KARTU KREDIT TANPA BUNGA KARTU KREDIT SY

KARTU KREDIT TANPA BUNGA
(KARTU KREDIT SYARI’AH)

Akuntansi Perbankan

Dosen:
Indra Siswanti., S.E., M.M.

Disusun Oleh :
Dea Nevi Utari

1511060015

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
ASIAN BANKING FINANCE AND INFORMATICS
INSTITUTE
ABFI PERBANAS
2016

KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas segala rahmat dan karunianya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan laporan tertulis
sebagai Tugas Individu Mata Kuliah Akuntansi Perbankan. Makalah ini
ditujukan kepada Ibu Indra Siswanti., S.E., M.M. selaku Dosen Mata
Kuliah Akuntansi Bank dimana makalah ini membahas berjudul.
Pada kesempatan ini saya selaku mahasiswa menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Ibu Indra Siswanti., S.E., M.M. selaku
Dosen Mata Kuliah Akuntansi Perbankan yang telah memberikan
kesempatan untuk menulis dan mengulas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
perbaikan penulis dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wa’alaikumsalam Wr. Wb
Jakarta, 8 Februari 2014


Penulis

2

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................1

BAB II

ISI
2.1 Sejarah Singkat dan Pengertian Kartu Kredit............................3

2.2 Perbedaan Kartu Kredit Konvensional dan Syari’ah ................4
2.3 Ketentuan Akad Dalam Kartu Kredit Syari’ah..........................6
2.4 Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Akad Dalam Transaksi
Syari’ah Card..........................................................................9
2.5 Peluang Dan Tantangan Kartu Kredit Syari’ah .......................11

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................13
3.2 Saran.........................................................................................14

DAFTAR PUSATAKA....................................................................16

3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1


Latar Belakang
Dunia perbankan saat ini mengalami perkembangan yang pesat
seiring dengan kemajuan teknologi digital, termasuk juga perbankan
syari’ah. Uang yang menjadi obyek utama perbankan telah mengalami
perubahan yang cukup signifikan dan bahkan lebih modern.
Seiring dengan kemajuan tersebut, alat pembayaran yang efektif dan
praktis menjadi hal yang sangat diperlukan ketika transaksi perdagangan
terjadi, orang akan berbelanja tidak perlu lagi repot-repot membawa uang
dalam jumlah yang besar, tetapi cukup dengan membawa sehelai kertas
plastik seukuran KTP yang disebut dengan Kartu Kredit ( Credit Card).
Gebrakan kartu kredit pada perbankan konvensional membuat
perbankan syari’ah ikut kreatif memproduk kartu kredit yang bercorak
syari’ah, yang dikenal dalam bahasa fiqhnya adalah “Bithaqah al-Iqrad”.
Produk Bithaqah al-Iqrad (Syari’ah Card) bagi Perbankan Syari’ah,
disamping untuk meraih pangsa pasar, juga untuk menjalankan pergerakan
keuangan sebagai wahana bagi masyarakat muslim untuk berta’awun dan
ber-iktinaz.
Memang penerbitan kartu kredit syariah ini sempat menimbulkan
pro kontra di kalangan masyarakat. Sebagian kalangan beranggapan bahwa

bank syariah tidak perlu ikut-ikutan menerbitkan produk kartu kredit,
karena bisnis kartu kredit kurang sejalan dengan prinsip syariah karena

1

akan mendorong masyarakat untuk bersifat konsumtif dan banyak dampak
negatif yang ditimbulkannya. Terlepas dari pro kontra yang muncul, yang
jelas Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa mengenai kartu
kredit syariah.
Keberadaan kartu kredit sebagai akibat perkembangan teknologi,
disamping sebagai alternatif alasan bagi pengguna uang yang lebih efektif
dan praktis, juga merupakan nilai prestise tertentu bagi pengguna jasa
tersebut.
Berdasarkan perspektif diatas, Tujuan dalam tulisan ini, untuk mengetahui
(1) Perbedaan kartu Kredit Syari’ah dengan Kartu Kredit Konvensional.
(2) Ketentuan Akad Menurut Kartu Kredit Syari’ah. (3) Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Multi Akad Dalam Transaksi syari’ah Card. (4) Peluang
dan Ancaman Kartu Kredit Syari’ah.

2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Sejarah Singkat dan Pengertian Kartu Kredit
Awal mula muncul Kartu Kredit, ketika seorang pengusaha besar di
New York Amerika Serikat tahun 1950 sedang menjamu atau bahasa
gaulnya “ mentlaktir “ teman-temanya di sebuah restoran. Ketika selesai
perjamuan, ketika tagihan datang dari pegawai restoran, pengusaha besar
itu sangat terkejut dan “grogi” ketika mengambil dompetnya tidak ada atau
tertinggal (tidak terbawa). Dalam keadaan panik pengusaha besar tersebut,
terpaksa meninggalkan semacam kartu identitas sebagai jaminan kepada
pihak Restoran.
Berdasarkan kejadian yang tidak disengaja itu, pengusaha menjadi
malu dan akhirnya terbesit sebuah ide atau gagasan yang cemerlang untuk
melakukan pembayaran dengan menggunakan alat yang sederhana
semacam kartu yang dapat menggantikan uang tunai. Akhirnya pada tahun
1950 kartu kredit mulai dipasarkan sebagai alat pembayaran dan pengganti

uang tunai.
Kartu Kredit (Credit Card) adalah kartu yang diterbitkan oleh Bank
atau lembaga lain yang mengizinkan bagi pemilik (pemegang) kartu untuk
mendapatkan kebutuhannya dengan cara pinjaman. Kartu Kredit Syari’ah
dalam bahasa Arab dikenal dengan “Bithaqah al-Iqrad”, istilah ini lebih
tepat, karena al-iqrad adalah sistem hutang pihutang yang sejak proses
persyaratan sampai pelunasan pinjaman dibangun berdasarkan syari’ah.

3

2.2

Perbedaan Kartu Kredit Konvensional dan Syari’ah
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kartu Kredit Konvensional
Dalam perbankan konvensional, komposisi Kartu kredit saat ini
biasanya terdiri dari tiga type, yaitu :
1. Generic Card, merupakan kartu kredit yang dapat digunakan
disemua merchant yang menggunakan logo visa/master.
Seperti:
a. Visa Classic dan Gold Card

b.
2.

Master Classic dan Gold Card

Co-Branded Card, merupakan kartu kredit hasil kerja sama
dengan perusahaan-perusahaan besar serta dapat digunakan
untuk transaksi di jaringan Visa/Master.Seperti :
a.

Hero Master Card

b.

Astra CMG Visa Card

3. Private Label Card. Merupakan Kartu Kredit yang hanya dapat
digunakan di toko-toko yang bersangkutan. Seperti :
a. Ramayana Card
b. Yogya Kartu Serba Bisa

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kartu kredit
konvensional adalah suatu alat pembayaran yang berlaku dalam sebuah
transaksi sebagai pengganti uang tunai dimana pemegang kartu kredit
berkewajiban membayar bunga cicilan dan denda.
2. Pengertian dan Ruang Lingkup Kartu Kredit Syariah
Berdasarkan Fatwa No.54/DSN-MUI/X/2006 Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesi (DSN MUI), yang dimaksud dengan Kartu
Kredit Syariah (Syariah Card) adalah kartu yang berfungsi seperti

4

Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah
ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah dengan ketentuanketentuan yang ada dalam fatwa ini. Penerbitan Kartu Kredit Syariah
berdasarkan kepada pertimbangan tertentu, yaitu diantaranya :
1. Seiring dengan perkembangan zaman, aktifitas dunia perbankan
syariah juga meningkat. Oleh karena itu Perbankan Syariah juga
dituntut untuk memberikan layanan kemudahan dalam
bermuamalah bagi seluruh nasabahnya, selama masih sesuai
dengan rambu-rambu syariah yang ada.
2. Melihat kondisi yang ada,dimana sistem kartu kredit yang ada

masih menggunakan prinsip bunga,yang tidak sesuai dengan
syariat islam.
3. Adanya Kartu Kredit syariah menjadi alternatif yang paling baik,
yang dapat digunakan oleh masyarakat indonesia yang mayoritas
beragama islam sebagai pengganti kartu kredit yang berbasis
bunga.
Selain pertimbangan-pertimbangan diatas, hal yang menjadi
landasan hukum tentang penerbitan Kartu Kredit Syariah yaitu:
1. Firman Allah SWT yang berbunyi :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388].
[388] Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada
Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan
sesamanya.(S.Q A;maidah : ayat 1)
Islam mengajarkan hambanya untuk selalu memenuhi janji (Akad).
Dalam Kartu Kredit terdapat beberapa akad yang benar-benar harus
dipenuhi oleh kedua pihak yaitu pihak penerbit kartu dan pemegang

5

kartu, selain itu yang menjadi landasan dalam penerbitan Kartu Kredit

Syariah yaitu :
2. …..Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya. (S.Q Al-maidah :2)
Ayat diatas merupakan salah satu poin penting yang menjadi
landasan dalam penertiban Kartu Kredit Syariah yaitu adanya prinsip
tolong menolong sesama umat muslim dari dampak riba yang ada
dalam kartu kredit syariah, demi menciptakan kemaslahatan bersama.
2.3

Ketentuan Akad Dalam Kartu Kredit Syari’ah
Mekanisme transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit
syariah sama dengan kartu kredit konvensional. Bahkan prasarana yang
digunakan untuk menjalankan transaksi kartu kredit syariah ini juga sama
dengan kartu kredit konvensional, misalnya mesin EDC, ATM, dsb. Yang
membedakan dalam kartu kredit syariah adalah akad atau perjanjian yang
digunakan.
Tentunya perjanjian atau akad yang mendasari penerbitan kartu
kredit syariah ini berbeda dengan kartu kredit konvensional. Kalau dalam
kartu kredit konvensional nasabah akan dikenakan bunga yang merupakan
sumber utama pendapatan, maka dalam kartu kredit syariah nasabah tidak
boleh dikenakan instrumen yang berupa bunga. Akad Kartu Kredit Syariah
Setidaknya terdapat 3 (tiga) jenis akad dalam kartu kredit syariah, yakni
akad kafalah, qard dan ijarah. Dalam akad kafalah, bank sebagai penerbit
kartu bertindak sebagai penjamin (kafil) bagi pemegang kartu terhadap

6

merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi
antara pemegang kartu dengan merchant, dan atau penarikan tunai selain
bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Dengan demikan dapat dikatakan
bahwa merchant bertindak sebagai pihak penerima jaminan dari bank
berdasar prinsip kafalah. Atas pemberian kafalah ini, penerbit kartu dapat
menerima fee (ujrah) dari pemegang kartu. Kemudian dalam akad qard
bank sebagai penerbit kartu bertindak selaku pemberi pinjaman (muqridh)
kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank
atau ATM bank penerbit kartu. Sedangkan akad yang lainnya adalah akad
ijarah dimana penerbit kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan
pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas akad ijarah ini, pemegang kartu
dikenakan membership fee. Semua fee yang ditetapkan pada kartu kredit
syariah harus dinyatakan jumlahnya pada saat akad aplikasi kartu secara
jelas dan nilainya tetap, kecuali untuk merchant fee. Dengan demikian
pemegang kartu kredit syariah akan dikenakan annual membership fee
atau iuran tahunan atas dasar akad ijarah dan juga akan dikenakan monthly
membership fee atau iuran bulanan atas dasar akad kafalah. Iuran bulanan
ini nilainya tetap setiap bulan dan nilainya didasarkan atas nilai plafond
kartu kredit syariah nasabah yang bersangkutan. Kalau di kartu kredit
konvensional tidak ada iuran bulanan, Namun nasabah akan dikenakan
bunga atas setiap transaksi yang dilakukan. Misalnya nasabah yang
plafondnya Rp 10 juta dalam kartu kredit syariah nasabah tersebut akan
dikenakan iuran bulanan Rp 250 ribu. Agar kartu kredit syariah ini tetap
menarik dimata pemegang kartu maka bank akan memberikan cash rebate

7

atau cash reward sesuai dengan pola transaksi yang dilakukan oleh
nasabah. Sehingga jika nasabah menggunakan kartu kredit syariah untuk
pembelanjaan, maka bank akan memberikan cash rebate atau cash reward
atas dasar pola pembelanjaan dan pembayarannya. Dengan demikian
dalam kartu kredit syariah ini tidak ada instrumen bunga. Kalau dalam
kartu kredit konvensional, nasabah akan langsung dikenakan bunga yang
nilainya 3-4% per bulan atas transaksi yang dilakukannya. Dalam kartu
kredit syariah, nasabah dapat melakukan penarikan tunai melalui ATM
dengan akad qard. Karena tidak menggunakan instrument bunga, maka
nasabah tidak akan dikenakan bunga, namun dikenakan fee atas pelayanan
dan penggunaan fasilitas ATM yang besarnya fee tidak dikaitkan dengan
jumlah penarikan. Nasabah yang menarik uang di ATM sebesar Rp 1 juta,
fee yang dikenakan dapat sama dengan yang narik Rp 500 ribu. Kalau di
kartu kredit konvensional, setiap penarikan di ATM akan dikenakan biaya
administrasi dan bunga sampai dengan 4% yang dihitung secara harian
dari jumlah yang ditarik di ATM. Perbedaan lain dengan kartu kredit
konvensional adalah perlakukan pengenaan denda bagi nasabah yang
mengalami keterlambatan dalam pembayaran kartu yang jatuh tempo dan
atau pemakaian kartu yang melampaui batas limit. Jika dalam kartu kredit
konvensional denda keterlambatan dapat diakui seluruhnya sebagai
sumber pendapatan bank, bahkan merupakan sumber pendapatan yang
cukup besar, maka dalam kartu kredit syariah jika nasabah dikenakan
denda, maka denda tersebut tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank,
namun harus diberlakukan sebagai dana sosial. Bank hanya boleh

8

mengakui biaya penagihan (ta’widh) yang nilainya sesuai dengan kerugian
riil yang terjadi akibat penagihan yang dilakukan oleh bank. Misalnya
dalam penagihan, bank menghubungi nasabah melalui telepon atau
mendatanginya, maka biaya riil yang akibat penagihan ini dapat
dibebankan kepada nasabah. Teknik dalam penagihannya pun harus
memperhatikan aspek syariah, tidak boleh sama dengan kartu kredit
konvensional. Jika dalam kartu kredit konvensional tidak ada pembatasan
dalam penggunaannya asal masih dibawah plafond limitnya, nasabah
boleh sesuka hati melakukan pembelanjaan termasuk belanja barang yang
non halal, seperti minuman keras, dsb. Maka dalam kartu kredit syariah
nasabah tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi yang tidak sesuai
syariah.
2.4

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Akad Dalam Transaksi
syari’ah Card
Permasaahan yang muncul akibat dari terjadi kombinasi akad dalam
pengunaan kartu kredit syari’ah berbenturan dengan hadits nabi saw yang
melarang dua transaksi dalam satu akad atau satu akad dalam dua
transaksi, (Hadits Riwayat Turnudzi dari Abu Hurairah). Makna satu akad
dalam dua transaksi dalam hadits tersebut masih menjadi perdebatan para
ulama fiqh.
Terlepas pro dan kontra tentang pemaknaan hadits tersebut, menurut
hemat penulis dengan mengacu pada pendapat ulama Hanabilah,
Malikiyah, dan Syafi’iyyah ketika membicarakan perpaduan akad jual beli
dengan sewa atau akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang

9

ditangan penyewa. Mereka sepakat bahwa akad sewa bisa digabungkan
dengan akad jual beli dalam satu transaksi, karena tidak ada hal yang
menafikan subtansi kedua akad sepanjang kesepakatan atau syarat tersebut
tidak bertentangan nash syara’ atau merusak kaidah syar’iyyah atau syaratsyarat tersebut menghilangkan subtansi akad.
Akibat logis dari pendapat ulama Hanabilah, Malikiyah dan
Syafi’iyyah, maka multi akad yang terjadi dalam mekanisme penggunaan
kartu kredit syariah, sepanjang syarat-syarat yang diperjanjikan dalam
akad tidak berlawanan dengan hukum Islam. Hal ini sesuai dengan hadits
Nabi Saw : “ Orang-orang muslim terikat dengan syarat-syarat mereka,
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal, atau menghalalkan yang
haram (HR. Turmudzi dari Abu Hurairah).
Kebolehan transaksi dalam kartu kredit yang didalamnya terdapat
gabungan beberapa akad, di samping mengacu pada pendapat ulama
Hanabilah, Malikiyah dan Syafi’iyyah diatas, juga didasarkan pada kaidah
fiqh (hukum Islam ) : “Tidak dapat diingkari adanya perubahan hukum
lantaran berubahnya masa”. Hukum yang ada masa lalu didasarkan pada
maslahah ketika itu, namun masa kini, maslahah telah berubah, maka
hukumpun ikut berubah. Kaidah ini hanya berlaku di bidang muamalat dan
bukan pada bidang ibadah.
Maksud kaidah hukum Islam tersebut, jika dikaitkan dengan
ketentuan hukum larangan hadits riwayat Turmudzi tentang dua transaksi
dalam satu akad, maka pemahaman hadits dimaksud menghendaki
pemahaman yang kontekstual, artinya ketentuan hukum larangan dua

10

transaksi dalam satu akad dalam hadits Turmudzi didasarkan pada kondisi
maslahah pada waktu itu, namun kondisi maslahah saat ini telah berubah,
maka hukumpun ikut menyesuaikan maslahah tersebut.
Kombinasi atau multi akad dalam penggunaan kartu kredit,
hakekatnya hanya satu akad yang terjadi yaitu akad qardh antara Bank
penerbit kartu (pihak pemberi hutang) dengan pemegang kartu (pihak yang
menerima hutang). Sedangkan akad-akad lain yang menyertai penggunaan
kartu kredit terjadi karena ada pihak-pihak lain yang pada intinya sebagai
sarana untuk memudahkan pemegang kartu memenuhi kepentingan dan
kebutuhan hidupnya.

2.5

Peluang dan Tantangan Kartu Kredit Syariah
1. Peluang
Beberapa faktor yang merupakan peluang dan pendukung prospek
Kartu Kredit adalah:
a. Keunggulan konsep Kartu Kredit dapat memenuhi peningkatan
tuntutan pengharaman bunga yang ada di kartu kredit konvensional
b. Jumlah penduduk beragama Islam lebih dari 180 juta orang
( sekitar 80 % )
c. Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk bermuamalah sesuai
syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat golongan
menengah
d. Meningkatnya kebutuhan Financial Card yang syariah karena
faktor perkembangan ekonomi umat
2. Ancaman dan Tantangan
Sedangkan faktor yang masih merupakan ancaman atau tantangan bagi
perkembangan kartu kredit syariah di Indonesia adalah:
a. Globalisasi, adanya Kartu Kredit konvensional baik yang berasal
dari dalam atau luar negeri yang memiliki fasilitas yang lebih baik

11

b. Lemahnya pengetahuan masyarakat menangani Kartu kredit
Syariah
c. Citra perbankan syariah sendiri belum familiar di mata masyarakat
d. Jenis Kartu kredit syariah yang ada sekarang belum mendukung
secara optimal untuk perkembangan Kartu kredit syariah
e. Belum ada UU dan PP yang secara khusus mengatur Kartu kredit

12

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Perbedaan kartu kredit syari’ah dengan kartu kredit konvensional.
Kartu Kredit Syari’ah dalam Pengambilan keuntungan lewat skema
unik yaitu akad ijarah, dan kafalah. Akad ijarah adalah iuran tahunan
(biaya keanggotaan). Kafalah adalah fee penjaminan transaksi dll.
Kartu Kredit Konvensional dalam Pengambilan keuntungan disamping
mendapatkan membership fee, fee ijarah, termasuk segala macam
denda keterlambatan pemegang kartu atas kewajiban bayar yang telah
jatuh tempo, juga yang tidak kalah penting adalah mengutamakan
adanya bunga berbunga yang dibebankan kepada pemegang kartu
sebesar 2-4 % perbulan terhadap nominal jumlah hutang.
2. Akad – akad muamalah yang menyertai mekanisme penggunaan kartu
kredit syari’ah adalah (a) akad Qard, ketika pemegang kartu (sebagai
muqtaridh-debitur) mengajukan permohonan kartu kredit kepada Bank
penerbit kartu(sebagai muqridh-kreditur) dan ketika pemegang kartu
melakukan penarikan tunai di ATM. (b) akad al-bai’ (jual beli), ketika
pemegang kartu melakukan transaksi berbelanja di merchant atau
ditempat lain. (c) akad kafalah, yaitu Penerbit Kartu adalah penjamin
(Kafil) bagi pemegang kartu terhadap merchant (swalayan) atas semua

13

kewajiban bayar akibat transaksi antara pemegang kartu dengan
merchant(swalayan) dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau
ATM bank penerbit kartu. (d) akad ijarah, dimana Penerbit kartu
adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap
pemegang kartu ( Pemegang kartu dikenakan membership fee).
3. Multi akad muamalah yang terjadi dalam penggunakan kartu kredit
syari’ah diperbolehkan dalam hukum Islam dan tidak termasuk
kategori larangan hadits terhadap satu akad dalam dua transaksi
dengan mendasarkan pada dalil hukum maslahah.
4. Peluang dan Ancaman Kartu Kredit Syari’ah
Peluang kartu kredit syariah tersebut diyakini akan mendorong
perkembangan industri perbankan syariah. Di samping, kartu tersebut
dapat menjadi instrumen yang memudahkan nasabah untuk
bertransaksi. Sedangkan tantangan yang dihadapi oleh Kartu Kredit
Syariah yaitu bagaimna membuka Mainstream masyarakat luas
mengenai keberadaan Kartu Kredit Syariah. Dan sejauh mana Bank
Syariah tersebut tetap konsisten dalam menjalankan mekanisme kartu
kedit syraiah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.Selain itu bisnis
kartu kredit merupakan bisnis yang bersifat retail, dimana resikonya
juga besar yaitu resiko non performing financing (NPF).
3.2

Saran
1. Sebaiknya informasi mengenai penggunaan jenis akad karena kurang
familiar di masyarakat yang memungkinkan timbulnya keraguan.

14

2. Sebaiknya pemberian limit lebih besar karena pemberian limit masih
relatif lebih kecil dibanding dengan limit pada kartu kredit
konvensional.

15

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Ibrahim Abu sulaiman, 2006, Banking Card Syari’ah Kartu
Kredit dan Debid Dalam Perspektif Fiqh, Jakarta : PT RajGrafindo Persada
Al Amien Ahmad,1998, Jual beli Kredit, Jakarta ; Gema Insani.
Arifin, 2002, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syrai’ah, Jakarta : Alvabe
Asmuni A. Rahman, 1976, Qa’idah Qa’idah Fiqih, Jakarta ; Bulan Bintang
Harun, 2008, Bisnis Waralaba Perspektif Hukum Islam Tinjauan Aspek
Yuridis Peraturan Waralaba di Indonesia, Surakarta : Tesis Pasca Sarjana Ilmu
Hukum UMS
Kasmir, 2002 , Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, hal. 320.
Muhammad Kholidin,2003, Kartu Kredit Perspektif Hukum Islam,
Surakarta : Skripsi FAI – UMS
Muhammad Syafi’i Antonio, 2002, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek,
Jakarta : Gema Insani
Turmudzi, 2002, Sunan al-Turmudzi wa huwa al-Jami’u al-Shahih , Beirut ;
Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Wahbah az-Zuhaili, 2002, al-Muamalah al-Maliyah al-Mu’ashirah,
Damaskus ; Dar al-Fikr.

16