contoh laporan praktikum BINET. docx

Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................1
Daftar Isi........................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan.......................................................................................................3
1.1

Sejarah Tes Binet.........................................................................................3

1.2

Teori Inteligennsi Binet...............................................................................4

1.3

Klasifikasi IQ..............................................................................................5

1.4

Kelebihan dan Kelemahan Teori Binet.......................................................5


BAB II Laporan Hasil Tes.............................................................................................7
2.1

Identitas Testee...........................................................................................7

2.2

Hasil Tes.....................................................................................................7

2.3

Hasil Observasi...........................................................................................8

2.4

Dinamika Psikologis...................................................................................8

BAB III Kesimpulan......................................................................................................9
Daftar Pustaka..............................................................................................................10
Lampiran


1

BAB I
Pendahuluan
1. Sejarah Tes Binet
Tahun 1905, Binet mendapat tugas dari pemerintah untuk melakukan tes
pada anak-anak untuk mengetahui keterbelakangan mental, ia kemudian berkerjasama
dengan Simon dan menyiapkan skala Binet-Simon yang pertama. Skala ini terdiri dari
30 masalah atau tes yang diatur dalam urutan tingkat kesulitan yang makin tinggi.
Tingkat kesulitan sendiri ditentukan secara empiris dengan menyelenggarakan tes
pada 50 anak normal berusia 3-11 tahun dan pada sejumlah anak keterbelakangan
mental dan orang dewasa. Tes ini ini dirancang sehingga mencakup rentang fungsifungsi yang luas, dengan penekanan khusus pada penilaian (judgement), pemahaman,
dan penalaran yang dianggap Binet sebagai komponen hakiki intelegensi.
Kemunculan skala kedua adalah pada tahun 1908, pada skala ini jumlah tes
ditingkatkan menjadi 58 soal, sejumlah tes yang tidak memuaskan pada skala
terdahulu dihapuskan, dan semua tes dikelompokkan ke dalam tingkatan umur atas
dasar kinerja dari 300 anak normal, berusia antara 3 sampai 13 tahun. Tahun 1911
merupakan tahun ketiga revisi skala ini, namun demikian dalam skala ini tidak
dilakukan perubahan yang fundamental, tapi hanya revisi kecil dan relakasi atas testes khusus. Lebih banyak tes ditambahkan pd level beberapa tahun dan skala ini

diperluas sampai pada level orang dewasa. Setelah kemunculan skala Binet-Simon
dengan tiga kali revisi, mulai dari tahun 1905,1908, dan 1911. Diantara berbagai
adaptasi dari skala ini, yang paling sering digunakan saat ini adalah skala modifikasi
Stanford-Binet. Tahun 1916, revisi pertama dilakukan oleh Terman dan koleganya.
Revisi dilakukan dengan menambah kecermatan skala secara psikometri. Dimana
Item tes disusun berdasarkan tingkat kesukaran dan tingkat umur. Dalam tes inilah
konsep IQ muncul dan digunakan untuk pertama kalinya. Revisi kali ini terdiri dari
90 Item, yang distandardisasi ulang dengan menggunakan sample 1000 anak dan 400
orang dewasa. Revisi Stanford yang kedua muncul pada tahun 1937, terdiri dari dua
bentuk yang ekuivalen, yaitu bentuk L & M terdiri dari 129 item.
Revisi ketiga, diterbitkan pada tahun 1960, menyediakan satu bentuk
tunggal (L-M) yang memuat soal-soal terbaik, dari hasil revisi ditahun 1937.
Berikutnya revisi keempat Stanford-Binet, merupakan edisi yang disusun dengan baik
dan menampilkan revisi yang paling ektensif. Dalam revisi ini, skala SB-VI
mencerminkan perkembangan yang bersifat menghalangi dalam konseptualisasi
teoritis fungsi-fungsi intelektual dan metodologi penyusunan tes. Kontinuitas dengan
edisi-edisi sebelumnya diusahakan dengan mempertahankan banyak jenis soal dari

2


bentuk-bentuk sebelumnya. Dan bahkan yang lebih penting adalah mempertahankan
prosedur tes adaptif, dimana masing-masing individu hanya mengambil soal-soal
yang kesulitannya sesuai untuk tingkat kinerja yang ia tunjukkan.
2. Teori Inteligennsi Binet (Single Factor Theory)

Alfred Binet (1857-1911) merupakan salah satu pelopor dalam pengukuran
inteligensi, seorang ahli psikologi berkebangsaan Perancis yang berpendapat bahwa
inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor
umum (g) (Azwar, 2006). Sejak tahun 1904, Binet dan Henri telah memikirkan untuk
mengembangkan metode obyektif guna menyeleksi anak-anak yang lambat mental,
karena mereka dianggap memerlukan bantuan khusus dalam proses pendidikan.
Keduanya menulis serangkaian karangan dalam L’Annee Psychologique.
Binet tidak memiliki teori inteligensi tertentu, tetapi ia bekerja di bidang tes-tes
yang menunjukkan sampel tingkah laku anak dan membedakan kemampuan dari
tingkat umur yang berbeda beda. Binet menemukan fakta bahwa pada setiap tingkat
umur beberapa anak lebih baik dari anak lainnya. Anak yang paling pandai dalam tes
disebut bright (pandai, cemerlang), sedangkan anak yang paling rendah dalam tes
disebutnya miskin. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari
karakteristik yang terus berrkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang
(Azwar, 2006).

Binet mendasarkan tesnya pada perbandingan anak tertentu dengan kelompok
umur anak tersebut. Seorang anak yang berada di atas rata-rata dalam hal inteligensi
dapat menjawab pertanyaan lebih banyak dari rata-rata anak dari kelompok umurnya.
Apabila ia dapat mengerjakan/menjawab pertanyaan sama dengan kelompok
umurnya maka ia dianggap memiliki inteligensi rata-rata. Anak yang performancenya
di bawah rata rata dari kelompok umurnya maka ia dianggap memiliki inteligensi di
bawah rata rata.
Dari paparan di atas nampak bahwa Binet menggunakan umur mental sebagai
dasar untuk menentukan tingkat berfungsinya mental seorang anak. Seorang anak
dapat memiliki umur 10 tahun, tetapi ia memiliki umur mental 11 tahun jika ia dapat
menjawab pertanyaan yang dapat dijawab oleh kelompok anak yang berumur 11
tahun.
Di Amerika, tes Binet ini telah dikembangkan oleh Lewis Terman dari Universitas
Stanford dan diberi nama Tes Stanford Binet. Tes ini dapat digunakan untuk semua

3

anak yang mempunyai latar belakang berbeda beda. Tes ini biasa disebut kemampuan
untuk memikirkan hal hal abstrak. Definisinya digunakan untuk dasar penyusunan
item item tes.

Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, merancang suatu alat evaluasi
yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas
khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes
ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak
perbaikan dari Tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks
numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental
age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford-binet. Indeks
seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh psikolog Jerman yang bernama
William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes
Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak samapai
usia 13 tahun.
3. Klasifikasi IQ
Klasifikasi IQ menurut L.M. Terman dan Maud A. Merrill adalah sebagai berikut :

IQ

Kategori

> 140


Verry superior

120-139

Superior

110-119

Rata-rata atas (high average)

90-109

Rata-rata

80-89

Rata-rata bawah (low avarage)

70-79


Borderline defective

< 69

Cacat mental (mentally devective)

4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Binet
Salah satu reaksi atas teori yang dikembangkan oleh Binet adalah bahwa aspek
yang diukur dalam tes yang berbasis teori Binet itu terlalu umum. Seorang ahli
psikologi dan psikometri, Charles Spearman mengemukakan bahwa inteligensi tidak

4

hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (General factor), tetapi juga terdiri dari
faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut teori dua faktor (Two Factor
Theory of Intelligence) yang telah dibahas pada artikel sebelumnya (Perkembangan
Teori Inteligensi (1)). Alat tes yang kemmudian dikembangkan menurut teori faktor
ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC
(Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Sejarah menuliskan bahwa Binet merupakan seorang pemancang tonggak awal
perkembangan tes-tes inteligensi modern di seluruh dunia. Binet membuat alat yang
dirancang untuk mengukur ketajaman bayanganm ketahanan, kualitas perhatian,
ingatan, kualitas penilaian moral dan estetika, serta kecakapan menemukan kesalahan
logika serta memahami kalimat-kalimat yang termasuk dalam komponen-komponen
umum berupa Arah, Adaptasi, dan Kritik dalam definisi inteligensi. Temuanya inilah
yang menjadi dasar teori yang berkembang hingga menjadi faktor ganda.
Kelebihan alat tes Binet :
a. Dibuat berdasarkan teori kecerdasan modern
b. Mengukur beragam area kecerdasan
c. Dapat diaplikasikan pada rentang usia 2 tahun keatas
d. Reliabilitas dan validitas kuat
kelemahan alat tes Binet :
a. Aspek yang diukur dalam tes yang berbasis teori Binet itu terlalu umum.
b. Tidak dapat mengukur kemampuan kreatif.
c. Hanya ada satu skor IQ untuk menunjukkan kompleksitas fungsi kognitif
d. Terlalu menekankan pada tes verbal dan memori.

5


BAB II
Laporan Hasil Test
1. Identitas Testee
Nama

: Gabriel Evan Santoso

Tanggal Lahir : Malang, 12 april 2006
Alamat

: Jln. Pacar no 2- Malang

Pendidikan

: SDK Cor Jesu Malang

2. Hasil Test
Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan, diketahui skoring tes BINET
adalah sebagai berikut :
1. Mencari CA, yaitu : 9 x 12 = 108

2. Mencari MA, yaitu : (8 x 12) + 32 = 128
Rumus mencari IQ

=
=

MA
x 100
CA
128
x 100
108

= 118.51852. dibulatkan menjadi 119
Hasil IQ yaitu 119 di klasifikan maka masuk dalam kategori Rata-rata atas.

IQ

Kategori

> 140

Verry superior

120-139

Superior

110-119

Rata-rata atas (high average)

90-109

Rata-rata

80-89

Rata-rata bawah (low avarage)

70-79

Borderline defective

< 69

Cacat mental (mentally devective)

6

3. Hasil Observasi
Saat testee memasuki ruangan, testee tersenyum. Testee berdiri dan melihat keadaan
sekitar. Testee diam dan menyimak instruksi yang diberikan. Di awal tes, testee
menjawab dengan suara kecil dan ragu-ragu. Testee melihat ke arah pintu dan melihat
tester kembali. Testee mulai mengerjakan yang di perintahkan tanpa menunda.
Berdasarkan hasil diatas, testee termasuk anak yang penurut dan tidak menunda
ketika diberikan instruksi oleh tester.
4. Dinamika Psikologi
Berdasarkan hasil pemeriksaan tes Binet, subjek memiliki kemampuan intelegensi
yang secara prestatif berada pada kategori rata-rata atas dengan IQ 119. Testee
memiliki kemampuan menangkap instruksi dengan baik sehingga testee cepat
menjawab pertanyaan yang di ajukan dan mampu menyelesaikan tugas dengan cepat
dan baik. Namun beberapa kali testee terganggu dengan suara lain yang berada di
sekitar sehingga konsentrasi Testee menjadi hilang fokus/konsentrasi yang pecah.

7

BAB III
Kesimpulan
Berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan di laboratorium psikologi masjid lantai 5
pada tanggal 22 maret 2015, yaitu nilai IQ testee ialah 119 dan masuk dalam kategori
IQ rata-rata atas. Hal ini sepadan dengan hasil observasi selama tes berlangsung,
dikarenakakn testee langsung memahami dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh
tester. Testee memiliki konsentrasi yang baik, sehingga testee dapat cepat
menyelesaikan tugas dengan baik terutama ketika diberi tugas untuk mengingat
angka-angka.

8

Daftar Pustaka
Azwar, Saifuddin, 2006. Pengantar Psikologi Inteligensi. Edisi I, Cetakan V.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Gregory, Robert J. (2010). Tes Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

9