DINAMIKA STRES KERJA PADA KOREOGRAFER TARI KONTEMPORER Dinamika Stres Kerja Pada Koreografer Tari Kontemporer.

DINAMIKA STRES KERJA PADA KOREOGRAFER TARI
KONTEMPORER

NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Guna Memperoleh Derajat Sarjana
S-1 Psikologi

Diajukan Oleh:
Almiradiva Giovanni
F 100 090 080

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

DINAMIKA STRES KERJA PADA KOREOGRAFER TARI
KONTEMPORER

NASKAH PUBLIKASI


Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Guna Memperoleh Derajat Sarjana
S-1 Psikologi

Diajukan Oleh:
Almiradiva Giovanni
F 100 090 080

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ii

iii

iv

DINAMIKA STRES KERJA PADA KOREOGRAFER TARI
KONTEMPORER

Almiradiva Giovanni
Susatyo Yuwono, S.Psi., M.Si
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]

ABSTRAKSI
Koreografer dituntut untuk lebih kreatif dalam penggarapan sebuah karya dan
sedikit waktu yang dimiliki untuk menyelesaikan karya tersebut. Ketika terdapat
masalah dalam pembuatan karya tari tersebut, dapat memicu timbulnya stres. Stres
kerja juga dapat dilihat dari munculnya tuntutan, kendala, dan kesulitan dalam
menyelesaikan karya, seperti bagaimana koreografer bekerja secara profesional
dengan disiplin dalam mengejar deadline, lebih peka terhadap lingkungan sekitar,
dan beberapa kendala seperti me-manage produksi, me-manage waktu, kendala
teknis, serta kendala penari. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dinamika
stres kerja pada koreografer tari kontemporer. Pengambilan subjek dalam penelitian
ini dilakukan berdasarkan pada ciri-ciri subjek sudah ditentukan, yaitu 4 koreografer
tari kontemporer di Taman Budaya Surakarta yang terdiri dari 2 koreografer laki-laki
dan 2 koreografer perempuan, dengan karakter sudah berpengalaman 5 tahun
memiliki karya original sendiri, dan memiliki karya 10 karya berprestasi yang sudah
diakui keberadaannya di masyarakat luas. Metode yang digunakan adalah induktif

deskriptif dengan pendekatan kualitatif, menggunakan wawancara untuk
mengumpulkan data dan observasi untuk menambah dan memperkuat data
wawancara. Hasil analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa koreografer
perempuan mengalami stres kerja lebih tinggi dibanding koreografer laki-laki.
Koreografer perempuan mengalami stres kerja yang tinggi karena adanya tuntutan
pekerjaan dan rumah tangga pada saat membuat sebuah karya tari. Bagi koreografer
yang mengalami stres positif “eustress” akan mendorong koreografer untuk lebih
kreatif, bertanggung jawab, dan disiplin dalam menjalankan dan menyelesaikan
masalah-masalah pekerjaan yang dihadapi agar menghasilkan karya yang berkualitas.
Sedangkan koreografer yang mengalami stres negatif “distress” akan memicu
munculnya perasaan cemas, mudah marah, turunnya konsentrasi, gangguan fisik,
menurunnya produktivitas kerja, menarik diri dari lingkungan, dan bekerja berlebihan
serta merokok berlebihan.
Kata kunci : stres kerja, koreografer.

1

berfungsi

PENDAHULUAN

Koreografer merupakan sebuah

optimal

menyebabkan

atau

yang

koreografer

stres

pekerjaan yang menuntut ketrampilan

datang dari berbagai pemicu. Kahn &

dan


Quin

kekuatan

mendapatkan

fisik.

sebuah

Untuk

karya

tari

(dalam

mengatakan


Dhania,

bahwa

2010)

stres

kerja

koreografer dituntut untuk kreatif dan

merupakan faktor-faktor lingkungan

memiliki kondisi fisik yang baik dan

kerja yang negatif, salah satunya yaitu

sehat sehingga dapat menghasilkan


beban kerja yang berlebihan dalam

karya yang maksimal. Menurut Fraser

pekerjaan. Apabila stres kerja yang

(dalam

dialami

Anoraga,

mengelompokkan

2009)

dua

para koreografer


tersebut

macam

menjadi berkepanjangan maka dapat

pekerjaan yang sedikit banyak dapat

dipastikan hal ini akan menimbulkan

menimbulkan stres, yakni pekerjaan

gangguan

pada kesehatan

yang terutama menuntut kekuatan fisik

seseorang


seperti naiknya tekanan

(pekerjaan dengan otot) dan pekerjaan

darah,

yang terutama menuntut ketrampilan

jantung, peningkatan detak jantung

atau kemahiran (pekerjaan dengan

dan pernafasan dan sebagainya. Serta

ketrampilan).

timbulnya

Adapun


pembagian

sakit

kepala,

gangguan

fisik

serangan

psikologis,

dalam bekerja yaitu pekerjaan antara

seperti mudah marah, mudah cemas,

laki-laki dengan perempuan.


bosan, depresi, merasa tidak aman,

Pembagian kerja laki-laki dan

gugup

dan

sebagainya

yang

perempuan dapat dilihat pada aktivitas

kemudian

fisik

dimana

psikosomatis (Robbins, dalam Siska,

perempuan bertanggung jawab atas

2011). Tentunya kondisi ini lama

pekerjaan rumah tangga, sedangkan

kelamaan

laki-laki

mempengaruhi

yang

dilakukan,

bertanggung

jawab

atas

pekerjaan nafkah (Wibowo, 2011).
Sumber
menyebabkan

muncul

dalam bentuk

juga
hasil

mampu
yang

kurang

optimal dalam karya koreografer.

stres

yang

Stres kerja koreografer dapat

seseorang

tidak

diukur melalui gejala stres kerja.

2

Tanda-tanda burnout misalnya sakit

sebagai

kepala, gangguan perut, gejala depresi,

mengelola

dan infeksi. Gejala emosional yang

ketidakcocokan yang dirasakan antara

muncul misalnya sedih, bosan, dan

tuntutan dan sumber penilaian mereka

malas berbicara, sinis, apatis, cemas,

dalam situasi yang penuh stres.

ekpresi, frustasi, dan tanpa harapan.

proses

seseorang
atau

Reaksi

untuk

mengatur

terhadap

stres

Sedangkan gejala perilakunya meliputi

koreografer mengacu pada coping

meliputi

behavior

yang

kerja sering membolos kerja, menarik

bagaimana

seorang

diri dari lingkungan pergaulan, bekerja

mengatasi tuntutan yang menekan.

berlebihan (gila kerja yang tidak

Sebagaimana yang dikemukakan oleh

sehat),

merokok

sampai

pada

menurunnya

produktivitas

koreografer

berlebihan,

dan

Lazarus & Folkman (dalam Pramadi &

ketergantungan

obat

Lasmono, 2003) menemukan bahwa

(Diahsari, 2001).

laki-laki dan perempuan sama-sama
menggunakan kedua bentuk coping

Dalam menghadapi kondisi stres,
Handoko

menampilkan

(dalam

Lestarianita

yaitu emotion-focused coping dan

&

Fakhrurrozi, 2007) mengatakan bahwa

problem

tiap orang mempunyai toleransi yang

menurut pendapat Billings & Moos

berbeda terhadap berbagai situasi stres.

(dalam Pramadi & Lasmono, 2003),

Di samping itu, orang juga mempunyai

perempuan

perbedaan

pada emosi sedangkan laki-laki lebih

dalam

mengatasi

atau

focused

coping.

cenderung

Namun

berorientasi

meng-coping kondisi yang cenderung

berorientasi

pada

menyebabkan stres. Ada koreografer

mengatasi

masalah,

yang

cepat

perempuan

stres

sering menggunakan emotion-focused

mereka, namun ada pula yang sulit

coping. Moss (dalam Adi, 2010)

melupakan dan melepaskan diri dari

menambahkan

bahwa

situasi yang membuat mereka menjadi

menggunakan

coping ini biasanya

dengan

melakukan

mudah

coping

dan

terhadap

stres. Coping itu sendiri diartikan

3

diprediksi

tugas

dalam
sehingga

akan

orang

lebih

yang

mencegah

emosi

negatif

yang

dari 2 koreografer laki-laki dan 2

menguasai dirinya.

koreografer

Koreografer

dengan

dan

karakter sudah berpengalaman 5 tahun

kemampuan

memiliki karya original sendiri, dan

untuk menghadapi stres. Stres ini dapat

memiliki karya 10 karya berprestasi

timbul

yang sudah diakui keberadaannya di

perempuan

laki-laki

perempuan,

memiliki

ketika

kondisi

dan

suatu

pekerjaan menekan. Koreografer akan

masyarakat luas.

mengalami hal tersebut ketika mereka

Wawancara adalah salah satu

dituntut untuk membuat karya seni

alat yang paling banyak digunakan

yang maksimal dan berkualitas dengan

untuk mengumpulkan data penelitian

menampilkan

kualitatif. Wawancara yang dipakai

karya

yang

terbaik

kepada penonton. Tentunya hal ini

peneliti

tidak mudah bagi koreografer.

terstruktur. Selain itu peneliti juga

Berdasarkan

dari

teori-teori

adalah

menggunakan

wawancara

observasi

semi

non

diatas maka dalam penelitian ini

partisipan.

penulis

karena perhatian peneliti terfokus pada

merumuskan

pertanyaan

Observasi

digunakan

penelitian “Bagaimana dinamika stres

intensitas

kerja

koreo karya tari, sehingga observasi

pada

koreografer

tari

subjek

dalam

membuat

kontemporer?”

dapat menambahi dan memperkuat

METODE PENELITIAN

data wawancara. Observasi dilakukan

Penelitian

ini

menggunakan

lebih dari satu kali untuk mengetahui

metode kualitatif. Dalam pengambilan

konsistensi

subjek, penelitian ini menggunakan

membuat suatu karya tari.

purposive

sampling.

Teknik

ini

koreografer

Dalam

proses

dalam

pengambilan

digunakan karena pengambilan sample

data tersebut, data harus valid dan

berdasarkan tujuan penelitian, dengan

reliabel.

ciri-ciri subjek sudah ditentukan, yaitu

penelitian, sangat diperlukannya suatu

4 koreografer tari kontemporer di

alat ukur untuk menguji data. Validitas

Taman Budaya Surakarta yang terdiri

dan reliabilitas dalam penelitian ini

4

Karena

dalam

suatu

dapat ditemukan antara lain dengan

kendala, seperti mengumpulkan dan

melakukan croschek antara data subjek

mematangkan

konsep,

utama dengan data subjek pendukung.

penari,

pemilihan

serta

pemilihan
kostum,

Langkah penting dalam analisis

kesulitan me-manage waktu karena

data adalah dengan membubuhkan

jadwal yang terlalu padat dan selalu

kode-kode pada materi yang diperoleh

berpikir untuk menyusun koreografi,

(coding).

mengurai ide konsep, menyatukan pola

HASIL

ANALISIS

pikir banyak orang, memikirkan dana,

DAN

dan mengurus anak, serta kekhawatir

PEMBAHASAN
Stressor kerja merupakan segala

akan posisinya didunia seni dengan

kondisi pekerjaan yang dipersepsikan

datangnya pendatang baru.

seseorang sebagai suatu tuntutan dan

Koreografer

dapat

diketahui

dapat menimbulkan stres kerja (Selye,

sedang stres melalui gejala-gejala stres

dalam Wirawan, 2012). Berdasarkan

yang

pada hasil wawancara dapat diketahui

psikologis, dan perilaku. Menurut

bahwa

koreogafer

untuk

Beehr & Newman (dalam Diahsari,

disiplin

waktu

mengejar

2001) yang termasuk dalam gejala-

deadline dimana waktu sudah dekat

gejala fisik ialah detak jantung dan

karya belum jadi, dana belum turun,

tekanan

ada penari yang sakit, dan penari susah

adrenalin dan noradrenalin meningkat,

menghafal, mengetahui apa saja yang

timbulnya gangguan perut, kelelahan

dibutuhkan oleh masyarakat, mampu

fisik, kematian, timbulnya penyakit

membaca alam sekitar, lebih peka dan

kardiovaskuler,

merespon terhadap permasalahan yang

respirasi,

ada di lingkungan sekitar, serta dalam

gangguan kulit, sakit kepala, kanker,

menyelesaikan masalah harus bersikap

dan

profesional dengan tidak menjadikan

wawancara dua subjek koreografer

masalah menjadi bukan masalah, me-

merasa lelah ketika semua proses

manage

produksi selesai dan kecelakaan kerja

produksi

dituntut
dalam

juga

menjadi

5

muncul

darah

dari

meningkat,

timbulnya

keringat

gangguan

segi

tidur.

fisik,

sekresi

masalah

berlebihan,

Berdasarkan

dapat muncul ketika sedang bekerja

kemampuan

seperti

menjadi kurang, menarik diri dan

luka,

kesleo,

memar,

mengelupas, dan ngapal.
Berdasarkan

depresi,

hasil

observasi,

berkomunikasi

perasaan

tersaingi,

efektif

terisolir

kebosanan

dan

ketika sedang menghindari pekerjaan

ketidakpuasan

yang dilakukan subjek W adalah

kelelahan mental dan menurunnya

berhenti latihan lalu merokok dengan

fungsi

didampingi kopi sebagai pelengkap.

konsentrasi,

Selain itu ketika RSR merasa gelisah,

dan kreativitas, dan menurunnya harga

RSR bicara lebih cepat karena banyak

diri. Berdasarkan hasil wawancara

ide yang harus disampaikan dan juga

seluruh subjek dapat diketahui bahwa

panik karena harus mengejar deadline.

subjek mengalami stres yang dapat

Hal ini sesuai dengan teori yang

dilihat melalui gejala psikisnya dimana

dikemukakan oleh Robbins (dalam

kurangnya konsentrasi pada subjek

Nawawi, 2003) bahwa gejala stres

seperti pada subjek DP lupa membawa

perilaku antara lain terlihat pada

kaset, lupa perlengkapan menari, dan

penurunan

absensi,

lupa gerakan. Subjek B yang mudah

berhenti, bicara cepat, bagi perokok

marah. Subjek W lupa membawa

terlihat

kaset, lupa perlengkapan menari, lupa

produktivitas,

semakain

mengisap
mengalami

tinggi

rokoknya,
gangguan

frekuensi

gelisah
tidur

intelektual,
kehilangan

bekerja,

kehilangan
spontanitas

dan

gerakan, lupa waktu latihan, dan

(sulit

mudah marah. Subjek RSR lupa

tidur).

membawa kaset, lupa gerakan, dan

Beehr

&

Newman

(dalam

lupa menyampaikan ide.

Diahsari, 2001) yang termasuk dalam
gejala

dalam

dan

psikis,

yaitu

Adapun perubahan yang muncul

kecemasan,

selama

menjadi

koreografer

yaitu

ketegangan, kebingungan dan mudah

menjadi lebih mengerti akan kondisi

tersinggung, perasaan frustasi, marah,

diri sendiri dan lingkungan sekitar

dan kesal, emosi menjadi sensitif dan

serta

hiperaktif,

masalah. Hal ini sesuai dengan teori

perasaan

tertekan,

6

fokus

dalam

menghadapi

yang dikemukakan oleh Selye (dalam

Almasitoh, 2011) menemukan bahwa

Hidayati, 2008) bahwa stres yang

dukungan

bersifat

terjadinya psychological distress di

positif

disebut

“eustress”

yakni mendorong manusia untuk lebih

menjadi tabel sebagai berikut :

meningkatkan

Tabel 1.
Dinamika Stres Kerja
pada Koreografer
Tari Kontemporer

kinerja dan lain-lain.
Sedangkan stres yang berlebihan
dan

bersifat

merugikan

disebut

Stressor

Gejala
Stres
Tuntutan Kurang
Kerja
konsentrasi
(disiplin , bermalasdalam
malasan,
mengejar berhenti
deadline, berlatih,
meminum
manage
kopi,
produksi, panik,
mebicara
manage
lebih
waktu)
cepat,
lembur,
merenung,
menyendiri
, pola
makan
menjadi
tidak
teratur,
jadwal
padat,
intensitas
merokok
lebih
tinggi, dan
pola tidur

“distress” dimana stres ini dapat
menimbulkan berbagai macam gejala
yang umumnya merugikan kinerja
seseorang (Selye, dalam Hidayati,
2008). Distress dapat dilihat pada
perubahan

yang

koreografer
perasaan

dialami

seperti
cemas,

oleh

munculnya

mudah

marah,

turunnya konsentrasi, dan gangguan
fisik. Hasil dari respon terhadap stres
yang

dialami

koreografer

mencegah

Uraian diatas dapat diringkas

untuk menyelesaikan masalah-masalah
dihadapinya,

dapat

lingkungan kerja.

dapat berprestasi, lebih tertantang

yang

sosial

adalah

berkurangnya waktu untuk bertemu
dengan keluarga.
Cara untuk mengatasi kondisi
tersebut adalah dengan dukungan dari
keluarga. Hal ini membuat koreografer
semangat untuk lebih kreatif lagi
dalam berkarya. French & Tellenback,
Breuner, Sten-Olof, Lofgren (dalam

7

Coping
Stress
Meningkatka
n disiplin
waktu
dengan baik,
menempatka
n diri dengan
baik, fokus
saat bekerja,
mengatur
jadwal, dan
me-manage
waktu sebaik
mungkin,
berbagi tugas
dengan
asisten,
dukungan
keluarga,
serta belajar
yoga.

yang
terganggu
Munculnya
kondisi
marah,
kecelakaan
kerja,
jenuh,
memulang
kan penari,
bergerak
sendiri,
main HP,
merokok,
merenung,
berdiam
diri, dan
lembur

Kendala
teknis
dan
penari

Munculn
ya
koreogra
fer muda

Khawatir

Hamilton

&

tugasnya dan mengatur jadwal dengan
penari agar proses berkarya berjalan

menyendiri,
diam,
menarik diri
dari
lingkungan,
refreshing,
makan,
minum,
massage,
merokok,
sharing
dengan
penari,
mengistirahat
kan badan,
dan
menghentika
n latihan.
Lebih peka
terhadap
lingkungan
dan
konsisten
terhadap
kemampuann
ya.
Fagot

dengan baik.
lebih

cenderung

telah dilakukan oleh subjek RSR pada
saat

sedang

bagi

cenderung menggunakan
wawancara

diberikan oleh koreografer maka RSR
mengatasinya dengan lebih menahan
kondisi marahnya dengan menoleransi
penari karena setiap penari memiliki
tubuh

yang

oleh Handoko (dalam Lestarianita &
Fakhrurrozi, 2007) bahwa tiap orang
mempunyai toleransi yang berbeda
terhadap berbagai situasi stres.
Uraian diatas dapat diringkas
menjadi tabel sebagai berikut :
Tabel 2.
Perbedaan Stres Kerja
Koreografer berdasarkan
Gender

laki-laki
Tema

problem

koreografer

bahwa

menggunakan

asisten

berbeda-beda.

Sebagaimana yang telah dikemukakan

(dalam

subjek

kendala

dalam mengaplikasikan ide yang sudah

focused coping. Hal ini dapat diketahui
dalam

mengalami

dimana terdapat penari yang kesusahan

menambahkan bahwa strategi untuk
stres

menggunakan

emotion focused coping. seperti yang

Lestarianita & Fakhrurrozi, 2007)
mengurangi

Sedangkan perempuan

Stressor

sebagai alternatif untuk meringankan

8

Koreografer
Laki-Laki
memenuhi
tuntutan
kerja
seperti
mengejar

Koreografer
Perempuan
bertanggung
jawab atas
tugasnya
membuat
karya tetapi

deadline,
me-manage
waktu dan
produksi,
tanggung
jawab atas
hasil, serta
konflik
peran.

Gejala
Stres

Coping
Stress

refreshing,
warming
up, makan,
minum
vitamin,
massage,
disiplin
waktu, dan
minum
yang
banyak,
serta belajar
yoga.

juga
tidak
lepas
dari
kodratnya
sebagai
seorang
perempuan
dan seorang
ibu dimana
pada
saat
proses karya
berlangsung
koreografer
perempuan
susah
berkonsentra
si
untuk
membagi
waktu antara
pekerjaan
dengan
keluarga
Menghentik Menghentika
an latihan,
n latihan,
kurangnya
gelisah,
konsentrasi, bicara cepat,
mudah
kurang
marah,
konsentrasi,
jenuh,
mudah
cemas, suka marah, main
menunda
HP, pola
pekerjaan,
makan tidak
kecelakaan teratur,
kerja,
jadwal padat,
dehidrasi,
intensitas
lembur,
merokok
memulangk lebih tinggi,
an penari,
dan pola
lembur,
tidur yang
dehidrasi,
terganggu.
dan
berdiam
diri.
Menggunak Menggunaka
an asisten,
n asisten,
mengatur
tidak
jadwal,
membawa

Suatu

anak pada
saat bekerja,
menempatka
n diri dengan
baik,
merokok,
minum kopi,
bermain HP,
berdiam diri,
melamun,
toleransi
terhadap
sesama,
fokus saat
bekerja, memanage
waktu
dengan baik,
refreshing,
jalan-jalan,
makan,
nonton film,
dan juga
bermain
dengan anak.

penelitian

tentunya

memiliki kelemahan-kelemahan yang
menyebabkan hasil tidak sempurna.
Adapun kelemahan dalam penelitian
ini adalah kurangnya variasi subjek
dalam segi usia serta status dari subjek
penelitian. Dimana variasi usia dan
status

dapat

pengelolaan

stres

mempengaruhi
yang

dialami

individu.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan penelitian, maka dapat

9

diambil kesimpulan bahwa kondisi

dehidrasi,

stres

gangguan perut. Gejala psikologis

kerja pada koreografer tari

kontemporer

mengalami

gangguan

kulit,

dan

seperti menurunnya konsentrasi dalam

perbedaan

peran gender, yang muncul melalui

bekerja,

proses menghasilkan sebuah karya.

hilangnya spontanitas, dan kreativitas

Koreografer perempuan mengalami

kerja. Sedangkan pada gejala perilaku

stres

seperti

kerja

yang

lebih

tinggi

bosan,

mudah

bicara

marah,

lebih

cepat,

dibandingkan dengan koreografer laki-

menghentikan waktu latihan, merokok

laki. Hal ini disebabkan oleh tuntutan

berlebihan, banyak minum kopi, panik,

pekerjaan,

mengejar

lembur, pola tidur dan makan yang

deadline, me-manage waktu, tanggung

tidak teratur, serta menarik diri dari

jawab atas hasil serta kodrat wanita

lingkungan.

diantaranya

Reaksi stres akan mempengaruhi

sebagai ibu, dan mengurus rumah
perempuan

“coping stress”. Koreografer dapat

dituntut untuk membagi waktu dan

menggunakan bantuan asisten untuk

konsentrasi

mengurangi

tingkat

rumah tangga, yang menyebabkan

meringankan

beban

konsentrasi kerja menjadi terganggu.

pekerjaan

Disisi lain koreografer laki-laki lebih

akan membuat pikiran menjadi lebih

bisa fokus pada tugas dan tanggung

rileks

jawabnya

mengurai ide-ide baru yang lebih

tangga.

Koreografer
antara

dalam

pekerjaan

dan

menyelesaikan

dan

pikiran

serta

koreografer.
siap

Refreshing

untuk

kembali

kreatif. Selain itu, koreografer dapat

sebuah karya.
Koreografer
sedang

dan

stres

mengalami

dapat

menerapkan

diketahui

stres

hidup

sehat

dengan

memperhatikan pola tidur dan makan

melalui

yang teratur.

gejala-gejala stres yang dialaminya
yaitu dari segi fisik, psikologis, dan

Stres ada dua jenis yaitu stres

perilaku. Pada gejala fisik dapat dilihat

positif “eustress” dan stres negatif

pada

“distress”.

saat

kecelakaan

koreografer
kerja,

mengalami

kelelahan

Koreografer

yang

mengalami stres positif “eustress”

fisik,

10

akan mendorong koreografer untuk

tidak lepas dari praktik ilmu dan

lebih kreatif, bertanggung jawab, dan

teori-teori psikologis.

disiplin

dalam

menjalankan

2.

dan

Bagi koreografer kontemporer,

menyelesaikan

masalah-masalah

diharapkan penelitian ini dapat

pekerjaan

dihadapi

memberikan gambaran dalam

yang

agar

menghasilkan karya yang berkualitas.

mengelola

Sedangkan

koreografer

koreografer

yang

stres

kerja

pada
dengan

mengalami stres negatif “distress”

memperhatikan kondisi tubuh,

akan memicu munculnya perasaan

me-manage waktu, fokus dan

cemas,

turunnya

lebih mengontrol emosi sehingga

mudah

marah,

konsentrasi,

gangguan

fisik,

koreografer dapat menghasilkan

menurunnya

produktivitas

kerja,

karya yang berkualitas serta

menarik diri dari lingkungan, dan

dapat

bekerja

dengan waktu yang ditentukan.

berlebihan

serta

merokok
3.

berlebihan.

Bagi

menyelesaikan
peneliti

dengan

sesuai
tema

sejenis, hasil penelitian ini dapat

SARAN
penelitian

dimanfaatkan menjadi salah satu

yang dilakukan, maka saran penelitian

referensi untuk penelitian lebih

ini adalah :

lanjut

Berdasarkan

1.

Bagi

hasil

ilmuwan

dan

penelitian

psikologi,

diharapkan
selanjutnya

agar
dapat

diharapkan hasil dari penelitian

menambah variasi subjek dalam

ini dapat dijadikan pelengkap

segi usia serta status dari subjek,

dan dapat menambah referensi

agar hasil yang didapat dalam

tentang Dinamika Stres Kerja

penelitian

Pada

Tari

Sehingga

dalam

gambaran

Koreografer

Kontemporer,

dimana

praktiknya
mengenai
koreografer

tari

kerja

dapat

mendalam.
memberikan

pengelolaan

stres

melihat semakin besar potensi

permasalahan
stres

lebih

stres yang dialami koreografer

pada

tari kontemporer dalam bekerja.

kontemporer

11

Lestarianita, P & M. Fakhrurrozi.
(2007). Pengatasan Stres Pada
Perawat Pria Dan Wanita. Jurnal
Psikologi. Vol. 1, No. 1, Pg.4751.

DAFTAR PUSTAKA
Adi, T. N. (2010). Perilaku Coping
Mahasiswa dalam Mengatasi
Stres Mengikuti Mata Kuliah
MPK Kuantitatif. Acta diurnA.
Vol 6, No 2, 1-11.

Nawawi, H. (2003). Kepemimpinan
Mengefektifkan
Organisasi.
Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.

Almasitoh, U. H. (2011). Stres Kerja
Ditinjau dari Konflik Peran
Ganda dan Dukungan Sosial
pada Perawat. Psikoislamika.
Jurnal Psikologi Islam (JPI).
Vol. 8, No. 1, 63-82.

Pramadi, A. & Lasmono, H. K. (2003).
Koping Stres Pada Etnis Bali,
Jawa, dan Sunda. Anima,
Indonesia
Psychological
Journal. Vol. 18, No. 4, 326340.

Anoraga, P. (2009). Psikologi Kerja.
Jakarta : Rineka Cipta.
Dhania, D. R. (2010). Pengaruh Stres,
Beban Kerja terhadap Kepuasan
Kerja.
Jurnal
Psikologi
Universitas Muria Kudus. Vol.
1, No. 1, 15-23.

Siska, A. P. P. (2011). Hubungan
Dukungan Sosial Terhadap Stres
Kerja Pada Karyawan Balai
Besar Wilayah Sungai Pemali
Juana Semarang. Majalah Ilmiah
Informatika. Vol. 2, No. 1, 104114.

Diahsari, E. Y. (2001). Kontribusi
Stres Pada Produktivitas Kerja.
Anima, Indonesia Psychological
Journal. Vol. 16, No. 4, 360371.

Wibowo, D. E. (2011). Peran Ganda
Perempuan dan Kesetaraan
Gender. Muwazah. Vol. 3, No. 1,
Pg. 356-364.

Hidayati, dkk. (2008). Kecerdasan
Emosi, Stres Kerja, dan Kinerja
Karyawan. Jurnal Psikologi.
Vol. 2, No. 1. 91-96.

Wijono, S. (2010). Psikologi Industri
& Organisasi : Dalam Suatu
Bidang Gerak Psikologi Sumber
Daya Manusia. Jakarta :
Kencana.

Kartika, F. T. (2010). Sejarah Tari
Menguyak Pucuk Ciptaan Bapak
Fauzi di Kota Tanjung Bali.
Prodi
Seni
Tari
Jurusan
Sendratasik.
http://digilib.unimedacid/UNIM
ED-Undergraduate-15011/15011
diunduh 21 September 2012.

Wirawan. (2012). Menghadapi Stres
dan Depresi, Seni Menikmati
Hidup Agar Selalu Bahagia.
Jakarta : Platinum.

12

13