REFKA KEJANG DEMAM SEDERHANA linda
REFLEKSI KASUS
JUNI 2016
KEJANG DEMAM SEDERHANA
NAMA
: Linda Mutiah
STAMBUK
: N 111 15 037
PEMBIMBING
: dr. Amsyar Praja, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2016
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal di atas 38’C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis
kejang demam ialah 38’C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang
sering tidak diketahui. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan –
5 tahun.2
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana,
tidak menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan 3 kemungkinan
yaiut : 1) kejang demam, 2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai
pemicu kejang epilepsi, 3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau
gangguan elektrolit akibat dehidrasi.1
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum
diketahui. Kejang demam biasanya diawalai dengan infeksi virus atau bakteri.
Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit
infeksi saluran pernafasan, otitis media dan gastroenteritis. Umur anak, serta
tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang
demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa
kecilnya.2
Faktor resiko timbul kejang demam berulang apabila kejang terjadi
sebelum usia 12 bulan, kejang yang terjadi pada suhu rendah berkisar 38’C,
timbulnya kejang kurang dari 1 jam setelah timbulnya panas dan adanya riwayat
kejang demam pada keluarga. Jika empat faktor resiko ini ditemukan pada anak,
kemungkinan untuk berulangnya kejang demam sebanyak 70-80%. Jika hanya
terdapat satu faktor resiko, maka kemungkinan berulang sebanyak 10-20%.2
1
Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative
Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama
kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode
demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari
15 menit baik bersifat fokal atau multipel.[4] Kejang demam kompleks
berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang
demam dengan status epileptikus dan epilepsi.4
Berikut ini dilaporkan pasien dengan Kejang demam sederhana yang
mendapat perawatan di paviliun catelia RSUD UNDATA Palu.
2
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
a. Nama
: An. S
b. Umur
: 4 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama
: Islam
e. Alamat
: Jl. Dewi sartika, Palu
f. Tanggal masuk : 10 juni 2016
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kejang (+) yang dialami
sekitar 1 hari yang lalu. Keluhan kejang yang dialami sebanyak 1 kali
dengan durasi kejang kurang dari 5 menit. Terjadi penurunan kesadaran
pada saat kejang dan segera sadar setelah serangan kejang . Pada saat kejang
mata anak melihat keatas, disertai kaku diseluruh tubuh. Sebelum kejang,
anak mengalami demam tinggi sejak 1 hari yang lalu disertai muntah 1 kali.
Cairan yang dimuntahkan berupa makanan. Saat demam pasien tidak
diberikan obat penurunan panas hanya diistirahatkan dan di kompres. Pasien
juga sedang menderita flu.
Pasien tidak mengeluhkan batuk (-). Pasien juga tidak merasakan
nyeri perut (-). Buang air besar (BAB) lancar dan biasa, serta buang air kecil
(+) lancar dan biasa. Namun nafsu makan pasien menurun sejak sakit.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Paisen tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya
3
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di dalam keluarga.
Riwayat Sosial-ekonomi :
Menengah
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :
Pasien merupakan anak yang aktif dalam keseharian dirumah.
Dirumah anak tinggal bersama 10 anggota keluarga.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara , lahir secara normal di
rumah sakit undata dibantu oleh dokter. Anak lahir spontan, langsung
menangis dengan berat lahir 2800 gram dan PBL 48 cm. Bayi cukup bulan.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi :
Merangkak
: 6 bulan
Berdiri
: 9 bulan
Berjalan
: 11 bulan
Anamnesis Makanan :
Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir hingga usia 13 bulan, dibantu
dengan pemberian susu formula saat usia 2 bulan sampai sekarang.
Pemberian makanan pendamping ASI diberikan saat usia 6 bulan hingga 1
tahun dan nasi di berikan umur 2 tahun sampai sekarang.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi Dasar lengkap
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Berat Badan
: 16 kg
Tinggi Badan
: 97 cm
Status Gizi
: Z Score (1,2) : Gizi Baik
Tanda Vital
Nadi
: 100 x / menit
Suhu
: 37,8 ‘C
Respirasi
: 32 x / menit
1. Kulit
Turgor kulit normal, ruam (-)
2. Kepala
Bentuk Kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Pupil
Isokor (+/+)
Hidung
: Rhinorea (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Telinga
: Othorea (-)
Tonsil
: Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Mulut
: Bibir kering (-), lidah kotor (-), sianosis (-),
stomatitis (-)
3. Leher
-
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
-
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
5
4. Dada
Paru-Paru
- Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris bilateral,
retraksi intercostal (-), ruam (-)
- Palpasi
: Vokal fremitus (+) normal kiri dan kanan, massa
(-), nyeri tekan (-)
- Perkusi
: Sonor (+) diseluruh lapang baru
- Auskultasi
: Bronkovesiculer (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Jantung
-
Inspeksi
: Ictus Cordis tidak tampak
-
Palpasi
: Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
-
Perkusi
: Batas jantung normal
-
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni reguler, bunyi
tambahan (-)
Abdomen
-
Inspeksi
: Permukaan kesan datar, ruam (-)
-
Auskultasi
: Peristaltik usus (+) kesan normal
-
Perkusi
: bunyi timpani pada 4 kuadran abdomen
-
Palpasi
: nyeri tekan (-), organomegali (-)
5. Genitalia
: Edema (-), Dalam Batas Normal
6. Ekstremitas
-
Atas
: akral hangat +/+, edema (-)
-
Bawah : akral hangat +/+, edema (-)
7. Punggung : deformitas (-), Dalam Batas Normal
8. Otot
: Eutrofi, tonus otot baik
9. Refleks
: Fisiologis (+/+), Patologis (-/-)
6
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
V.
Hasil
11,8 X 103/uL
4,29 x 106/uL
12,5 g/dL
37,9 %
390 x 103/mm3
Nilai Normal
5 – 10 x 103/uL
3,6 – 6,5 x 106/uL
11,5 – 16 g/dL
37 – 47 %
150 – 450 x 103/mm3
Interpretasi
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Normal
RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kejang (+) yang dialami
sekitar 1 hari yang lalu. Keluhan kejang yang dialami sebanyak 1 kali
dengan durasi kejang kurang dari 5 menit. Terjadi penurunan kesadaran
pada saat kejang dan segera sadar setelah serangan kejang . Pada saat kejang
mata anak melihat keatas, disertai kaku diseluruh tubuh. Sebelum kejang,
anak mengalami demam tinggi sejak 1 hari yang lalu disertai muntah 1 kali.
Cairan yang dimuntahkan berupa makanan. Saat demam pasien tidak
diberikan obat penurunan panas hanya diistirahatkan dan di kompres. Pasien
juga sedang menderita flu.
Pasien tidak mengeluhkan batuk (-). Pasien juga tidak merasakan
nyeri perut (-). Buang air besar (BAB) lancar dan biasa, serta buang air kecil
(+) lancar dan biasa. Namun nafsu makan pasien menurun sejak sakit.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan keadaan sakit sedang, compos
mentis status gizi baik, pada pemeriksaan tanda vital diperoleh nadi : 100x/
menit, suhu : 37,8’C, dan respirasi : 32 x/menit. Dari pemeriksaan fisik
diperoleh secara umum dalam batas normal, teraba ekstremitas atas dan
bawah dalam keadaan akral hangat. Pemeriksaan laboratorium diperoleh
leukositosis (WBC : 11,8 X 103/uL), sedangkan pemeriksaan komponen
darah rutin yang lain masih dalam batas normal.
7
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Sederhana
VII. TERAPI
a. Medikamentosa
-
IVFD Ringel Laktat 24 tts/menit
-
Parasetamol sirup 4 x 1 cth
-
Ceftriaxone 200 mg/12 jam/IV
b. Non Medikamentosa
-
Melanjutkan pemberian makan dan minum
-
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
-
Memberikan edukasi kepada ibu pasien untuk menjaga
hygiene
VIII. ANJURAN
IX.
-
Pemeriksaan Darah rutin dan Gula darah sewaktu
-
Pemeriksaan EEG
-
Lumbal Pungsi
-
Urin Rutin
FOLLOW UP
Perawatan Hari 1, 11 Juni 2016
Subjek (S):
8
Demam (-) hari ke 1, Kejang (-), Batuk (-), Berlendir (-), Sesak (-), Muntah (-),
BAB (+) 2x konsistensi biasa, warna kuning, BAK (+) lancar.
Objek (O):
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Status gizi
: Gizi Baik
d. Tanda Vital
o Denyut Nadi
: 116 kali/menit
o Respirasi
: 30 kali/menit
o Suhu
: 36 0C
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit
: Ruam (-), pucat (-), turgor (kembali cepat)
Kepala
: Tidak ada kelainan
Leher
: Tidak ada kelainan
Dada
: Dalam batas normal
Abdomen
: Peristaltik usus (+) kesan normal, organomegali (-)
Ekstremitas
: Akral hangat (+), edema (-)
Assesment (A):
Kejang Demam Sederhana
Plan (P):
a. Medikamentosa
-
IVFD Ringel Laktat 24 tpm
-
Parasetamol sirup 4 x 1 cth (bila demam)
-
Cefadroxil 3 x 1 cth
b. Non Medikamentosa
-
Melanjutkan pemberian makan dan minum
-
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
9
-
Memberikan edukasi kepada ibu pasien untuk menjaga hygiene
Perawatan Hari 2, 12 juni 2016
Subjek (S):
Demam (-) hari ke 2, Kejang (-), Batuk (-), Berlendir (-), Sesak (-), Muntah (-),
BAB biasa, BAK (+) lancar.
Objek (O):
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Status gizi
: Gizi Baik
d. Tanda Vital
o Denyut Nadi
: 96 kali/menit
o Respirasi
: 24 kali/menit
o Suhu
: 370C
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit
: Ruam (-), pucat (-), turgor (kembali cepat)
Kepala
: Tidak ada kelainan
Leher
: Tidak ada kelainan
Dada
: Dalam batas normal
Abdomen
: Peristaltik usus (+) kesan normal
Ekstremitas
: Akral hangat (+), edema (-)
Assesment (A):
Post Kejang Demam Sederhana
Plan (P):
a. Medikamentosa
-
IVFD Ringel Laktat 24 tpm
-
Diazepam 3 x 1 (0,8mg) pulv.
10
-
Parasetamol sirup 4 x 1 cth (bila demam)
-
Cefadroxil 3 x 1 cth
b. Non Medikamentosa
-
Melanjutkan pemberian makan dan minum
-
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
-
Memberikan edukasi kepada ibu pasien untuk menjaga hygiene
Pasien pulang ke rumah, atas permintaan orang tua dan dengan keluhan
sepenuhnya hilang
DISKUSI
Kejang demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah
usia 1 bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi
11
sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan
kejang simptomatik lainnya. Kejang demam juga merupakan bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38’C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium.1
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.2
Penggolongan Kejang menurut Livingstone (1954), Kejang demam
sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan
kejang demam sederhana adalah:8
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
c. Kejang bersifat umum.
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama
e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Sedangkan penggolongan kejang demam menurut kriteria National
Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Perbedaan antara demam kejang sederhana dan kejang demam
kompleks adalah sebagai berikut. 2.3
Kejang Demam Sederhana
- Berlangsung singkat
-
Umumnya
serangan
Kejang Demam Kompleks
- Kejang berlangsung lama, lebih
berhenti
dari 15 menit
12
sendiri dalam waktu < 15 menit
-
Bangkitan
kejang
tonik,
Tidak berulang dalam waktu 24
Kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau
tonik
klonik tanpa gerakan fokal
-
-
kejang
umum
didahului
dengan kejang parsial
-
jam
Kejang berulang 2 kali atau lebih
dalam 24 jam, anak sadar kembali
diantara bangkitan kejang.
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria, sedangkan
kejang demam kompleks dapat ditegakkan diagnosisnya jika terdapat salah satu
dari kriteria diatas. Pada kasus ini, pasien berusia 4 tahun masuk dengan keluhan
kejang sebanyak 1 kali dengan durasi < 5 menit dan kejang didahului oleh demam
tinggi sejak tadi pagi hingga saat dia kejang. Pasien didiagnosis dengan kejang
demam sederhana berdasarkan lamanya kejang, frekuensi kejang, jenis kejang
serta kejang yang tidak berulang selama 24 jam.
Semua jenis infeksi bersumber diluar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan atas
terutama tonsilitis dan faringitis, otitis media akut , gastroenteritis akut dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.4
Pada pasien ini, fokus infeksi dapat berasal dari kemungkinan karena
infeksi bakteri namun perlu pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mengetahui
lokasi terjadinya infeksi. Penanda adanya infeksi bakteri dibuktikan dengan hasil
laboratorium darah rutin, dimana ditemukan adanya leukositois atau peningkatan
kadar leukosit (11,8 X 103/uL), yang menunjukkan adanya proses infeksi.
Kejang demam juga dapat diturunkan secara autosom dominan
melalui kromosom 19p dan 8q 12-21 dari ayah atau ibu. Berdasarkan hal itu
penting untuk melakukan anamnesis pada pasien kejang demam apakah ada
riwayat kejang demam pada keluarga. Pada pasien ini tidak terdapat riwayat
kejang demam yang diderita oleh keluarga.5
13
Pada penatalaksanaan kejang demam, ada 3 hal yang perlu
diperhatikan, yaitu pengobatan fase akut, pengobatan profilaksis dan edukasi
orangtua pasien :4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada saat pasien kejang, semua
pakaian yang ketat harus dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah
untuk mencegah terjadinya aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi
dapat diturunkan dengan kompres dan antipiretik. Pemberian diazepam
merupakan pilihan utama dengan dosis :
-
Diazepam intrarektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau jika BB 10 kg diberikan dengan
dosis 10 mg.
-
Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dan dosis maksimal 20 mg.
-
Fenitoin secara intravena
dengan dosis
awal
10-15
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
-
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat diruang rawat intensif.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Pada bayi kecil, sering manifestasi meningitis tidak jelas,
14
sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6 bulan,
dan dianjurkan pada pasien berumur < 18 bulan. Pada kasus ini infeksi
saluran nafas atas (tonsilofaringitis) dapat menjadi penyebab kejang
demam.
3. Pengobatan profilaksis intermittent
Pengobatan profilaksis intermitent dengan anti konvulsan segera
diberikan pada waktu pasien demam. Dapat digunakan diazepam
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan <
10 kg Dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg. Ataupun
diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam. Efek samping
diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
4. Profilaksis terus-menerus
Pengobatan rumatan (profilaksis terus-menerus) hanya diberikan bila
kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
a. Kejang selama > 15 menit
b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesism, cerebral palsy, retradarsi mental,
hidrosepalus.
c. Kejang fokal
Pemberian profilaksis yang dapat diberikan yaitu fenobarbital 4-5
mg/kgBB akan menunjukan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulan gnya kejang demam. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas
kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
5. Edukasi pada orang tua
15
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anak telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingatkan adanya efek samping.
Pada pasien ini, terapi yang diberikan berupa paracetamol sebagai
antipiretik untuk menurunkan demam. Dosis paracetamol yang diberikan adalah
10-15 mg/kgBB/kali sebanyak 3-4 kali. Pasien memiliki berat badan 8,5 kg
sehingga dosis yang diberikan adalah 85-127,5 mg/kgBB/kali, dimana pada setiap
sediaan sirup dalam 5 ml setara dengan 120 mg atau 5 ml yaitu 1 sendok teh untuk
menghasilkan efek terapeutik. Pemberian cairan Ringer Laktat bertujuan untuk
mecegah terjadinya dehidrasi pada keadaan demam. Stesolid suposutori
(diazepam) diberikan sebagai anticonvulsan dengan dosis 5 mg untuk anak
dengan berat badan < 10 kg, selanjutnya anak tersebut diberikan terapi profilaksis
intermitten untuk mencegah kejang berulang dengan diberikan diazepam oral
dengan dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam, dengan berat badan 8,5 kg maka dosis
anjuran 2,55 mg, sehingga pada anak diberikan dosis 3 x 1 (0,8mg) dalam bentuk
puyer Dalam kasus ini dicurigai demam yang terjadi pada anak karena adanya
gambaran khas infeksi bakteri karena adanya peningkatan leukosit sehingga perlu
diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah
ceftriaxone dosis 20-50 mg/kgBB/hari. Berat badan pasien 8,5 kg, sehingga
diberikan dosis 170-425 mg/12 jam IV.
16
Prognosis kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis,
kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif RF.
Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical
Education-CDK-232/Vol.42 No.9. 2015
2. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006
3. Roberto DM, South M. Practical Pediatrics Sixth Edition. UK: Churchill
Livingstone, 2007.
4. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak, Sari Pediatri, Vol.4
No.2.September, Jakarta. 2002
5. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi Pertama. Jakarta:
Badan penerbit IDAI, 2004.
6. Hasan R, dkk. Buku Kuliah 2- Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta, 2005.
7. Erwika A. Manajemen terapi kejang demam sederhana dengan
hiperpireksia pada anak usia tiga tahun, J Medula Unila, Vol.3 No.2
Desember, Universitas Lampung, 2014.
8. Soetomenggolo T.S. dan Ismael S., Buku Ajar Neurologi Anak, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 1999
17
JUNI 2016
KEJANG DEMAM SEDERHANA
NAMA
: Linda Mutiah
STAMBUK
: N 111 15 037
PEMBIMBING
: dr. Amsyar Praja, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2016
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal di atas 38’C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis
kejang demam ialah 38’C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang
sering tidak diketahui. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan –
5 tahun.2
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana,
tidak menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan 3 kemungkinan
yaiut : 1) kejang demam, 2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai
pemicu kejang epilepsi, 3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau
gangguan elektrolit akibat dehidrasi.1
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum
diketahui. Kejang demam biasanya diawalai dengan infeksi virus atau bakteri.
Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit
infeksi saluran pernafasan, otitis media dan gastroenteritis. Umur anak, serta
tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang
demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa
kecilnya.2
Faktor resiko timbul kejang demam berulang apabila kejang terjadi
sebelum usia 12 bulan, kejang yang terjadi pada suhu rendah berkisar 38’C,
timbulnya kejang kurang dari 1 jam setelah timbulnya panas dan adanya riwayat
kejang demam pada keluarga. Jika empat faktor resiko ini ditemukan pada anak,
kemungkinan untuk berulangnya kejang demam sebanyak 70-80%. Jika hanya
terdapat satu faktor resiko, maka kemungkinan berulang sebanyak 10-20%.2
1
Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative
Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama
kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode
demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari
15 menit baik bersifat fokal atau multipel.[4] Kejang demam kompleks
berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang
demam dengan status epileptikus dan epilepsi.4
Berikut ini dilaporkan pasien dengan Kejang demam sederhana yang
mendapat perawatan di paviliun catelia RSUD UNDATA Palu.
2
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
a. Nama
: An. S
b. Umur
: 4 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama
: Islam
e. Alamat
: Jl. Dewi sartika, Palu
f. Tanggal masuk : 10 juni 2016
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kejang (+) yang dialami
sekitar 1 hari yang lalu. Keluhan kejang yang dialami sebanyak 1 kali
dengan durasi kejang kurang dari 5 menit. Terjadi penurunan kesadaran
pada saat kejang dan segera sadar setelah serangan kejang . Pada saat kejang
mata anak melihat keatas, disertai kaku diseluruh tubuh. Sebelum kejang,
anak mengalami demam tinggi sejak 1 hari yang lalu disertai muntah 1 kali.
Cairan yang dimuntahkan berupa makanan. Saat demam pasien tidak
diberikan obat penurunan panas hanya diistirahatkan dan di kompres. Pasien
juga sedang menderita flu.
Pasien tidak mengeluhkan batuk (-). Pasien juga tidak merasakan
nyeri perut (-). Buang air besar (BAB) lancar dan biasa, serta buang air kecil
(+) lancar dan biasa. Namun nafsu makan pasien menurun sejak sakit.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Paisen tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya
3
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di dalam keluarga.
Riwayat Sosial-ekonomi :
Menengah
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan :
Pasien merupakan anak yang aktif dalam keseharian dirumah.
Dirumah anak tinggal bersama 10 anggota keluarga.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara , lahir secara normal di
rumah sakit undata dibantu oleh dokter. Anak lahir spontan, langsung
menangis dengan berat lahir 2800 gram dan PBL 48 cm. Bayi cukup bulan.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi :
Merangkak
: 6 bulan
Berdiri
: 9 bulan
Berjalan
: 11 bulan
Anamnesis Makanan :
Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir hingga usia 13 bulan, dibantu
dengan pemberian susu formula saat usia 2 bulan sampai sekarang.
Pemberian makanan pendamping ASI diberikan saat usia 6 bulan hingga 1
tahun dan nasi di berikan umur 2 tahun sampai sekarang.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi Dasar lengkap
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Berat Badan
: 16 kg
Tinggi Badan
: 97 cm
Status Gizi
: Z Score (1,2) : Gizi Baik
Tanda Vital
Nadi
: 100 x / menit
Suhu
: 37,8 ‘C
Respirasi
: 32 x / menit
1. Kulit
Turgor kulit normal, ruam (-)
2. Kepala
Bentuk Kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Pupil
Isokor (+/+)
Hidung
: Rhinorea (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Telinga
: Othorea (-)
Tonsil
: Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Mulut
: Bibir kering (-), lidah kotor (-), sianosis (-),
stomatitis (-)
3. Leher
-
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
-
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
5
4. Dada
Paru-Paru
- Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris bilateral,
retraksi intercostal (-), ruam (-)
- Palpasi
: Vokal fremitus (+) normal kiri dan kanan, massa
(-), nyeri tekan (-)
- Perkusi
: Sonor (+) diseluruh lapang baru
- Auskultasi
: Bronkovesiculer (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Jantung
-
Inspeksi
: Ictus Cordis tidak tampak
-
Palpasi
: Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
-
Perkusi
: Batas jantung normal
-
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni reguler, bunyi
tambahan (-)
Abdomen
-
Inspeksi
: Permukaan kesan datar, ruam (-)
-
Auskultasi
: Peristaltik usus (+) kesan normal
-
Perkusi
: bunyi timpani pada 4 kuadran abdomen
-
Palpasi
: nyeri tekan (-), organomegali (-)
5. Genitalia
: Edema (-), Dalam Batas Normal
6. Ekstremitas
-
Atas
: akral hangat +/+, edema (-)
-
Bawah : akral hangat +/+, edema (-)
7. Punggung : deformitas (-), Dalam Batas Normal
8. Otot
: Eutrofi, tonus otot baik
9. Refleks
: Fisiologis (+/+), Patologis (-/-)
6
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
V.
Hasil
11,8 X 103/uL
4,29 x 106/uL
12,5 g/dL
37,9 %
390 x 103/mm3
Nilai Normal
5 – 10 x 103/uL
3,6 – 6,5 x 106/uL
11,5 – 16 g/dL
37 – 47 %
150 – 450 x 103/mm3
Interpretasi
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Normal
RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan kejang (+) yang dialami
sekitar 1 hari yang lalu. Keluhan kejang yang dialami sebanyak 1 kali
dengan durasi kejang kurang dari 5 menit. Terjadi penurunan kesadaran
pada saat kejang dan segera sadar setelah serangan kejang . Pada saat kejang
mata anak melihat keatas, disertai kaku diseluruh tubuh. Sebelum kejang,
anak mengalami demam tinggi sejak 1 hari yang lalu disertai muntah 1 kali.
Cairan yang dimuntahkan berupa makanan. Saat demam pasien tidak
diberikan obat penurunan panas hanya diistirahatkan dan di kompres. Pasien
juga sedang menderita flu.
Pasien tidak mengeluhkan batuk (-). Pasien juga tidak merasakan
nyeri perut (-). Buang air besar (BAB) lancar dan biasa, serta buang air kecil
(+) lancar dan biasa. Namun nafsu makan pasien menurun sejak sakit.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan keadaan sakit sedang, compos
mentis status gizi baik, pada pemeriksaan tanda vital diperoleh nadi : 100x/
menit, suhu : 37,8’C, dan respirasi : 32 x/menit. Dari pemeriksaan fisik
diperoleh secara umum dalam batas normal, teraba ekstremitas atas dan
bawah dalam keadaan akral hangat. Pemeriksaan laboratorium diperoleh
leukositosis (WBC : 11,8 X 103/uL), sedangkan pemeriksaan komponen
darah rutin yang lain masih dalam batas normal.
7
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Kejang Demam Sederhana
VII. TERAPI
a. Medikamentosa
-
IVFD Ringel Laktat 24 tts/menit
-
Parasetamol sirup 4 x 1 cth
-
Ceftriaxone 200 mg/12 jam/IV
b. Non Medikamentosa
-
Melanjutkan pemberian makan dan minum
-
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
-
Memberikan edukasi kepada ibu pasien untuk menjaga
hygiene
VIII. ANJURAN
IX.
-
Pemeriksaan Darah rutin dan Gula darah sewaktu
-
Pemeriksaan EEG
-
Lumbal Pungsi
-
Urin Rutin
FOLLOW UP
Perawatan Hari 1, 11 Juni 2016
Subjek (S):
8
Demam (-) hari ke 1, Kejang (-), Batuk (-), Berlendir (-), Sesak (-), Muntah (-),
BAB (+) 2x konsistensi biasa, warna kuning, BAK (+) lancar.
Objek (O):
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Status gizi
: Gizi Baik
d. Tanda Vital
o Denyut Nadi
: 116 kali/menit
o Respirasi
: 30 kali/menit
o Suhu
: 36 0C
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit
: Ruam (-), pucat (-), turgor (kembali cepat)
Kepala
: Tidak ada kelainan
Leher
: Tidak ada kelainan
Dada
: Dalam batas normal
Abdomen
: Peristaltik usus (+) kesan normal, organomegali (-)
Ekstremitas
: Akral hangat (+), edema (-)
Assesment (A):
Kejang Demam Sederhana
Plan (P):
a. Medikamentosa
-
IVFD Ringel Laktat 24 tpm
-
Parasetamol sirup 4 x 1 cth (bila demam)
-
Cefadroxil 3 x 1 cth
b. Non Medikamentosa
-
Melanjutkan pemberian makan dan minum
-
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
9
-
Memberikan edukasi kepada ibu pasien untuk menjaga hygiene
Perawatan Hari 2, 12 juni 2016
Subjek (S):
Demam (-) hari ke 2, Kejang (-), Batuk (-), Berlendir (-), Sesak (-), Muntah (-),
BAB biasa, BAK (+) lancar.
Objek (O):
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Status gizi
: Gizi Baik
d. Tanda Vital
o Denyut Nadi
: 96 kali/menit
o Respirasi
: 24 kali/menit
o Suhu
: 370C
e. Pemeriksaan Fisik
Kulit
: Ruam (-), pucat (-), turgor (kembali cepat)
Kepala
: Tidak ada kelainan
Leher
: Tidak ada kelainan
Dada
: Dalam batas normal
Abdomen
: Peristaltik usus (+) kesan normal
Ekstremitas
: Akral hangat (+), edema (-)
Assesment (A):
Post Kejang Demam Sederhana
Plan (P):
a. Medikamentosa
-
IVFD Ringel Laktat 24 tpm
-
Diazepam 3 x 1 (0,8mg) pulv.
10
-
Parasetamol sirup 4 x 1 cth (bila demam)
-
Cefadroxil 3 x 1 cth
b. Non Medikamentosa
-
Melanjutkan pemberian makan dan minum
-
Lakukan kompres air hangat bila anak demam
-
Memberikan edukasi kepada ibu pasien untuk menjaga hygiene
Pasien pulang ke rumah, atas permintaan orang tua dan dengan keluhan
sepenuhnya hilang
DISKUSI
Kejang demam merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah
usia 1 bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi
11
sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan
kejang simptomatik lainnya. Kejang demam juga merupakan bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38’C) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstrakranium.1
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.2
Penggolongan Kejang menurut Livingstone (1954), Kejang demam
sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan
kejang demam sederhana adalah:8
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.
c. Kejang bersifat umum.
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama
e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Sedangkan penggolongan kejang demam menurut kriteria National
Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Perbedaan antara demam kejang sederhana dan kejang demam
kompleks adalah sebagai berikut. 2.3
Kejang Demam Sederhana
- Berlangsung singkat
-
Umumnya
serangan
Kejang Demam Kompleks
- Kejang berlangsung lama, lebih
berhenti
dari 15 menit
12
sendiri dalam waktu < 15 menit
-
Bangkitan
kejang
tonik,
Tidak berulang dalam waktu 24
Kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau
tonik
klonik tanpa gerakan fokal
-
-
kejang
umum
didahului
dengan kejang parsial
-
jam
Kejang berulang 2 kali atau lebih
dalam 24 jam, anak sadar kembali
diantara bangkitan kejang.
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria, sedangkan
kejang demam kompleks dapat ditegakkan diagnosisnya jika terdapat salah satu
dari kriteria diatas. Pada kasus ini, pasien berusia 4 tahun masuk dengan keluhan
kejang sebanyak 1 kali dengan durasi < 5 menit dan kejang didahului oleh demam
tinggi sejak tadi pagi hingga saat dia kejang. Pasien didiagnosis dengan kejang
demam sederhana berdasarkan lamanya kejang, frekuensi kejang, jenis kejang
serta kejang yang tidak berulang selama 24 jam.
Semua jenis infeksi bersumber diluar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan atas
terutama tonsilitis dan faringitis, otitis media akut , gastroenteritis akut dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.4
Pada pasien ini, fokus infeksi dapat berasal dari kemungkinan karena
infeksi bakteri namun perlu pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mengetahui
lokasi terjadinya infeksi. Penanda adanya infeksi bakteri dibuktikan dengan hasil
laboratorium darah rutin, dimana ditemukan adanya leukositois atau peningkatan
kadar leukosit (11,8 X 103/uL), yang menunjukkan adanya proses infeksi.
Kejang demam juga dapat diturunkan secara autosom dominan
melalui kromosom 19p dan 8q 12-21 dari ayah atau ibu. Berdasarkan hal itu
penting untuk melakukan anamnesis pada pasien kejang demam apakah ada
riwayat kejang demam pada keluarga. Pada pasien ini tidak terdapat riwayat
kejang demam yang diderita oleh keluarga.5
13
Pada penatalaksanaan kejang demam, ada 3 hal yang perlu
diperhatikan, yaitu pengobatan fase akut, pengobatan profilaksis dan edukasi
orangtua pasien :4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada saat pasien kejang, semua
pakaian yang ketat harus dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah
untuk mencegah terjadinya aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi
dapat diturunkan dengan kompres dan antipiretik. Pemberian diazepam
merupakan pilihan utama dengan dosis :
-
Diazepam intrarektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau jika BB 10 kg diberikan dengan
dosis 10 mg.
-
Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dan dosis maksimal 20 mg.
-
Fenitoin secara intravena
dengan dosis
awal
10-15
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
-
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien
harus dirawat diruang rawat intensif.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Pada bayi kecil, sering manifestasi meningitis tidak jelas,
14
sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur < 6 bulan,
dan dianjurkan pada pasien berumur < 18 bulan. Pada kasus ini infeksi
saluran nafas atas (tonsilofaringitis) dapat menjadi penyebab kejang
demam.
3. Pengobatan profilaksis intermittent
Pengobatan profilaksis intermitent dengan anti konvulsan segera
diberikan pada waktu pasien demam. Dapat digunakan diazepam
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan <
10 kg Dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kg. Ataupun
diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam. Efek samping
diazepam ialah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
4. Profilaksis terus-menerus
Pengobatan rumatan (profilaksis terus-menerus) hanya diberikan bila
kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
a. Kejang selama > 15 menit
b. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesism, cerebral palsy, retradarsi mental,
hidrosepalus.
c. Kejang fokal
Pemberian profilaksis yang dapat diberikan yaitu fenobarbital 4-5
mg/kgBB akan menunjukan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulan gnya kejang demam. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas
kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
5. Edukasi pada orang tua
15
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anak telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingatkan adanya efek samping.
Pada pasien ini, terapi yang diberikan berupa paracetamol sebagai
antipiretik untuk menurunkan demam. Dosis paracetamol yang diberikan adalah
10-15 mg/kgBB/kali sebanyak 3-4 kali. Pasien memiliki berat badan 8,5 kg
sehingga dosis yang diberikan adalah 85-127,5 mg/kgBB/kali, dimana pada setiap
sediaan sirup dalam 5 ml setara dengan 120 mg atau 5 ml yaitu 1 sendok teh untuk
menghasilkan efek terapeutik. Pemberian cairan Ringer Laktat bertujuan untuk
mecegah terjadinya dehidrasi pada keadaan demam. Stesolid suposutori
(diazepam) diberikan sebagai anticonvulsan dengan dosis 5 mg untuk anak
dengan berat badan < 10 kg, selanjutnya anak tersebut diberikan terapi profilaksis
intermitten untuk mencegah kejang berulang dengan diberikan diazepam oral
dengan dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam, dengan berat badan 8,5 kg maka dosis
anjuran 2,55 mg, sehingga pada anak diberikan dosis 3 x 1 (0,8mg) dalam bentuk
puyer Dalam kasus ini dicurigai demam yang terjadi pada anak karena adanya
gambaran khas infeksi bakteri karena adanya peningkatan leukosit sehingga perlu
diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi. Antibiotik yang diberikan adalah
ceftriaxone dosis 20-50 mg/kgBB/hari. Berat badan pasien 8,5 kg, sehingga
diberikan dosis 170-425 mg/12 jam IV.
16
Prognosis kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis,
kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif RF.
Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical
Education-CDK-232/Vol.42 No.9. 2015
2. UKK Neurologi IDAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. 2006
3. Roberto DM, South M. Practical Pediatrics Sixth Edition. UK: Churchill
Livingstone, 2007.
4. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak, Sari Pediatri, Vol.4
No.2.September, Jakarta. 2002
5. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi Pertama. Jakarta:
Badan penerbit IDAI, 2004.
6. Hasan R, dkk. Buku Kuliah 2- Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta, 2005.
7. Erwika A. Manajemen terapi kejang demam sederhana dengan
hiperpireksia pada anak usia tiga tahun, J Medula Unila, Vol.3 No.2
Desember, Universitas Lampung, 2014.
8. Soetomenggolo T.S. dan Ismael S., Buku Ajar Neurologi Anak, Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 1999
17