BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Penerimaan Oleh Guru Dengan Siswa Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SMP Kristen 1 Pulau-Pulau Aru Maluku

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan bersifat universal, setiap orang mempunyai

  hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati proses pendidikan. Alasannya, pendidikan merupakan bagian integral dari kehidupan. Setiap saat manusia dihadapkan dengan situasi baru dimana terjadi perubahan secara terus menerus dan berkesinambungan. Setiap orang harus selalu siap menghadapi gerakan perubahan yang tak terelakkan. Kesiapan intelektual dan mental mesti dibangun untuk menghadapi setiap perubahan. Pendidikan merupakan sarana efektif untuk mempersiapkan sumber daya manusia menyikapi perubahan secara lambat maupun cepat. Karena itu lembaga pendidikan dengan berbagai pihak terkait mesti diorganisir secara baik agar menghasilkan kualitas SDM bermutu. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kerjasama berbagai pihak terutama guru dan siswa sebagai komponen penting dalam proses pendidikan. Guru dan siswa memiliki hubungan kausal yang saling mempengaruhi berhasilnya kualitas pendidikan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh guru sebaliknya keberhasilan guru disumbangsihkan oleh kehadiran siswa. Kedua komponen mesti ditempatkan dalam relasi mutualistik (Saroni, 2012).

  Terkait guru, diakui dedikasi dan profesionalisme guru sangat menentukan peningkatan mutu pendidikan. Dedikasi ditunjang dengan kualitas latar belakang pendidikan dan kompetensi guru terhadap mata pelajaran yang diampuh. Latar belakang pendidikan yang baik menentukan standar kualitas pendidikan yang dicapai. Kompetensi guru lemah menghasilkan kualitas pendidikan yang rendah. Peran guru antara lain, sebagai role model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru menjadi contoh atau model bagi pengembangan kepribadiannya. Karena itu perilaku guru harus sesuai dengan norma-norma yang dianut masyarakat, bangsa dan negara. Peran guru/ juga sebagai pembelajar (lernear). Seorang guru dituntut menambah pengetahuan dan keterampilan setiap saat agar mampu menghadapi perubahan zaman. Pengetahuan dan keterampilan difungsikan tidak hanya untuk pengembangan tugas profesional, tetapi juga memenuhi tugas kemasyarakatan maupun kemanusiaan. Sasaran pembelajaran seorang guru adalah siswa sebagai komponen terpenting dalam sistem pendidikan. Siswa dididik agar menjadi manusia berkualitas sesuai tujuan pendidikan nasional. Dalam kepentingan meningkatkan kualitas pendidikan siswa dapat dipakai berbagai pendekatan yakni: pendekatan sosial, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif/pedagogis (Suryabrata, 2012).

  Guru dan siswa memiliki perbedaan tertentu dalam relasi pendidikan. Perbedaan setiap individu dibangun dari perspektif tertentu yang beragam. Siswa dan guru secara umum mempunyai perbedaan jenjang pendidikan. Secara faktual siswa mempunyai jenjang pendidikan rendah di bawah, sedangkan jenjang pendidikan guru lebih tinggi. Kognitif berbeda mempengaruhi kompetensi berbeda. Perbedaan itu mempengaruhi sikap guru dan siswa dalam membangun relasi sosial dengan Anak Berkebutuhan Khusus.

  Jenjang pendidikan tinggi diharapkan memiliki penerimaan dan akses sosial lebih baik, sebaliknya jenjang pendidikan rendah membentuk penerimaan dan akses sosial rendah. Karena itu bila dibandingkan antara siswa dengan guru seyogyanya harus memiliki tingkat penerimaan tinggi terhadap Anak Berkebutuhan Khusus dalam proses pembelajaran.

  Terkait penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus Lily (1970) mempromosikan ide Dunn yang diistilahkan dengan konsep “zero reject model”. Artinya, siswa yang memiliki keterbelakangan mental tidak boleh ditolak dari kelas regular dan ditempatkan di kelas khusus. Perbedaan siswa dan guru bukan terletak saja pada jenjang pendidikan tetapi juga oleh penerimaan diri anak berkebutuhan khusus (ABK) itu sendiri.

  Anak Berkebutuhan Khusus secara psikologis pasti menuntut perhatian lebih dan khusus dari setiap kategori baik siswa maupun guru. Anak berkebutuhan khusus perlu diperhatikan secara intens oleh guru dan siswa agar tidak merasa asing atau didiskriminasi lingkungan sosial di sekitar mereka (Lily, 1970)

  Penerimaan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus dinilai berbeda antara guru dan siswa. Pernyataan ini relevan dengan kajian penelitian yang dilakukan oleh Sherly (2012) berjudul :

  “ Perbedaan Penerimaan Ibu yang Memiliki Anak

Autis ditinjau dari Umur dan Tingkat Pendidikan Ibu”.

  Tujuan penelitian Sherly (2012) adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan penerimaan ibu yang memiliki anak autis. Tempat penelitian di SLB Negeri Semarang, tempat terapi di sekitar Salatiga dan Semarang yaitu Talitakum dan Potais. Talitakum terletak di kawasan kota Semarang tepatnya di Perum. Graham Wahid, Cluster Paris A17- A19 Sambiroto, Tembalang. Talitakum menjadi tempat terapi bagi anak autis dan SDLB bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Populasi dan sampel, dipilih secara acak dengan pengambilan data dari 70 orang berdasarkan kelompok, umur dan tingkat pendidikan. Alat Ukur yaitu angket menggunakan Likert terdiri dari empat pilihan jawaban.

  Hasil hipotesis menggunakan Anava Satu Jalur ditemukan bahwa ada perbedaan penerimaan yang signifikan dari seorang Ibu berdasarkan tingkat atau jenjang pendidikan seorang dan tidak ditentukan oleh perbedaan umur. Hasil penelitiannya menunjukkan penerimaan ibu dengan pendidikan rendah memiliki skor rata

  • –rata sebesar 83,53 termasuk kategori sedang (66,84) dengan standar deviasi 10,63. Konflik ini terjadi karena adanya kesenjangan keinginaan dan harapan orang tua yang tidak terpenuhi untuk memiliki anak yang dapat dibanggakan dalam keluarga sehingga mempengaruhi penerimaan orang tua yang memiliki anak autis. Hasil temuan penelitian lainnya dari Sherly (2012) bahwa ada perbedaaan penerimaan secara signifikan terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus yang ditentukan karena perbedaan tingkat pendidikan.Terbukti, ibu dengan jenjang pendidikan tinggi lebih menerima Anak Berkebutuhan Khusus dibandingkan dengan ibu dengan jenjang pendidikan rendah.

  Penelitian ini bertolak-belakang dengan hasil pra- penelitian yang penulis lakukan di SMP Kristen 1 P. P. Aru - Maluku. Gambaran penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus di SMP Kristen 1 P. P. Aru oleh guru dan siswa tertera pada tabel 1. 1. Yakni:

Tabel 1.1 Klasifikasi Penerimaan Guru dan Siswa Terhadap Anak

  

Berkebutuhan Khusus

di SMP Kristen 1. P. P. Aru Maluku

NO Nam Penerimaan a Siswa Guru Ya f % Tida f % Ya f % Tida f % k k

  1 Kelas 20 66,66% 10 33,33 4 28,57 5 31,25% 7 % %

  2 Kelas 20 66,66% 10 33,33 4 28,57 6 37,5% 8 % %

  3 Kelas 20 66,66% 10 33,33 6 43,15 5 31,25% 9 % % Juml 60 100% 30 100% 14 100% 16 100% ah

  Sumber : data primer diolah tahun 2013

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa penerimaan siswa di SMP

  Kristen 1 P.P. Aru - Maluku menerima Anak Berkebutuhan Khusus lebih banyak (66,66 %) dan tidak diterima (33, 33 %). Dibandingkan dengan guru yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus (43,15%) dan tidak diterima (37,5%).

  

Tabel 1. 2

Independent Samples Tests

Independent Samples Test

  Levene’s Test for Equality Of

  

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Sig Std.

  Interval of the (2- Mean Error Tail Differen Differe Difference F Sig T Df ed) ce nce Lower Upper

  Penerimaan Equal .405 .545 3.40 7 .001 6.80000 1.9770 2.12511 1.14793 Variances

  1

  1 Assumed Equal 3.597 6.91 .009 6.80000 1.8903 2.31869 1.1281 Variances

  3

  3 Not Assumed

  Tabel 1. 2 menunjukkan bahwa hasil F hitung levelnes

  

test 0,405 dengan signifikan 0,545. Karena >0,05 maka Ho di

terima atau kedua populasi memiliki varian yang sama.

  Analisis uji beda test terlihat bahwa dibagian equal assumed adalah 3,440 dengan signifikan (2-tailed) sebesar 0,009 karena

  P<0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan penerimaan yang signifikan antara guru dan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SMP Kristen 1 P. P. Aru - Maluku.

  

Tabel 1. 3

Beda mean dan standar deviasi Variabel Penerimaan Siswa

dan Guru terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SMP

Kristen 1 P.P. Aru Maluku

  

Group statistics

Nama Penerimaan Mean St. Std. devation eror mean

  Siswa 60 66, 1,062 0,146 Guru

  16 66 1,694 0,423 43,15

  Sumber :data primer diolah tahun 2013

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa rata-rata (mean) penerimaan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di

  SMP Kristen 1. P. P. Aru Maluku sebesar (66,66) lebih besar dibandingkan dengan Rata-rata (mean) penerimaan guru dengan selisih mean sebesar (23,51) dan signifikan 0,45>0,05 maka Hasil pra-penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan penerimaan antara guru dengan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SMP Kristen 1 P. P. Aru – Maluku.

  Terkait hasil pra-penelitian tentang tidak adanya perbedaan penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus antara guru dan siswa di SMP Kristen 1 P. P. Aru – Maluku, Hadis A.

  (2006) berpendapat bahwa Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan penerimaan tulus dari lingkungan sosialnya. Anak Berkebutuhan Khusus perlu diterima dalam beberapa prinsip, yakni: pertama, diperlakuan secara adil, kedua, diakui kelemahan dan kelebihannya, ketiga, dihargai berdasarkan perbedaan individu dan keempat, diberikan apresiasi maupun kepercayaan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus mampu memberi kontribusi terhadap hasil belajar yang tinggi (Hadis A, 2006). Hadis menegaskan bahwa sikap Guru di kelas mempengaruhi interaksi siswa. Interaksi akan meningkat jika guru menerima keberadaan siswa dengan positif. Sikap positif guru secara efektif akan meningkatkan hasil belajar siswa. Sikap guru yang positif dicirikan dengan beberapa bentuk, yakni:(1) menerima dan memahami setiap siswa secara komprehensif, (2) menghargai kelebihan siswa, (3) memberikan pengajaran sesuai potensi siswa, (4) mendorong siswa giat belajar maupun berprestasi dengan mengakui keistemewaan setiap siswa (5) menghargai perbedaan individu siswadan (5) memberikan layanan pendidikan tanpa pandang bulu.

  Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 70 Tahun 2009 menunjukkan kesungguhan upaya pemerintah mengimplementasikan pendidikan inklusif secara merata, humanis dan tidak diskriminatif bagi semua warga negara untuk mengakses pendidikan. Secara faktual, ditemukan realitas diskriminasi dalam bidang pendidikan khusus terhadap Anak Berkebutuhan Khusus.

  Jika penelitian Sherly (2012) direlevansikan di sekolah SMP Kristen 1 P.P. Aru akan berlaku prinsip bahwa guru dengan jenjang pendidikan tinggi mestinya memiliki nilai penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus jauh lebih besar dibandingkan siswa dengan pendidikan rendah. Guru sebagai pendidik dengan intektual tinggi memberi motivasi kuat bagi proses pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dan tidak diskriminatif. Menurut Brownell & Pajares (dalam Winkel, 2004) bahwa keyakinan (beliefs) guru adalah salah satu indikator penting yang menentukan bagaimana praktek pengajaran guru di kelas. Pandangan Guru terhadap siswa merupakan salah satu determinan yang sangat kuat mempengaruhi interaksi guru dan siswa. Soodak, Podell & Lehman (dalam Winkel, 2004) menyatakan sikap penerimaan terhadap Anak BerkebutuhanKhusus merupakan kunci kesuksesan. Karena itu sangat penting bagi guru memiliki sikap penerimaan positif terhadap Anak Berkebutuhan Khusus agar interaksi guru dengan siswa maupun Anak Berkebutuhan Khusus terbangun baik.

  Data pra-penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan penerimaan guru dengan siswa terhadap anak berkebutuhan khusus di SMP Kristen I. P. P. Aru Maluku. terbukti dengan hasil signifikan 0,545>0,05. Rata-rata mean penerimaan siswa sebesar (66,66) dan penerimaan guru yang bernilai sebesar (mean) (43,15). Selisih perbedaan penerimaan rata sebesar (23,51). Hasil pra-penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Sherly (2012) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan penerimaan yang signifikan Ibu dengan jenjang pendidikan tinggi memiliki penerimaan lebih besar dari ibu yang berpendidikan rendah terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Terbukti penerimaan ibu dengan pendidikan rendah memiliki skor rata

  • –rata sebesar 83,53 termasuk kategori sedang (66,84) dengan standar deviasi 10,63.

  Dalam perbandingan dengan penelitian Sherly (2012), penulis tertarik melakukan penelitian selanjutnya di SMP Kristen 1 P.P. Aru - Maluku, untuk mengetahui perbedaan penerimaan guru dengan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SMP Kristen 1 P.P. Aru - Maluku. Penulis memilih SMP Kristen 1 P.P. Aru - Maluku sebagai lokasi penelitian dilatari alasan bahwa SMP Kristen 1 P.P. Aru - Maluku adalah sekolah regular yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus dan siswa normal dalam proses pembelajaran yang sama. Intinya, SMP Kristen 1 P. P. Aru termasuk sekolah regular dari Yayasan Pendidikan Kristen berstandar nasional di Kabupaten Kepulauan Aru, kabupetan terbaru di Maluku yang memberi pelayanan pendidikan universal dan merata kepada peserta didik dengan keragaman potensi maupun latar belakang sosial.

1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar-belakang masalah di atas, maka fokus rumusan permasalahan penelitian dari penulis adalah

  

Adakah perbedaan signifikan antara penerimaan guru dengan

  

siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SMP

Kristen 1 P. P. Aru - Maluku?

1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui

  

signifikansi perbedaaan penerimaan antara Guru dengan

Siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SMP

Kristen 1 Pulau

  • –Pulau Aru Maluku? 1.4.

MANFAAT PENELITIAN

  Manfat penelitian adalah:

  Manfaat Teoritis

  Jika hasil penelitian ini menemukan tidak ada perbedaan signifikan antara penerimaan guru dengan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SMP Kristen 1 P. P. Aru

  • Maluku, maka penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Sherly (2012) yang menyatakan bahwa ada perbedaan penerimaan signifikan seorang ibu terhadap Anak Berkebutuhan Khusus berdasarkan jenjang pendidikan dan bukan berdasarkan usia. Tetapi kalau penelitian ini menemukan ada perbedaan penerimaan guru dengan siswa terhadap anak berkebutuhan khusus di SMP Kristen 1 P. P. Aru - Maluku, maka penelitian ini sejalan dengan penelitian Sherli, 2012 yang menyatakan bahwa ada perbedaan penerimaan signifikan seorang ibu terhadap Anak

  Berkebutuhan Khusus berdasarkan jenjang pendidikan dan bukan berdasarkan usia.

  Manfat praktis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi: (1)

  Pemerintah dalam membuat kebijakan tentang penerimaan siswa baru yang berlatar-belakang Anak Berkebutuhan Khusus dan siswa di Sekolah Menengah Pertama.

  (2) Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengembangan proses pembelajaran di kelas terutama siswa berlatar-belakang Anak Berkebutuhan Khusus dan siswa.

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN

  Tesis ini terdiri dari lima bab, yang dapat diuraikan sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, Tujuan penelitian, manfat penelitian dan sistematika penulisan;

  Bab II : Kajian teori, terdiri atas pengertian penerimaan, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan, pengukuran penerimaan anak berkebutuhan khusus, kajian relevan dan hipotesis;

  Bab III : Metode penelitian yang meliputi jenis dan lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, dan teknik analisa data;

  Bab IV : Analisis dan Pembahasan, memuat analisis deskriptif penerimaan anak berkebutuhan khusus, analisis perbedaan penerimaan Guru dan siswa terhadap anak berkebutuhan khusus, dan uji hipotesis;

  Bab V : Penutup, berisi kesimpulan dan saran penelitian.