran daya menggunakan metode
Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tentukan nilai-nilai

dan

yang mengalir ke dalam sistem

pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan (V)
dan sudut fasanya (δ) untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang
ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya
2. Hitung � pada setiap rel

3. Hitung nilai-nilai untuk Jacobian dengan menggunakan nilai-nilai
perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan
dalam persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan
persamaan diferensial Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11)
4. Inverse matriks Jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan ∆� dan
∆| | pada setiap rel

5. Hitung nilai yang baru dari | | dan � dengan menambahkan nilai ∆�
dan ∆| | pada setiap rel

15

6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses tersebut dengan menggunakan
nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan oleh nilai hasil
terakhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks
ketepatan yang dipilih.
2.3.4 Contoh perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson
Contoh :
Dilakukan perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson
seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dimisalkan sebuah jaringan distribusi seperti
digambarkan pada Gambar 2.3 mempunyai satu slack bus, satu bus generator dan
satu bus beban.

Gambar 2.3 Single Line Diagram Sistem Distribusi dengan Tiga Bus
Didapatkan nilai matriks Y dari jaringan distribusi tersebut sebagai
berikut:

16



= −









[

]

= [−


−�
+�
+�



+�
±�
− +�




+�
+�
−�

]

Dengan menggunakan Persamaan (2.9), didapatkan:
= | || ||

| cos �

|

||

| cos �

|

||

| sin �

|

||

| cos �

= −| || ||
= | || ||

−� +�

| sin �

| cos �

+ | | | | cos �

−� +�

−� +�

−� +�

− | | | | sin �

+ | | | | cos �

−� +�

−� +�

+



+

Setelah didapatkan nilai P2 dan nilai Q2, dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan nilai ∆

dan ∆

(2.13) sebagai berikut:

sesuai Persamaan (2.12) dan Persamaan



=







��



=







��

Dimana matriks jacobian dibentuk dengan persamaan :

= | || ||
��

| sin �

−� +�


= −| | | ||
��

+ | | | ||
| sin �
17

| sin �

−� +�

−� +� |

� 2
��2

= | ||

| cos �


= | || ||
��

� 2
��2

| cos �


= −| | | | |
��

| sin �

−� +�

| sin �



+| || ||

−� +�

= −| | |

| cos �

| cos �

| cos �

| sin �










=

=

=

| cos �

−� +�

=-




| sin �

| sin �







| sin �

−� +� |

−� +� |

−� +�

= − − � . pu

= -4 - (-1,14) = -2,86
= -2,5-(-2,28) = -0,22
= 2 – 0,5616 = 1,4384

Lalu masukan semua nilai pada element matriks Jacobian.

18

+

−� +�

= 2 pu

=


− | ||
+

−� +�

−� +�

+| || ||

−� +�


= −| | | | |
��

= −| ||
| ||

+ | ||

| cos �

| ||


= | || ||
��

−� +�



− ,
[ ,
− ,

]=[

,
,
,

,
,
,

,
,
,

∆�
] [ ∆� ]


Dimana, hasil perhitungan dari atas akan didapatkan :
∆� = − ,
∆� = ,



=− ,

Lalu hasil selisih di atas ditambahkan dengan nilai awal
� = 0 + (-0,045263) = 0,045263
� =

=

+ − ,

= ,

+ − ,

= ,

Lalu nilai yang didapatkan di atas, dimasukan lagi ke dalam matriks
jacobian untuk dilakukan perhitungan pada interasi ke 2, lalu dilanjutkan sampai
nilai menjadi konvergen. Lalu nilai ahkir yang akan didapatkan adalah sebagai
berikut :
� = 0,047058 + (-0,0000038) = 0,04706

� = ,

= ,

+ − ,

= ,

+ − ,

= ,

Lalu nilai di atas dimasukan ke dalam Persamaan 2.9 untuk mencari
besar daya aktif dan daya reaktif pada bus 3 dan bus 1

19

= −| || ||

−|

= | || ||

| sin �
||

| cos �

+|

= −| || ||

−|

||

| sin �
||

−� +�

| sin �

−� +�
| cos �

− | | | | sin �

+ | | | | cos �

−� +�

− | | | | sin �

| sin �

−� +�

−� +�

−� +�

Maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut
= 1,4085 pu
= 2,1842 pu
= 1,4617 pu
Hasil perhitungan tersebut masih belum akurat sepenuhnya dan
dibutuhkan iterasi lanjutan untuk menghasilkan data yang konvergen. Perhitungan
iterasi yang terlalu banyak menjadi alasan digunakan simulasi menggunakan
program komputer dalam melihat aliran daya pada suatu sistem kelistrikan.
Distributed generation
2.4.1 Defenisi Distributed generation
Terdapat berbagai pengertian tentang Distributed generation. beberapa hal
tentang pengertian DG adalah sebagai berikut [7] :
1) Electric Power Research Institute mengartikan bahwa DG adalah
sebuah pembangkit yang beroperasi hanya sampai 50 MW saja.

20

2) Preston and Rastler mengartikan bahwa DG adalah pembangkit yang
berskala dari beberapa KW hingga 100 MW.
3) Cardell mengartikan bahwa DG adalah pembangkit berskala 500 kW
dan 1 MW.
Akan tetapi umumnya, pengertian Distributed generation adalah sebuah
pembangkit yang teletak di daerah sistem distribusi ataupun pada daerah dekat
beban [7].
DG memiliki rating berdasarkan definisi yang diperoleh berdasarkan
literatur. Rating maksimum yang dapat dikoneksikan pada sebuah sistem
distribusi tergantung pada beban dari sistem distribusi tersebut. Meskipun tidak
ada ketentuan yang pasti untuk menentukan klasifikasi tingkat dari DG, namun
berdasarkan besar daya yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi DG
atas [7] :
1) Micro

: ~1 Watt sampai dengan < 5 kW

2) Small

: 5 kW sampai dengan < 5 MW

3) Medium : 5 MW sampai dengan 50 MW
4) Large
2.4.2

: 50 MW sampai dengan ~ 300 MW

Teknologi dari DG
DG dapat dibedakan berdasarkan energi utama yang digunakan, yaitu

[9][10]:
A. Internal Combustion Engines (ICE)
ICE merupakan salah satu teknologi yang umum digunakan untuk DG.
ICE merupakan contoh DG dengan biaya modal rendah dan ukuran yang besar,

21

dari beberapa kW hingga MW. ICE juga memiliki efisiensi dan keandalan operasi
yang tinggi. Karakteristik ini dikombinasikan dengan kemampuan mesin untuk
memulai kerja yang cepat selama terjadi pemadaman. Hal ini membuat ICE
menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat atau menjadi cadangan daya listrik.
Kelemahan utama dari ICE adalah:
1) Biaya perawatan (maintenance) dan bahan bakar yang tinggi (tertinggi
di antara teknologi DG lain)
2) Emisi NOX yang tinggi (tertinggi di antara teknologi DG lain)
3) Tingkat kebisingan yang tinggi

B. Turbin Gas
Turbin gas dengan segala ukuran dewasa ini telah luas digunakan. Turbin
gas ukuran kecil 1-20 MW umum digunakan dalam aplikasi Combined Heat and
Power (CHP). Turbin gas kecil ini khususnya sangat berguna ketika dibutuhkan

uap dengan temperatur yang tinggi. Biaya perawatan dan emisi yang dihasilkan
oleh turbin gas sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ICE. Tetapi tingkat
kebisingan untuk turbin gas masih tergolong tinggi.
C. Combined Cycle Gas Turbines (CCGT)
Pada CCGT, campuran udara pembuangan sisa bahan bakar bertukar
energi dengan air di boiler untuk menghasilkan uap air yang digunakan untuk
menggerakkan turbin uap. Pergerakan turbin uap bertujuan untuk mengubah
energi gerak tersebut menjadi tambahan energi listrik pada generator. Kemudian,
aliran uap dari turbin mengalami kondensasi dan kembali ke boiler .

22

Teknologi CCGT menjadi cukup populer dikarenakan efisiensi yang
tinggi. Namun, instalasi turbin gas di bawah 10 MW umumnya bukan merupakan
combined-cycle.

D. Microturbines
Microturbines menghasilkan daya ac dengan frekuensi tinggi. Sebuah

inverter daya digunakan untuk mengubah frekuensi ini ke dalam kisaran frekuensi
yang dapat digunakan. Unit individu dari microturbines berkisar dari 30-200 kW.
Tetapi beberapa microturbines dapat digabungkan menjadi beberapa unit
(multiple unit). Temperatur pembakaran yang rendah membuat emisi NOX
menjadi sangat rendah. Microturbines juga menghasilkan tingkat kebisingan yang
lebih rendah dibandingkan teknologi pembangkit lain yang memiliki ukuran sama.
Kebanyakan Microturbines menggunakan gas alam. Penggunaan energi
terbarukan seperti ethanol sangat memungkinkan untuk digunakan. Kekurangan
utama dari microturbines adalah biaya bahan bakar yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan ICE.
E. Fuel Cells
Fuel cells merupakan peralatan elektrokimia yang merubah energi kimia

dari sebuah bahan bakar menjadi energi yang dapat digunakan (listrik dan panas)
tanpa pembakaran.
Fuel cells menghasilkan listrik dengan efisiensi yang tinggi hingga 40-

60% dengan tingkat emisi yang rendah dan beroperasi tanpa kebisingan yang

23

berarti. Hal ini yang menjadi keuntungan utama dari fuel cells. Tantangan utama
dalam pengembangan fuel cells adalah biaya investasi yang tinggi.
F. Solar Photovoltaic (PV)
Sistem Photovoltaic (PV) melibatkan perubahan langsung dari cahaya
matahari menjadi listrik. Penerapan dari sistem PV sangat didukung dengan
ketersediaan sinar matahari sepanjang hari, siklus kerja yang lama, perawatan
yang mudah, biaya operasi yang rendah, ramah lingkungan, serta waktu untuk
mendesain, menginstal, dan kemampuan untuk memulai kerja yang cepat.
Umumnya modul individu PV mempunyai kisaran daya dari 20 W hingga 100
kW. Beberapa penghalang untuk sistem PV yaitu biaya instalasi PV yang relatif
tinggi dibandingkan teknologi DG lain.
G. Tenaga Angin
Tenaga angin memainkan peran yang penting dalam pembangkitan listrik
dari energi terbarukan. Tantangan utama dari teknologi tenaga angin adalah
penyaluran listrik yang masih sering terputus dan keandalan jaringan. Hal ini
dikarenakan teknologi tenaga angin memanfaatkan kekuatan alam yang tidak bisa
hadir sepanjang waktu. Tantangan lain dalam pengembangan teknologi ini adalah
ketersedian pembangkit tersebut dikarenakan lokasi terbaik untuk pembangunan
teknologi ini adalah pada daerah terpencil tanpa akses ke jaringan transmisi yang
sesuai.

24

H. Small Hydropower (SHP)
Small Hydropower (SHP) umumnya digunakan untuk menunjukkan tenaga

air dengan kapasitas daya kurang dari 10 MW. Istilah lain yang sering digunakan
adalah mini hydropower dengan kapasitas di antara 100 KW dan 1 MW dan micro
hydropower dengan kapasitas di atas 100 KW.

I. Solar Thermal
Sistem solar thermal menghasilkan listrik dengan mengkonsentrasikan
cahaya matahari yang datang dan kemudian memerangkap panas dari cahaya
matahari tersebut yang digunakan untuk menaikkan temperatur cairan ke derajat
temperatur yang sangat tinggi untuk menghasilkan uap air dan menghasilkan
listrik.
Pengembangan konsentrasi cahaya matahari sekarang memungkinkan
pembangkitan daya listrik dari beberapa kilowatt hingga ratusan megawatt.
J. Panas Bumi
Energi panas bumi tersedia sebagai panas yang diemisikan dari dalam
bumi, biasanya dalam bentuk air panas atau uap. Pembangkit listrik tenaga panas
bumi membutuhkan biaya modal yang tinggi tetapi dengan biaya operasi yang
rendah. Teknologi panas bumi ini juga ramah lingkungan tanpa ada emisi CO2
selama beroperasi.

25

2.4.3 Dampak dari pemasangan DG pada jaringan
Terpasangnya DG pada jaringan menyebabkan beberapa dampak yang
perlu diperhatikan yaitu faktor perubahan arah aliran daya, rugi – rugi daya pada
saluran, dan perubahan profil tegangan pada sistem.
Jaringan konvensional merupakan jaringan dengan aliran daya satu arah.
Namun dengan adanya DG maka aliran daya tidak dapat dianggap bergerak pada
satu arah lagi. DG berada di daerah dekat beban dan di daerah sistem distribusi.
Munculnya DG menyebabkan jaringan menjadi dua arah, dimana hal ini dapat
ditunjukan pada Gambar 2.4 dan 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.4 Aliran Daya Satu Arah

26

Gambar 2.5 Aliran Daya Dua Arah

Perubahan pola aliran daya yang terjadi pada saluran mengakibatkan
perubahan nilai arus yang mengalir pada jaringan distribusi. Hal ini
mengakibatkan perubahan nilai rugi – rugi daya pada jaringan. Faktor yang
mempengaruhi nilai rugi – rugi pada jaringan adalah resistansi dari penghantar,
serta besar arus yang melalui penghantar tersebut. Bertambah besarnya daya yang
disalurkan dari sebuah sumber daya ke beban melalui sebuah penghantar
mengakibatkan penghantar tersebut akan menghantarkan arus yang lebih besar,
sehingga rugi – rugi pada penghantar pun lebih besar.

27

Gambar 2.6 Diagram Aliran Daya dengan Koneksi DG

Dari Gambar 2.6 didapatkan persamaan sebagai berikut :
S = P + jQ
I=
I=





(2.28)
+

∆U =


(2.27)

��

(2.29)







(2.30)

– �� + ��

�−

± ��

(2.31)

Dari persamaan di atas diketahui, bahwa nilai drop tegangan berubah,
semakin bertambah atau berkurang, tergantung jika DG menyerap daya reaktif
atau memberi daya reaktif. Jika DG menyerap daya reaktif terlalu besar, maka
drop tegangan pada sistem semakin bertambah. oleh karena itu, rugi-rugi dapat
semakin bertambah bukannya berkurang.
Jika DG diletakan di tempat yang tepat dengan besar yang tepat,
penambahan DG pun tidak lagi menambah rugi-rugi, melainkan mengurangi rugirugi dari sistem. Perubahan pola aliran daya akibat interkoneksi DG pada jaringan
distribusi dapat berdampak bertambahnya nilai rugi – rugi atau berkurangnya
rugi-rugi pada jaringan.
28

Bertambahnya daya yang mengalir pada jaringan akan

menyebabkan

naiknya tegangan pada saluran. Maka dari itu dibutuhkan juga pengaturan
tegangan yang tepat sehingga beban – beban dapat terlayani dengan baik [8].

2.4.4 Dampak kapasitas DG pada jaringan distribusi
Dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh koneksi dari DG,
maka diperlukanlah penentuan besar optimal yang dapat dipasang pada tiap tiap
bus serta diperlukannya juga penentuan lokasi terbaik dalam pemasangan DG.
Naiknya tegangan yang disebabkan oleh DG dikarenakan ukuran DG yang
terlalu besar dan beban yang terlalu rendah yang berada di sekitar DG [10]. Oleh
karena itu, jika DG yang digunakan memiliki kapasitas daya yang besar, maka
agar tidak terjadi naiknya tegangan DG yang hendaknya diletakan di daerah
berbeban besar juga. DG yang dapat membangkitkan daya reaktif sendiri, seperti
diesel, ketika DG mensuplai daya yang besar, DG harus dioperasikan dalam
keadaan menyerap daya reaktif karena ketika DG menyerap daya reaktif yang
besar, maka kelebihan tegangan pada sistem dapat diatasi [9][10]. Jika DG tidak
dapat membangkitkan daya reaktif sendiri, seperti solar cell, maka DG harusnya
dioperasikan pada keadaan unity power factor , sampai tegangan pada DG
mencapai tegangan maksimum, dan jika daya yang diperlukan lebih banyak lagi,
maka diperlukannya pengatur tegangan untuk menyesuaikan tegangan pada
tegangan yang diizinkan [9][10].

29

2.4.5 Dampak lokasi penempatan DG pada jaringan distribusi
Dampak DG pada rugi-rugi jaringan ialah diakibatkan oleh lokasi dari DG,
penyulangnya dan parameter bebannya. Intinya, DG diletakan di sekitar beban
yang besar, untuk mengurangi rugi rugi jaringan akibat arus yang besar yang
mengalir di penghantar. Aliran daya berubah dimana DG akan ditempatkan,
perubahan aliran daya ini, menyebabkan arah aliran gerak arus pun berubah.
Perubahan arah gerak arus ini, menyebabkan rugi-rugi pun menjadi berubah. Oleh
karena itu, pengaruh dari peletakan dari DG ini mempengaruhi rugi-rugi dari
sistem [10]. melalui Gambar 2.7 berikut ini akan dijelaskan bagaimana dengan
perbedaan lokasi penempatan DG akan mempengaruhi rugi-rugi dari sistem.

Gambar 2.7 Perbandingan Aliran Daya Saat DG Dikoneksikan di Bus
yang Berbeda

Dari gambar terdapat dua keadaan, dimana pada keadaan pertama switch
satu tutup dan saklar dua buka dan keadaan kedua yaitu saklar satu buka dan
switch dua yang tutup. Terdapat dua rugi-rugi yang berbeda pada dua keadaan
tersebut, dimana hal tersebut ditunjukan dalam persamaan umum di bawah ini :
Rugi-rugi =

(2.32)

Dimana pada keadaan 1 :

30

=

=

+

+

(2.33)



(2.34)

Rugi-rugi =

+

Rugi-rugi =

+

Pada keadaan 2 :

+



)

(2.35)

(2.36)

Melalui Persamaan 2.35 dan 2.36 dilihat bahwa pada kondisi ke 2 nilai
rugi-rugi pada jaringan lebih kecil dari rugi-rugi pada kondisi pertama. Dapat kita
lihat bahwa penempatan DG juga mempengaruhi bagaimana kondisi rugi-rugi
pada jaringan.
Fuzzy Logic
Fuzzy Logic merupakan sebuah metodologi pemecahan masalah yang

berbasis akuisisi data. Dalam logika klasik, umumnya nilai keanggotaan bernilai 0
dan 1, akan tetapi dalam logika Fuzzy ini nilai keanggotaan berada di antara 0 dan
satu. Maksudnya dalam logika Fuzzy, dalam suatu keadaan bisa memiliki nilai
benar dan salah, namun besar nilainya tergantung kepada nilai keanggotaan yang
dimilikinya [11].

INPUT

FUZZYFIKASI

Mesin
Inteferensi

Defuzzyfikasi

OUTPUT

Gambar 2.8 Struktur Sistem Inteferensi Sistem (FIS)
Gambar 2.8 merupakan keterangan bagaimana cara kerja Fuzzy
Interference System dalam mengakusisi data. Keterangan gambar di atas:

31

-

Fuzzyfikasi

: Mengubah input system menjadi variable

linguistik
-

Mesin Inteferensi : Proses mengubah input fuzzy menjadi output
fuzzy berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan

-

Defuzzyfikasi

: Mengubah output fuzzy dari mesin inteferensi

menjadi nilai tegas
Tugas ahkir ini menggunakan logika Fuzzy untuk menentukan lokasi yang
paling tepat dari DG, dengan membandingkan profil tegangan pada bus dan besar
total rugi-rugi jaringan. Dimana Fuzzy Interference System (FIS) ini berisi
beberapa aturan yang digunakan untuk menentukan penempatan pada tiap bus
pada sistem distribusi. Penempatan DG dilakukan pada bus yang memiliki nilai
indeks yang paling tinggi. Pada sistem Fuzzy ini terdapat 2 input dan 1
output.dimana inputnya merupakan nilai profil tegangan dan nilai rugi-rugi
dayanya sedangkan outputnya merupakan tempat DG yang paling tepat.
Untuk lebih mempermudah memahami bagaimana fungsi dari fuzzy logic
ini bekerja, maka contoh di bawah ini dapat diperhatikan :
Diketahui:
Besar tegangan maksimum ialah 21kV dan besar tegangan minimum ialah 18 kV.
Besar rugi-rugi minimum dan maksimum adalah sebesar 500kVA dan 2000kVA.
Lalu nilai kesesuaian DG minimum ialah 0 dan 1
Dimana Rulenya adalah sebagai berikut :
[R1] : IF Tegangan Minimum And Rugi-rugi Maksimum THEN Kesesuaian DG
Minimum
32

[R2] : IF Tegangan Maksimum And Rugi-rugi Minimum THEN Kesesuaian DG
Maksimum
Pertanyaan :
Berapa tingkat kesesuaian DG jika besar tegangan 19 kV dan besar nilai rugi-rugi
1000 kVA ?
Penyelesaian :
Untuk menyelesaikan masalah tersebut perhatikan variabel yang digunakan dalam
proses Fuzzifikasi yang harus lakukan.
Input : 1. Tegangan [18 21]
{ Minimum Maksimum }
2. Rugi-rugi [500 2000]
{ Minimum Maksimum }
Output

: Tingkat Kesesuaian DG [0 1]
{ Minimum Maksimum }

Proses Implikasi [R1]
IF

Tegangan

Minimum

And

Rugi-rugi

Kesesuaiann DG Minimum.
alpha_predikat1 = min (µ minimum [15],µ Banyak [1000])
= min (0.33 ; 0.33)
= 0,33

33

Maksimum

THEN

Proses Implikasi [R2]
IF

Tegangan

Maksimum

And

Rugi-rugi

Minimum

THEN

Kesesuaian DG Maksimum.
alpha_predikat1 = min (µ Maksimum [15],µ Minimum [1000])
= min (0.67 ; 0.67)
= 0,67
Lalu berdasarkan nilai di atas dicari batas integral untuk perhitungan
integral.
(Z – 0)/1 = 0.33

 z= 0.33

(Z - 0 )/1 = 0.67

 z= 0.67

Melalui batas diatas didapatkan µ :
µ =[

.

.

≤ .
≤ .



]

Nilai di atas dimasukan ke dalam persamaan :

   x x d x
b

COG 

A

   x d x

a

b

A

a

Dengan demikian, Nilai Kesesuaian DG untuk besar tegangan 15kV dan
besar rugi-rugi 1000kVA adalah sebesar : 0.387

34

Dokumen yang terkait

Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

0 4 140

Studi Aliran Daya Pada Jaringan Distribusi 20 KV Yang Terinterkoneksi Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM.6 GI Pematang Siantar)

3 65 110

Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

1 1 10

Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

0 1 1

Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

0 0 4

Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

0 2 2

Optimasi Penentuan Daya Dan Peletakan Distributed Generation Pada Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm6 Pematang Siantar)

0 0 65

Studi Aliran Daya Pada Jaringan Distribusi 20 KV Yang Terinterkoneksi Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM.6 GI Pematang Siantar)

0 1 12

Studi Aliran Daya Pada Jaringan Distribusi 20 KV Yang Terinterkoneksi Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM.6 GI Pematang Siantar)

0 0 1

Studi Aliran Daya Pada Jaringan Distribusi 20 KV Yang Terinterkoneksi Dengan Distributed Generation (Studi Kasus: Penyulang PM.6 GI Pematang Siantar)

0 0 3