Penentuan Kelayakan Lokasi Usaha Franchise Menggunakan Metode AHP dan VIKOR

  Vol. 2, No. 1, Januari 2018, hlm. 122-132 http://j-ptiik.ub.ac.id

  

Penentuan Kelayakan Lokasi Usaha Franchise Menggunakan Metode AHP

1

dan VIKOR

2 3 Vienticentia Imanuwelita , Rekyan Regasari Mardi Putri , Faizatul Amalia

  Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: vincentia.imanuelita@gmail.com, rekyan.rmp@ub.ac.id, faiz_amalia@ub.ac.id

  

Abstrak

Franchise adalah jenis usaha yang menawarkan berbagai keunggulan seperti reputasi badan usaha yang

  telah dikenal luas oleh masyarakat dan stabilitas prosedur operasi. Kendati demikian, usaha franchise tidak jarang mengalami kegagalan yang salah satu penyebabnya adalah lokasi. Pemilihan lokasi yang tidak memenuhi kriteria tertentu berdampak langsung pada kegagalan usaha franchise. Selama ini, penentuan kelayakan lokasi usaha untuk objek yang diteliti memiliki pola komputasi yang tidak jelas, tidak terarah dan tidak konkret. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan kelayakan lokasi usaha yang tepat didukung dengan pola perhitungan yang tepat pula. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode AHP dan VIKOR untuk membangun sebuah sistem yang dapat menjawab permasalahan Multi

  

Criteria Decision Making (MCDM) bagi kelayakan lokasi usaha franchise. Metode AHP digunakan

  untuk mendapatkan nilai bobot dari seluruh kriteria, sedangkan VIKOR berfokus pada pemeringkatan alternatif lokasi usaha dan pengajuan solusi kompromi. Berdasarkan hasil dari pengujian yang dilakukan, akurasi tertinggi didapatkan sebesar 85% ketika nilai threshold diubah menjadi 0,56. Sedangkan sensitivitas nilai VIKOR ketika nilai variabel diubah, didapatkan empat buah alternatif lokasi yang sensitif terhadap perubahan tersebut. Hasil akhir yang diperoleh berupa status kelayakan dari setiap lokasi usaha yang diajukan.

  Kata kunci: MCDM, kelayakan lokasi usaha franchise, AHP, VIKOR

Abstract

  

Franchise is a type of businesses that offers various benefits such as the good reputation and the stability

of operating procedures. Nevertheless, the franchise business could be closed to bankruptcy, one aspect

which influences that fact is the location factor. Site selection that does not meet certain criteria has a

direct impact on the failure of the franchise business. The determination of the business location

feasibility for the object under study has a computational pattern that is not clear, not directional and

not concrete. Therefore, it is important to establish the appropriate business location feasibility

supported by proper calculation patterns. This research proposes AHP and VIKOR methods to build

system that can answer Multi Criteria Decision Making (MCDM) problem for feasibility of franchise

business location. The AHP method is used to derive the weighting value of all criterias, while VIKOR

focuses on the ranking of alternative business locations and proposes compromise solution. Based on

the testing performance, the highest accuracy obtained is 85% with threshold value of 0,56. The

sensitivity of VIKOR value while

   value is changed derived four alternatives that are sensitive to that change. The final result obtained is the eligibility status of each proposed business location.

  Keywords: MCDM, feasibility of franchise business location, AHP, VIKOR franchise yang mengalami kegagalan di tengah 1.

  jalan. Untuk kategori franchise asing di

   PENDAHULUAN

  Indonesia, persentase kegagalan berkisar pada Usaha franchise yang umumnya telah rentang 12-13% per tahun, sedangkan untuk memiliki merek yang dikenal serta manajemen

  franchise lokal menyentuh angka 50-60% per

  sistem yang teruji, dinilai lebih stabil serta tahun (Sudarmiatin, 2011). Salah satu faktor memiliki prospek yang jelas. Kendati demikian, yang berkontribusi terhadap kegagalan usaha tidak dipungkiri bahwa tidak sedikit usaha

  franchise adalah lokasi yang tidak memenuhi Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya

  

122 beberapa kriteria pendukung keberhasilan usaha. Hal ini berefleksi pada fakta bahwa lokasi dapat mempengaruhi kelancaran usaha, karena lokasi sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan usaha di masa mendatang (Alma, 2003).

  Penting untuk menetapkan kelayakan lokasi usaha yang tepat, karena tidak jarang lokasi baru yang ditetapkan tidak dapat memberikan keuntungan optimal. Selama ini, penentuan kelayakan lokasi usaha untuk objek yang diteliti memiliki pola komputasi yang tidak jelas, tidak terarah dan tidak konkret untuk dapat menghasilkan status kelayakan lokasi usaha

  Penelitian ketiga dilakukan oleh (Tian & Zhang, 2016) yang mengintegerasikan metode AHP dan VIKOR untuk mengevaluasi fase desain green pada industri manufaktur.

  2. FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN LOKASI USAHA

  AHP digunakan untuk memperoleh nilai bobot karena efektivitasnya dalam meresolusi konflik kepentingan antar kriteria yang secara langsung mempengaruhi bobot kriteria. Sedangkan metode VIKOR digunakan karena kelebihannya dalam perangkingan alternatif, pemberian solusi kompromi, serta penentuan stabilitas pemeringkatan dalam mendukung keputusan.

  VIsekriterijumsko KOmpromisno Rangiranje (VIKOR). Metode

  Berdasarkan ketiga referensi penelitian yang dianalisis, dapat dilihat bahwa penerapan metode AHP dan VIKOR memiliki tingkat kecocokan yang tinggi terkait objek penelitian kelayakan lokasi usaha, maka penelitian ini akan menerapkan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan metode

  VIKOR layak dan efektif dalam melakukan evaluasi produk bila disejajarkan dengan metode yang jamak digunakan untuk permasalahan green design seperti AHP-TOPSIS.

  Penelitian ini terdiri dari dua fase utama yaitu menghitung bobot untuk setiap indeks evaluasi dengan metode AHP dan fase evaluasi alternatif desain sekaligus menentukan pemeringkatan akhir dengan menerapkan metode VIKOR. Penelitian ini berhasil mencapai tujuannya dengan sempurna, karena pemeringkatan yang dihasilkan dari metode VIKOR bernilai stabil. Adapun hasil pemeringkatan alternatif akhir adalah A1> A3> A2. Para peneliti menyimpulkan bahwa hasil metode AHP-

  VIKOR dipakai untuk menentukan daftar peringkat, solusi kompromi dan rentang stabilitas pembobotan dalam mendukung keputusan. Penelitian ini berhasil menerapkan metode AHP dan VIKOR untuk mengevaluasi alternatif solusi, disertai solusi alternatif dan stabilitas pemeringkatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keuntungan dari penerapan matrik keputusan belum tercapai sehingga perubahan nilai dari variabel v sangat mempengaruhi hasil pemeringkatan.

  franchise . Berdasarkan pemaparan tersebut,

  Penelitian kedua dilakukan oleh (Moghaddam & Mousavi, 2011), mengimplementasikan kombinasi antara metode AHP dan VIKOR untuk pemilihan lokasi tanam. Metode AHP digunakan untuk menyelesaikan konflik nilai kepentingan relatif dari beberapa pengambil keputusan. Sedangkan metode

  Penelitian pertama, memiliki objek yang sama dengan metode yang berbeda dilakukan oleh (Zaky, 2015). Dalam penelitian ini, metode AHP digunakan untuk mendapatkan bobot kriteria yang diproses lebih lanjut oleh metode TOPSIS untuk pemeringkatan alternatif cabang usaha kuliner. Namun, metode TOPSIS yang digunakan tidak memberi sumbangsih terhadap stabilitas hasil maupun penerimaan keuntungan seperti yang ditawarkan oleh metode VIKOR. Sehingga tidak mungkin untuk melakukan analisis dan pemberian solusi terhadap lokasi tertentu yang memilki kelabilan nilai akhir. Perhitungan nilai preferensi dalam penelitian saudara Zaky pun dilakukan secara tidak tetap atau random, yakni dengan memilih salah satu lokasi secara acak kemudian memproses nilai jarak terbobotnya. Dengan demikian, bila lokasi lain yang terpilih dengan selisih nilai yang besar terhadap nilai terbobot saat ini, dapat dipastikan hasil status kelayakan akhir berbeda pula. Dari penerapan metode AHP-TOPSIS dalam penelitian ini diperoleh nilai akurasi sebesar 80%.

  penelitan yang dijadikan referensi dijabarkan sebagai berikut.

  Rangiranje (VIKOR). Adapun beberapa

  Terdapat beberapa metode MCDM yang dapat diimplementasikan ke dalam sebuah sistem penentuan kelayakan lokasi usaha. Diantaranya adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan VIsekriterijumsko KOmpromisno

  criteria decision making (MCDM) untuk penentuan kelayakan lokasi usaha franchise.

  maka perlu dilakukan kajian serta perbaikan terhadap metode saat ini sebagai solusi dari multi

  Lokasi usaha diartikan sebagai letak toko atau pengecer pada lokasi strategis tertentu untuk memaksimumkan keuntungan (Swastha, 2000). Lokasi usaha dinilai sangat penting karena lokasi merupakan pengendali pendapatan dan anggaran badan usaha. Oleh karena itu, lokasi memiliki kekuatan untuk memperkuat atau memperlemah strategis bisnis perusahaan (Heizer & Render, 2011).

  Pada penelitian ini digunakan tujuh buah kriteria lokasi usaha yang diperoleh dari hasil wawancara dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Zaky, 2015) dengan pemilik usaha franchise “King Juice” yakni Ibu Nurifah. Adapun ketujuh kriteria tersebut adalah:

MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM)

  2. Infrastruktur tempat usaha Calon tempat yang akan dijadikan lokasi usaha franchise haruslah memiliki infrastruktur yang lengkap. Adapun komponen infrastruktur yang dimaksud adalah kelancaran distribusi listrik dan air untuk menggerakkan roda ekonomi usaha.

  Decision Making (MCDM), permasalahan yang

  Dalam penelitian ini, metode AHP diterapkan terlebih dahulu hingga mendapatkan bobot kriteria serta status konsistensi yang menjamin konsistensi dari matrik perbandingan kriteria berpasangan yang dijadikan masukan utama. Selanjutnya, metode VIKOR digunakan untuk melakukan pemeringkatan lokasi usaha, mengajukan solusi kompromi serta menentukan penerimaan keuntungan dalam pemeringkatan (kondisi C1) dan stabilitas pemeringkatan

  4. SIKLUS PENYELESAIAN MASALAH MENGGUNAKAN METODE AHP DAN VIKOR

  franchise dapat dihitung dalam bilangan bulat, permasalahan ini berada dalam ruang diskrit.

  utama dari keduanya terletak pada ruang keputusan pencarian alterntif solusi. MODM adalah model yang digunakan untuk pemecahan masalah pada ruang keputusan kontinu, sedangkan MADM digunakan bagi pemecahan masalah dalam ruang keputusan diskrit (Zimmermann, 2001). Oleh karena jumlah alternatif pada penentuan kelayakan lokasi usaha

  Objective Decision Making (MODM) dan Multi Attribute Decision Making (MADM). Perbedaan

  MCDM terdiri atas dua model, yakni: Multi

  membutuhkan penyelesaian terbaik dari beberapa pilihan yang tersedia dapat terjawab dengan tepat. MCDM merupakan metode pengambilan keputusan untuk memilih alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Adapun kriteria tersebut berupa aturan atau standar tertentu dalam mengambil keputusan (Kusumadewi et al., 2006).

  Untuk menilai kualitas sebuah kandidat, pengambil keputusan menggunakan beberapa ukuran tertentu, karena sejatinya tidak ada sebuah kandidat yang bernilai lebih baik pada setiap kriteria yang dijadikan alat ukur. Oleh karena itu, pengambil keputusan berkewajiban menentukan pembobotan antar setiap kriteria untuk sampai pada tahap penilaian akhir (Lootsma, 1999). Melalui Multi Criteria

  3. Jarak dengan supplier Jarak antara supplier akan berhubungan langsung dengan biaya transportasi yang dikeluarkan untuk mengirim bahan baku. Rentang jarak yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 0-15 km.

  1. Jumlah pesaing Kriteria ini menitiberatkan pada jumlah pesaing usaha serupa yang berlokasi dalam radius ±200 meter dari lokasi usaha franchise .

  2 .

  hingga ≥ 40

  2

  6. Ukuran lokasi Ukuran lokasi usaha yang cukup menjamin aktivitas pegawai dalam menjalankan usaha. Ukuran lokasi yang dijadikan batasan dalam penelitian ini memiliki rentang < 10

  5. Kepadatan penduduk Lokasi dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, secara langsung meningkatkan keterjangkauan tempat oleh konsumen sehingga memperbesar pendapatan usaha.

  4. Harga sewa tempat Informasi mengenai harga sewa tempat yang dijadikan tolak ukur dalam penelitian ini berkisar dari Rp.0,- hingga >=Rp.2.000,000,-.

  7. Gaji pegawai Gaji pegawai yang terlalu tinggi memangkas pemasukan secara berlebihan. Di sisi lain, gaji yang terlalu rendah berdampak pada loyalitas pegawai. Rentang gaji pegawai yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah < Rp. 400,000,- hingga > Rp.800.000,- 3.

  (kondisi C2). Preferensi kelayakan digunakan merupakan suatu metode pengukuran yang untuk menentukan status kelayakan berdasarkan pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. nilai VIKOR yang diperoleh. Diagram alir dari Saaty pada tahun 1971. Metode AHP sejatinya metode AHP dan VIKOR untuk memecahkan digunakan untuk mengevaluasi serta memilih permasalahan penetapan kelayakan lokasi usaha alternatif terbaik berdasarkan pertimbangan

  

franchise ditunjukkan oleh Gambar 1. terhadap kriteria-kriteria tertentu yang dijadikan

  dasar penilaian. Merunut pada persamaan matematika dan proses kalkulasi yang

  Mulai A

  diterapkan, metode AHP secara esensial membentuk matrik yang menyatakan nilai

  Matrik Menghitung nilai

  kepentingan relatif dari sebuah atribut terhadap

  perbandingan

  VIKOR (Qi) kriteria

  atribut lainnya. Adapun matrik tersebut dikenal

  berpasangan

  dengan istilah matrik perbandingan berpasangan

  Mengurutkan

  berfungsi dalam menggambarkan kekuatan

  Menjumlahkan alternatif matrik perbandingan relatif antar setiap atribut/preferensi (Saaty R. berdasarkan nilai kriteria berpasangan

  Utility Measure , W., 1987).

  Regret Measure

  Dalam penerapan metode AHP, persepsi

  dan VIKOR Menghitung manusia dijadikan masukan utama untuk normaliasi matriks

  menyatakan relasi antar atribut sekaligus

  perbandingan Mengajukan

  langkah awal pemecahan masalah

  solusi kompromi

  (Maheshwarkar & Sohani, 2013). Persepsi

  berdasarkan Menghitung bobot kondisi C1 dan manusia yang digunakan adalah pengetahuan kriteria

  C2

  dari manusia yang ahli dalam bidang yang bersesuaian dengan permasalahan yang

  Menghitung nilai Menghitung nilai ditemukan. Dalam hal ini manusia disebut pakar lamda maks preferensi

  dalam bidang tertentu sehingga dipercaya dalam menentukan bobot yang menggambarkan

  Memeriksa kekuatan relatif antar atribut.

  Menentukan konsistensi status kelayakan Pada dasarnya, prosedur atau langkah- setiap alternatif

  langkah dalam metode AHP menurut penelitian

  Bobot kriteria,

  yang dilakukan (Saaty T. L., 1990), meliputi:

  Status bobot & Status matriks 1.

  Menjumlahkan Matrik Perbandingan Kriteria

  kelayakan keputusan lokasi Berpasangan berdasarkan

  Matrik perbandingan kriteria digunakan

  nilai Menghitung preferensi,

  untuk merepresentasikan kepentingan relatif

  normalisasi tabel stabilitas matrik keputusan

  antara dua buah kriteria yang diukur

  solusi

  berdasarkan skala numerik dengan nilai

  Menentukan nilai kepentingan 1 hingga 9. Bentuk matrik fmax dan fmin

  Selesai

  perbandingan kriteria dalam penerapan metode AHP ditunjukkan oleh Persamaan

  Menghitung nilai (1).

  Utility Measure dan

  1

  12 Regret Measure ) ⋯

  1

  1 ⋯ 1 ⋮

  12

  (1)

  = [ ] = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯

  1

  1 A ⋯ [

  1

  2 1 ]

  Penjumlahan matrik perbandingan kriteria

  Gambar 1. Diagram alir penentuan kelayakan

  berpasangan dilakukan dengan

  dengan metode AHP dan VIKOR

  menjumlahkan seluruh skala kepentingan relatif untuk setiap kolom kriteria. Persamaan

5. ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (2) menunjukkan penjumlahan matrik (AHP)

  perbandingan kriteria:

  1

  1 Analytic Hierarchy Process (AHP)

  (2)

  ∑ = ∑ = 1 + + ⋯ + =1

  12

  1 Dengan n merupakan kriteria terakhir pada matrik perbandingan berpasangan. Sedangkan,

  1

  (6) 5.

  [ ⋮ ]

  (5) b. Menghitung nilai prioritas

  Setelah n buah nilai didapatkan dari hasil perkalian matrik perbandingan dengan bobot kriteria, maka nilai prioritas dapat dihitung. Nilai prioritas didapatkan dengan membagi nilai hasil pemrosesan pada tahap (a) berupa n buah nilai terhadap n buah nilai bobot kriteria. Hasil akhir dari tahap ini adalah n buah nilai prioritas.

  c.

  Menghitung nilai lambda maks Lambda maks diperoleh dengan menjumlahkan seluruh nilai prioritas tertinggi dari setiap kriteria, kemudian membaginya dengan jumlah kriteria.

  Persamaan (6) menjabarkan proses perhitungan nilai lambda maks.

  λ = ∑ λ

  Memeriksa Konsistensi Status konsistensi matrik perbandingan kriteria secara langsung mempengaruhi kelayakan bobot kriteria. Dibutuhkan nilai

  1

  Consistency Index (CI) serta Consistency Ratio (CR). Langkah memeriksa konsistensi

  di jelaskan melalui Persamaan (7) dan (8). Persamaan (7) menjelaskan proses perhitungan nilai CI sedangkan persamaan (8) menjabarkan proses perhitungan nilai CR.

  = − −1

  (7)

  =

  (8) 6.

   VISEKRITERIJUMSKO KOMPROMISNO RANGIRANJE (VIKOR)

  VIKOR merupakan suatu metode Multi

  2 ⋯ 1 ]

  1

  adalah skala kepentingan relatif antara dua buah kriteria.

  4. Menghitung Lambda Maks Untuk memperoleh nilai lambda maks diperlukan tiga tahapan yang harus dilakukan. Ketiga tahapan tersebut akan dijabarkan secara terpisah melalui deskripsi dan persamaan di bawah ini: a.

  2. Menghitung Normalisasi Matrik

  Perbandingan Normalisasi Diperoleh dengan mentransformasi nilai ke dalam skala 0-1. Proses normalisasi diterpakan dengan membagi masing-masing skala kepentingan relatif di dalam matrik perbandingan berpasangan terhadap jumlah seluruh skala kepentingan relatif untuk setiap kolom yang telah didapatkan melalui Persamaan (2). Persamaan (3) menjelaskan proses melakukan normalisasi martrik perbandingan.

  = ∑ =1

  (3) Dengan merupakan hasil normalisasi matrik perbandingan kriteria berpasangan, adalah skala kepentingan relatif antara dua buah kriteria, n adalah kriteria terakhir pada matrik perbandingan kriteria berpasangan, dan merupakan skala kepentingan relatif dalam satu kolom kriteria.

  3. Menghitung Bobot Kriteria Bobot kriteria merepresentasikan pengaruh kepentingan relatif untuk masing- masing kriteria dalam keseluruhan kriteria yang diperhitungkan. Adapun bobot ini diperoleh dengan membagi hasil penjumlahan dari normalisasi setiap baris kriteria terhadap banyaknya kriteria. Persamaan (4) menjelaskan proses untuk mendapatkan bobot kriteia.

  = ∑ =1

  (4) Di mana adalah bobot kriteria A, adalah hasil normalisasi matrik perbandingan kriteria berpasangan dan n merupakan banyaknya kriteria.

  Mengalikan matrik perbandingan kriteria dengan bobot kriteria Tahap pertama adalah mengalikan setiap data matrik perbandingan kriteria berpasangan (sebelum proses normalisasi) yang bersesuaian dengan bobot kriteria yang telah diperoleh melalui Persamaan (4). Hasil akhir dari proses ini adalah n buah nilai yang mewakili n buah kriteria. Persamaan (5) menunjukkan proses mengalikan matrik perbandingan kriteria dengan bobot kriteria.

  1

  = [

  1

  12 ⋯

  1

  1

  12 ⋯

  1 ⋯ ⋯ ⋯

  ⋮ ⋯

  Criteria Decision Making (MCDM) yang

  , dan dilakukan berdasarkan nilai terbesar hingga nilai yang terkecil (ascending

  ℎ = −

  Untuk mendapatkan nilai dan , diperlukan nilai bobot kriteria. Bobot kriteria (

  ) bertujuan untuk merepresentasikan kepentingan relatif. Nilai dan dihitung secara berturut-turut melalui Persamaan (13) dan (14).

  = ∑ ( ∗ − ) ( ∗ − − )

  =1

  (13)

  = [ ( ∗ − ) ( ∗ − − )

  ]

  (14) 4. Menghitung Nilai VIKOR (

  ) Sebelum menghitung nilai VIKOR, nilai dari

  , , , , selisih dan selisih dapat dicari menggunakan Persamaan (15) hingga Persamaan (20) secara berurutan sebagai berikut:

  = ( )

  (15)

  = ( )

  (16)

  (17)

  Regret Measure

  = ( )

  (18)

  = ( )

  (19)

  ℎ = −

  (20) Untuk menghitung nilai

  VIKOR diperlukan variabel yang dikenal dengan istilah bobot strategis dari mayoritas kriteria, di mana nilai default ditetapkan sebesar 0,5.

  Persamaan (21) menjelaskan proses mendapatkan nilai VIKOR untuk masing- masing alternatif lokasi usaha.

  = ( − ∗) ( −− ∗)

  ( − ∗) ( −− ∗)

  (21) 5. Melakukan pemeringkatan nilai Utility

  Measure ( ), Regret Measure

  ( ) dan

  VIKOR ( ) Pemeringkatan terhadap ketiga nilai yakni

  ( )

  ) dan

  pertama kali dikembangkan dan diajukan oleh Opricovic & Tzeng pada tahun 1998. VIKOR secara harafiah memiliki arti optimatisasi beberapa kriteria ke dalam peringkat kompromi.

  VIKOR adalah melakukan pemeringkatan dan pemilihan solusi dari sekumpulan alternatif pada keadaan di mana acuan kriteria saling bertentangan (Opricovic, 1998). Adapun pemeringkatan terhadap alternatif solusi didasarkan pada ukuran kedekatan terhadap solusi ideal.

  (9) Di mana merupakan alternatif/lokasi ke

  2 =1

  = √∑

  (9).

  (12) 3. Menghitung Nilai Utility Measure (

  Menghitung Normalisasi Matrik Keputusan Perhitungan normalisasi matrik keputusan terhadap setiap data mengikuti Persamaan

  Prosedur perhitungan metode VIKOR menurut (Opricovic & Tzeng, 2004) dan (Zhang, et al., 2016) mengikuti tahap-tahap di bawah ini: 1.

  Metode VIKOR adalah salah satu metode MCDM yang digunakan untuk melakukan seleksi pada lebih dari satu kriteria. Tujuan utama metode ini adalah melakukan perangkingan dengan mengkompromi hasil nilai alternatif dan kriteria yang bertolak belakang. Berdasarkan penelitian (Opricovic & Tzeng, 2004) yang berusaha membandingakan metode TOPSIS dengan VIKOR, hasil penelitian menunjukkan bahwa keluaran metode VIKOR memiliki hasil yang lebih mendekati solusi ideal dengan penggunaan normalisasi linear bila dibandingkan dengan keluaran metode TOPSIS yang menggunakan normalisasi vektor.

  VIKOR digunakan dalam menentukan daftar solusi peringkat, solusi kompromi, serta rentang stabilitas bobot yang dijadikan dasar bagi stabilitas solusi kompromi yang diperoleh dari bobot awal (bobot inisialisasi). Fokus pada metode

  1,2,3, hingga ke- , merupakan kriteria ke

  −

  ) dari seluruh fungsi kriteria benefit, di mana ∀ ∈ {1, 2, . . . , }. Penentuan nilai

  ∗

  dan

  −

  dilakukan secara berturut-turut melalui Persamaan (11) dan (12).

  ∗ =

  (11)

  − =

  1,2,3, hingga ke-n, adalah nilai elemen dari setiap kriteria dan fij merupakan nilai hasil normalisasi. Akan diperoleh matrik yang mengandung keseluruhan nilai elemen hasil normalisasi, ditunjukkan melalui Persamaan (10).

  • (1 − )

  = [

  11 ⋯

  1 ⋮ ⋱ ⋮

  1 ⋯ ]

  ∗ ) dan Fmin(

  − )

  Tentukan nilai Fmax (

  ∗

  ) serta nilai Fmin (

  (10) 2. Menentukan Nilai Fmax(

  order ), dengan nilai terkecil merupakan kompromi. Persamaan (25) menjelaskan logika kandidat terbaik. Sehingga akan diperoleh untuk memperoleh nilai preferensi kelayakan.

  tiga buah daftar/versi pemeringkatan.

  ′

  • ( +⋯+ )−( ( )+⋯+ ( ) +

  1

  2

  3 (25) =

  − 6.

  Mengajukan solusi kompromi berdasarkan Keterangan: pemenuhan kondisi C1 dan C2

  : Nilai VIKOR alternatif pertama

  1 ′

  Solusi kompromi berupa alternatif ( )

  : Nilai VIKOR alternatif ke-n

  diajukan ketika kondisi C1 dan C2 terpenuhi

  ′

  : Nilai VIKOR dari solusi kompromi

  ) ( ′

  di mana alternatif merupakan alternatif pertama yang menempati peringkat pertama dalam

  : Solusi kompromi ke-m

  ( )

  pemeringkatan nilai VIKOR ( ). Adapun : jumlah alternatif/lokasi kondisi C1 dan C2 dijelaskan sebagai berikut:

  : jumlah solusi kompromi a. Kondisi C1 : “Penerimaan Keuntungan”

  Syarat terpenuhinya kondisi C1 atau 8.

PENGGUNAAN DATA

  penerimaan keuntungan adalah dengan Terdapat dua buah data dari pakar yang membandingkan selisih nilai alternatif digunakan pada penelitian ini, yaitu: peringkat kedua dengan alternatif pada peringkat pertama terhadap nilai DQ.

  1. Data Matrik Perbandingan Kriteria Persamaan (22) dan (23) menjelaskan cara

  Berpasangan terpenuhinya kondisi C1 secara Data ini akan merupakan masukan bagi matematis. pemrosesan oleh metode AHP. Matrik perbandingan berpasangan pada penelitian ini

  (22)

  ( ") − ( ′) ≥

  menjabarkan skala kepentingan relatif antara

  1

  (23)

  = −1 tujuh buah kriteria yang disimbolkan oleh A-G.

  Adapun ketujuh kriteria tersebut adalah: b. Kondisi C2 : “Penerimaan Stabilitas

  A: Jumlah pesaing dalam Pendukung Kepu tusan”

  B: Infrastruktur tempat usaha Untuk memenuhi kondisi C2, alternatif

  C: Jarak dengan supplier ′ harus pula menduduki peringkat

  D: Harga sewa tempat pertama dalam pemeringkatan nilai E: Kepadatan penduduk dan/atau . Apabila kondisi C2 F: Ukuran lokasi terpenuhi, maka kestabilan solusi G: Gaji pegawai kompromi diterima dalam proses Skala yang terdapat pada Tabel

  1 pengambilan keputusan. Adapun jenis menunjukkan hubungan antar dua buah kriteria kestabilan yang dicapai, berupa: yang diintepretasikan sesuai skala AHP.

  • Terpilih oleh “majority rule”, ketika

  Tabel 1. Matrik Perbandingan Kriteria Berpasangan

  > 0,5

  • Terpilih oleh “consensus”, ketika ≈

  Krit A B C D E F G

  0,5

  eria 1,0 3,0 3,0 1,0 1,0 0,3

  • Terpilih secara “veto”, ketika

  < 0,5

  A 0,33

  3 Apabila salah satu kondisi tidak terpenuhi, 0,3 1,0 1,0 0,5 0,3 0,3

  beberapa solusi kompromi akan diajukan.

  B 1,00

  3

  3

  3 Solusi kompromi dapat terdiri atas: 0,3 1,0 1,0 0,5 0,5 0,3 C 1,00

  3

  3

  • Alternatif ′ dan ", jika dan hanya

  1,0 2,0 2,0 1,0 1,0 1,0 D 1,00

  jika kondisi C2 tidak terpenuhi

  ( )

  , apabila

  1,0 3,0 2,0 1,0 1,0 1,0

  • Alternatif ′, ",…,

  E 0,33

  kondisi C1 tidak terpenuhi

  3,0 3,0 3,0 1,0 1,0 1,0 F

  ( ) ′ 2,00

  (24)

  ( ) − ( ) < 3,0 1,0 1,0 1,0 3,0 0,5 G 1,00 7.

   PREFRENSI STATUS KELAYAKAN 9,6 14, 13, 6,0 7,8 4,5 6,66

  6

  3 Nilai preferensi kelayakan dihitung

  berdasarkan rerata nilai VIKOR setiap alternatif kecuali alternatif yang merupakan solusi

  2. Data Matrik Keputusan Data matrik keputusan menjadi salah satu masukan bersamaan dengan bobot kriteria yang diperoleh melalui metode AHP. Data matrik keputusan menunjukkan nilai lokasi usaha terhadap setiap kriteria. Adapun nilai tersebut didapatkan melalui konversi data aktual ke dalam skor kepentingan kriteria. Pengelompokkan data awal ke dalam skor kepentingan kriteria dilakukan oleh pakar yang dalam penelitian ini merupakan pemilik

  franchise . Tabel 2 menjelaskan aturan konversi

  4

  1

  3

  3

  3

  5

  2

  3 Bendungan Sutami

  3

  5

  4

  3

  4

  3

  3 Dinoyo

  3

  3

  5

  3

  4 Sigura- gura

  3

  3

  3 Betek

  2

  3 Gajayana

  1

  4

  5

  5

  4

  2

  5

  5

  4

  5

  5

  5

  3

  3 Jl Banten

  5

  3

  3

  4

  3 Tlogomas

  3

  2

  5

  2

  4

  3 Pulosari

  5

  3

  3

  3

  4

  4

  3 9.

  Berdasarkan penerapan metode AHP, didapatkan nilai nilai Consistency Ratio (CR). Sebesar 0,0877. Berdasarkan dasar teori yang telah dikemukaan, maka bobot prioritas dari hasil perhitungan AHP bernilai konsisten. Dengan begitu, pemrosesan data oleh metode VIKOR selanjutnya dapat diterapkan.

  Dari hasil pemeringkatan berdasarkan nilai

  VIKOR untuk lokasi yang menduduki peringkat pertama/lokasi terbaik adalah Jl Banten dengan skor 0, sedangkan posisi ke-2 ditempati oleh lokasi Betek dengan nilai VIKOR 0,0794. Maka, berpedoman pada Persamaan (22) dan (23), kondisi C1 pada penelitian ini terpenuhi karena selisih nilai VIKOR untuk lokasi Betek dengan lokasi Jl Banten bernilai lebih besar dibanding rerata jarak seluruh nilai VIKOR (DQ). Adapun nilai perbandingan pada kondisi C1 yaitu:

  0,07945 ≥ 0,05263 1 ≥ 0,05263 1 ≥ DQ

  Dengan demikian penerimaan keuntungan dalam pemeringkatn telah tercapai (kondisi C1) karena lokasi Jl Banten bersifat mutlak lebih baik atau superior terhadap sembilan belas lokasi usaha lainnya.

  Jl Banten menduduki peringkat pertama pada untuk semua nilai, baik berdasarkan nilai

  VIKOR (Qi), nilai Utility Measure (Si) maupun nilai Regret Measure (Ri). Merujuk pada dasar teori VIKOR di langkah ke-6 untuk poin (b), kondisi C2 pada penelitian ini juga terpenuhi. Adapun nilai variabel v yang digunakan pada perhitungan nilai VIKOR adalah 0,5. Maka,

  3

  5

  3

  3

  4

  3

  5

  5

  3

  3 Mertojoyo

  1

  4

  3

  2 Jl Surabaya

  5

  3

  3 Landung Sari

  1

  3

  3

  5

  5

  3

  4

  5

  data ke dalam skor kepentingan yang menjadi dasar penentuan matrik keputusan.

  4

  5 3-5 buah 3 6-8 buah

  0-2 buah

  Tabel 2. Aturan Konversi Data Berdasarkan Kriteria Kriteria Data Aktual Konversi Jumlah Pesaing

  3

  3

  3

  3

  3

  3

  3 Sawojajar

  1

  1

  4

  3

  4

  3

  3 Bunul

  3

  3

  1

  3

  3

  3

  3 Sumbersari

  3

  1 Infrastruk- tur Tempat Usaha Listrik dan air kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN

  3

  1 Tingkat Kepadatan Penduduk 0-30 jiwa

  3 > Rp. 800,000,-

  4 Rp. 400,000,- s.d Rp. 800,000,-

  4 Gaji Pegawai < Rp. 400,000,-

  2

  3 ≥40

  2

  2 s.d. 39

  10

  2

  2

  5 Ukuran Lokasi < 10

  1 31-60 jiwa 2 61-90 jiwa 3 91-120 jiwa 4 121-150 jiwa

  3 ≥ Rp. 2.000,000,-

  actual pada Tabel 2, informasi ditransformasikan ke dalam matrik keputusan pada Tabel 3. Tabel 6 merangkum skor kepentingan bagi 20 alternatif lokasi terhadap tujuh buah kriteria.

  5 Rp. 1.000,000,- s.d. Rp.2.000,000,-

  1 Harga Sewa Tempat Rp. 0,- s.d. Rp. 990,000,-

  5 5-10 Km 3 10-15 Km

  0-5 Km

  4 Jarak dengan Supplier

  3 Listrik dan air cukup

  2 Listrik cukup dan air kurang

  1 Listrik kurang dan air cukup

  5

  2

  3

  2 Bengawan Solo

  2 Berdasarkan informasi skala konversi data

  Tabel 3. Matrik Keputusan Lokasi Usaha Franchise Alternatif A B C D E F G Batujajar

  5

  4

  2 Pakisaji

  3

  2

  5

  1

  2

  5

  3 Lawang

  3

  3

  5

  5

  1

  3

  3 Celaket stabilitas solusi kompromi tercapai serta diakui secara konsensus dalam pengambilan keputusan.

  3

  4

  3

  5

  4

  1

  3 Ketawang Gede

  3

  3

  3

  5

  4

  3

  Melalui pemenuhan kondisi C1 dan kondisi C2, maka alternatif (

  Dengan nilai preferensi kelayakan sebesar 0,5705 diperoleh tingkat akurasi 80% yang mencerminkan 16 dari 20 data keluaran sistem sesuai dengan data pakar. Adapun 4 data lokasi yang tidak sesuai adalah Mertojoyo, Bengawan Solo, Pakisaji, dan Sumbersari.

  VIKOR, dengan membandingkan hasil pemeringkatan alternatif lokasi ketika nilai variabel v ditetapkan secara default sebesar 0,5 terhadap nilai variabel v sebesar 0,4 terdapat ketidak konsistenan pemeringkatan pada dua lokasi yaitu alternatif Bunul dan Landungsari.

  Berdasarkan pengujian sensitivitas nilai

  VIKOR dilakukan untuk melihat alternatif lokasi yang tidak stabil terhadap perubahan variabel v. Nilai variabel v yang digunakan untuk pengujian ini adalah 0,4 dan 0,6 dari nilai tetapan v sebesar 0,5.

  Pengujian sensitivitas nilai

  11.3. Pengujian Sensitivitas Nilai VIKOR (Qi)

  threshold diterapkan sebesar 0,58 maupun 0,59 terdapat 15 data yang sesuai dengan data pakar.

  20 data sesuai dengan hasil pakar. Ketika

  threshold diubah menjadi 0,56 sebanyak 17 dari

  Pengujian threshold dilakukan untuk menguji nilai ambang batas minimal yang dapat menghasilkan status kelayakan lokasi usaha paling optimal. Paling optimal bermakna meningkatkan kecocokan hasil status kelayakan sistem dengan data status kelayakan milik pakar. Pengujian threshold dilakukan dengan mengubah nilai threshold atau dalam penelitian ini preferensi kelayakan dalam selang 0,2 dan 0,1 lebih rendah dan lebih tinggi disbanding nilai aktual preferensi yang diperoleh, yakni sebesar 0,57. Adapun hasilnya, sebagai berikut, dengan mengubah threshold menjadi 0,55 sebanyak 16 dari 20 data sesuai dengan data pakar. Ketika

  11.2. Pengujian Threshold

  16 20 100% = 80%

  ′

  =

  (26)

  = ∑ 100%

  Tujuan dari pengujian akurasi adalah menunjukkan kedekatan hasil keluaran sistem penentuan kelayakan lokasi usaha franchise terhadap hasil yang dihimpun dari pakar. Pengujian akurasi dihitung dengan Persamaan (26).

  11.1. Pengujian Akurasi

  0,5062 Layak Dinoyo 0,5437 Layak Batujajar 0,5549 Layak Mertojoyo 0,5646 Layak Ketawanggede 0,5743 Tidak Layak Bengawan Solo 0,6315 Tidak Layak Sawojajar 0,6524 Tidak Layak Landungsari 0,6565 Tidak Layak Bunul 0,6706 Tidak Layak Pakisaji 0,7055 Tidak Layak Lawang 0,7431 Tidak Layak Gajayana 0,8219 Tidak Layak Sumbersari 0,9041 Tidak Layak Sigura-gura 1,0000 Tidak Layak

  Alternatif Qi Status Jl Banten 0,0000 Layak Betek 0,0794 Layak Tlogomas 0,1866 Layak Celaket 0,2451 Layak Jl Surabaya 0,2973 Layak Pulosari 0,5014 Layak Bendungan Sutami

  Tabel 4. Status Kelayakan Alternatif Berdasarkan Nilai VIKOR (Qi)

  Status kelayakan ditentukan oleh nilai preferensi yang dihitung berdasarkan Persamaan (25). Oleh karena solusi kompromi adalah lokasi Jl Banten, maka nilai preferensi merupakan rerata nilai VIKOR dari 19 lokasi lainnya. Pada penelitian ini didapatkan nilai preferensi sebesar 0,5705. Alternatif yang mendapatkan label status “layak” adalah alternatif dengan nilai VIKOR kurang dari atau sama dengan 0,5705. Dengan demikian terdapat 10 buah lokasi berstatus “layak” dan 10 lokasi berstatus “tidak layak”. Hasil pengurutan nilai Qi secara ascending dirangkum oleh Tabel 4.

  ) yakni lokasi Jl Banten diajukan sebagai solusi kompromi. Hasil ini memiliki arti bahwa Jl Banten merupakan lokasi dengan tingkat kemungkinan berhasil paling tinggi secara absolute diantara 20 lokasi yang diajukan. Sehingga apabila pengambil keputusan bermaksud membuka usaha franchise pada satu lokasi, maka lokasi Jl Banten adalah yang paling direkomendasikan untuk memulai usaha.

11. PENGUJIAN

  Sedangkan ketika nilai v sebesar 0,6, posisi nilai

  VIKOR yang tidak sinkron terhadap peringkat nilai VIKOR untuk alternatif lokasi saat nilai v= 0,5 adalah alternatif Pakisaji, Bengawan Solo, Sawojajar, Bunul dan Landungsari.

12. KESIMPULAN

  Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan:

  1. Berdasarkan hasil pengujian akurasi, ketidaksesuaian data besar kemungkinan disebabkan oleh nilai matrik perbandingan kriteria yang tidak tepat. Meskipun matrik tersebut bernilai konsisten berdasarkan penerapan metode AHP, namun metode AHP tidak menjamin ketepatan. Pemberian skala sangat mungkin untuk tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi sebenarnya. Oleh karena itu, penelitian terkait konversi data aktual masing-masing kriteria ke dalam skala harus diperdalam.

DAFTAR PUSTAKA

  VIKOR, disimpulkan bahwa alternatif lokasi Pakisaji, Bengawan Solo, Sawojajar, Bunul dan Landungsari memiliki nilai

  Opricovic, S., & Tzeng, G. 2004. Compromise solution by MCDM methods: a comparative analysis of VIKOR and TOPSIS. European Journal of Operational Research , 445-455.

  2. Berdasarkan hasil pengujian threshold disimpulkan bahwa perubahan threshold, mempengaruhi tingkat akurasi. Hasil terbaik didapatkan dengan mengubah threshold atau nilai preferensi menjadi 0,56 berhasil meningkatkan akurasi hasil status kelayakan sebesar 5%. Sehingga tingkat akurasi status kelayakan yang dihasilkan oleh sistem menjadi 85%

  International Conference on Networking, Sensing, and Control , 13(1), 1-6.

  Green Design Alternatives. 13th

  Liberty, Jakarta. Tian, G., & Zhang, H. 2016. An Integrated AHP and VIKOR Approach to Evaluating

  Swastha, B. 2000, Pengantar Bisnis Modern.

  Sudarmiatin, M. 2011. Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi. Universitas Negeri Malang, Malang.

  Saaty, T. L. 1990, How to make a decision: The Analytic Hierarchy Process. European Journal of Operational Research , 9-26.

  Mathematical Modelling , 161-176.

  Saaty, R. W. 1987. The Analytic Hierarchy Process-What It Is and How It Is Used.

  Integrated AHP-VIKOR Methodology For Plant Location Selection. IJE Transaction B, 24(2), 127-137.

  VIKOR yang sensitif terhadap perubahan nilai variabel v. Oleh karena itu, konsep alternatif untuk lokasi Pakisaji, Bengawan Solo, Sawojajar, Bunul dan Landungsari bergantung pada preferensi risiko dari pengambil keputusan. Saran yang dapat diberikan bagi pengembangan penelitian di masa mendatang terkait penentuan kelayakan lokasi usaha franchise menggunakan metode AHP dan VIKOR, antara lain:

  Dordrecht. Moghaddam, R. T., & Mousavi, S. 2011. An

  Analysis via Ratio and Difference Judgement. Kluwer Academic Publishers,

  3. Berdasarkan pengujian sensitivitas nilai

  Decision Making (Fuzzy MADM . Graha Ilmu, Yogyakarta.

  Kusumadewi, et al. 2006. Fuzzy Multi-Attribute

  Management: Tenth Edition . Pearson, New Jearsey.

  Alma, B. 2003. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta, Bandung. Heizer, J., & Render, B. 2011. Operations

  2. Dalam penelitian lebih lanjut dapat dilakukan oleh peneliti yang berasal dari rumpun ilmu ekonomi dan bisnis untuk mempelajari aturan konversi data aktual ke dalam skala yang paling tepat untuk masing- masing kriteria. Tidak menutup kemungkinan bagi penelitian tersebut untuk memberi sumbangsih berupa kriteria lain yang memiliki pengaruh signifikan terhadap penentuan status kelayakan penentuan lokasi usaha franchise.