PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN LAHAN BASAH BUATAN MENGGUNAKAN RUMPUT PAYUNG (CYPERUS ALTERNIOFOLIUS).

SKRIPSI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN
LAHAN BASAH BUATAN MENGGUNAKAN RUMPUT
PAYUNG (CYPERUS ALTERNIOFOLIUS)

Oleh :

DEVIANASARI ANGGRAINI
(07502010018)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah – Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas skripsi ini dengan judul
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN LAHAN BASAH
BUATAN

MENGGUNAKAN

RUMPUT

PAYUNG

(CYPERUS

ALTERNIFOLIUS). Tugas ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, UPN “ Veteran “ Jawa Timur untuk mendapatkan gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, penyusun telah banyak memperoleh bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Naniek Ratni, JAR., Mkes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan

Perencanaan UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Dr. Ir. Munawar Ali, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
UPN “Veteran” Jawa Timur .
3. Dr. Ir. Rudi Laksmono W., MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah
membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas ini dapat selesai
dengan baik.
4. Ir. Putu Wesen, MS, selaku Dosen Penguji.
5. Ir. Yayok Suryo P., MS, selaku Dosen Penguji
6. Ir. Novirina H., MT , selaku Dosen Penguji

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ii

7. Kedua orang tua dan keluarga besar saya yang telah memberikan
semangat, membantu material, doa, serta support yang tidak pernah habis
buat saya.
8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2007 yang secara

langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya
tugas ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu.
Apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas skripsi ini,
saran dan kritik yang membangun akan saya terima. Akhir kata penyusun ucapkan
terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam laporan ini
terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya,

November 2011

Penyusun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………iii
DAFTAR TABEL

…………………………………………………………iv

DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK

…………………………………………………v

…………………………………………………………………vi

ABSTRACT ………………………………………………………………….vii
I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

…………………………………………………1


I.2 Rumusan Masalah …………………………………………………2
I.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………3
I.3 Manfaat Penelitian …………………………………………………3
I.4 Ruang Lingkup
II

…………………………………………………3

TINJ AUAN PUSTAKA
II.1 Air Limbah Domestik............................................……………......5
II.2 Karakteristik Limbah Cair....................... ……………...………....5
II.3 Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)..………….....7
II.4 Sistem Aliran Bawah Permukaan (SSF – Wetland)........................11
II.4.1 Prinsip Dasar Pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah
Permukaan (Sub-Surface Flow System )..............................11
II.4.2 Media Tumbuh Pada Aliran Bawah Permukaan
( Sub-Surface Flow System )................................................15

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


II.5. Mekanisme Penurunan Kandungan Bahan Organik oleh
Tumbuhan Air.............................................................................16
II.6 Karakteristik Tanaman.................................................................20
III

METODE PENELITIAN
III.1 Bahan Yang Digunakan ..............................................................22
III.2 Peralatan Penelitian

………………………………………..22

III.3 Variabel dan Parameter ………………………………………..22
III.4 Rangkaian Alat ………………………………………………..23
III.5 Prosedur Kerja ………………………………………………..25
III.6 Kerangka Penelitian
IV

………………………………………..26


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Efisiensi Penyisihan BOD dengan Media Tanaman…..........…..27
IV.2 Efisiensi Penyisihan TSS dengan Media Tanaman Air..........…..31
IV.3 Efisiensi Penyisihan pH dengan Media Tanaman Air …….........34

V

KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran

……………………………………..………...38

……………………………………………..………...39

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
LAMPIRAN D

LAMPIRAN E

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT
The untreated wastewater is one of the cause of contamination the simple
treatment system of wastewater ( IPAL ) can be used to treat the wastewater with
the medium concentrate of the contamination material.
This domestic waste treatment research use cyperus alternifolius as the
sample of object. This research is conducted to determine the decereasing
efficiency level of Biochemical oxygen demand ( BOD ) , TSS and pH content of
the domestic waste after being trated in the constructed wetland.
The influence and the potential of the plant have been learnt through the
analysis of the wastewater treatment efficiency and the effect of the wastewater to
the quality of the treatment outcome water and the growth of the plant. The result
of the experiment shows that by using cyperus alternifolius in the constructed
wetland system can eliminated the contamination content of the wastewater in one
up to BOD 44,4 % - 90,5 % , TSS 18,2 % - 90,2 % and pH 5,6 – 7,9 .
The treatment of the wastewater using constructed wetland provide some

aadvantages. It is not only easy to be applied and safe for the enviroment, but also
provide the water treatment with standard quality of the domestic wastewater
from the wastewater treatment of this system.
Key words : Wastewater treatment, plant

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK
Air limbah yang tidak terolah merupakan salah satu penyebab
pencemaran. sistem pengolahan air limbah (IPAL) yang sederhana dapat
digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi bahan pencemaran
yang tidak terlalu besar.
Penelitian pengolahan limbah domestik ini menggunakan tanaman rumput
payung. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat efisiensi penurunan kadar
Biochemical oxygen demand (BOD), TSS dan pH yang terkandung dalam limbah
domestik setelah melalui Constructed Wetland.
Pengaruh dan potensi tanaman telah dipelajari melalui pengamatan
efisiensi pengolahan air limbah dan efek air limbah terhadap kualitas air hasil

pengolahan serta pertumbuhan tanaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
dengan menggunakan tanaman rumput payung dalam sistem lahan basah buatan
dapat menyisihkan kandungan pencemar dalam air limbah dengan waktu
sampling 1 sampai dengan 5 hari, efisiensi penyisihan BOD 44,4% - 90,5% , TSS
18,2 % - 90,2 % dan pH 5,6 – 7,9.
Pengolahan air limbah dengan sistem lahan basah buatan memberikan
beberapa keuntungan. Selain penerapannya sangat mudah dan ramah lingkungan,
pengolahan air limbah dngan sistem ini akan menghasilkan air pengolah dengan
kualitas yang sesuai dengan baku mutu air limbah domestik.
Kata kunci : Pengolahan air limbah, Tanaman

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya aktivitas manusia menyebabkan semakin besarnya volume
air limbah yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Volume air limbah domestik
meningkat 5 juta m3 pertahun, dengan peningkatan kandungan rata-rata 50%
(Yusuf, 2008). Peningkatan volume air limbah ini menyebabkan menurunnya
kualitas badan air yang selama ini dijadikan sumber air penduduk
Banyaknya air limbah yang tidak terolah merupakan salah satu penyebab
pencemaran, karena kandungan zat pencemar yang terkandung pada air limbah
domestik melebihi baku mutu dan tidak sesuai dengan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik.
Dengan konsentrasi bahan pencemar yang tidak terlalu besar, maka sistem
pengolahan dapat dilaksanakan dengan teknologi yang sederhana dan praktis
dalam pemeliharaannya. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka diperlukan
sistem pengolahan air limbah (IPAL) yang sederhana, mudah dioperasionalkan &
murah untuk biaya pembuatan dan operasionalnya. Salah satu alternatif sistem
pengolahan air limbah tersebut adalah Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed
Wetlands).
Ada 2 (dua) jenis Lahan Basah Buatan, yaitu jenis aliran permukaan
(SurfaceFlow) dan aliran bawah permukaan (Sub Surface Flow). Namun
mengingat bahwa jenis aliran permukaan (Surface Flow) dapat meningkatkan

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

populasi nyamuk disekitar lokasi IPAL, maka aliran bawah permukaan (Sub
Surface Flow) lebih layak digunakan sebagai alternatif sistem pengolahan air
limbah domestik di Indonesia. Sistem Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan
(Sub Surface Flow –Wetlands) merupakan salah satu system pengolahan air
limbah jenis Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands), dimana prinsip kerja
sistem pengolahan limbah tersebut dengan memanfaatkan tumbuhan air.
Berdasarkan

morfologi

dari

tanaman

rumput

payung

(Cyperus

alternifolius) sangat cocok untuk pengolahan dengan sistem Constructed Wetland.
Tanaman rumut payung (Cyprus alternifolius) memiliki sistem perakaran yang
banyak yang dapat menyerap zat organik di bagan air. Sedangkan tumbuhan
sangat banyak dan tumbuh subur di sekitar Surabaya
Berdasarkan hal di atas, maka dilakukan peneltian mengenai kemapuan
tanaman rumput payung (Cyperus alternifolius ) dalam sistem lahan basah buatan
(Constructed wetland) yang diharapkan dapat menurunkan BOD, TSS dan pH air
limbah domestik. Menurut penelitian yang dilakukakan oleh Supradata bahwa
tanaman rumput payung (Cyperus alternifolius) dapat meremoval air limbah
domestik dengan baik
1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1.

Efektivitas constructed wetland dalam proses pengolahan air limbah
domestik dengan system SSF wetlands.

2.

Kemampuan tanaman rumput payung (Cyperus alternifolius) dalam
mendegradasi parameter air limbah domestik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

3.

Waktu sampling yang dibutuhkan untuk mendapatkan kualitas air limbah
sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan

1.3.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1.

Mengetahui kemampuan tanaman rumput payung (Cyperus alternifolius)
untuk mendegradasi polutan organik

2.

Memberikan alternatif lain dalam pengolahan air limbah domestik dengan
sistem SSF Wetland

1.4.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1.

Dapat mempertahankan kualitas lingkungan pada perairan

2.

Memberikan sumbangan pengetahuan dan alternatif sistem pengolahan air
limbah domestik, terutama untuk penggunaan sistem Lahan Basah Buatan
Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands).

1.5.

Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup pada system pengolahan dengan bioteknologi ini

adalah
1.

Air limbah domestik yang di gunakan dari kantin pusat UPN Surabaya
Jawa Timur

2.

Jenis tanaman yang akan di gunakan adalah rumput payung ( Cyperus
alternifolius )

3.

Polutan yang akan di reduksi adalah BOD dan TSS , serta perubahan yang
terjadi pada pH air limbah domestik

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

4.

Sistem pengoperasian pada proses pengolahan menggunakan sistem
continue

5.

Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

II.1

Air Limbah Domestik
Air limbah domestik adalah cairan buangan dari rumah tangga, industri

maupun tempat – tempat umum lain yang mengandung bahan yang dapat
membahayakan kehidupan manusia

maupun makhluk hidup

lain serta

mengganggu kelestarian lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
pada ayat 14 disebutkan bahwa Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau
kegiatan yang berwujud cair.Secara prinsip air limbah domestik terbagi menjadi 2
kelompok, yaitu air limbah yang terdiri dari air buangan tubuh manusia yaitu tinja
dan urine (black water) dan air limbah yang berasal dari buangan dapur dan kamar
mandi (gray water), yang sebagian besar merupakan bahan organik .

II.2

Karakter istik Air Limbah Domestik
Karakteristik air limbah dapat diukur dengan melihat sifat-sifatnya yang

meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi.
1. Sifat Fisik
Sifat fisik yang menjadi parameter dalam pengolahan, meliputi; temperatur,
total solid, warna, bau, dan kekeruhan.

5
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

2. Sifat Kimia
Sifat kimia yang menjadi parameter dalam pengolahan, meliputi; senyawa
organik, anorganik, dan gas.
3. Sifat Biologi
Sifat biologis yang menjadi parameter dalam pengolahan, meliputi; kandungan
mikroba, tumbuhan, dan hewan yang dapat hidup didalamnya.
Menurut El khobar,dkk yang ditulis dalam Sugiharto (2009) komposisi
tipikal dari air limbah domestik, antara lain :
Tabel 2.1. Komposisi Tipikal Air Limbah Domestik
Parameter

Konsentrasi ( mg/ l )

Tipikal ( mg/ l )

Total Solid
Settleable Solid
Suspended
Solid
Dissolved Solid
BOD5
COD
N total ( N )
N organic
Amoniak
Nitrit
Phospor
total
(P)
P organic
P anorganik
pH
Calsium
Chlorida
Sulfat

300 – 1.200
50 – 200
100 - 400

700
100
220

250 – 850
100 – 400
200 – 1.000
15 – 90
5 – 40
10-50
10 – 50
5 - 20

500
250
500
40
25
25
25
12

1–5
5 – 15
7 – 7,5
30 – 50
30 – 85
20 – 60

2
10
7
40
50
15

Sumber : El khobar dalam Sugiharto (2009)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

II.3

Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands)
Sistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands) merupakan proses

pengolahan limbah yang meniru atau aplikasi dari proses penjernihan air yang
terjadi dilahan basah atau rawa (Wetlands), dimana tumbuhan air (Hydrophita)
yang tumbuh didaerah tersebut memegang peranan penting dalam proses
pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self purification).
Menurut Supradata (2005) pengolahan limbah Sistem Wetlands didefinisikan
sebagai sistem pengolahan yang memasukkan faktor utama, yaitu :
1.

Area yang tergenangi air dan mendukung kehidupan tumbuhan air sejenis
hydrophyta.

2.

Media tempat tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air (basah).

3.

Media bisa juga bukan tanah, tetapi media yang jenuh dengan air.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan penelitian, maka definisi tersebut

disempurnakan, menjadi “Sistem yang termasuk pengolahan alami, dimana terjadi
aktivitas pengolahan sedimentasi, filtrasi, transfer gas, adsorpsi, pengolahan
kimiawi dan biologis, karena aktivitas mikroorganisme dalam tanah dan aktivitas
tanaman”. Pada prinsipnya Sistem Lahan Basah dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
kategori dan secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
1.

Lahan Basah Alamiah (Natural Wetland)
Sistem ini umumnya merupakan suatu sistem pengolahan limbah dalam

area yang sudah ada secara alami, contohnya daerah rawa. Kehidupan biota dalam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

Lahan Basah Alamiah sangat beragam. Debit air limbah yang masuk, jenis
tanaman dan jarak tumbuh pada masing – masing tanaman tidak direncanakan
serta terjadi secara alamiah.
2.

Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland)
Sistem Pengolahan yang direncanakan, seperti untuk debit limbah, beban

organik, kedalaman media, jenis tanaman, dll, sehingga kualitas air limbah yang
keluar dari sistem tersebut dapat dikontrol atau diatur sesuai dengan yang
dikehendaki oleh pembuatnya. Secara umum sistem pengolahan limbah dengan
Lahan Basah Buatan (Constructed Wetland) ada 2 (dua) tipe, yaitu sistem aliran
permukaan (Surface Flow Constructed Wetland) atau FWS (Free Water System)
dan sistem aliran bawah permukaan (Sub-Surface Flow Constructed Wetland)
atau sering dikenal dengan sistem SSF-Wetlands.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

Gambar 2.1 Perbedaan Sistem Aliran Lahan Basah Buatan
Sedangkan klasifikasi Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands)
berdasarkan jenis tanaman yang digunakan, terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok,
yaitu :
1. Tanaman air penghuni bagian permukaan air (Floating Aquatic Plant) :
Tanaman jenis ini hidup terapung di permukaan perairan dengan posisi
akar yang melayang di dalam air . Mempunyai bentu akar yang terurai ,
sehingga memungkinkan tanaman tersebut untuk menyerap zat – zat yang
diperlukan terutama bahan terlarut dan melayang yang ada di dalam
perairan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah eceng gondok
(Eichirina crassipes), cluck weed (Lemna minor), teratai (Nyphaea
firecrest), dan kayu apu (Pistia statioes).
2. Tanaman penghuni tepi perairan (Marginal Emergent Aquatic Plant) :
Yang termasuk golongan ini adalah tanaman air yang hidup pada bagian
tepi suatu perairan. Jenis ini dapat hidup pada bagian perairan yang
dangkal sampai bagian yang tidak tergenang oleh air , sesuai dengan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

bentuk akar , batang , dan daunnya. Contoh dari golongan ini adalah
Cattail (Typha latifolia), Canna, Scripus validus, dan Reed .Biasanya
digunakan untuk lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan
(Subsurface Flow Wetland) .
3. Tanaman air yang hidup melayang di dalam perairan (Submerged Aquatic
Plant) :
Tanaman air yang tergolong Submerged Aquatic Plant adalah tanaman
yang hidup di dalam perairan dengan seluruh bagian tubuhnya terendam
air. Akar dari tanaman jenis ini dapat menyentuh dasar perairan , namun
sebagian besar diantaranya melayang posisi di dalam perairan sangat
menunjang fungsinya untuk menjadi saringan (filter) bagi berbagai jenis
bahan terlarut yang ada di dalam perairan. Yang termasuk dalam golongan
ini adalah tanaman Hydrilla, Charra, Egeria densa, Myriophyllum
aquaticum, dan Elodea matalli. Umumnya digunakan pada sistem lahan
basah buatan tipe aliran permukaan (Surface Flow Wetland)
Pada gambar berikut ini dapat dilihat secara rinci perbedaan penggunaan tanaman
dari ketiga jenis sistem Lahan Basah tersebut

Gambar 2.2. Tipe Wetlands berdasarkan jenis tanaman yang digunakan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

II.4

Sistem Aliran Bawah Permukaan (SSF – Wetland)
Sistem Aliran Bawah Permukaan (Sub Surface Flow - Wetlands)

merupakan sistem pengolahan limbah yang relatif masih baru, namun telah
banyak diteliti dan dikembangkan oleh banyak negara dengan berbagai alasan.
Menurut Tangahu & Warmadewanthi (2001), bahwa pengolahan air limbah
dengan sistem tersebut lebih dianjurkan karena beberapa alasan sebagai berikut :
1.

Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri
termasuk logam berat.

2.

Efisiensi pengolahan tinggi (80 %).

3.

Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak
membutuhkan ketrampilan yang tinggi.

II.4.1. Pr insip Dasar pada Lahan Basah Buatan Alir an Bawah Per mukaan
(Sub Surface Flow – Wetland)
Proses pengolahan limbah pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah
Permukaan (SSF-Wetlands) dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologi.
Proses secara fisik yang terjadi adalah proses sedimantasi, filtrasi, adsorpsi oleh
media tanah yang ada. Dengan adanya proses secara fisik ini hanya dapat
mengurangi konsentrasi COD & BOD solid maupun TSS, sedangkan COD &
BOD terlarut dapat dihilangkan dengan proses gabungan kimia dan biologi
melalui aktivitas mikroorganisme maupun tanaman. (Menurut Wood dalam
Tangahu & Warmadewanthi,2001).Hal tersebut dinyatakan juga oleh (Haberl dan
Langergraber 2002), bahwa proses eliminasi polutan dalam air limbah terjadi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

melalui proses secara fisik, kimia dan biologi yang cukup komplek yang terdapat
dalam asosiasi antara media, tumbuhan makrophyta dan mikroorganisme, antara
lain :
1.

Pengendapan untuk zat padatan tersuspensi

2.

Filtrasi dan pretipitasi kimia pada media

3.

Transformasi kimia

4.

Adsorpsi dan pertukaran ion dalam permukaan tanaman maupun media

5.

Transformasi dan penurunan polutan maupun nutrient oleh mikroorganisme
maupun tanaman

6.

Mengurangi mikroorganisme pathogen
Proses penurunan polutan dalam bentuk bahan organik tinggi, merupakan

nutrient bagi tanaman. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan
akar tanaman akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N,
dan energi bagi kehidupan mikrobia. Adapun gambaran umum tentang
mekanisme pergerakan senyawa kimia antara akar tanaman, zona rizosfer dan
substrat disekelilingnya, menurut Faulkner dan Richardson dalam Khiatuddin,
(2003), adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3. Zona Rizosfer akar tanaman akuatik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Aktivitas mikroorganisme maupun tanaman dalam penyediaan oksigen
yang terdapat dalam sistem pengolahan limbah Lahan Basah Aliran Bawah
Permukaan (SSF-Wetlands) ini, secara prinsip terjadi akibat adanya proses
fotosintesis maupun proses respirasi.Menurut Khiatuddin dalam Supradata (2005),
menyatakan bahwa dibawah permukaan tanah, akar tumbuhan akuatik
mengeluarkan oksigen, sehingga terbentuk zona rizosfer yang kaya akan oksigen
diseluruh permukaan rambut akar.
Oksigen tersebut mengalir keakar melalui batang setelah berdufusi dari
atmosfir melalui pori-pori daun dan pelepasan oksigen di sekitar akar (rizosfer)
tersebut sangat dimungkinkan karena jenis tanaman hydrophyta mempunyai ruang
antar sel atau lubang saluran udara (aerenchyma) sebagai alat transportasi oksigen
dari atmosfer ke bagian perakaran, Oksigen yang dilepas oleh akar tanaman air
dalam 1 hari berkisar antara 5 hingga 45 mg/m2 luas akar tanaman.(Tangahu dan
Warmadewanthi 2001 dan Reed, et al. dalam Khiatuddin, M 2003)
Menurut Tangahu dan Warmadewanthi dalam Supradata, (2005),
menyebutkan bahwa jumlah oksigen yang dilepaskan oleh tanaman Hydrophyta
sebesar 12 g O2/m2/hari, dengan sistem perakaran tiap batangnya mempunyai 10
akar adventif, dimana tiap akar adventif berisi 600 akar lateral. Sedangkan
menurut Hindarko (2003), menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman, kadar
oksigen yang dipasok melalui daun, batang maupun akar tanaman yang terdapat
dalam SSF-Wetlands rata-rata sebesar 20 g O2/m2/hari. Pada gambar berikut ini
dapat dilihat secara rinci bahwa system perakaran tanaman air (Rhizosfer) yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

menghasilkan oksigen akan membentuk zona aerob dan yang jauh dari sistem
perkaran tersebut akan membentuk zona anaerob.

Gambar 2.4. Zona Aerob dan anaerob pada sistem perakaran tanaman air
Pelepasan oksigen oleh akar tanaman air menyebabkan air atau tanah
disekitar rambut akar memiliki oksigen terlarut yang lebih tinggi dibandingkan
dengan air atau tanah yang tidak ditumbuhi tanaman air, sehingga memungkinkan
organisme mikro pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup dalam lingkungan
lahan basah yang berkondisi anaerob (Khiatuddin, 2003). Menurut Supradata
(2005), kelompok mikroorganisme yang berada di daerah rhizosphere atau sering
disebut mikroba rhizosfera, tidak hanya jenis bakteri, namun juga beberapa jenis
dari kelompok jamur. Mikroba rhizosfera ini hidup secara simbiosa disekitar akar
tanaman dan kehadirannya secara khas tergantung pada akar tanaman
tersebut.Peranan media, tanaman maupun mikroorganisme yang terdapat dalam
sistem pengolahan limbah SSF-Wetlands tersebut, berdasarkan 3 (tiga) komponen
utama zat polutan dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Tabel 2.2. Peranan Media, Tanaman dan Mikroorganisme terhadap pengurangan
zat polutan dalam SSF-Wetlands.
Polutan

Lokasi

Pr oses

BOD

Akar

Peruraian oleh mikroba

Media

Peruraian oleh mikrobia

Media

Pengendapan

Daun

Volatilisasi (sbg N2 dan N2O)

Algae di saluran air

Nitrifikasi

Akar tanaman

Denitrifikasi

Tanah,

Pengendapan

Akar

Peruraian oleh mikrobia

Akar

Penyerapan

Media

Sedimentasi

Media

Adsorpsi

Nitrogen

Phospor

II.4.2. Media Tumbuh Pada Aliran Bawah Permukaan ( Sub-Surface Flow
System )
Media tumbuh pada SSF berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman serta
sebagai tempat hidup mikroorganime pengurai. Selain itu media juga berfungsi
sebagai tempat berlangsungnya proses sedimentasi dan filtrasi bahan polutan.
Media yang biasa digunakan adalah tanah, kerikil,gravel

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Media tumbuh dalam sistem Aliran Bawah Permukaan (Sub Surface Flow
Wetland) dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1.Medium Sand , media dengan struktur halus karena komposisi butiran
lebih sedikit dari pasir, berdiameter antara 0,04-0,11
2. Coarse sand , media dengan struktur komposisi tanah berupa butiran
besar dengan kandungan kerikil kurang dari 15 % dan pasir lebih dari
85%. Struktur media ini antara medium sand dan gravel
3. Gravelly sand, media ini merupakan kombinasi antara pasir-kerikil
dengan presentase pasir 85% dan kerikil 15%. Tanah mengandung lebih
dari 70% pasir.

II.5. Mekanisme Penur unan Kandungan Bahan Organik oleh Tumbuhan
Air
Tumbuhan air mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi unsur hara
polutan (polutan organik maupaun anorganik) untuk keperluan metabolisme.
1. Kebutuhan Unsur Hara Tumbuhan Air
Seperti halnya vegetasi lain, tumbuhan air juga memerlukan unsur hara
tertentu untuk kelangsunagn hidupnya. Berbagai macam unsur hara dapat
ditemukan didalam tumbuhan air, tetapi tidak berarti semua unsur tersebut
dibutuhkan. Bahkan ada diantaranya dapat mengganggu metabolisme atau
meracuni tumbuhan itu sendiri dalam kaitannya dengan unsur hara tanaman,
dikenal adanya unsur hara essensial bagi tanaman yang merupakan bagian yang
sangat penting dalam kehidupan tanaman.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

Menurut Wardani (2004), suatu unsur disebut essensial bagi tanaman apabila :
a). Tumbuhan tidak dapat melengkapi daur ulang (sampai menghasilkan biji
yang dapat tumbuh) apabila unsur tersebut tidak tersedia.
b). Unsur tersebut merupakan penyusun molekul atau bagian tanaman yang
essensial bagi kelangsungan hidup tanaman tersebut, misalnya unsur
nitrogen sebagai penyusun protein dan magnesium sebagai penyusun
klorofil.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka ada 16 unsur hara essensial tanaman dan
sebagian besar dari unsur hara tersebut diperoleh dari dalam tanah atau media
tmbuhnya, sedangkan yang lain diperoleh dari udara. Unsur hara essensial dapat
digolongkan sesuai konsentrasi yang dianggap cukup, dalam suatu jaringan
tanaman yaitu, unsur hara mikro dan unsur hara makro.
Yang tergolong unsur hara makro adalah unsur essensial dengan konsentrasi
0,1% (1000 ppm) atau lebih, sedangkan unsur hara mikro dengan kosentrasi
kurang dari 0,1%. Dengan demikian yang tergolong unsur hara makro adalah C,
H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Adapun unsur hara mikro adalah Cl, Fe, Mn, B, Zn,
Cu, dan Mo.
2. Proses Penyerapan Bahan Organik oleh Tumbuhan Air
Tanaman yang hidup dalam rawa membutuhkan unsur hara yang terkandung
dalam air. Jika yang tertahan disana adalah air yang mengandung bahan pencemar
berbahaya bagi lingkungan tetapi bermanfaat bagi tumbuhan, dan bahan tersebut
akan diserap oleh tumbuhan. Sebagian besar unsur H (hidrogen) diambil dari air
yang diserap oleh tumbuhan melalui akar sedangkan untuk C (karbon) dan O2

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

(oksigen) diserap dari udara melalui daunnya dalam proses fotosintesis. Unsur
hara yang diserap oleh tanaman terdapat dalm bentuk kation dan anion yang
terlarut dalam air. Proses penyerapan unsur hara oleh tanaman ini dapat
berlangsung bila unsur hara tersebut telah kontak dengan permukaan akar .
Karena tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk ion maka bahan
organik dan nutrien dalam sistem constructed wetland harus mengalami
penguraian sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Penguraian organik dan
nutrien dalam ekosistem wastewater garden adalah sebagai berikut :

M.O

Asam-asam organik + NH3+ CO2+ H2O

Bahan organik + O2
NH3 + H2O

NH4OH
NH4+ + OH-

NH4OH
NH4 + + H2O

M.O

2 NO2 + O2
P ( organik) + O2

NO2- + H2O + 4H+ + energi
NO3- + energi
H2PO4-

Hasil dari reaksi diatas adalah ion-ion seperti NH4+, NO3-, H2PO4- mejadi
bentuk yang dapat diserap oleh tumbuhan air. Proses penguraian bahan organik
menghasilakan asam-asam organik dan CO2 kemudian terjadi proses absorbsi oleh
tumbuhan air melalui akar setelah terbentuk ion, contohnya ion asetat
(CH3COOH-) dan ion karbonat (HCO3-).
Terdapat hubungan yang saling ketergantungan antara mikroorganisme
pengurai dengan tanaman pada sistem constructed wetland. Kelarutan unsur hara
yang diserap tanaman sangat tergantung pada kegiatan mikroba disekitar akar.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Akar yang berlubang-lubang mengeluarkan sejumlah zat organik yang merupakan
makanan bagi mikroorganisme dan menyebabkan aktivitas biologis kuat. Dengan
adanya peningkatan aktivitas biologis berarti penguraian bahan organik dan
nutrien menjadi ion yang diserap oleh tanaman juga meningkat.
3. Proses Fotosintesis pada Tumbuhan Air
Fotosintesis adalah proses penggunaan cahaya matahari oleh klorofil
tumbuhan untuk menggabungkan karbondioksida dan senyawa organik lain
menjadi senyawa karbohidrat atau zat pati. Proses ini disebut juga sebagai
asimilasi zat karbon. Adapun reaksi yang terjadi dalam proses fotosintesis adalah
sebagai berikut :
6 CO2 + 6 H2O

C6H12O8 + 6O2

Karbondioksida merupakan senyawa utama yang dibutuhkan dalam proses
fotosintesis. Dalam ekosistem constructed wetland, karbondioksida (CO2) berasal
dari hasil penguraian bahan-bahan organik oleh mikrooganisme aerob. CO2 juga
berasal dari pelarutan di alam. Sedangkan molekul air diambil dari media tumbuh
tumbuhan. Molekul C, H, dan O dari zat-zat tersebut diubah menjadi senyawa
karbohidrat atau zat pati dan hasil samping dari proses fotosintesis berupa
oksigen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

II.6 Karakteristik Tanaman
Rumput payung ( Cyperus Alternifolius ) merupakan tanaman hias yang
berasal dari Madagaskar dan merupakan jenis lain dari tanaman Papyrus yang
berasal dari sungai Nil. Dapat tumbuh cepat dilingkungan basah , dengan variasi
ketinggian tanaman antara 0,5 – 1,5 meter. Berkembang biak setiap bulan secara
vegetatif melalui sistem perakaran maupun secara generatif melalui biji yang
terletak diujung batang pada pangkal daun.(Supradata, 2005)
Cyperus alternifolius paling praktis diperbanyak dengan cara memisahkan
rumpun-rumpunnya, namun juga dapat diperbanyak dengan cara pemotongan
daun (Lukito A. Marianto, 2004).
Adapun klasifikasi tanaman "Rumput Payung" (Cyperus alternifolius)
adalah sebagai berikut :

a.

Divisi : Tracheophyta

b.

Klas : Angiospremae

c.

Sub-Klas : Monocotyledoneae

d.

Familia : Cyperaceae

e. Genus : Cyperus
f. Spesies : Cyperus alternifolius, L.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

Tanaman ini mempunyai tangkai berbentuk segitiga, dengan panjang batang
dewasa 0,5 - 1,5 meter. Tangkai menyangga daun yang berbentuk sempit & datar,
mengelilingi ujung tangkai secara simetris membentuk pola melingkar mirip
cakram. Panjang daun antara 12 – 15 Cm dan pada bagian tengah – tengah daun
tumbuh bunga-bunga

kecil bertangkai, berwarna

kehijauan (Lukito A.

Marianto,2004).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Bahan yang Digunakan
1. Limbah air kantin pusat UPN “ VETERAN “ JATIM
2. Media tanah
3. Pasir
4. Kerikil
5. Jenis tanaman : Rumput Payung (Cyperus Alterniofolius)
III.2. Per alatan Penelitian
1. Penampung air limbah
2. Bak untuk lahan basah buatan
1) Panjang Bak : 56 cm
2) Lebar Bak : 36 cm
3) Tinggi bak

: 20 cm

3. Pipa penyalur air limbah
III.3. Variable dan Parameter
1. Variabel tetap
1) Media Tanaman :
Tanah : 7 cm
Pasir

: 5 cm

Kerikil : 5 cm
2) Jenis Tanaman : Rumput Payung (Cyperus Alterniofolius)

22
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

3) Jenis air limbah : Limbah Kantin Pusat UPN
4) Jumlah tanaman : 3 tanaman tiap bak
5)

Sistem pengoperasian menggunakan sistem kontinue

2. Variabel yang diteliti
1) Umur Tanaman : 1,2,3,4,5 minggu
2) Waktu Sampling : 1, 2, 3, 4, 5 hari
3. Parameter yang di ukur
1) BOD
2) pH
3) TSS
III.4. Rangkaian Alat

KETERANGAN :

1. Bak Penampung
Limbah Domestik
2. Pipa Distribusi
3. Valve Pengatur Debit
4. Tanaman Rumput
Payung
Hak Cipta
©
milik UPN
"Veteran" Jatim :
5. Media
Tanaman
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

KETERANG AN :

1. Bak Penampung
Limbah Domestik
2. Pipa Distribusi
3. Valve Pengatur Debit
4. Tanaman Rumput
Payung
5. Media Tanaman

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

III.5. Prosedur Ker ja
1. Air limbah domestik yang berada di bak penampung dialirkan melalui
pipa penyaluran
2. Air limbah yang mengalir dari pipa penyaluran akan terpecah menjadi 5
untuk memasuki 5 media yang sudah di sediakan.
3. Kemudian setelah malalui 5 media tersebut air limbah akan masuk ke bak
media tanaman yang sudah di sediakan untuk di diamkan menurut variabel
yang sudah ditentukan.
4. Setalah itu hasil effluent untuk diuji penelitian untuk mengetahui seberapa
besar tanaman tersebut dapat mendegradasi bahan-bahan organik di air
limbah tersebut

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

III.6. Ker angka Penelitian

Permasalahan

Ide Tugas Akhir Judul :
Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Lahan
Basah Buatan Menggunakan Rumput Payung
(Cyperus Alternifolius)

Studi Literatur

Persiapan Alat dan
Bahan

Persiapan Limbah
dan Analisa Awal

Aklimatisasi

Pelaksanaan Penelitian
(Running)

Analisa Hasil &
Pembahasan

Kesimpulan &
Saran

Gambar 3.2 Kerangka Penelitian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dilakukan analisa awal untuk mengetahui
karakteristik fisik dan kimia air limbah domestik (kantin pusat) UPN “Veteran”
Jawa Timur. Hasil analisa limbah cair tersebut, yaitu BOD : 451,6 mg/lt, pH : 5,6
dan TSS : 430 mg/lt, sedangkan baku mutu yang ditetapkan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik.
Besarnya konsentrasi parameter pencemar yang diperbolehkan untuk air limbah
domestik, yaitu: BOD :100 mg/L , TSS : 100 mg/L dan pH : 6-9. Sehingga
diperlukannya proses pengolahan terlebih dahulu sebelum air limbah domestik di
buang ke badan air.
Dengan adanya pengolahan air limbah domestik dengan sistem lahan
basah buatan (constructed wetland) diharapkan dapat menurunkan kandungan
BOD dan TSS, serta perubahan pH yang cenderung netral.
IV.1 Efisiensi Penyisihan BOD dengan Media Tanaman Air
Data hasil penelitian penenyisihan konsentrasi BOD pada air limbah
domestik setelah melalui bak reaktor dengan variasi umur tanaman dan waktu
sampling adalah sebagai berikut :

27
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

Tabel 4.1

Efisiensi Penyisihan BOD Dengan Variasi Waktu Sampling (hari) dan
Umur Tanaman ( minggu )

Umur tanaman
(minggu)

1
%
3,5
Kontrol
44,4
1 minggu
65,2
2 minggu
69,6
3 minggu
72
4 minggu
73,4
5 minggu
Sumber : Hasil Analisa Penelitian

Waktu Sampling (Hari)
2
3
4
%
%
%
18,1
39,6
51,1
57,4
56,8
55,8
67
47,3
64,3
59,7
55,4
78,4
77,8
76,5
82,6
77,3
87
89,4

5
%
57,7
68,3
79,5
82,5
83
90,5

Di lihat dari Tabel 4.1 diatas. Penurunan BOB tertinggi terjadi pada bak
reaktor umur tanaman 5 minggu dengan waktu sampling 5 hari prosentase
penurunan nya sebesar 90,5%. Sedangkan prosentase terendah terjadi pada bak
reaktor tanpa tanaman yaitu 3,5%.Menurut Supradata (2005), Bahwa Penurunan
konsentrasi bahan organik karena adanya mekanisme aktivitas mikroorganisme
dan tanaman, melalui proses oksidasi bakteri aerob yang tumuh disekitar
rhizosphere tanaman. Prosentase rata – rata penurunan konsentrasi BOD total
pada bak reaktor 1 minggu adalah 56,72%, untuk umur tanaman 2 minggu adalah
63,86%, untuk umur tanaman 3 minggu adalah 69,82%, untuk umur tanaman 4
minggu adalah 76,96%, dan untuk umur tanaman 5 minggu adalah 81,98%.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

Gambar 4.1 Hubungan antara waktu sampling dengan efisiensi penyisihan BOD
pada berbagai variasi umur tanaman
Pada waktu sampling 2 hari terjadi kenaikan efisiensi penurunan BOD
sebesar 77,9 % dan pada hari ke 3 pada umur tanaman 2 dan 3 minggu mengalami
penurunan efisiensi penyisihan BOD sebesar 47,3% dan 55,4% dan meningkat
lagi pada waktu sampling 4 hari

menjadi 64,3% dan 78,4%. Hal yang

menyebabkan penurunan kandungan limbah menjadi tersebut yaitu salah satu
faktornya adalah ketersedian oksigen untuk proses biologis. Jika oksigen dalam
akar tercukupi maka mikroorganisme

maka mikroorganisme yang berperan

penguraikan limbah juga semakin besar. Menurut Wood dalam Aditya (2010),
saat air limbah melewati partikel tanah dalam waktu detensi tertentu, memberi
kesempatan partikel solid mengendap. Dengan adanya proses pengendapan ini,
maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutnya.
Pengolahan Secara aerob berlangsung di dalam zona akar dan di bagian
atas sedimen, sedangkan pengolahan secara anaerob berlangsung pada bagian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

bawah sedimen atau terkadang berlangsung di dalam air apabila suplai oksigen
telah habis terpakai. Semakin banyak dan dalam jaringan akar dalam tanah,
semakin luas zona rhizosphere yang tercipta, sehingga kemampuan rawa untuk
mendukung organisme mikro semakin meningkat (Khiatuddin dalam aditya,
2010). Penurunan kandungan BOD dalam proses lahan basah buatan sangat
mebutuhkan ketersediaan yang cukup yang nantinya melewati sela-sela tanah
akan di kirim ke akar tanaman untuk mikroorganisme menguraikan kandungan
limbah. Menurut Edy (2002), udara tanah menempati bagian pori-pori makro
antara agregat sekunder tanah. Udara tanah tersebut sangat penting artinya bagi
pernafasan akar tanaman dan kegiatan jasad hidup dalam tanah. Terutama jasad
hidup dalam tanah yang aerobik sangat membutuhkan oksigen untuk menunjang
aktivitasnya menguraikan bahan organik. Secara umum efektivitas pengolahan air
limbah dengan sistem lahan basah buatan yang dilengkapi dengan pertumbuhan
tanaman terbukti cukup tinggi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aditya (2010) didapatkan
efisiensi penyisihan BOD dengan menggunakan sistem constructed wetland pada
air limbah rumah tangga mencapai 47,4% dan tanaman air yang digunakan adalah
typha angustifolia pada waktu sampling 3 hari. Jika dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini mendapatkan hasil efisiensi
penyisihan BOD yaitu, antara 40% - 90% dengan waktu sampling 1 samapai 5
hari dan tanaman air yang digunakan adalah cyperus alternifolius.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

31

IV.2 Efisiensi Penyisihan TSS dengan Media Tanaman Air
Data hasil penelitian penurunan konsentrasi TSS pada sampel air limbah
domestik setelah melalui bak reaktor dengan umur tanaman dan waktu sampling
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2

Efisiensi Penyisihan TSS Dengan Variasi Waktu Sampling (hari) dan

Umur Tanaman ( minggu )

Umur Tanaman
( minggu )

Waktu Sampling (Hari)
1
%

2
%

3
%

4
%

5
%

Kontrol

18,2

36,4

45,5

63,6

72,7

1 minggu

68,2

72,7

81,8

81,8

81,8

2 minggu

18,2

45,2

54,5

81,8

90,9

3 minggu

41,7

50

50

75

83,3

50
50

57,1
66,7

71,4
83,3

85,7
83,3

4 minggu
21,4
5 minggu
33,3
Sumber : Hasil Analisa Penelitian
Berdasarkan

data Tabel 4.2 maka didapat efisiensi penyisihan TSS

tertinggi sebesar 90,9% pada bak reaktor umur tanaman 2 minggu dengan wakt
sampling 5 hari. Sedangkan prosentase terendah terjadi di bak reaktor kontrol
tanpa tanaman, yaitu sebesar 18,2%. Hal ini dikarenakan perbedaan porositas
media yang dibentuk oleh sistem perakaran tanaman dalam reaktor (Supradata, 2005).
Bahwa penurunan kandungan TSS di dalam air limbah domestik yang melalui proses
lahan basah buatan ( Constructed Wetland ) dengan berupa bak reaktor, lebih besar
penurunannya dengan adanya di tanami tanaman sebagai penyerap kandungan TSS di
limbah . Prosentase rata – rata penurunan konsentrasi TSS total pada bak reaktor 1

minggu adalah 77,2%, untuk umur tanaman 2 minggu adalah 58,1%, untuk umur
tanaman 3 minggu adalah 60%, untuk umur tanaman 4 minggu adalah 57,1%,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

32

dan untuk umur tanaman 5 minggu adalah 63,3%. Penurunan kandungan TSS ini
berhubungan dengan proses sedimentasi dan filtrasi dalam lapisan media tanam
pada teknologi rawa buatan ( constructed wetland ).

Gambar 4.2. Hubungan antara waktu Sampling dengan Prosentase Penurunan
TSS pada Berbagai variasi Umur tanaman
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat kemampuan penurunan konsentrasi
TSS meningkat pada proses lamanya waktu sampling. Pada bak reaktor 1 minggu
dengan waktu sampling 1 hari efisiensi penyisihan TSS sebesar 81,8%.
Sedangkan pada bak reaktor umur tanaman 5 minggu dengan waktu sampling 5
hari efisiensi penyisihan TSS sebesar 83,3%. Hal ini disebabakn sistem perakaran
di bak reaktor tidak selalu dapat menghambat laju partikel solid yang dibawa pola
aliran limbah, sehingga partikel padatan masih lolos dan mempengaruhi berat
solid yang akan di analisa. Sistem perakaran tanaman yang terbentuk dalam
reaktor tidak tumbuh secara merata pada masing-masing reaktor, sehingga pola
aliran limbah tidak membentuk aliran sumbat yang sama untuk masing-masing
reaktor. ( Supradata, 2005 )

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

33

Pada hari ke 5 media tanam pada masing – masing bak mengalami
penurunan dari 17 cm menjadi 13,5 cm sehingga unsur hara yang terkandung di
dalam air limbah diserap melalui pori – pori akar tanaman.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aditya (2010) didapatkan
efisiensi penyisihan TSS dengan menggunakan sistem lahan basah (constructed
wetland) pada air limbah rumah tangga mencapai 50% dan tanaman air yang
digunakan adalah typha angustifolia pada waktu sampling 3 hari. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Supradata (2005) didapatkan efisiensi penyisihan
TSS

sebesar 57,1% pada wakt sampling 1 hari. Jika dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini mendapatkan hasil efisiensi
penyisihan TSS lebih maksimal yaitu, antara 81,8% - 90,9% dengan waktu detensi
1 samapai 5 hari dan tanaman air yang digunakan adalah cyperus alternifolius.
Mekanisme penurunan kandungan TSS pada lahan basah ini terjadi
melalui proses fisik seperti sedimentasi dan filtrasi. Proses sedimentasi terjadi
dikarenakan air limbah harus melewati jaringan akar tanaman yang cukup panjang
sehingga partikel-partikel yang melewati media dan zona akar dapat mengendap
(Wood dalam Aditya 2010). Dengan waktu detensi yang lebih panjang maka

padatan mempunyai kesempatan lebih besar mengendap. Penghilangan padatan
dengan filtrasi terjadi karena air limbah melewati media yang berpori sehingga
padatan tertahan dalam pori-pori media. Struktur akar tanaman, misalnya
Phragmites juga menyediakan jalur infiltrasi melalui lapisan atas media sehingga
memastikan bahwa permukaan media filter tidak mengalami clogging.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

34

IV.3 Efisiensi Penyisihan pH dengan Media Tanaman Air
Pada tanaman rumput payung, didapatkan hasil pengukuran pH yang
ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 4.3 Pengaruh Waktu Sampling (hari) dan Variasi Umur Tanaman
(minggu) terhadap pH.
Waktu
Sampling

pH
Inffluent

1

5,5

2

5,8

3

4,5

4

5,8

5

6,4

Umur
Tanaman

pH
Effluent

Kontrol
1
2
3
4
5
Kontrol
1
2
3
4
5
Kontrol
1
2
3
4
5
Kontrol
1
2
3
4
5
Kontrol
1
2
3
4
5

7,1
6,4
6,5
6,9
7,9
6,8
7,2
6,7
6,6
7,2
7,8
6,9
7,2
7,4
7,7
7,2
7,6
7,5
7,2
7,1
7,3
7,2
7,4
7,5
7,2
7,1
7,2
7,2
7,3
7,1

Sumber : Hasil Analisa Penelitan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

35

Proses penguraian oleh tanaman yang dibantu mikroorganisme pada daerah
akar juga berpengaruh pada tingkat keasaman atau kebasaan pada proses
pengolahan air limbah domestik menggunakan media tanaman air. Untuk
menghindari peningkatan derajat keasaman pada proses pengolahan, maka selain
melakukan pengamatan pada efisiensi penyisihan bahan organik pada air limbah,
juga dilakukan pengontrolan pada proses pengolahan ini. Media tanaman air yang
digunakan adalah rumput payung ( cyperus alternifolius )
Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan data pengaruh waktu tinggal terhadap
perubahan pH pada media tanaman lahan basah, Dapat dijelaskan bahwa pH
mengalami penurunan dalam pengolahan air

limbah domestik dengan

menggunakan tanaman rumput payung.

Gambar 4.2. Hubungan antara Waktu Sampling dengan Variasi Umur Tanaman
terhadap penurunan pH.
Berdasarkan Gambar 4.2. dapat dijelaskan bahwa pada umur tanaman 1
minggu terjadi penurunan dari hari ke 1 sampai dengan hari ke 3 . Hal ini di

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

36

pengaruhi oleh kemampuan tanaman dalam menyerap bahan organik yang ada
pada air limbah. Sedangkan pada hari ke 4 dan ke 5 terjadi kenaikan nilai pH. Hal
ini di karenakan kemampuan tanaman dalam penyerap bahan orgaik mengalami
penurunan. Begitupun pada umur tanaman 1 minggu, 2 minggu, 4 minggu, dan 5
minggu juga terjadi penurunan pH.
Nilai pH yang terus meningkat setiap kali dilakukan pengukuran pada
media tanam diakibatkan adanya proses penguraian senyawa organik, antara lain:
Bahan organik + O2
NH3 + H2O

2 NO2 + O2

Asam-asam organik + NH3+ CO2+ H2O

NH4OH
NH4+ + OH-

NH4OH
NH4+ + H2O

M.O

M.O

NO2- + H2O + 4H+ + energi
NO3- + energi

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Pratiwi (2010),
dengan menggunakan 2 jenis tanaman yaitu kayu apu dan teratai mampu
menaikkan