Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Senduduk Merah (Melastoma sanguineum Sims)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Senduduk Merah (Melastoma sanguineum Sims)

Tumbuhan senduduk merah (Melastoma sanguineum Sims) adalah tanaman yang
berkhasiat, memiliki banyak manfaat.Penyebaran tanaman ini berada di daerah-daerah
tropis.Dalam bidang farmakologi, potensi dari tumbuhan ini belum banyak
dikembangkan manusia (Heim, 2015).

2.1.1 Sistematika Tumbuhan Senduduk Merah

Daun Senduduk Merah (Melastoma sanguineum Sims)
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta


Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Myrtales

Famili

: Melastomataceae

Genus

: Melastoma

Spesies

:Melastoma sanguineum Sims


Nama Lokal

: Senduduk Merah

(Herbarium Bogoriense, 2016)

2.1.2 Morfologi dan Manfaat Tumbuhan Senduduk Merah

Senduduk Merah adalah pohon kecil yang tingginya ± 3m, memiliki banyak
percabangan di batang.Cabang-cabangnya tertutup rapat oleh bulu-bulu panjang yang
berwarna merah.Permukaan atas daun licin, agak mengkilap sedangkan permukaan
bawah kasar.Daun tumbuhan ini (Hariana, 2013).

Universitas Sumatera Utara

6

Senduduk Merah banyak tumbuh di kawasan Asia tropis sampai subtropis (Holm,
1997).Setiap bagian dari tumbuhan ini memiliki beberapa manfaat, salah satunya

adalah bagian daun yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit seperti diare
dan sariawan (Hidayat, 2013).

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam
Pada hakekatnya, kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak
peradaban manusia tumbuh. Contohnya adalah pembuatan bahan makanan, pewarnaan
benda, obat-obatan atau stimulan dan sebagainya (Sastrohamidjojo, 1996).
Pada pertengahan abad ke 18, pengetahuan ini berkembang sehingga dapat
dipisahkan beberapa senyawa organik dari makhluk hidup serta hasil produksinya.
Dalam keahliannya di bidang ini seorang ahli kimia Jerman, Karl Eilhelm Scheele
(1742-1786) telah berhasil memisahkan beberapa senyawa sederhana. Biogenesis dari
produk alami, meskipun pada mulanya berkaitan dengan kimia organik dan biokimia,
menjadi berlainan karena memiliki tujuan yang berlainan. Kimia organik terutama
mempelajari tentang struktur, sifat-sifat kimia dan fisika, serta cara sintesisnya, baik
secara alami ataupun invitro dari zat-zat kimia tetapi cenderung untuk mengabaikan
sifat-sifat khusus dari bahan alam, misalnya tentang cara pembentukan dan peran
biologisnya. Biokimia, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling banyak
diajukan terutama tentang metabolism primer, dan mengabaikan proses-proses
sekunder misalnya tentang pembentukan alkaloid, terpena dan lain-lain (Manitto,
1981).

Dengan meningkatnya jenis dan tipe senyawa yang ditemukan di berbagai bahan
alam, berkembang juga sistem klasifikasi senyawa yang berasal dari bahan alam.
Ada 4 jenis klasifikasi yang digunakan (Nakanishi et al, 1974).
1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia
Klasifikasi ini adalah klasifikasi formal berdasarkan kerangka struktur molekul,
yaitu :
a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak, gulagula dan hampir semua asam amino.
b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan beberapa
alkaloid.
c. Senyawa benzenoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.
d. Senyawa heterosiklik, seperti alkaloid, flavonoid, dan basa-basa nukleat.

Universitas Sumatera Utara

7

2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi
Pengembangan bahan alam yang didahului dengan pengamatan dan pengalaman
empirik khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Oleh
karena itu, salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan atau bahan alam

lainnya adalah melalui ekstraksi dan penetapan khasiat farmakologi ekstrak yang
diikuti dengan isolasi komponen murni.
3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi
Klasifikasi ini didasarkan pada pengkajian morfologi komparatif atau taksonomi
tumbuhan.Di dalam hewan dan sebagian mikroorganisme metabolit akhir biasanya
diekskresikan ke luar tubuh, sedangkan di dalam tumbuhan, metabolit tersebut
disimpan di dalam tubuh tumbuhan.Walaupun beberapa metabolit selama ini
diketahui spesifik pada tumbuhan tertentu, tetapi sekarang telah diketahui tersebar
di dalam berbagai tumbuhan, misalnya alkaloid dan isoprenoid telah dapat diisolasi
dari berbagai genus, spesies, suku, atau ordo.Bahkan di dalam satu spesies terdapat
sejumlah komponen yang memiliki struktur dasar yang berkaitan.
Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan
sangat

pesat

karena

berkembangnya


metode

ekstraksi,

isolasi

dan

karakterisasinya.Hal ini mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang
disebut kemotaksonomi (chemotaxonomy) atau sistematik kimia (chemosystematic)
yang mengarah ke pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan.
Dengan kata lain, isi kandungan tumbuhan dianggap sebagai tanda bagi evolusi dan
klasifikasi tumbuhan.

4. Klasifikasi berdasarkan Biogenesis
Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan tanpa
perbedaan.

Namun,


istilah

biogenesis

biasanya digunakan

untuk

reaksi

pembentukan yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut telah
dibuktikan secara eksperimen, digunakan istilah biosintesis.
Sebagian besar bahkan hampir semua, senyawa kandungan kimia bahan alam
adalah senyawa organik, dan sumber utama senyawa karbon atau senyawa organik
ini adalah glukosa yang dibentuk melalui fotosintesis di dalam tumbuhan
autotropik atau diperoleh dari organisme heterotrof.

Universitas Sumatera Utara

8


Berbagai teori tentang pembentukan senyawa metabolit primer dan metabolit
sekunder telah dikemukakan di dalam berbagai publikasi. Diawali dengan teori
aturan isoprena pada tahun 1930, yang menyatakan bahwa semua terpenoid
dibentuk dari unit isoprena 5-C, dilanjutkan dengan teori poliketometilena untuk
senyawa fenolik, yang merupakan saran pertama bagi biosintesis asetogenin
(poliketida).
Komponen pembangun utama untuk atom-atom karbon dan nitrogen di dalam
semua senyawa bahan alam berasal dari 5 kelompok prekursor seperti terlihat pada
Gambar 2.1 dibawah ini :
O

a. Asetil ko-A
Malonil ko-A

unit 2C(Me-C

b. asam sikimat

unit 6C-3C (6C-1C atau 6C-2C)


c. asam mevalonat

unit prenil

)

poliketida (asetogenin)
senyawa fenolik

isoprenoid

CH2=C-CH2-CH2
Me

d. unit asam amino seperti fenilanalina, tirosina, ornitina, lisina, dan triptofan
alkaloid

e. 5-5'-deoksiadenilmetionina


unit 1C
Gambar 2.1 Kelompok Prekursor pembangun Utama semua Senyawa
BahanAlam (Wiryowidagdo, 2008).

2.3 Metabolit Sekunder
Karakteristik utama fungsi metabolit sekunder pada dasarnya tidak
diketahui.Produksi metabolit sekunder berkaitan dengan beberapa faktor luar,
seperti replikasi pertumbuhan, pembungaan, musim, suhu, habitat, panjangnya
siang hari, dan sebagainya.Sebagai contoh, daun tumbuhan oak muda mengandung
sedikit tanin namun konsentrasi naik selama musim panas dan mencapai
maksimum pada musim gugur. Pada sisi lain, konsentrasi salonin dalam daun
kentang turun selama saat pertumbuhan. Metabolit sekunder dapat didefinisikan
sebagai bahan kimia non-nutrisi yang mengontrol spesies biologi atau dengan kata
lain metabolit sekunder berperan penting dalam koeksitensi dan koevolusi spesies
(Sastrohamidjojo, 1996).

Universitas Sumatera Utara

9


2.4 Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber
dari asam sikimat (via fenilalanin) dari unit C6 yang diturunkan dari jalur
poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang
bergabung dengan unit C6-C3 sebagai KoA tioester untuk membentuk unit awal
triketida.Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan yang
terdiri atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.Unit
awal triketida mengalami siklisasi oleh enzim kalkon sintase untuk membentuk
gugus kalkon pada flavonoid.Kemudian terjadi siklus untuk menghasilkan cincin
piranon yang mengandung inti flavanon, yang dapat memiliki ikatan C2-C3
teroksidasi (tidak jenuh) untuk menghasilkan gugus flavon, atau dihidroksilasi pada
posisi C3 cincin piranon untuk menghasilkan gugus flavanol pada flavonoid.
Sistem penomoran untuk turunan senyawa flavonoid menurut Robinson, dapat
dilihat pada Gambar 2.2 berikut :

3'
4'
2'
B
8 9 1 2
O
5'
7
1' 6'
A
C
3
6
4
10
5
O
Flavon
Gambar 2.2 Sistem penomoran pada Flavonoid (Robinson, 1995)
Senyawa flavonoid sangat bermanfaat dalam makanan karena berupa senyawa
fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi penyakit yang
diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas seperti superoksida dan
hidroksil, dan flavonoid memiliki kemampuan untuk menghilangkan dan secara
efektif menyapu spesies pengoksidasi yang merusak itu. Oleh karena itu, makanan
yang kaya akan flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit (Heinrich et
al, 2009).
2.4.1Biosintesis Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai
linear yang terdiri dari tiga atom karbon.Kerangka ini dapat ditullis sebagai C6-C3-C6.
Jadi senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diarilpropana, senyawa isoflavonoida

Universitas Sumatera Utara

10

adalah senyawa 1,2 diarilpropana, sedang senyawa-senyawa neoflavonoida adalah
senyawa 1,1 diarilpropana.
Senyawa flavonoida diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber
dari asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur
poliketida.Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang
bergabung dengan unit C6-C3 (sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal
triketida.Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas
unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida (Heinrich et al, 2009).
Semua varian flavonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama
yang melalui alur sikimat dan alur asetat-malonat. Flavonoida yang pertama kali
terbentuk pada biosintesis adalah khalkon dan semua bentuk diturunkan darinya
melalui berbagai alur. Modifikasi flavonoida lebih lanjut mungkin terjadi pada
berbagai tahap dan menghasilkan: penambahan (atau pengurangan) hidroksilasi,
metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida, metilenasi gugus orto-dihidroksil,
dimerisasi (pembentukan biflavonoida), dan glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan
flavonoida O-glikosida) atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida).
Beberapa segi metabolisme yang paling menarik ialah pengendaliannya oleh
pengatur tumbuh seperti etilena, tanggapannya terhadap infeksi oleh fungus dan
kaitannya dengan metabolisme asam nukleat. Beberapa pengganti flavonoid terjadi
kecuali isoflavonoid pengganti ini sangat lambat.

Universitas Sumatera Utara

11

Jalur Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetatmalonat dan alur sikimat dapat dilat pada Gambar 2.3 berikut :

Gambar 2.3 Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetatmalonat dan alur sikimat (Markham, 1998).

Universitas Sumatera Utara

12

2.4.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan
pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida (Harborne,
1987).
Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman
struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi dari struktur dasar
flavonoid, antara lain :
1. Flavonoida O-glikosida
Pada flavonoida O-glikosida (Gambar 2.4) yang biasanya terdapat pada
flavonoid, dimana satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu
gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikolisasi
menyebabkan flavonoida menjadai kurang reatif dan lebih mudah larut dalam
air, sifat ini memungkinkan penyimpanan flavonoid di dalam vakuola sel.
Walaupun gugus hidroksil pada setiap posisi dalam inti flavonoid dapat di
glikosilasi, kenyataannya hidroksil pada tempat tertentu mempunyai peluang
yang lebih besar untuk terglikosilasi ketimbang tempat-tempat lain. Sudah
diakui bahwa dalam tumbuhan O-glikosilasi dan metilasi terjadi sebagai salah
satu tahap akhir pada biosintesis dan katalisasi oleh enzim yang sangat khas.
Ada kalanya glikosida mengalami modifikasi lebih lanjut, yaitu asilasi.
Glikosida terasilasi mempunyai satu gugus hidroksil gula yang berkaitan
dengan asam asetat atau asam ferulat.
OH
ROH2C
HO
HO

O
O

O
OH

OH

O

Gambar 2.4 Flavonoid-O-Glikosida (Markham, 1988)

Universitas Sumatera Utara

13

2. Flavonoida C-glikosida
Gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut
terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon tahan
asam jika disbanding dengan O-glikosida. Glikosida yang demikian disebut Cglikosida (Gambar 2.5). Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada
atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoida. Jenis glukosa yang pada
umumnya dan galaktosa menjadi bagiannya juga ramnosa, xilosa, dan
arabinosa. Jadi walaupun isoflavon, flavanon, dan flavonol kadang-kadang
terdapat dalam bentuk C-glikosida, sebegitu jauh hanya flavon C-glikosida
yang paling lazim ditemukan.
HO
OH
CH2OH
OH

O

HO

O

HO

OH

O

Gambar 2.5 Flavonoid-C-glikosida (Markham, 1988).
3. Flavonoida Sulfat
Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksi
fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam,
yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat, bagian bisulfat
terikat pada hidroksil fenol yang mana saja masih bebas atau pada gula.
4. Biflavonoid
Biflavonoid (Gambar 2.6) adalah flavonoid dimer, walaupun prosianidin dimer
(satuan dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini.
Flavonoid yang biasanya terlibat ada;lah flavon dan flavanon yang secara
biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ (kadang-kadang
5,7,3’,4’) dan ikatan antar flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan
eter. Monomer flavonoid yang digabungkan menjadi biflavonoid bisa sama
atau berbeda, dan letak ikatannya pun berbeda-beda.

Universitas Sumatera Utara

14

OH

O

HO

OH

O

HO
OH

O

OH

O

Gambar 2.6 Biflavonoid (Markham, 1988).
5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik
Sejumlah aglikon flavonoid (Gambar 2.7) mempunyai atom karbon asimetrik
dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya
terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah
flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan beberapa biflavonoid. Putaran
aglikon flavonoid alam berkaitan dengan stereokimia mutlak flavonoid.
O
HO
OH
H
H

OH

O

Gambar 2.7 Aglikon flavonoid yang aktif-optik (Markham, 1988).

Robinson

(1995), mengelompokkan flavonoid beradasarkan keragaman pada

rantai C3 yaitu :
1. Flavanon
Flavanon (Gambar 2.8) terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon
glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
jeruk, dua glikosida yang paling lazim adalahneringenin dan hesperitin,
terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O

O

Gambar 2.8 Flavanon

Universitas Sumatera Utara

15

2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta
reaksi warnanya. Flavon (Gambar 2.9) dianggap sebagai induk dalam
nomenklatur
kelompok
senyawa
flavonoida
O

O

Gambar 2.9 Flavon
3. Flavonol
Flavonol (Gambar 2.10)paling sering terdapat terdapat sebagai glikosida,
biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonoid yang umum yaitu kamferol,
kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiinflamasi.

O

O

Gambar 2.10 Flavonol
4. Isoflavon
Merupakan isomer flavon, jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin
(senyawa pelindung) yang terbentuk dalam tumbuhan untuk pertahanan
terhadap penyakit. Isoflavon (Gambar 2.11) sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi manapun.
O

O

Gambar 2.11 Isoflavon

Universitas Sumatera Utara

16

5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali
jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar flavanonol (Gambar
2.12) ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

O

OH
O

Gambar 2.12 Flavanonol
6. Kalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat tua dengan sinar
UV bila dikromatografi kertas.Aglikon khalkon dapat dibedakan dari
glikosidanya karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak
pada kromatografi kertas dalam pengembang air.Struktur kalkon dapat dilihat
pada gambar 2.13.

O

Gambar 2.13 Kalkon
7. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan
briofita. Auron (Gambar 2.14) memiliki panjang gelombang maksimum pada
band I 340-430 nm. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan
tampak pada kromarografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar
ultraviolet karena kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap
amonia.

Universitas Sumatera Utara

17

O
CH

O

Gambar 2.14 Auron
8. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan
berkayu.Katekin (Gambar 2.15)

dan proantosianidin adalah dua golongan

senyawa yang mempunyai banyak kesamaan dengan semua senyawa tanpa
warna.
OH
OH

HO

O

OH
OH

Gambar 2.15 Katekin

9. Antosianin
Antosianin adalah pigmen pada daun, bunga dan batang tanaman yang
memiliki banyak warna biru, lembayung, violet, dan semua yang mendekati
warna merah. Antosianin (Gambar 2.16) terdapat juga dalam bagian lain
tumbuhan tinggi kecuali fungus. Antosianin selalu terdapat dalam bentuk
glikosida. Faktor-faktor yang mempengaruhi warna dari antosianin yaitu pH,
logam dalam bentuk kompleks dan juga tanin.

+

O

OH

Gambar 2.16 Antosianin
10. Leukoantosianidin
Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin (Gambar 2.17) jarang
terdapat sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal
adalah apiferol, dan peltoginol.

Universitas Sumatera Utara

18

OH
OH

HO

O

OH
HO

OH

Gambar 2.17 Leukoantosianidin

2.4.3 Sifat Kelarutan Flavonoida
Senyawa flavonoid termasuk senyawa polar, karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil ataupun suatu gugus gula.Hal ini memungkinkan flavonoid dapat larut dalam
pelarut

polar

seperti

etanol

(EtOH),

metanol

(MeOH),

butanol,

aseton,

dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain.Flavonoid yang
berupa aglikon merupakan golongan polifenol yang memiliki sifat senyawa fenol yaitu
bersifat agak asam, Keberadaan gugus gula yang terikat pada flavonoid (glikosida)
cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah terlarut dalam air.Namun hal
sebaliknya tidak berlaku pada aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon,
dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam
pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).
2.5 Skrining Fitokimia
Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid,
meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang
biasa digunakan adalah :
1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak
sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu
akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton dan
hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat sampai
magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang lemah
sampai magenta.
2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning
pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah

Universitas Sumatera Utara

19

kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah (Cannell,
1998).
3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet
4. FeCl3 5%, menghasilkan warna kehijauan, warna biru, dan warna hitam-biru
(Robinson, 1995).

2.6Teknik Pemisahan
Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen
lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995).
2.6.1 Ekstraksi
Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin
(dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan
diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya
makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang
mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam
terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan
memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya (dan polaritasnya)
dalam ektraksi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi,
meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada
suhu kamar (Heinrich et al, 2009).
Beberapa metode ekstraksi dapat digunakan untuk mengekstrak suatu
konstituen dalam suatu bahan tanaman, yang diantaranya adalah maserasi, perkolasi,
ekstraksi sokletasi, ekstraksi pelarut bertekanan, ekstraksi dengan refluks, dan destilasi
uap.Dalam ekstraksi padat-cair, bahan tanaman ditempatkan dalam sebuah wadah, dan
dibiarkan terjadi kontak dengan pelarut. Proses yang terjadi dari seluruh proses
dinamis tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pertama pelarut
akan berdifusi ke dalam sel, kemudian pelarut akan melarutkan metabolit, dan pada

Universitas Sumatera Utara

20

proses akhir pelarut akan berdifusi keluat dari sel bersama dengan metabolit (Sarker,
2007).
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif
terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat,
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator
(Harborne, 1996).
2.6.2 Partisi
Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak
digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak.Partisi menggunakan dua pelarut tak
bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan secara
terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak bercampur yang
kepolarannya meningkat.
Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:
1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di lapisan
organik
2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi agak
polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah dan
mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan medium lain
(Heinrich et al, 2009).
2.6.3 Hidrolisa
Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah,
sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6%
sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk
membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45 menit lalu
didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari
larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter, setelah dikeringkan
dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah
diuapkan (Mabry et al, 1970). Dengan cara ini berbagai jenis glikosida dapat saling
dibedakan dan bila terjadi pemutusan gula, aglikon, gugus basil dan lain-lain dapat
dipisahkan dan diidentifikasi.

Universitas Sumatera Utara

21

2.6.4 Kromatografi
Saat ini kromatografi adalah teknik pemisahan yang paling umum dan sering
digunakan dalam bidang kimia analisis dan dimanfaatkan untuk analisis baik secara
kualitatif dan kuantitatif atau bahkan analisis preparatif. Teknik kromatografi telah
berkembang dan digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi komponenkomponen yang kompleks, baik organik maupun anorganik (Sudjadi, 2007).

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan yang pertama kali dipakai untuk
memisahkan zat-zat warna tanaman.Pemisahan dengan teknik ini dijalankan dengan
mengadakan manipulasi atas dasar perbedaan sifat-sifat fisik dari zat-zat yang
menyusun suatu campuran (Adnan, 1997).

Semua teknik kromatografi pada dasarnya menggunakan dua fasa, yaitu fasa
tetap dan fasa bergerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari kedua fasa
tersebut. Kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat dari fasa tetap, jika
berupa zat padat dikenal sebagai kromatografi serapan (absorption chromatography)
dan

jika

berupa

zat

cair

dikenal

sebagai

kromatografi

partisi

(partition

chromatography) (Sastrohamidjojo, 1985).

Proses Sorpsi
Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fasa gerak ke fasa diam, sedangkan
proses sebaliknya pemindahan solut dari fasa diam ke fasa gerak disebut desorpsi.
Keduanya terjadi secara terus-menerus selama pemisahan karena sistem kromatografi
berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara dua
fasa yang sesuai dengan perbandingan distribusinya untuk menjaga keadaan yang
setimbang. Beberapa mekanisme yang terlibat pada proses sorpsi yaitu adsorpsi,
partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.
Adsorben
Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas.
Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus
silanol bersifat sedikit asam dan polar sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.

Universitas Sumatera Utara

22

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu
mendeaktifkan permukaannya karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal ini
dapat

diatasi

dengan

memanaskan

pada

suhu

1050C,

meskipun

demikian

reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga
secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam
adsorben silika gel ini (Sudjadi, 2007).

2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Dalam kromatografi lapis tipis, fase diamnya merupakan penjerap berukuran kecil
dengan diameter partikel antara 10-30µm. Semakin kecil ukuran partikel fase diam,
maka semakin baik kinerja efisiensi dan resolusi kromatografi lapis tipis. Penjerap
yang sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi
yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Fase gerak yang dikenal sebagai
pelarut pengembangakan bergerak sepanjang fase diam akibat adanya pengaruh kapiler
pada pengembangan secara menaik (ascending) ataupun pengaruh gravitasi pada
pengembangan secara menurun (descending) (Sudjadi, 2007).

2.6.4.2Kromatografi Kolom

Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca. Pelarut sebagai fasa gerak
dibiarkan mengalir melalui kolom. Pita senyawa pelarut bergerakmelalui kolom
dengan laju berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas
kolom (Gritter, 1991).

Untuk menghasilkan data yang ada manfaatnya, kecepatan elusi harus dibuat
konstan.Kecepatan elusi tergantung dari ukuran partikel bahan isian, dimensi dari
kolomnya, viskositas cairannya dan tekanan yang dipakai untuk mengalirkan zat
pelarut (Adnan, 1997).

Universitas Sumatera Utara

23

2.6.5 Kristalisasi
Kristalisai adalah pengendapan kristal dari larutan yang terbuat dari bhan tertentu.
Selama proses pembentukan kristal, molekul akan cenderung menjadi melekat kristal
tumbuh terdiri dari jenis yang sama molekul karena cocok dalam kisi kristal untuk
molekul struktur yang sama daripada molekul yang lain. Jika proses kristalisasi
diperbolehkan untuk terjadi dalam mendekati kondisi kesetimbangan, preferensi
molekul untuk deposit pada permukaan terdiri dari molekul seperti akan menyebabkan
peningkatan dalam kemurnian bahan kristal. Sehingga proses rekristalisasi adalah salah
satu metode yang paling penting tersedia bagi ahli kimia untuk pemurnian padatan
(Pasto, 1992).
2.6.5.1 Rekristalisasi
Amorf yang diperoleh dari hasil isolasi dilarutkan kembali dengan EtOAc, diaduk
hingga semua amorf larut sempurna.Kemudian ditambahkan n – heksana secara
perlahan – lahan hingga pembentukan kembali senyawa yang lebih murni dari
sebelumnya dan jatuh di dasar wadah.Didekantasi larutan bagian atas wadah. Lalu
diuapkan sisa pelarut dari amorf hingga diperoleh kristal yang benar – benar bebas dari
pelarut (Jacobs, 1974).
2.7 Teknik Spektroskopi
Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet dengan
komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai
parameter analisis. Pada spektroskopi pembangkit sinyal adalah hasil antaraksi energi
radiasi elektromagnet dengan elektron dalam atom/molekul analit.
Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet dengan
komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna sebagai
parameter analisis. Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi radiasi
elektromagnet dengan komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya sama, uraian
teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta fenomena yang
dipakai sebagai parameter analisisnya (Satiadarma , 1995).

2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)
Penyerapan sinar ultraviolet dan tampak oleh suatu molekul organik akan
menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik pada molekul tersebut.
Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan atau orbital pasangan electron
bebas orbital anti ikatan (Supratman, 2010).

Universitas Sumatera Utara

24

Spektrofotometer UV-Vis merupakan pengukuran panjang gelombang dan
intensitas

sinar

ultraviolet

dan

cahaya

tampak

yang

diabsorbsi

oleh

sampel.Spektrofotometer UV-Vis umumnya digunakan untuk menentukan jenis
kromofor, ikatan rangkap terkonjugasi, serta menganalisis senyawa organik secara
kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Penyerapan sinar ultraviolet dan tampak oleh suatu molekul organik akan
menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik pada molekul tersebut, dan
karenanya sering dinamakan spektrometri elektronik. Panjang gelombang serapan
merupakan ukuran perbedaan tingkatan-tingkatan energi transisi elektronik dari orbital
tersebut.
Ciri spektrum khas spektrumialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam
dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum
kalkon, auron, dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. Ciri
ini nisbi tak berubah bahkan juga bila pola oksigenasi berubah, sekalipun rentang
maksimal serapan pada jenis flavonoid yang berlainan tumpang tindih sebagai
keragaman pola oksigenasi.
Petunjuk mengenai rentang maksima utama yang diperkirakan untuk setiap jenis
flavonoid yang disajikan pada tabel 2.1 (Markam,1988) dibawah :

Tabel 2.1 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida

No

Pita II (nm)

Pita I (nm)

Jenis Flavonoida

1

250-280

310-350

Flavon

2

250-280

330-360

Flavonol (3-OH tersubstitusi)

3

250-280

350-385

Flavonol (3-OH bebas)

4

245-274

310-330 bahu

Isoflavon

5

275-295

300-330 bahu

Flavanon dan dihidroflavonol

6

230-270

340-390

Khalkon

380-430

Auron

465-560

Antosianidin dan antosianin

(kekuatan rendah)
7

230-270
(kekuatan rendah)

8

270-280

Universitas Sumatera Utara

25

Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita
II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas
tercermin pada serapan pita I.

2.7.2Spektroskopi Inframerah(FT-IR)
Spektrofotometer inframerah umumnya digunakan untuk menentukan gugus fungsi
senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan
membandingkan daerah sidik jarinya.

Pengukuran spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya tengah (midinfrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5 – 50µm atau bilangan gelombang 4000 –
200 cm-1. Sehingga energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi
atau getaran pada molekul. Setiap jenis ikatan kimia dan gugus fungsi memiliki pita
absorbsi inframerah yang khas dan spesifik.
Karakteristik frekuensi vibrasi IR dipengaruhi oleh perubahan yang sangat kecil
pada molekul sehingga sulit untuk menentukan struktur yang hanya berdasarkan pada
data IR saja. Spektrum IR berguna untuk mengidentifikasi suatu senyawa dengan
membandingkannya dengan spektrum senyawa standar terutama pada daerah sidik
jari. Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan untuk menentukan gugus
fungsi (Dachriyanus, 2004).

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi molekul.
Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul, antara lain:
1. Streching (vibrasi regang/ulur)

: vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi

perpanjangan atau pemendekan ikatan.
2. Bending (vibrasi lentur/tekuk)

: vibrasi yang disebabkan oleh sudut

ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.

Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu
panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330 cm1

, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang ikatan O-

H itu. Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada

Universitas Sumatera Utara

26

panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang
berlainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).
2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Spektrometer resonansi magnetik inti (Nuclear Magnetic Resonance), yang disingkat
sebagai NMR, merupakan instrumen yang sangat penting untuk memperoleh informasi
senyawa kimia, juga dapat menyelesaikan dan memecahkan masalah atau informasi
yang sebelumnya sulit untuk diperoleh.
NMR mempunyai peranan penting dalam ilmu kimia, disebabkan oleh dua
faktor. Pertama, penerapan NMR yang terbaru dimana hasil peningkatan selama
beberapa tahun terakhir. Kedua, spektrometer NMR merupakan instrumen yang
tersedia di pasaran berkembang terus, dan memenuhi standar sensitivitas, fleksibilitas,
efisiensi, kecanggihan komputasi, dan harga yang sesuai dipasaran (Jenie, 2014).

Pada tahap ini akan ditunjukkan jumlah atom hidrogen yang berhubungan
dengan gugus tertentu (integrasi) dan bagaimana gugus tersebut terlindungi (shielded)
atau tidak terlindungi. Ada perlindungan atau tidak terjadi akibat adanya gugus
menarik elektron atau menarik elektron (Supratman, 2010).

Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan
memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS
atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi
yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan
yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada
kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton
yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis
perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah
masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada
peak tersebut (Pavia, 1979).

Universitas Sumatera Utara