Dampak Stigma Negatif dan Diskriminasi Masyarakat terhadap ODHA di Medan Plus, Tanjung Sari, Medan

Bab ini membahas tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisisnya.
BAB VI

: PENUTUP
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil
penelitiaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Dampak

Universitas Sumatera Utara

Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
benturan,

pengaruh


yang

mendatangkan

akibat

baik

positif

maupun

negatif.Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh
adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab
akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.
Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau
akibat.Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang biasanya mempunyai
dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga
bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal.

Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak
yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.
Adapun dampak memberikan pengaruh berupa:
1.

Dampak positif, yaitu dampak yang berpengaruh positif.

2.

Dampak negatif, yaitu dampak yang berpengaruh negatif.

3.

Dampak langsung, yaitu dampak yang dirasakan langsung dan berkaitan
dengan dampak positif.

4.

Dampak tidak langsung, yaitu dampak tidak langsung yang dirasakan
dengan adanya suatu pengaruh.


2.2.

Stigma dan Diskriminasi ODHA

2.2.1. Stigma

Universitas Sumatera Utara

Stigma berasal dari bahasa Inggris yang artinya noda atau cacat, sering
juga disebut sebagai pandangan yang negatif.Stigma juga berarti pencemaran,
perusakan yang memberikan pengaruh yang buruk pada penerimaan sosial
seorang individu.Dalam prakteknya, stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi
yaitu tindakan tidak mengakui atau tidak mengupayakan pemenuhan hak-hak
dasar individu dan kelompok sebagaimana layaknya manusia yang bermartabat.
Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka
dianggap sebagai “musuh”, “penyakit”, “elemen masyarakat yang memalukan”,
atau “mereka yang tidak taat terhadap norma masyarakat dan agama yang
berlaku”. Implikasi dari stigma dan diskriminasi bukan hanya pada diri orang atau
kelompok tertentutetapi juga pada keluarga dan pihak-pihak yang terkait dengan

kehidupan mereka.
Sangat memprihatinkan ketika ODHA diasingkan dari keluarga, teman,
atau bahkan warga di lingkungan tempat tinggalnya.Ia seakan menjadi momok
yang menakutkan, seakan membawa sebuah penyakit kutukan. Musibah bagi
ODHA dibutuhkan dukungan moril dari keluarga, sahabat, dan orang-orang
terdekatnya dalam menghadapi masa-masa sulit saat terkena musibah tersebut.
ODHA membutuhkan lingkungan yang penuh empati dan kepedulian
terhadap penderitaan yang dialaminya.Manusia di lingkungannya harus mampu
memotivasinya untuk bangkit dari segala keterpurukan bukan untuk dihakimi
dengan vonis dan stigma yang buruk bagi mereka.Hukuman sosial bagi penderita
HIV/AIDS umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit
mematikan

lainnya.Kadang-kadang

hukuman

sosial

tersebut


juga

turut

Universitas Sumatera Utara

ditimpahkan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan yang terlibat dalam
merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Menurut Herek and Capitanio (1999) stigma ODHA lebih jauh dapat
dibagi menjadi tiga kategori:
1.

Stigma Instrumental ODHA yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas
hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular

2.

Stigma


Simbolis

ODHA

yaitu

penggunaan

HIV/AIDS

untuk

mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup tertentu
yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
3.

Stigma Kesopanan ODHA yaitu hukuman sosial atas orang yang
berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
Stigma ODHA sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama


yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan
penggunaan narkoba melalui suntikan.Di banyak negara maju, terdapat hubungan
antara AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas yang berkorelasi dengan
tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti
homoseksual.Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS
dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk apabila hubungan terjadi
antara pasangan yang belum terinfeksi.Faktor-faktor yang menyebabkan
munculnya stigma terhadap ODHA, yaitu:

a.

HIV/AIDS penyakit yang mematikan.

Universitas Sumatera Utara

b.

HIV/AIDS adalah penyakit karena melanggar susila, kotor, tidak
bertanggungjawab.


c.

Kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara penularan HIV.

2.2.2. Diskriminasi
UNAIDS mendefinisikan stigma terkait HIV sebagai ciri negatif yang
diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan
tidak adil terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan
terhadap sesama warga negara. Diskriminasi terhadap ODHA maupun OHIDHA,
seperti :
1.

Oleh masyarakat
Masyarakat banyak meminta ODHA untuk dikarantina ke shelter khusus

pengidap HIV/AIDS padahal tanpa media dan cara yang ada di atas HIV/AIDS
tidak akan tertular. Sebagian masyarakat melakukan diskriminasi karena:
a.


Kurang informasi yang benar bagaimana cara penularan HIV/AIDS. Halhal apa saja yang dapat menularkan dan apa yang tidak menularkan.

b.

Tidak percaya pada informasi yang ada sehingga ketakutan mereka
terhadap HIV/AIDS berlebihan.

2.

Oleh penyedia layanan kesehatan
Masih ada penyedia layanan kesehatan yang tidak mau memberikan

pelayanan kepada penderita HIV/AIDS.Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka
terhadap penyakit ini dan juga kepercayaan yang mereka miliki. Yang harus
dilakukan oleh ODHA

Universitas Sumatera Utara

a.


Mendekatkan diri pada Tuhan

b.

Menjaga kesehatan fisik

c.

Tetap bersikap/berpikir positif

d.

Tetap mengaktualisasikan dirinya

e.

Menghindari penyalahgunaan NAPZA

f.


Menghindari seks bebas yang tidak aman

g.

Berusaha mendapatkan terapi HIV/AIDS.

2.2.3. Kerangka Kerja Konseptual Stigma dan Diskriminasi serta Kerentanan
Salah satu kendala dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS adalah stigma
dan diskriminasi terhadap ODHA.Herek dan Capitiano mengatakan bahwa
timbulnya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA disebabkan oleh faktor risiko
penyakit

ini

terkait

dengan

perilaku

seksual

yang

menyimpang

dan

penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya atau narkoba.Stigma dan
diskriminasi tidak saja dilakukan oleh masyarakat awam yang tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang HIV/AIDS tetapi dapat juga dilakukan oleh
kesehatan.
Stigma dan diskriminasi dalam kaitan dengan HIV/AIDS sebenarnya tidak
ditujukan kepada jenis kelamin melainkan kepada penyakitnya yang amat ditakuti.
Masalah akan timbul dalam situasi ketidak-setaraan gender. Perempuan yang
termarginalkan dan berada dalam posisi subordinat bisa menjadi tumpuan
kesalahan, selanjutnya memperoleh label sebagai sumber penularan. Padahal yang
terjadi adalah sebaliknya: Dari sisi anatomi, fisiologi dan kedudukan sosial,
perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS daripada laki-laki.

Universitas Sumatera Utara

Stigma dan diskriminasi saling menguatkan satu sama lain dan beroperasi
dalam suatu siklus yang dinamis. Tanda atau label sebagai ODHA dapat
menyebabkan stigma. Stigma dapat menyebabkan diskriminasi yang selanjutnya
dapat mengakibatkan :
1.

Isolasi

2.

Hilangnya pendapatan atau mata pencaharian

3.

Penyangkalan atau pembatasan akses pada layanan kesehatan

4.

Kekerasan fisik dan emosional
Ketakutan pada

penghakiman dan diskriminasi dari orang

lain

mempengaruhi bagaimana cara ODHA melihat diri mereka sendiri dan mengatasi
kesulitan terkait status atau perilaku berisikonya.
Bayangan/perasaan terstigma dan stigma internal sangat mempengaruhi
upaya pencegahan HIV/AIDS.Hal ini dapat mengakibatkan kerentanan dan risiko
lebih besar pada HIV/AIDS.Stigma dan diskriminasi sendiri tidak tetap dan diam,
tetapi berkembang. Oleh karena itu, penting bagi pelaksana program pencegahan
HIV/AIDS untuk memahami elemen-elemen stigma dan mengadaptasinya dalam
konteks saat ini dan konteks lokal..
Bentuk lain dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh ODHA
dengan persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Stigma dan diskriminasi yang
dihubungan dengan penyakit menimbulkan efek psikologis yang berat tentang
bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri.Hal ini bisa mendorong dalam
beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan
(Djoerban, 2000:95).

Universitas Sumatera Utara

Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan
membuat orang takut untuk mengetahui apakah terinfeksi atau tidak atau bisa pula
menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktek seksual yang
tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka.
Akhirnya, ODHA dilihat sebagai “masalah”, bukan sebagai bagian dari solusi
untuk mengatasi epidemi ini.
2.2.4. Ketakutan Akan Stigma dan Diskriminasi, Kendala Utama Penanganan
HIV/AIDS

Masyarakat masih memberikan stigma dan diskriminasi kepada penderita
HIV/AIDS.Faktor-faktor yang

menimbulkan stigma dan diskriminasi di

masyarakat adalah karena penyakit HIV/AIDS dapat mengancam jiwa serta
informasi yang kurang tepat mengenai penyakit HIV/AIDS.
Tindakan penolakan itu bisa berupa sekedar ucapan hingga berupa
penyiksaan psikologis dan fisik yang traumatis. Trauma yang diterima penderita
HIV menjadi bertumpuk-tumpuk, selain trauma karena tahu yang akan terjadi
pada tubuhnya bila menderita HIV juga trauma karena adanya stigma dan
diskriminasi yang melekat AIDS dan adanya kepercayaan dimasyarakat bahwa
penyakit ini adalah merupakan suatu “hukuman” atas perbuatan yang melanggar
moral atau tidak bertanggungjawab sehingga penderita HIV/AIDS itu “pantas”
untuk menerima perlakuan-perlakuan yang tidak selayaknya mereka dapatkan.
Adanya ketakutan, stigmatisasi dan diskriminasi menimbulkan dampak penolakan
dari masyarakat bahkan penolakan dari akses pendidikan dan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Ketakutan tidak diterima masyarakat dan ditolak dimana-mana bisa
menghambat kemauan para resiko tinggi menderita HIV dan orang yang dicurigai
menderita HIV untuk dilakukan pemeriksaan.Mereka tidak ingin tahu dan tidak
mau tahu kalau mereka menderita HIV.Padahal kemauan secara sadar untuk
mendatangi fasilitas untuk mengetes positif tidaknya orang ini sangat dibutuhkan
saat ini.Perkembangan di bidang kesehatan memberikan kemudahan pengetesan
HIV yang sebanding dengan pengetesan gula darah, dimana Rapid Test HIV dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan sedikit darah dapat dilakukan ditingkat
Puskesmas tertentu.Akan menjadi percuma dibangunnya klinik VCT di tiap
RSUD dan puskesmas berbasis reproduksi bila stigma dan diskriminasi masih saja
menghantui para resiko tinggi HIV/AIDS untuk menggunakan fasilitas ini.
Perkembangan penelitian obat-obatan antiretroviral maupun penelitian
obat-obatan peningkat sistem imun mampu mengurangi dampak buruk dari
penyakit ini. Seharusnya, penderita HIV bisa diperlakukan yang sama dengan
pengindap virus yang lain. Bukankah virus Flu Babi lebih menakutkan karena bisa
menular tanpa adanya kontak fisik sekalipun? . Fakta sudah membuktikan bahwa
disaat ini HIV/AIDS sudah menjadi penyakit yang dapat dicegah dan diterapi
maka diharapkan perubahan perilaku penolakan, stigma dan diskriminasi akan
dapat dikurangi.

2.3.

Masyarakat

2.3.1. Pengertian masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Menurut WJS Poerwodarminto, masyarakat adalah pergaulan hidup
manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan
ikatan - ikatan antara aturan yang tertentu. Defenisi masyarakat yang lain di
kemukakan oleh para ahli, seperti :
1.

Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok
manusia, yang telah lama hidup dan bekerja samasehingga mereka itu
dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas - batas tertentu.

2.

J.L Gillin J.P Gillin mengatakan bahwa masyarakat itu adalah kelompok
manusia yang terbesar mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan
persatuan yang sama.

3.

Mac Iver mengatakan bahwa masyarakat adalah satu sistem daripada cara
kerja dan prosedur, daripada otoritas dan saling bantu membantu yang
meliputi kelompok - kelompok dan pembagian - pembagian sosial lain,
sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang
kompleks yang selalu berubah itulah yang di namakan masyarakat.
Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat adalah

sekelompok manusia yang telah lama bertempat tinggal di suatu daerah tertentu
dan mempunyai aturan (undang-undang) yang mengatur tata hidup mereka untuk
menuju pada tujuan yang sama. Menurut Soekanto (1990) unsur-unsur masyarakat
mencakup :

1.

Manusia yang hidup bersama. Tidak ada ukuran yang mutlak atau angka
pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia harus ada.

Universitas Sumatera Utara

2.

Bercampur untuk waktu yang lama.

3.

Mereka sadar bahwa mereka adalah suatu satu kesatuan.
Adanya aturan yang mengatur mereka bersama untuk maju kepada satu

cita cita yang sama. (Aip Badrujaman,2008:18).
2.3.2. Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat
Manusia sejak lahir selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin
manusia itu hidup di luar masyarakat. Aristoteles mengatakan bahwa makhluk
hidup yang tidak hidup dalam masyarakat adalah ia sebagai malaikat atau seekor
hewan. Sebenarnya telah banyak penyelidikan dijalankan untuk menjawab
jawaban tentang : "Mengapa manusia itu selalu hidup bermasyarakat?" namun
tidak ada satupun yang benar-benar dapat ditegaskan, semua pendapat hanya
merupakan kira-kira dan pandangan saja.
Hal ini disebabkan karena adanya dorongan-dorongan atau hasrat yang
merupakan unsur-unsur kerohanian, unsur-unsur kejiwaan, atau faktor psikis yang
mempengaruhi hidup manusia dalam bergaul dengan manusia lainnya didalam
masyarakat.Segala tingkah laku dan perbuatan manusia adalah ditimbulkan karena
adanya hasrat-hasrat pada manusia.Dalam hidup bermasyarakat itu, bentuk dan
coraknya banyak dipengaruhi oleh perbuatan dan tingkah laku manusia dan
tingkah laku manusia itu banyak dipengaruhi oleh hasrat-hasrat yang ada pada
manusia itu sendiri.
Di samping adanya hasrat-hasrat atau dorongan instinktif pada manusia
masih terdapat faktor-faktor lain yang mendorong manusia untuk hidup
bermasyarakat. Faktor-faktor itu ialah :

Universitas Sumatera Utara

1.

Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan
keturunannya.

2.

Adanya kenyataan bahwa manusia itu adalah "serba tidak atau sebagai
makhluk lemah”. Karena itu ia selalu mendesak atau mencari kekuatan
bersama.

3.

Karena terjadinya "habit" pada tiap-tiap diri manusia. Manusia telah
merasakan betapa manisnya hidup bermasyarakat itu. Sehingga dia tidak
mau keluar lagi dari lingkungan masyarakat yang telah memberikan
bantuan yang bermanfaat baginya.

4.

Adanya kesamaan keturunan, kesamaan teritorial, kesamaan nasib,
kesamaan keyakinan/cita-cita, kesamaan kebudayaan,dll.

2.4.

Orang Dengan HIV/AIDS

2.4.1. HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan Acquired
Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel
darah putih yang bertugas menangkal infeksi.Sel darah putih tersebut terutama
limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel limfosit.Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.Orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500 sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi

Universitas Sumatera Utara

HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa
kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
Virus

HIV

diklasifikasikan

ke

dalam

golongan

lentivirus

atau

retroviridae.Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung
pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia termasuk
manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat.Virus ini terdiri dari 2
grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2.Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai
subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami
mutasi.Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan
dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.

2.4.2. AIDS
AIDS

adalah

singkatan

dari

Acquired

Immune

Deficiency

Syndrome.Acquired artinya didapat, bukan penyakit keturunan;Immuno berarti
sistem kekebalan tubuh; Deficiency artinya kekurangan; sedangkan Syndrome
adalah kumpulan gejala.
Defenisi AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus).Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia,
sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit

lain

yang berakibat

fatal.Penyebab penyakit-penyakit tersebut adalah berbagai virus, cacing, jamur,
protozoa, dan basil yang sebenarnya tidak menyebabkan gangguan berarti pada
orang yang sistem kekebalan tubuhnya normal.Selain penyakit infeksi, penderita
AIDS juga mudah terkena kanker.

Universitas Sumatera Utara

AIDS adalah penyakit yang fatal, sudah banyak penderita AIDS yang
meninggal. Sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan
AIDS, obat yang sekarang hanya bermanfaat mengurangi penderitaan,
memperbaiki kualitas hidup, dan memperpanjang lama hidup penderita AIDS.
Kasus AIDS di Indonesia sering terlambat diketahui.Artinya, ketika
ditemukan pasien yang sudah berada pada tingkat penyakit lanjut.ketika pasien
keluar masuk beberapa rumah sakit, barulah diagnosis AIDS ditegakkan.
Tampaknya hal ini disebabkan karena keterampilan dokter dalam mendiagnosa
AIDS masih kurang.Padahal infeksi HIV/AIDS ditemukan dalam tahap dini,
niscaya banyak manfaatnya untuk pasien, keluarganya, masyarakat, ataupun
dokter yang mengobatinya.
Sama seperti di negara-negara barat, infeksi Candida Albicans merupakan
penyakit

jamur yang paling sering ditemukan pada pasien AIDS di

Indonesia.Tempat infeksi yang sering adalah di murkosa mulut, tenggorokan dan
esofagus.Gejala yang ditemukan biasanya mulut kering, gangguan indera perasa
lidah, bercak-bercak putih di lidah, tenggorokan, dan gusi serta ulkus di mulut dan
kesukaran serta nyeri untuk menelan. Semua pasien AIDS yang diteliti pada
umumnya menunjukkan gejala panas lama dan lebih dari 90% kasus disertai
dengan batuk.

2.4.3. Sejarah HIV/AIDS di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

Di indonesia HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987,
terjadi pada orang berkebangsaan Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah
Sakit Sanglah, Bali. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan tahun 2011,
kasus HIV/AIDS tersebar di 368 dari 498kabupaten/kota di seluruh provinsi di
Indonesia( sekitar 73,9%) . Secara signifikan kasus HIV/AIDS terus meningkat.
Kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun
terutama dari tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup tajam.
Hal ini disebabkan semakin baiknya teknologi informasi sehingga pencatatan dan
pelaporan kasus HIV/AIDS yang terjadi di masyarakat dapat dijangkau dan
diketahui.
Kini AIDS telah menjadi wadah yang mematikan dalam sejarah.Penyakit
adalah bagian dari kehidupan namun kita harus melakukan yang terbaik untuk
mencegah penyebaran penyakit.Untuk mendidik masyarakat tentang pencegahan
penyakit yang sudah ada diharapkan agar masyarakat senantiasa menjaga
kebersihan diri.
Setiap 25 menit di Indonesia, satu orang akan terinfeksi HIV. Satu dari
lima orang yang terinfeksi berusia dibawah 25 tahun. Proyeksi Kementrian
Kesehatan Indonesia memperlihatkan, tanpa adanya percepatan program
pencegahan HIV, lebih dari 500.000 orang Indonesia akan positif terinfeksi HIV
pada tahun 2014. Papua, Jakarta, dan Bali yang berada paling depan dalam tingkat
penyebaran kasus HIV baru per 100.000 orang. Jakarta memiliki angka terbesar
untuk kasus baru pada tahun 2011 yaitu sebesar 4.012 kasus.
Menurut catatan, pada saat itu hanya ada 6 orang di Indonesia yang
didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.

Universitas Sumatera Utara

Tahun 1987 s/d desember 2001: Dari 671 pengidap AIDS di Indonesia,
280 orang diantaranya meninggal dunia.
Desember 2002: Berdasarkan data yang masuk terdapat 306 penderita
HIV/AIDS yang tersebar di Indonesia. Jumlah ini belum termasuk jumlah korban
yang tidak terdekteksi
Januari 2003 : Penderita HIV/AIDS di Bali bertambah 10 orang lagi. Total
kumulatif penderita, dari 233 orang menjadi 251 orang. Sampai saat ini belum
bisa dipastikan posisi Bali dalam hal urutan jumlah penderita HIV/AIDS dalam
skala nasional.
Juli 2003: Salah satu kasus baru yang belum banyak diketahui orang lain
adalah merebaknya HIV/AIDS di kalangan para petugas kesehatan akibat secara
tidak sengaja tersuntik jarum suntik yang biasa digunakan oleh para penderita
penyakit yang diidentifikasi dengan penyakit seksual ini. Kebanyakan yang kena
adalah para suster yang bertugas untuk menyuntikkan zat anti ciral (anti virus)
kepada para pasien penderita AIDS. Keadaan ini dikhawatirkan akan
menyebabkan ketakutan di kalangan para petugas kesehatan, terutama bagi
mereka yang ditugaskan untuk merawat ODHA.
DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia,
dibandingkan dengan Papua, Bali, Riau, Jawa Timur dan Jawa Barat. Ke enam
daerah ini memasuki concentrated level epidemic AIDS.
Penyebab tingginya kasus di enam provinsi itu adalah tidak sehatnya
perilaku seksual. Untuk itu diperlukan penanganan serius penularan AIDS, seperti
program abstinensi atau puasa seks, be faithful (setia) pada pasangan dan

Universitas Sumatera Utara

pengguna NAPZA, khususnya di DKI Jakarta. Penanganannyalewat peer group
education
Semula kasus AIDS di Indonesia berada pada low level epidemic. Sejak
2000, kasus AIDS di Indonesia meningkat menjadi concentrated level epidemic.
Tapi belum masuk tahap epidemic meluas yang diindikasikan dengan tingkat
presentase kasus AIDS pada ibu hamil mencapai di atas satu persen.
Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 40rb IRT yang terkena HIV/AIDS
karena tertular dari suami mereka.Pemicu penularan HIV/AIDS terbesar sampai
saat ini, menurut data Komisi Penanggulangan AIDS Nasional adalah hubungan
seksual berisiko bahasa halus dari zina.
Pada umumya HIV/AIDS dimasa sekarang lebih dominan menyerang
penduduk yang masih dalam usia produktif yaitu dengan rentang usia 20 hingga
29 tahun, disusul kelompok umur 30 hingga 39 tahun. Pemerintah Indonesia juga
menaruh perhatian yang besar terhadap penyebaran virus ini. Mulai tahun 1987 itu
pula kegiatan-kegiatan penanggulangan telah dilaksanakan oleh sektor terkait,
yang kemudian diikuti dengan beberapa keputusan-keputusan dan instruksi, antara
lain KEPPRES No. 36 tahun 1994 tentang pembentukan Komisi Nasional
Penanggulangan AIDS, Keputusan Menko Kesra No 8/Kep/Menko/Kesra/VI/94
dan No 9/Kep/Menko/Kesra/VI/94 yang isinya memberi instruksi untuk segera
merumuskan kebijaksanaan nasional pencegahan, pelayanan, pemantauan,
pengendalian,

dan

penyuluhan

bahaya

HIV/AIDS,

serta

Kep.MenNeg.Kependudukan/KA.BKKBN No 375/KT.401/E6/94 tanggal 10
November

1994,

tentang

pembentukan

Tim

Tehnis

Pencegahan

dan

Penanggulangan HIV/AIDS.

Universitas Sumatera Utara

Berbagai langkah operasional telah diambil, dengan langkah strategis dan
politis, yang berpuncak pada dicanangkannya Gerakan Keluarga Sejahtera Sadar
HIV/AIDS pada bulan Maret 1995 di Kalimantan Timur oleh Presiden Soeharto.
HIV/AIDS secara khusus merupakan sebuah virus yang menginfeksi seumur
hidup, pengidap HIV terlihat sehat tetapi membawa penyakit (healthy carrier),
penularan dapat melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan perinatal, serta
sejarah asal-usul infeksi yang baru sebagian masyarakat yang mengetahui. HIV
juga dapat menyerang susunan syaraf pusat, senantiasa mempunyai interaksi
dengan penyakit lainnya, sementara sasarannya terutama golongan usia produktif.
Juga berakibat fatal, belum ada obat dan vaksin, dan sulit menentukan jumlah
pengidap karena berlakunya fenomena gunung es.
Tahun 2013: Ada sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220juta penduduk
Indonesia mengidap HIV/AIDS. Perkiraan prevelensi pengecualian provinsi
Papua, dimana angka epidemic diperkirakan mencapai 2,4% dan cara penularan
utamanya melalui hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung.
Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai
5.500 jiwa.Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat
terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung
dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka dan pria yang melakukan
hubungan seksual dengan sesama pria. Sejak 30 juni 2007, 42% dari kasus AIDS
yang dilaporkan ditularkan melalui hubungan heteroseksual dan 53% melalui
penggunaan obat terlarang.
HIV/AIDS ini menjadi penyakit yang menarik perhatian karena
penularannya berhubungan dengan perubahan-perubahan fenomena sosial,

Universitas Sumatera Utara

kultural, dan ekonomi masyarakat, dan selain itu virus ini adalah penyakit infeksi
seumur hidup yang fatal berakhir dengan kematian, belum ada obat dan vaksinnya
(Desmon,2016:6).
2.4.4. Fase-fase Infeksi HIV/AIDS
Banyak orang beranggapan bahwa HIV dan AIDS itu sama, namun
kenyataannya berbeda. HIV adalah virus yang menyerang manusia sedangkan
AIDS adalah sebutan bagi tahap akhir dari infeksi HIV. Banyak orang yang
statusnya HIVtetapi dia belum terkena AIDS.
Fase-fase

perkembangan

infeksi

HIV

pada

diri

seseorang

bisa

diklasifikasikan sebagai berikut :
1.

Stadium Infeksi Primer
Pada stadium infeksi HIV primer biasanya belum ditemukan gejala

apapun, tetapi 30-60% setelah 6 minggu terinfeksi, penderita dapat mengalami
gejala-gejala

ringan, seperti influenza, demam, lelah, sakit pada otot dan

persendian, sakit pada saat menelan, dan pembengkakan pada kelenjar getah
bening. Ada juga yang menunjukkan gejala radang selaput otak, sakit kepala,
hingga terjadi kejang dan kelumpuhan saraf otak.Gejala ini biasanya sembuh
dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus.
2.

Stadium Tanpa Gejala
Stadium ini merupakan lanjutan dari infeksi primer yang dimulai sejak

terinfeksi atau setelah sembuh dari gejala infeksi primer sampai beberapa
bulan/tahun setelah infeksi.Selama bertahun-tahun juga tidak terlihat gejala
apapun, bahkan yang bersangkutan tidak mengetahui dan tidak merasa dirinya

Universitas Sumatera Utara

telah tertular HIV karena tetap merasa sehat seperti biasa.Pada stadium ini, hanya
tes darah yang dapat memastikan bahwa yang bersangkutan telah tertular HIV. Ini
yang disebut sebagai silence period (masa tenang).
3.

Stadium dengan Gejala (Ringan/Berat)
Setelah melewati masa beberapa tahun tanpa gejala, akan mulai timbul

gejala ringan pada kulit, kuku, dan mulut. Beberapa infeksi jamur, sariawan
berulang-ulang, peradangan sudut mulut atau bercak-bercak kemerahan akan
muncul di kulit. Gejala pada mulut berakibat pada penurunan nafsu makan dan
diare ringan. Berat badan pasien juga akan turun, tetapi tidak mencolok (sekitar
10% dari berat badan sebelumnya). Sering juga ada infeksi saluran nafas bagian
atas yang berulang, tetapi penderita masih bisa berinteraksi seperti biasa.
Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, gejala seperti itu akan
semakin berat. Beberapa gejala tersebut bisa timbul secara bersamaan
sekaligus.Sering terjadi infeksi paru (pneumonia) bakterial atau berupa TBC
(Tuberkolosis) yang berat. Aktivitas akan menurun karena sakit, selanjutnya pada
bulan terakhir, penderita bisa berada di tempat tidur hampir 12 jam setiap hari.

4.

Stadium AIDS

Universitas Sumatera Utara

Pada tahap ini, berat badan menurun lebih dari 10% berat badan
sebelumnya, ada pneumonia yang berat, taksoplasmosis otak, demam terusnenerus atau berulang lebih dari satu bulan, diare juga terjadi karena berbagai
sebab, misalnya jamur kriptoporidiosis, virus sitomegalo, infeksi virus herpes,
jamur kandida pada kerongkongan, jamur saluran nafas, atau infeksi jamur lain.
Di samping itu, dapat juga ditemukan kanker kelenjar getah bening atau
kanker kaposi sarkoma. Aktivitas sangat berkurang dan dalan bulan terakhir
penderita sudah berada di tempat tidur lebih dari 12 jam sehari. Pada periode ini
disebut dengan istilah masa baring.
Telah diterangkan diatas, infeksi HIV pada berbagai tahap maupun pada
masa AIDS tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Hal itu bukan berarti tidak
ada gejala yang bisa dipakai sebagai tanda seseorang mungkin terinfeksi ataupun
sudah mencapai masa AIDS. WHO telah membuat kriteria gejala sebagai yang
dapat dipakai sebagai pegangan dalam mendiagnosis AIDS.Ada yang disebut
gejala mayor danada pula gejala minor. Gejala minor atau “ringan” antara lain:
batuk kronis lebih dari 1 bulan; bercak-bercak merah dan gatal di permukaan kulit
pada beberapa bagian tubuh; Herpes Zortet yang muncul berulang-ulang; infeksi
(semacam sariawan) pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur
Candida Albicans; dan pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di
sekujur tubuh. Gejala-gejala mayor meliputi: demam yang berkepanjangan lebih
dari 3 bulan; diare kronis lebih dari 1 bulan, berulang-ulang maupun terusmenerus; dan penurunan berat badan dari 10 % dalam kurun waktu 3 bulan.
Yang penting bukan satu gejala saja yang dapat dipakai sebagai indikasi
seseorang terinfeksi HIV tetapi justru adanya berbagai gejala atau symptom

Universitas Sumatera Utara

sekaligus.Namun, bila sudah ada gejala-gejala minor dan mayor, terinfeksi atau
tidak tetap saja harus diperiksa melalui tes HIV. Dengan kata lain, bila seorang
dokter menemukan berbagai gejala mayor dan minor pada seseorang, dia
akanmenganjurkan pemeriksaan darah melalui tes HIV. Hasil tes itulah baru dapat
memberikan kepastian apakah gejala mayor dan minor tersebut disebabkan infeksi
HIV atau tidak (Syaiful,2000).

2.4.5. Upaya Pencegahan HIV/AIDS
2.4.5.1.Upaya pencegahan HIV/AIDS jangka pendek
Upaya pencegahan HIV/AIDS adalah dengan kegiatan KIE, memberikan
informasi kepada kelompok resiko tinggi, bagaimanaa pola penyebaran Virus
AIDS (HIV) sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3
pola penyebaran virus HIV berserta pencegahannya :
1.

Melalui hubungan seksual
Hubungan seksual adalah hubungan seksual dengan lain jenis (lelaki-

wanita), hubungan homoseksual (lelaki-lelaki), atau biseksual, yaitu lelaki yang
kadang-kadang berhubungan seksual dengan laki-laki dan terkadang dengan
perempuan juga. Pencegahannya yaitu :
a.

Tidak melakukan hubungan seks. Walaupun cara ini sangat efektif, namun
tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.

b.

Melakukan hubungan seksual hanya dengan mitra seksual yang setia dan
tidak terinfeksi HIV (monogen)

c.
2.

Mengurangi mitra seksual sesedikit mungkin.
Melalui darah, pencegahannya yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Diperkirakan 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang
tercemar HIV akan mengalami infeksi. Darah merupakan media yang cocok untuk
hidup virus AIDS. Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan :
a.

Tranfusi darah yang mengandung HIV

b.

Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tattoo, tidik) bekas pakai
orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.
Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah

adalah:
a.

Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah pendonor. Hal ini masih belum dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tinggi serta peralatan yang canggih.

b.

Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak ikut
melakukan donor darah

c.

Alat suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilkan secara baku setiap
kali habis dipakai.

3.

d.

Gunakan alat suntik yang disposable

e.

Membuang semua alat bekas pakai penderita HIV.
Melalui ibu yang terinfeksi HIV pada bayinya.
Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada

janinnya.Penularannya dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada
waktu persalinan dan sesudah bayi dilahirkan melalui pemberian ASI.
Efektifitas penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebesar 20-40 persen.
Artinya, dari 100 ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada 20-40 bayi yang akan tertular

Universitas Sumatera Utara

HIV. Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan
agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil (Djoerban, 2000).
2.4.5.2. Upaya pencegahan HIV/AIDS jangka panjang
Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena
hubungan seksual terutama dengan orang asing.Kasus AIDS yang menimpa orang
Indonesia adalah mereka yang pernah keluar negeri dan mengadakan hubungan
seksual dengan orang asing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap
HIV ke isterinya adalah sebesar 22% dan isteri pengidap HIV ke suaminya hanya
8%. Namun ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suamiisteri dan isteri-suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak tergantung
pada frekuensi hubungan seksual yang dilakukan suami-isteri. Mengingat masalah
seksual masih merupakan barang tabu di Indonesia karena norma-norma budaya
dan agama yang masih kuat. Sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap
penyebaran virus AIDS. Namun demikian kita tidak perlu lengah sebab negara
kita merupakan negara terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melawat Indonesia.
Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah
merajalelanya AIDS adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat dengan
kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga
masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggungjawab.Yang dimaksud
perilaku seksual bertanggungjawab adalah:
a.

Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

Universitas Sumatera Utara

b.

Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan
tidak terinfeksi HIV.

c.

Menghindari hubungan seksual dengan pria/wanita yang tunasusila

d.

Tidak hamil bila terinfeksi HIV.

2.4.6. Reaksi Emosional dan Psikososial Penderita HIV/AIDS
Penderita AIDS pria, wanita, maupun anak-anak akan meninggal karena
satu atau lebih infeksi ikutan di dalam jangka beberapa tahun saja. Sejak
munculnya gejala AIDS, rata-rata seseorang dapat bertahan sekitar satu tahun
lebih. Dibutuhkan waktu 10-15 tahun sebelum seseorang yang terinfeksi HIV
untuk menunjukkan gejala-gejala AIDS. setelah itu kemampuannya diperkirakan
dapat bertahan hanya dalam satu tahun.
Seseorang yang menderita AIDS sering mengalami masalah-masalah
psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah (akibat perilaku seks dan
penyalahgunaan obat), marah, dan timbulnya dorongan untuk bunuh diri. Orang
yang tertular HIV sering marah terhadap kalangan medis dikarenakan
ketidakberdayaan mereka untuk menemukan obat atau vaksin AIDS, mereka juga
jengkel terhadap masyarakat luas yang mendiskriminasi pengidap AIDS dan tidak
mengerahkan dana yang besar untuk menaklukkan AIDS. Banyak orang yang
bersimpati dan mendukung para penderita AIDS, akan tetapi banyak pula yang
memusuhi atau secara halus menolak mereka. Sering dijumpai perlakuan yang
berbeda-beda dalam hal perumahan dan pekerjaan.Anak-anak penderita
HIV/AIDS sering dihindari di sekolah dan ditepiskan oleh tetangga dan teman
sepermainannya.

Universitas Sumatera Utara

Sewaktu seseorang baru menyadari dirinya telah tertular HIV, mereka
mungkin akan menyangkal dan memandang enteng seriusnya persoalan yang
dihadapinya, tetapi bagi sebagaian orang lain, ketidakpastian nasib pengidap HIV
dan pontensi untuk menderita AIDS akan menimbulkan perasaan cemas dan
depresi. Orang yang tertular HIV sering dihinggapi perasaan menjelang maut, rasa
bersalah akan perilaku yang membuatnya terkena infeks, dan rasa diasingkan oleh
orang lain. Stress akan turut melemahkan sistem imun, yang sudah dilumpuhkan
oleh HIV terlebih dahulu. Banyak orang yang tertular HIV dan AIDS juga
ditinggalkan oleh teman atau kekasih mereka. Stres yang disebabkan kehilangan
ini pun akan turut melemahkan sistem imun mereka juga.
Bukan hanya masalah emosi yang harus dihadapi penderita HIV/AIDS
tetapi penderita HIV/AIDS juga harus menghadapi masalah sosial. Pada saat yang
sama mereka harus menghadapi masalah sosial akibat kesan buruk masyarakat
pada penderita AIDS dan infeksi HIV. Banyak pasien AIDS yang mengalami
penderitaan akibat diskriminasi dan prasangka buruk masyarakat. Bila penyakit
infeksinya membaik setelah pengobatan dokter dan ia merasa sehat, pasien masih
harus dibantu menentukan jalan keluar akibat tekanan batin, kesedihan, dan
kegelisahan karena menyadari bahwa ia akan jatuh sakit lagi dan bahkan mungkin
lebih gawat dari saat ini.

Tidak mudah hidup dalam ketidakpastian. Isteri, suami, pacar, keluarga
dan teman-teman penderita juga dapat mengalami tekanan batin yang berat akibat
ketidakpastian masa depan pasien dan penderitaan orang yang dicintai.

Universitas Sumatera Utara

Pendekatan

pengobatan

pasien

AIDS

harus

dilakukan

secara

holistik.Artinya, pasien tidak dianggap sebagai objek dan obat hanyalah
merupakan bagian dari pengobatan keseluruhan.Pengaturan diet, istirahat,
olahraga, dan pengobatan psikologis perlu diperhatikan secara khusus.
Berikut adalah beberapa masalah psikososial yang dihadapi oleh pasien
HIV/AIDS :
1.

Kendala Pengobatan
AIDS adalah tahap akhir dari perjalanan penyakit infeksi HIV.Mula-mula,

penderita infeksi HIV seringkali merasa sehat, tanpa keluhan, dan tanpa
gejala.Beberapa tahun kemudian gejala penyakit muncul hilang timbul, makin
lama makin berat. Pada saat itu pasien masuk dalam tahap penyakit AIDS.
Sesudah diagnosa AIDS ditegakkan, biasanya penderita meninggal sekitar
6 bulan sampai 1 tahun kemudian, bila tidak mendapat pengobatan.Atau
meninggal 2 sampai 4 tahun bagi mereka yang melakukan pengobatan.
Walaupun belum ada obat penyembuh AIDS, namun telah ditemukan
beberapa obat yang dapat menghambat perkembangan HIV.Namun demikian
beberapa masalah penting tetap belum terpecahkan.Virus HIV amat kompleks,
sehingga sukar membuat perencanaan pembuatan dan uji klinik vaksin dan obat
antivirus.

Seringkali merawat penderita AIDS dan infeksi HIV lebih sukar daripada
merawat penderita kronik karena penderita AIDS memerlukan dukungan emosi
yang khusus dan pemantauan medis yang ketat selama berobat jalan.Pantauan

Universitas Sumatera Utara

medis ini diperlukan untuk mencegah kekambuhan sehingga lama rawat di rumah
sakit dapat ditekan semaksimal mungkin.
Sayangnya, tenaga terdidik dan terlatih masih terbatas. Banyak di antara
tenaga kesehatan yang masih cemas dan ketakutan tertular AIDS. Namun pelanpelan, dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para petugas medis,
masalah ini dapat diatasi. Beban lain yang harus ditanggung oleh pasien
HIV/AIDS adalah biaya pengobatan yang amat mahal.
2.

Aspek Kerahasiaan
Keingintahuan seorang tentang cara penularan AIDS adalah sikap yang

amat positif agar dapat terhindar dari tertular HIV. Namun sebaliknya,
keingintahuan akan identitas pasien AIDS atau seseorang yang terinfeksi HIV
seringkali berakibat buruk, pasien bisa menghilang dari rumahnya.
Penderita AIDS dan infeksi HIV seharusnya dilindungi dari masalah
tersebut karena dampaknya akan buruk sekali terhadap pasien sendiri, keluarga,
dan masyarakat. Salah satu kasus yang sering dijumpai oleh penderita AIDS,
setelah teman sekantornya tahu penyakitnya, pasien yang bersangkutan langsung
mengalami depresi berat, keadaan umumnya memburuk, harus segera dirawat di
rumah sakit lagi, dan tak lama kemudian meninggal.
Keluarga pasien marah dan dongkol

tetapi tidak berani untuk protes

karena khawatir akan efek negatif protes, yaitu makin banyaknya orang yang
mengetahui "aib" tersebut. Teman sekantornya pun menjadi khawatir sudah
tertular AIDS, karena merasa pernah berjabat tangan dan ngobrol, serta makan
minum bersama penderita. Padahal kita ketahui aktivitas penderita tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

menularkan AIDS. Tapi nyatanya masih banyak masyarakat yang belum
mendapat informasi yang benar.
Jika setiap penderita AIDS atau infeksi HIV dikucilkan atau diberhentikan
dari pekerjaannya, sementara mereka sebenarnya masih mampu berkarya maka
tindakan itu bisa dinilai sebagai bentuk penyia-nyiaan yang tidak akan
menguntungkan siapapun.

2.4.7. Hak Asasi Manusia ODHA
Di dalam Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS, masalah HAM
untuk ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) telah diatur dengan baik. Namun
kenyataan di lapangan, dari data 116 yang didukung Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta
menunjukkan cukup banyak ODHA yang mendapat perlakuan yang tidak
semestinya. Ada yang dipecat dari pekerjaannya, ada yang diminta mengundurkan
diri, ada yang dikucilkan oleh keluarga, oleh masyarakat sekitarnya, ada pula yang
ditolak rumah sakit sewaktu ODHA memerlukan rawat inap. Ada juga ODHA
yang status HIV nya dibuka di media massa, lengkap dengan identitas dan
alamatnya, tanpa izin yang bersangkutan.
Perlindungan HAM bagi ODHA merupakan suatu hal yang essensial untuk
menjaga nilai-nilai kemanusiaan.Perlindungan HAM bagi ODHA juga penting
untuk mendukung program penanggulangan HIV/AIDS yang efektif.Kepentingan
kesehatan masyarakat sebetulnya tidak berlawanan dengan perlindungan HAM
untuk ODHA.Sudah terbukti bahwa bila HAM dilindungi, maka ODHA dan
keluarganya dapat hidup tenang, mempunyai harga diri, dan mampu menghadapi
masalah penyakit HIV/AIDS dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

Menurut dokumen WHO tahun 1998 mengenai petunjuk pelaksanaan
“HIV/AIDS and Human Right,” ada beberapa hal yang penting diperhatikan
menyangkut hak asasi ODHA :
1.

Hak atas perlakuan non-diskriminatif termasuk hak atas kedudukan yang
sama di depan hukum.
Undang-undang internasional mengenai HAM menjamin hak perlindungan

hukum dan kebebasan dari segala bentuk diskriminasi, baik yang berdasarkan
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, politik, tingkat sosial-ekonomi, dan
sebagainya. Tindakan diskriminatif tidak hanya keliru dan salah, tapi juga akan
menimbulkan dan mempertahankan kondisi yang memudahkan penularan
HIV/AIDS. Diskriminasi menciptakan suasana lingkungan yang menyulitkan
perubahan perilaku dan menghambat masyarakat menanggulangi masalah
HIV/AIDS.
Lapisan masyarakat yang menderita perlakuan diskriminatif sehingga
memudahkan tertular HIV/AIDS antara lain perempuan, anak-anak, masyarakat
yang miskin, suku-suku terasing, kaum migran, penderita cacat, tahanan, pekerja
seks, dan pecandu narkoba. Komisi HAM internasional menyatakan bahwa
pemerintah tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap ODHA ataupun terhadap
masyarakat yang mempunyai perilaku risiko tinggi tertular HIV.ODHA perlu
dilindungi hak-haknya di berbagai bidang, seperti di bidang lapangan kerja,
perumahan, pendidikan, layanan hukum, layanan kesehatan, sosial dan
kesejahteraan, serta di bidang asuransi.
2.

Hak atas kemerdekaan dan rasa aman

Universitas Sumatera Utara

Tak seorang pun boleh ditangkap, dipenjara, diisolasi, atau dipisahkan dari
masyarakat, hanya karena dia terinfeksi HIV atau sakit

AIDS.WHO

menganjurkan agar ODHA tetap berada ditengah-tengah masyarakat. Di penjara
pun, seorang tahanan yang terinfeksi HIV tidak boleh dipisahkan atau diisolasi
dari tahanan lain.
3.

Hak untuk menikah
Untuk menghormati hak tersebut maka penyuluhan dan konseling

seharusnya ada untuk ODHA dan pasangannya.Kita harus menghormati hak
ODHA untuk hamil dan mempunyai anak. Sewaktu perempuan HIV hamil dan ia
ingin melanjutkan kehamilannya, maka bayinya juga mempunyai hak untuk
dilahirkan

normal.

Untuk

melindungi

hak

bayi,

termasuk

untuk

menghindarkannya dari penularan HIV oleh ibunya, ODHA perempuan tersebut
perlu mendapat layanan dan pengobatan sewaktu hamil, melahirkan, maupun
sesudahnya.
4.

Hak untuk mendapat pendidikan
ODHA mempunyai hak untuk mendapat pendidikan.Pendidikan ODHA

seharusnya tidak dibatasi dan interaksi sosial di sekolah perlu dibina dengan baik
agar ODHA tidak tersingkir. Di Amerika pernah terjadi seseorang ODHA harus
berhenti dari sekolah karena protes beberapa orangtua siswa yang lainyang
ketakutan anak-anaknya tertular HIV karena satu sekolah bersama siswa dengan
HIV.

5.

HAM perempuan berstatus ODHA.

Universitas Sumatera Utara

Diskriminasi terhadap perempuan, de facto dan de jure, memudahkan
perempuan terinfeksi HIV.Subordinasi perempuan di dalam keluarga ataupun di
masyarakat merupakan faktor penting yang menyebabkan peningkatan kecepatan
infeksi HIV pada perempuan. Diskriminasi yang berlatar belakang ketimpangan
gender juga menyulitkan perempuan sewaktu menghadapi konsekuensi infeksi
HIV pada diri mereka ataupun infeksi HIV pada anggota keluarganya.
6.

HAM untuk ODHA anak.
Telah disepakati secara internasional bahwa yang disebut anak adalah

mereka yang berusia kurang dari 18 tahun, kecuali jika UU menentukan lain.
Selain hak-hak yang secara khusus dibahas pada Konvensi Hak-hak Anak,
sebagian besar hak anak adalah hak yang juga berlaku untuk orang dewasa, seperti
hak untuk hidup, mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan, perlakuan nondiskriminatif, hak berserikat, dan hak menyatakan pendapat.
7.

Hak untuk berpergian.
ODHA mempunyai kebebasan untuk berpergian dan seharusnya tidak

boleh ada peraturan untuk membatasi seseorang berpergian hanya berdasarkan
status HIV-nya, karena sama sekali tidak ada dasar ilmiahnya.
8.

Hak untuk menyatakan pendapat.
Setiap orang mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya. Dalam

kaitan dengan hal tersebut, setiap orang berhak mendapatkan dan mencari
informasi apa pun, termasuk informasi mengenai pencegahan, perawatan, dan
dukungan dalam mengatasi penyakit HIV/AIDS.

9.

Hak untuk berserikat.

Universitas Sumatera Utara

Deklarasi Universal mengenai HAM menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai kebebasan untuk berserikat secara damai.Dalam konteks HIV/AIDS,
kebebasan berserikat merupakan hal yang penting sekali untuk melaksanakan
advokasi, lobi, dan dukungan untuk ODHA.ODHA perlu mendapat perlindungan
dari perlakuan diskriminatif, baik secara langsung maupun tak langsung.
2.5.

Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan

mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
berdasarkan konteks sosialnya.Di dalamnya tercakup pula kebijakan dan
pelayanan yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti
pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan, pendidikan, rekreasi, tradisi
budaya, dsb.
Menurut

UU

No

11 tahun

2009

tentang

kesejahteraan

sosial

mendefenisikan kesejahteraan sosial sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri , sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam
mewujudkan kesejahteraan tersebut dilakukan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial pasal 5 ayat 1 yang ditujukan kepada :
a.

Perseorangan

b.

Keluarga

c.

Kelompok

d.

Masyarakat

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan:

Universitas Sumatera Utara

a.

Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan keberlangsungan hidup.

b.

Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian

c.

Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan
menangani masalah kesejahteraan sosial.

d.

Meningkatkan

kemampuan

dan

kepedulian

masyarakat

dalam

penyelenggaraan kesejahteraan sosial melembaga dan berkelanjutan.
e.

Meningkatkan kualitas managemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingkat

kehidupan, pemenuhan kebutuhan pokok, kualitan hidup, dan pembangunan
manusia.Dari defenisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kesejahteraan
sosial mencakup berbagai usaha peningkatan taraf kehidupan manusia, baik secara
fisik, mental, emosional, sosial maupun ekonomi.
2.6.

Kerangka Pemikiran
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala

dari infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
virus HIV.Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus yaitu virus
yang melemahkan kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini
akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
penyakit lainnya. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
Banyak masyarakat yang menganggap datangnya penyakit yang sangat
mematikan dan sulit diobati seperti AIDS adalah peringatan bahkan hukuman dari
Tuhan akibat dosa yang diperbuat manusia.Karenanya tidak mengherankan jika

Universitas Sumatera Utara

pada awal terjangkitnya penyakit ini ada pengingkaran yang amat kuat, tidak
hanya dari masyarakat awam tapi juga dari kalangan pemerintah dan otoritas
kesehatan kala itu. Namun belakangan, ketika yang terjangkit tidak hanya mereka
yang berperilaku “menyimpang”, tapi juga bayi-bayi yang di lahirkan oleh ibu
yang berstatus ODHA dan mereka yang menerima transfusi darah yang tercemar
HIV, pengingkaran tersebut meski lambat berubah menjadi penerimaan.
Walaupun merupakan suatu penyakit yang mematikan, bukan berarti
penyakit ini dapat ditularkan hanya dengan bersentuhan tangan, berkomunikasi,
makan-minum dan tinggal bersama. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
apa dan bagaimana itu HIV/AIDS, memunculkan suatu persepsi yang salah di
kalangan masyarakat. Dari presepsi yang salah itu timbul stigma dan diskriminasi.
Tidak ada pengecualian dalam toleransi terhadap stigma yang diberikan kepada
penderita HIV/AIDS
Masalah stigma, diskriminasi dan berbagai pandangan merupakan hal yang
serius dalam melawan HIV/AIDS.PBB bahkan menekankan agar masyarakat
internasional bekerja lebih keras mengakhir