Tren Anomali Elektromagnetik Sebagai Prekursor Gempabumi Dengan Parameter Terkait di Observatori Pelabuhan Ratu
Tren Anomali Elektromagnetik Sebagai Prekursor Gempabumi
Dengan Parameter Terkait di Observatori Pelabuhan Ratu
1)* 1) 1)Angga Setiyo Prayogo , Bambang Sunardi
Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jl. Angkasa I No 2 Kemayoran, Jakarta
Diterima 22 Januari 2015, direvisi 25 Maret 2014
ABSTRAK
Penelitian tentang anomali elektromagnetik sebagai prekursor gempabumi telah banyak dilakukan.
Untuk validasi, perlu dilakukan analisis korelasi antara nilai dan jarak waktu terjadinya anomali dengan
gempabumi, khususnya gempabumi yang tercatat di Observatori Pelabuhan Ratu dan memiliki anomali
elektromagnetik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa korelasi pola anomali dan rentang waktunya
hypoterhadap magnitudo dan R . Pengolahan data menggunakan metode rasio polarisasi dan impedansi
elektromagnetik pada spektrum frekuensi ultra rendah, sedangkan metode korelasinya menggunakan
analisis trendline kaitan fisis antar parameter. Data yang digunakan adalah data elektromagnetik dan data
gempabumi yang tercatat di Observatori Pelabuhan Ratu. Hasil pengolahan elektromagnetik dengan
metode polarisasi magnetik menunjukkan nilai anomali elektromagnetik yang antara 0,1 sampai dengan
9,5 demikian pula rentang waktu terjadinya anomali antara 4 sampai 39 hari sebelum gempabumi. Nilai
anomali elektromagnetik dengan metode impedansi bervariasi antara 3,01 sampai 16,1. Rentang waktu
terjadinya berkisar antara 4 sampai 32 hari sebelum gempabumi. Kesimpulannya, diketahui bahwa
hypokorelasi nilai dan rentang munculnya anomali terhadap magnitude dan jarak R dengan metode
polarisasi magnetik menunjukkan korelasi positif, sedangkan korelasi dengan metode impedansi,
hypocenderung negatif. Korelasi negatif juga didapat pada hubungan R dan magnitud terhadap rentang
waktu dan nilai anomali polarisasi. Kata kunci : Elektromagnetik, Prekursor Gempabumi, KorelasiABSTRACT
Research on electromagnetic anomalies as earthquake precursor was performed in many places and
time. Pelabuhan Ratu Observatory. For validation, correlation between anomaly value and time length with
earthquake that recorded at Pelabuhan Ratu Geophysical Observatory and have electromagnetic anomaly.
Goals of this research were analyze correlation between anomaly pattern value and time length to
earthquake magnitud and R hypo . Data processed by polarization ratio and impedance of electromagnetic at
ultra low frequency spectrum, the correlation method using regression and physical analysis between
parameter. Data that used was electromagnetic and earthquake data that recorded and perceived at
geophysical observatories of Pelabuhan Ratu. Results of electromagnetic anomaly value with magnetic
polarization ratio was varies in 0.1 until 9.5, and also time length between 4 until 39 days before earthquake.
Value of anomaly with impedance method was varies in 3.01 until 16.1, and also time length between 4 until
32 days before earthquake. In conclusion, known that trend correlation of the appearance of anomalous
values and ranges of magnitude and distance R hypo with magnetic polarization method showed a positive
correlation, whereas a negative correlation with the impedance method. Negative correlation also obtained
on relationship between R hypo and magnitude of the span of time and the value of the polarization anomaly.
Keywords : Electromagnetic, Earthquake Precursor, CorrelationPENDAHULUAN
- Corresponding author:
E-mail: angga.sprayogo@gmail.com Gempabumi adalah fenomena alam yang
Gambar 1. LAI Coupling [1,6]
Secara fisika, jika material diberi tekanan atau stress, maka sifat material akan mengalami perubahan yang dapat diamati secara berkala. Contohnya adalah sifat magnetik, radioaktifitas, resistivitas, komposisi elektron, suhu dan banyak lainnya [2, 3]. Dengan demikian, jika material dalam lapisan bumi mengalami tekanan akibat aktifitas seismik seperti
microfracturing dan gaya elektrokinetis yang
nantinya dapat diikuti dengan pelepasan energi dalam bentuk gempabumi, maka sifat material tersebut akan berubah drastis menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari kondisi normal. Perubahan yang muncul akibat aktifitas seismik dalam litosfer dapat dimonitor karena berpengaruh hingga atmosfer, bahkan Ionosfer. Fenomena ini dikenal sebagai kopling Litosfer – Atmosfer
- –Ionosfer (LAI Coupling) [1, 6]. LAI
coupling pada Gambar 1 menjelaskan bahwa microfracturing dan gaya elektrokinetis
menimbulkan emisi Elektromagnetik (EM) pada spektrum Ultra Low Frequency (ULF), emisi radon, konduktivitas dan emisi lainnya. Pengamatan prekursor gempabumi dengan parameter EM adalah salah satu metode yang sedang dalam proses pengembangan dan dinilai menjanjikan untuk melakukan monitoring aktifitas seismik karena memiliki daya tembus dengan ketebalan kerak bumi. Selain itu, fluktuasinya di lapisan bumi menyebabkan konduktifitas listrik bumi juga dapat langsung diamati [2]. Pengamatan terhadapbeberapa anomali tersebut memerlukan validasi melalui pengamatan tren nilai anomali dan rentang waktu kemunculannya sampai waktu terjadi gempabumi, dalam hal ini termasuk kekuatan maupun jarak terhadap posisi hiposenter gempabumi.
Pelabuhan Ratu sebagai daerah yang cukup sering mengalami gempabumi, terletak di bagian selatan Jawa Barat. Penelitian prekursor gempabumi dilakukan di daerah ini karena banyak terdapat patahan yang cukup aktif. Penelitian ini fokus pada identifikasi nilai dan rentang waktu anomali sinyal EM terhadap parameter gempabumi yang terekam di Observatori Pelabuhan Ratu tahun 2013. Penelitian ini merupakan pengembangan dari metode yang diperkenalkan oleh Yumoto and The MAGDAS Group [1], yaitu pengamatan rasio polarisasi magnetik dan impedansi EM dari litosfer yang berkaitan dengan gempabumi [3], sehingga selanjutnya bisa diketahui tren korelasi anomali terhadap magnitude gempabumi dan jarak stasiun dengan hiposenter gempabumi (R hypo ).
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi EM Pelabuhan Ratu dan katalog gempabumi BMKG tahun 2013. Data EM terdiri atas komponen listrik Ex dan Ey, serta komponen magnetik Hx, Hy, dan Hz. Rasio komponen listrik terhadap komponen magnet (E/H) dikenal sebagai impedansi EM yang nilainya sebanding dengan resistivitas medium atau batuan sebagai fungsi kedalaman [3]. Dalam penelitian juga digunakan data
Disturbance Storm Time (DST) index pada
periode yang sama dengan data EM. DST indeks diperoleh dari WDC geomagnetic
models , Universitas Kyoto. DST index ini
digunakan sebagai pendukung untuk konfirmasi adanya gangguan eksternal, terutama dari aktifitas matahari yang menimbulkan badai magnet sedang hingga kuat [7, 8].
Data gempabumi yang menjadi studi kasus adalah data gempabumi di sekitar Observatori Pelabuhan Ratu sepanjang tahun 2013. Batasannya adalah magnitude > 4,5 SR, terkecuali gempa 14 Mei (3,7 SR) dan gempa
18 Desember (4,3 SR) masuk dalam studi kasus karena episenter gempabumi di darat dan dirasakan kuat di Pelabuhan Ratu karena lokasinya dekat dengan sensor EM. Batasan lainnya adalah radius manifestasi. Radius manifestasi merupakan perhitungan batasan jarak sebagai radius zona manifestasi prekursor yang nilainya dipengaruhi oleh magnitude gempabumi. Secara matematis ditunjukkan pada persamaan empiris berikut [5]:
39 7 21/07/2013 -7,43 106,15 26 4,4
Pengolahan data EM dilakukan dengan analisa rasio polarisasi spektral dari komponen vertikal dan horisontal (Hz/Hh), rasio polarisasi komponen horisontal terhadap rata-rata tahunan (Hh/Hht), serta perubahan impedansi gelombang EM (E/H). Pengolahan dengan rasio karakteristik sinyal EM dalam spektrum ULF serta memperhatikan anomali yang bisa digunakan sebagai prekursor gempabumi. Data yang dipilih adalah data harian pada quiet hour, yaitu pada jam 15:00 Universal Time Clock (UTC) sampai dengan 22:00 UTC (22:00 to
71 Gambar
40
10 4,3
78 8 24/10/2013 -7,25 106,38 108 4,7 34 105 9 13/11/2013 -6,59 106,37 139 4,9 51 128 10 18/12/2013 -6,85 106,83
66
24
M Rd 43 .
95 4 08/04/2013 -7,29 105,95 48 5,2 75 172 5 16/04/2013 -6,25 104,72 48 5,5 221 232 6 14/05/2013 -6,8 106,62 10 3,7
58
1 02/02/2013 -7,23 105,24 10 5,3 149 190 2 26/02/2013 -7,42 107,07 145 5,4 73 210 3 06/03/2013 -6,59 106,24 132 4,6
Tabel 1. Data Gempabumi BMKG
No Tanggal Lat (°) Lon (°) Depth (km) Mag (SR) Jarak (km) Rd (km)
0,43 adalah konstanta, dan M magnitud gempabumi [5]. Rekap dan sebaran data gempabumi berdasarkan batasan-batasan tersebut tersebut ditunjukkan dalam Tabel 1 dan Gambar 2.
Rd adalah radius manifestasi dalam satuan km,
10 (1)
2. Plot sebaran gempabumi
meminimalisir potensi gangguan sinyal EM akibat aktifitas manusia. Melalui transformasi
wavelet db5, sinyal EM dikonversi dari bentuk
domain waktu menjadi domain frekuensi, selanjutnya data harian dikoreksi dengan Inter
Quartile Range (IQR) Filter.
Gambar 3. Data DST Index tahun 2013 [7]
Gambar 4. Pola prekursor gempabumi dengan metode polarisasi komponen vertikal dan horisontal (Hz/Hh)
HASIL DAN PEMBAHASAN
index pada Gambar 3, menunjukkan ada 4 kali
badai magnet tingkat sedang, yaitu pada 17 – 18 Maret sebesar -64 nT, 1 Juni sebesar -63 nT, 29 Juni sebesar -79 nT, 29 Juli sebesar -78 nT. Jika badai magnet terjadi pada waktu yang beriringan dengan munculnya anomali EM, maka anomali tersebut akan diabaikan sebagai prekursor gempabumi.
Analisa parameter EM didahului dengan kroscek DST Index. Umumnya gangguan medan magnet atau badai magnet dinyatakan dengan nilai negatif yang menunjukkan penurunan nilai DST index [7, 10]. Grafik DST
Hz/Hh dan Hh/Hht yang diduga sebagai prekursor gempabumi menurut penelitian Hayakawa [6], Hattori [10], dan Yumoto and The Magdas Group [1] adalah kenaikan nilai. Hal ini didukung konsep anomali EM bahwa jika nilai polarisasi magnetik naik melebihi rerata harian pada saat microcrack. Setelah ada terjadi gempabumi, sehingga hal ini dapat dikatakan sebagai tanda-tanda awal kejadian gempabumi.
Pola kenaikan nilai Hz/Hh yang diduga sebagai prekursor gempabumi ditunjukkan pada Gambar 4. Anomali Hz/Hh dengan kenaikan kecil terjadi pada 17 Januari sebesar 0,42 yang diikuti dengan gempabumi 2 Februari (5,3 SR). Anomali kenaikan signifikan ditemukan pada
16 Februari, sebesar 4,58 anomali ini diikuti gempabumi pada 26 Februari dengan magnitud 5,4 SR, 73 km dari sensor EM. Beriringan dengan gempa tersebut, pada 18 Februari terjadi anomali sebesar 4,5 yang diikuti gempabumi 6 Maret dengan magnitude 4,6 SR, sejauh 58 km dari sensor EM.
Anomali berikutnya adalah kenaikan pada
28 Maret sampai dengan 2 April sebesar 2.6, 10 hari sebelum gempabumi 8 April dengan
magnitude 5,2 SR, 75 km dari sensor EM.
Selanjutnya, terjadi anomali signifikan sebesar 3,7 yang diduga sebagai prekursor untuk gempabumi 16 April dengan magnitude 5,5 SR dengan jarak 221 km. Selanjutnya, ditemukan anomali signifikan tanggal 25-29 April sebesar 5,2. Ini diduga prekursor untuk gempabumi
Polarisasi Magnetik. Anomali polarisasi pada 16 Mei dengan magnitude 3,7 SR. Meskipun magnitudenya kecil, namun ini merupakan gempa dangkal (10 km) yang terjadi di darat dan dekat dengan Observatori Pelabuhan Ratu. Anomali yang tidak diikuti kejadian gempabumi terjadi pada 30 Mei - 5 Juni sebesar 4,8, tepat dengan badai magnetik kuat pada 1 Juni 2013.
Kejadian berikutnya adalah gempabumi tanggal 21 Juli dengan magnitude 4,4 SR yang terjadi di laut dengan kedalaman 66 km dan dekat dengan stasiun pelabuhan Ratu (26 km arah selatan). Gempabumi ini didahului dengan kenaikan kecil (1,5) pada 10-18 Juli. Pada waktu-waktu selanjutnya emisi EM pada spektrum ULF cenderung stabil. Pada bulan
Agustus sampai dengan September, tidak ada anomali kenaikan yang terjadi. Pada 3 Oktober terjadi kenaikan kecil (0,6) yang kemudian diikuti kejadian gempabumi tanggal 24 Oktober (4,7 SR) dengan kedalaman >100 km pada jarak 34 km dari Observatory. Anomali sebesar 3,5 pada 3 Nopember diikuti dengan gempabumi pada 24 Nopember dengan magnitude 4,9 SR dengan jarak 51 km. Gempa terakhir yang didahului tanda-tanda awal adalah gempa tanggal 18 Desember dengan magnitud 4,3 SR, hiposenter berada di darat sejauh 40 km dari Pelabuhan Ratu. Anomalinya sebesar 0,08 yang terjadi pada 10 Desember.
Gambar 5. Pola prekursor gempabumi dengan polarisasi komponen horisontal terhadap rataan tahunan (Hh/Hht)
Metode polarisasi yang berikutnya adalah
Hh /Hht yang hasilnya ditunjukkan pada
Gambar 5. Anomali signifikan ditemukan pada
14 Januari sebesar 2,1, ini diduga prekursor untuk gempabumi pada 2 Februari dengan magnitud 5,3 SR, dengan jarak 190 km dari sensor EM. Sedangkan anomali pada 29 Januari sebesar 4,4 diikuti gempabumi 26 Februari dengan magnitud 5,4 SR, 200 km dari Stasiun EM. Anomali sebesar 5,35 tanggal 24 Februari diikuti gempabumi 4,6 SR tanggal 6 Maret sejauh 58 km dari sensor EM. Gempabumi 5,2 SR pada 8 April didahului dengan anomali
Hh /Hht pada 16 Maret sebesar 3,6. Gempabumi
tanggal 16 April (5,5 SR) sejauh 221 km di dekat selat sunda juga terdeteksi dengan anomali sebesar 3 pada 7 April. Gempabumi dengan episenter di darat dan dekat dengan Pelabuhan Ratu (24 km) pada 14 Mei, sebesar 3,7 SR didahului dengan munculnya anomali sebesar 1.9 pada 22 April. Gempabumi pada 21 Juli dengan magnitud 4,4 SR 26 km dari stasiun
Em didahului dengan kenaikan nilai Hh/Hht pada 15 Juni sebesar 6,8. Setelah itu, ditemukan anomali 1 harian yang terjadi pada agustus sampai awal Oktober, yang tertinggi adalah sebesar 5,6 pada 16 Oktober dan kemudian diikuti gempabumi pada 24 Oktober (4,7 SR). Anomali Hh/Hht berikutnya ditemukan pada 7 November sebesar 5,8 yaitu 6 hari sebelum gempabumi magnitude 4,9 SR pada 1 November. Anomali selanjutnya ditemukan pada 25 November sampai 14 Desember sebesar 9,5, yang diikuti dengan gempabumi dengan hiposenter berada di darat pada 18 Desember (4,3 SR), 40 km dari sensor EM. Beberapa kenaikan yang cukup signifikan pada gempa-gempa dengan magnitud kurang dari 5 SR lebih disebabkan karena episenter gempabumi yang relatif dangkal, dan lokasinya dekat dengan stasiun pengamatan EM Pelabuhan Ratu, sehingga dapat menyebabkan efek gangguan yang besar pada emisi ULF [11, 12].
Gambar 6. Pola prekursor gempabumi dengan metode impedansi elektromagnetik
Tabel 2. Rekap prekursor gempabumi dengan parameter elektromagnetik
No Tanggal20
8 7 21/07/2013 26 4,4 66 64,958 1,5 6,8 16,1
10
39
24 8 24/10/2013 108 4,7 34 33,19 0,6 5,6 5,6
21
9
17 9 13/11/2013 139 4,9 51 50,3471 3,5 5,8 3,01
8
20
7 10 18/12/2013 10 4,3 40 35,62 0,1 9,5 8,8
8
10
24 Impedansi Elektromagnetik. Pengamatan
prekursor gempabumi dengan metode impedansi EM ditunjukkan pada Gambar 6. Hasil penelitian sebelumnya oleh Hayakawa [6] menunjukkan bahwa anomali resistifitas yang diduga sebagai prekursor gempabumi adalah penurunan nilai. Beberapa anomali impedansi EM yang terjadi sepanjang tahun 2013, diantaranya terjadi pada 2 Februari, 21-22 Februari, 1-2 Maret, 7 Mei, 28 Juni, 17 Agustus, 14-15 Oktober, dan 22-23 November. Terdapat beberapa anomali yang diikuti dengan kejadian gempabumi, serta ada pula yang tidak diikuti dengan gempa.
Gempabumi pada 2 Februari (5,3 SR) dengan jarak 149 km didahului dengan anomali penurunan pada 5 Januari sebesar 8. Sedangkan anomali sebesar 7,2 pada 24 Februari, diikuti dengan gempabumi pada 26 Februari. Kemudian, 4 hari setelah anomali penurunan sebesar 5,4 pada 1-2 Maret, terjadi gempabumi dengan magnitud 4,6 SR di darat, dengan jarak 56 km dari stasiun EM Pelabuhan Ratu. Gempabumi pada 8 April (5,2 SR) didahului
Gempabumi 16 April didahului anomali penurunan sebesar 14 pada 14 Maret. Gempabumi pada 14 Mei (3,7 SR) 24 km dari Pelabuhan Ratu terjadi dengan didahului penurunan impedansi pada 7 Mei sebesar 10,9. Anomali pada 28 Juni sebesar 16,1 diikuti dengan gempabumi pada 21 Juli (4,4 SR), posisi 26 km dari Stasiun EM. Anomali pada 17 Agustus tidak diikuti dengan kejadian gempabumi. Anomali selanjutnya yang diikuti gempabumi adalah pada 7 Oktober sebesar 5,6. Anomali ini diikuti gempa pada 24 Oktober (4,7 SR). Kasus gempabumi berikutnya pada 13 November sebesar 4,9 SR. Gempabumi ini didahului dengan anomali penurunan sebesar 3,01 yang terjadi pada 8 November. Terdapat sedikit kenaikan yang selanjutnya diikuti dengan penurunan yang cukup signifikan pada 22 November, tetapi tidak diikuti gempabumi. Dan studi kasus gempabumi terahir pada 18 Desember dengan magnitud 4,3 SR, didahului dengan anomali sebesar 8,8 yang muncul pada
22
32 6 14/05/2013 10 3,7 24 24,11 5,2 1,9 10,9
Depth (km) Mag (SR) Jarak (km) R hypo (km) Nilai Anomali Rentang Waktu (Hari)
4 3 6/3/2013 132 4,6 58 57,654 4,5 5,35 5,4
Hz/Hh Hh/Hht E/H Hz/Hh Hh/Hht E/H 1 2/2/2013 10 5,3 149 147,938 0,42 2,1
8
14
18
26 2 26/02/2013 145 5,4 73 74,048 4,58 4,4 7,2
10
4
16
10
12
4 4 8/4/2013 48 5,2 75 73,931 2,6 3,6 10,9
10
22
29 5 16/04/2013 48 5,5 221 220,332 3,7
3
14
10
25 November. Hasil analisa parameter EM sebagai prekursor gempabumi menggunakan menunjukkan bahwa munculnya tanda-tanda awal yang diduga sebagai prekursor gempabumi, untuk kasus gempabumi periode Januari-November 2013 ditemukan dalam rentang waktu 4 sampai dengan 40 hari sebelum gempabumi terjadi. Hasil rekapitulasinya ditunjukkan dalam Tabel 2 yang menunjukkan bahwa parameter elektromagnetik merupakan parameter prekursor jangka pendek yang disebabkan oleh proses elektrokinetis dan
microcrack pada lapisan bumi yang kemudian
diikuti dengan pelepasan energi dalam bentuk gempabumi. Apabila episenter gempa dengan magnitud semakin besar lokasinya dekat dengan stasiun pengamatan, maka anomali yang ditemukan akan semakin jelas [4].
(a) (b) (c) (d)
Gambar 7. Korelasi antara (a) Nilai Anomali dan R hypo , (b) Rentang Waktu dan R hypo , (c) Rentang Waktu dan Magnitudo,
serta (d) Rentang Nilai Anomali dan Magnitudo GempabumiAnomali dari variasi medan sinyal elektromagnetik pada spektrum ULF adalah suatu fenomena yang dipercaya kebenarannya dalam kaitannya dengan gempabumi sebagai tanda-tanda awal akan munculnya gempabumi, dimana anomali sinyal EM muncul dari sumber gempabumi. Dari beberapa penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa munculnya anomali sinyal ULF secara statistik berkaitan dengan gempabumi berskala besar [9]. Sedangkan analisa tren korelasi antara magnitud, besaran anomali dan R hypo (jarak dari posisi stasiun terhadap hiposenter gempabumi yang diperoleh dari korelasi jarak stasiun ke episenter dan kedalaman gempabumi) ditunjukkan pada Gambar 7. Korelasi ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk melakukan validasi terpadu dan sistematis dari parameter prekursor terhadap parameter fisis gempabumi secara umum [12].
Berdasarkan pola pada Gambar 7a, diketahui bahwa korelasi nilai anomali terhadap
R hypo , untuk hasil metode impedansi, cenderung
saling sebanding, jika R hypo semakin jauh, maka nilai impedansinya juga terdeteksi semakin besar, sedangkan hasil metode polarisasi, baik
Hz /Hh maupun Hh/Hht, justru sebaliknya, pada
magnitudo yang semakin besar, nilai anomali yang ada makin sulit dideteksi, atau semakin mengecil. Pada Gambar 7b korelasi rentang
UCAPAN TERIMA KASIH
(2009), MAGDAS Project and Its Application for Earthquake Prediction,
Journal of Asian Earth Sciences . 41. 371- 382.
Litosphere
[4] Pulinets, S. dan D. Ouzonov, (2011).
360- 366.
Saroso, M. Ruhimat, M. Husni, D.S. Widarto, E. Ramos, D. McNamara, R.E. Otadoy, G. Yumul, R. Ebora, dan N. Servdano, (2009). A new ULF wave analysis for Seismo-Electromagnetics using CPMN/MAGDAS data.
[3] Yumoto, K., S. Ikemoto, M.G. Cardinal, H. Hayakawa, K. Hattori, J.Y Liu, S.
and 40th IAGI Anual Convention and Exhibition, Makasar.
Center BMG, Jakarta. [2] Nurdiyanto, B., et al., (2011). Integration of Geophysical Parameter Observation in the Earthquake Predictability, JCM2011- Nopember, Proceedings of the 36th HAGI
Proceedings of the International Workshop on Integration of Geophysical Parameter as a Set of Large Earthquake Precursors , Research and Development
DAFTAR PUSTAKA [1] Yumoto, K. dan The MAGDAS Group.
waktu terhadap
Ucapan terimakasih disampaikan kepada BMKG yang telah menyediakan data penelitian. Terimakasih kepada tim penelitian prekursor gempabumi, khususnya bapak Hastuadi. Terimakasih kepada Prof. Edi Prasetyo Utomo yang telah membimbing penulisan paper ini.
sampai kejadian gempabumi berkisar antara 4 sampai 39 hari. Sedangkan pada metode impedansi EM, ditemukan bahwa rentang waktu munculnya anomali berkisar antara 4 sampai dengan 32 hari. Sedangkan korelasi menunjukkan kesebandingan antara magnitudo terhadap rentang waktu dan nilai anomali polarisasi magnetik, R hypo terhadap nilai dan rentang waktu anomali impedansi. Sedangkan hasil yang cenderung tidak sebanding adalah antara R hypo terhadap rentang waktu dan nilai anomali polarisasi, serta magnitudo terhadap nilai dan rentang waktu anomali polarisasik.
Hh /Hht, ditemukan rentang waktu anomali
Pola hasil pengolahan yang ditunjukkan pada grafik mengindikasikan anomali terjadi dalam rentang waktu tertentu. Detailnya, pada metode Hz/Hh ditemukan 10 kali anomali dengan rentang nilai anomali 0,5 sampai dengan 5,2, untuk metode Hh/Hht, nilai kenaikannya bervariasi antara 1,9 sampai dengan 9,5. Sedangkan untuk metode impedansi, ditemukan nilai penurunan 3,01 sampai dengan 16 sebanyak 10 kali penurunan. Rentang waktu anomali terhadap kejadian gempa juga bervariasi. Untuk metode polarisasi Hz/H dan
Berdasarkan analisis dengan beberapa metode yang telah digunakan, dapat disimpulkan bahwa karakteristik sinyal EM pada spektrum ULF sebegai prekursor gempabumi adalah penurunan nilai impedansi EM, dan sinyal mengalami kenaikan nilai untuk metode polarisasi magnetik.
KESIMPULAN
’nya, maka anomali impedansi juga semakin besar, sedangkan polarisasi magnetik cenderung sebaliknya, yaitu semakin menurun. Pada Gambar 7c, korelasi antara rentang waktu dan magnitudo, dengan metode polarisasi ditemukan bahwa pada magnitudo yang semakin besar, akan ditemukan anomali dengan rentang waktu yang semakin lama pula. Dengan metode impedansi, pada magnitudo yang besar, rentang waktunya akan semakin cepat. Korelasi pada Gambar 7d antara nilai anomali dan magnitudo pada metode impedansi, semakin besar magnitudo, maka nilai anomali yang muncul cenderung makin besar. Sedangkan pada polarisasi magnetik ditemukan hal yang sebaliknya. Jika magnitudo yang besar maka nilai anomali cenderung menurun. Korelasi antar parameter komponen EM tersebut tidak menunjukkan hasil yang linear murni. Artinya, perubahan nilai korelasi yang ditunjukkan memiliki perubahan cenderung kecil.
R hypo
munculnya anomali impedansi cenderung sebanding dengan R hypo . Semakin jauh
R hypo . Rentang waktu
- – Atmosphere – Ionosphere Coupling (LAIC) model a unified concept for earthquake precursors validation.
[5] Dobrovolsky, I.P., Zubkov, S.I., & Miachkin, V.I. (1979), Estimation of the size of earthquake preparation zones. Pure
International Journal of Geophysics , Vol.
[12] Rikitake, Tsuneji. 2003. Earthquake Prediction. Reference Module in Earth
Rev. E 65, 041107.
Stanley, (2002). Effect of nonstationarities on detrended fluctuation analysis. Phys.
Chiba Japan. Edited by Katsumi Hattori and Luciano Telesca: 41-56. [11] Chen, Z., P.Ch. Ivanov, K.Hu. H.E
Seismic and Volcanic Areas . Bilateral Seminar Italy-Japan , July 25-27, 2007
Changes Possibly Associated with Crustal Activity. Proceding: Electromagnetics in
2011(2011), Article ID 904132, 8 pages. [10] Hattori, K. (2007), ULF Electromagnetic
Wenchuan Earthquake and Their Relationship with Earthquake Preparation.
and Applied Geophysics
[9] Xuemin, Z. dan S. Xuhui, (2011), Electromagnetic Anomalies around the
V.M. Vasyliunas, (1994). What is a Geomagnetic Storm? J. Geophys, Res 99, 5571.
H.W. Kroehl, G. Rostoker, B.T. Tsurutani,
[7] WDC (World Data Center) for Geo- magnetic. (2012), http://wdc.kugi.kyoto- u.ac.jp/aeasy/index.html. Diakses tanggal 9 November 2014, Jam 18.32. [8] Gonzales, W.D., J.A Joselyn, Y. Kamide,
Geophysical Research Lett . 23(3):241-244
O.A., dan Yumoto K. (1996), Result of Ultra-Low Frequency Magnetic Field Measurements during the Guam Earthquake of 8 augustus 1993,
117(5): 1025- 1044. [6] Hayakawa, M., Kawate R., Molchanov
Systems and Environmental Sciences, from Encyclopedia of Physical Science and Technology (Third edition). Elsevier: 743- 760.