Analisis dan Simulasi Konversi Energi Angin Menjadi Energi Listrik Menggunakan Metode Feedback Linearization Control

  Analisis dan Simulasi Konversi Energi Angin Menjadi Energi Listrik Menggunakan Metode Feedback Linearization Control

  Isti Rizkiani, Kamiran, dan Subchan Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

  Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

  

E-mail: subchan@matematika.its.ac.id

Abstrak—Energi angin merupakan salah satu energi alternatif

  simulasi hasil dari analisis konversi energi angin menjadi energi

  selain dari minyak bumi dan batu bara. Generator merupakan listrik. komponen terpenting sistem konversi energi angin karena dapat mengubah energi kinetik menjadi energi listrik. Pada tulisan ini, model dari permanent magnet synchronous generator (PMSG) yang

  II. MODEL SKEA

  merupakan model non linear ditransformasikan ke sistem linear

  Dalam tulisan ini, digunakan jenis generator PMSG dengan menggunakan metode feedback linearization control.

  s ehingga putaran turbin memiliki putaran yang relatif lebih Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis model rad

  60 PMSG dengan menurunkan model matematis sistem fisis. rendah dengan konversi bahwa 1  rpm .

  s

  2 

  Selanjutnya, setelah dilakukan linearisasi, diperoleh nilai , k k ,

  1

2 Diberikan model non linear PMSG berdasarkan sistem

  dan k yang memenuhi dengan menggunakan kriteria kestabilan

  3

  konversi energi angin [2] seperti berikut:

  Routh Hurwitz. Dengan nilai k , k , dan k tersebut, dilakukan

  1

  2

  3 i

    d simulasi dan analisis kestabilan sistem dan error kecepatan

    xi q generator. Selain itu, dengan memvariasikan parameter kecepatan

    angin dan kecepatan rotor, dilakukan simulasi dan analisis untuk  

   h

    menentukan daya yang dihasilkan dari sistem konversi energi angin.

   1  (  Rxp ( LL ) x x ) 1 q s

  2

  3  

  Kata Kuncifeedback linearization control, kriteria kestabilan LL d s

    Routh Hurwitz, sistem konversi energi angin.

  1   f ( x )  (  Rxp ( LL ) x xpx

  2 d s

  1 3 m

  3  

  LL q s

   

  1 I. PENDAHULUAN

  2

  2   ( d vd vxd xpx )

  1

  2

  3

  3 3 m

  2    J

  AAT ini energi menjadi masalah penting karena telah terjadi peningkatan konsumsi energi yang sangat signifikan. Namun

   1  S

   x

  1

  peningkatan konsumsi energi tersebut menjadi permasalahan  

  LL d s

    ketika persediaannya semakin langka dan terbatas.

  1   g ( x )   x

  Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang

  2  

  LL q s

  lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan

   

  tekanan udara disebabkan oleh perbedaan suhu akibat  

     

  pemanasan atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari. Karena bergerak, angin memiliki energi kinetik. Untuk dapat

  uR s

  memanfaatkan energi angin, maka energi angin harus

  yh ( x )  x   3 h

  dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk energi lain yang (1) sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan turbin angin. Oleh karena itu, turbin angin sering disebut sistem konversi energi dengan: angin (SKEA) [1]. Untuk menghasilkan energi listrik dari energi

  i , i adalah arus listrik ( d , q ) ( A ) , L , L adalah induktansi d q d q

  angin, maka energi angin diubah menjadi energi mekanik oleh

  ( d , q ) (H ) ,  adalah kecepatan rotasi generator ( rad / s ) , h

  kincir angin dalam bentuk putaran poros dan selanjutnya dengan

  L adalah induktansi stator (H ) , R adalah hambatan  ,  

  menggunakan permanent magnet synchronous generator s (PMSG), energi mekanik diubah menjadi energi listrik.

  R adalah hambatan stator  , p adalah banyak pasangan   s Sistem konversi energi angin merupakan sistem non linear.

  kutub,  adalah fluks yang konstan karena magnet permanen,

  m

  Sehingga dalam tulisan ini, digunakan metode feedback

  2 J adalah inersia ( kgm ) , dan v adalah kecepatan angin linearization control untuk mengatasi ketidaklinearan tersebut

  melalui perubahan variabel dan input kendali yang sesuai ( m / s ) .

  III. FEEDBACK LINEARIZATION CONTROL Transformasi ini mengakibatkan sistem non linear (2) dan (3) menjadi sistem linear dan terkontrol: Metode feedback linearization control dapat diterapkan ke sistem non linear dalam bentuk:

  

  zz

  1

  2  xf ( x )  g ( x ) u (2)

  

  zz

  2

  3 yh (x ) (3)

  

  n

  dengan x   adalah vektor keadaan, u adalah input, dan 

  zz n  1 n y adalah output. z   u n v

  Untuk memahami sistem (2) dan (3), digunakan turunan Lie 

  y z

  1 dengan menggunakan aturan rantai.

  Definisi 1 [2]: Turunan Lie didefinisikan sebagai hasil kali

  Dengan demikian, dari sistem non linear menjadi sistem  h ( x ) linear: dengan f (x ) atau secara umum ditulis:

   x

  zAzBu (4)

   h ( x )

    y Cz Du (5)

  L h ( x )  f ( x ) f

   x Jika diberikan (4) dan (5), maka dapat ditentukan kestabilan dengan L h (x ) diartikan sebagai turunan fungsi h atas vektor dari suatu sistem tersebut dengan menggunakan kriteria

  f

  kestabilan Routh-Hurwitz melalui polinomial karakteristik f . untuk mencari nilai k agar sistem stabil. Untuk mendapatkan

  Elemen dari turunan Lie adalah: nilai karakteristik tersebut adalah sebagai berikut [4]:

  nh i det( IA ) 

  

  f ( x ) i

    x i

  dengan:

  i

  1  n

   = nilai karakteristik

  Definisi 2 [2]: Yang dimaksud dengan L h (x ) adalah: f

  I = matriks identitas n

  1

   ( L h ( x )

  f A n n n

  = matriks ordo  bernilai real

  L h ( x )  f ( x ) f

   x

  n

  dengan L h (x ) diartikan sebagai turunan ke- n fungsi h atas

  f

  IV. PEMBAHASAN vektor f .

  ( d , q ) [2].

  Model PMSG (1) didasarkan pada persamaan Sistem non linear (2) dan (3) mempunyai derajat relatif n , 

  x

  Persamaan yang digunakan untuk membangun model PMSG ini dipersekitaran x jika [3]: terdiri dari persamaan tegangan untuk masing-masing sumbu d

  n 1 n  dan q , persamaan torsi magnet listrik, dan torsi mekanik.

  ( )  dan ( ) 

  L L h x L L h x g f g f

  Persamaan tegangan untuk masing-masing sumbu d dan q Diasumsikan bahwa derajat relatif sistem adalah n . Dalam adalah sebagai berikut: kasus ini, setelah mendifferensialkan output ke- n diperoleh:

  d uRiL iL i   y h (x ) d d d d q q s dt

   yL h (x ) f d uRiL i  ( L i   ) 

  2 q q q q d d m s

     y L h ( x ) dt f

  dengan: 

  u , u adalah tegangan stator ( d , q ) (V ) , R adalah ( n 1 ) n

  1 d q

   

  

  y L h ( x ) f

  hambatan (  ) , i , i adalah arus listrik ( d , q ) ( A ) , L , L

  d q d q ( n ) n n

  1 yL h ( x )  L L h ( x ) u f g f adalah induktansi ( d , q ) (H ) ,  ,  adalah fluks d q

  Transformasi variabel yang didefinisikan oleh z   (x ) [3]

  ( d , q ) ( W ) ,  adalah fluks yang konstan karena magnet b m

  mengakibatkan sistem menjadi bentuk normal dan secara umum permanen ( W ) ,  adalah getaran stator ( rad / s ) .

  b s

  ditulis: Persamaan torsi magnet listrik yang ditulis  diperoleh

  G h ( x )

     y    ( x ) 

  1

  seperti berikut:

    L h ( x )

      f ( x )

  

  2  y

         p ( i i ) G d q q d

     

  2  y    z  ( x )  

   L h ( x )

   3    f

  dengan p adalah banyaknya pasangan kutub. Jika magnet

          

   

    permanen dipasang dipermukaan rotor maka LL dan torsi

( n  1 ) d q n

  1 ( x )

   y  

  n   L h ( x )     f

   

  magnet listrik menjadi:

  i

  1  z  ( x )  L h ( x ), i  1 , 2 ,  , n

  

    

  2

  2

      

       

      

   

      

      

  1

  1

  1

  1

  3

  2

  1

  1

      

  

    

  Input kendali

  v u , diperoleh seperti berikut:

         

     

     

  

  2

  1

  3

  2

  1 z z k k k u v

  Jadi, sistem loop tertutup:

       

        

      

  2

    

    

   

  2

  1

  1

  z z y

  dan input u sebagai berikut:

      

    

    

    

  3

  1

      

  2

  1 k z z k k u

  dengan:

   

    

    

      

  2

  1

  1

  z z y y y ref ref

   Sistem linear menjadi:

  ref y u z z z z z

       

    ref y z z k k k z z

      

   

  3

  :

  V. SIMULASI DAN ANALISIS Diuji berbagai macam nilai , ,

  2

  1 k k dan

  3 k yang memenuhi

  kriteria kestabilan Routh Hurwitz untuk menunjukkan bahwa sistem tersebut stabil seperti berikut:  Untuk :

  ; 2 , ; 4 , 4 ,

  1

  3

  2

  1

     k k k

  2

  1

  dan

  2

  3

  1

  2

  3

  2 k k k k k k k k k

     

   

  s

  1

  3 k Bu Az z  

   Cz y

  2 ,

  1 k

  3 k

  1 k k

       

  1

      

       

      

        

      

       

      

   

      

      

  1

  1

  1

  2

  2

  1

  3

  2

  1

  2

  1

     

   

      

      

   

  2

  1 1 z z y

  Dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh Hurwitz, diperoleh nilai , ,

   

  1

  3

  L x h f

  2

  3

  3

  3

  2

  2

  1 x d x d vx d v d J

      dengan:

  2

  mp d

  4

  2

  3

  4

  1 ) ( x a d

  J L x h L f g

    dengan:

  4

  1 ) (

  2

    

  1

  2

  1

  1

    

     

    

     

     

  ) (

    

     

  u z z z z

  Model linearnya:

  2

  2 1 h h mec d v d v d

        Sehingga PMSG berdasarkan model sistem konversi energi angin dapat ditulis seperti (1).

  Untuk menentukan derajat relatif dari sistem, akan dihitung turunan Lie seperti berikut:

  1

3 Ketika

     

  ) ( ) ( ) (

  2

  3

  3

  s q L L a

    

  1

  ) (  x h L L n f g

  , derajat relatif sistem adalah 2  n . Sistem akan diubah ke bentuk normal melalui transformasi variabel yang memenuhi kondisi diffeomorphism:

  3

  (

  3

  3

  2

  2

  3

  1

  1

  3

  3

  1 ))( 2 (

    

  2

   

     v u z y

  ref y  

    Untuk memastikan zero error, sebuah integrator ditambahkan dalam sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar1:

  J L x h L f g

  1 ) ( x a d

  4

  3

    

  1 ( v d

  2 x p x d vx d m

  3

  3

  3

  2

  2

  ))

  J x d v d J x p m

    

    

  L L d J L x h s d s q f

     dengan:    

  ) (

  1

  x x a x d x d vx d v d

  J x z

  ) ) ( ( ) (

  1

  2 v f f g

  L u x h L x h L u

    

  1

  3

  1

  2

  4

  2

  ) ( (

  1

  1 ) ( x x L L p Rx

  3

  2

  x g x z x g x z x g x z

         

  Kondisi ini memenuhi   

    

  

  2

  1

  3

  3 x x a z .Transformasi variabel dari

  sistem menuju linearisasi parsial adalah:        

     

  2

  2

  1

  3

  2

  4

  2

  3

  3

  3

  2

  Error I Error II Error III Error IV Error V Error VI

  Gambar 6. Error Kecepatan Generator untuk 2 , ; ; 4 , 4 ,

  Analisis Kest abilan Sist em Kecepat an Generat or

  75 hingga detik ke- . 100 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 Wakt u ( s) K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s ) Analisis Kest abilan Sist em Kecepat an Generat or 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 Wakt u ( s) K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s )

  error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin mengecil tepat mulai detik ke-

  88 , 46 kecepatan generator masih mempunyai

  Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke- hingga detik ke- ,

  1    k k k

  2

  3

  1

  1    k k k

  20

  2

  3

  1

  Gambar 5. y-referensi vs y-aktual untuk 2 , ; ; 4 , 4 ,

     k k k

  1

  2

  3

  1

  ; 2 , ; 4 , 4 ,

  10

  30

  15 s rad y-ref IV = , / 20 s rad y-ref V = , / 25 s rad y-ref VI = . /

  20

  E rr o r K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s )

  30 Error Kecepatan Generator Waktu (s)

  20

  10

  80 90 100

  70

  60

  50

  40

  30

  10

  40

  60 Waktu (s) K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s ) y-referensi vs y-aktual y -ref I y -ref I I y -ref I I I y -ref I V y -ref V y -ref V I y -aktual I y -aktual I I y -aktual I I I y -aktual I V y -aktual V y -aktual V I

  50

  40

  30

  20

  10

  80 90 100

  70

  60

  50

  30 s rad  Untuk :

  III = , /

  5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 K 1 Wakt u ( s) e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s ) Analisis Kest abilan Sist em Kecepat an Generat or Gambar 2. Analisis Kestabilan untuk ; 2 ,

  2 ,

  3

  8

  4 ; 2 ,

  Gambar 3. Analisis Kestabilan Sistem untuk 9 , 6 ; 7 ,

     k k k

  1

  2

  3

  8

  9 , 6 ; 7 , 4 ;

  1    k k k

   Untuk :

  1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil.

  menuju mendekati

  50 , kecepatan generator konvergen

  Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke- 5 , 36 hingga detik ke-

  1    k k k

  2

  3

  1

  ; 4 , 4 ,

  2

  Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke-

  10 s rad y-ref

  2

  5 s rad y-ref II = , /

  y-ref I = , /

  error kecepatan generator untuk mengetahui keakuratan sistem dengan:

  3 k sebelumnya sehingga diperoleh nilai

  1 k k dan

  2

  Pada tulisan ini, dianalisis beberapa nilai y-ref untuk dibandingkan dengan nilai y-aktual, pada sistem yang stabil dengan nilai , ,

  telah diuji bahwa sistem tersebut stabil, akan dianalisis error kecepatan generator. Error dari kecepatan generator didefinisikan sebagai selisih antara keluaran aktual ( -aktual) dengan keluaran yang diharapkan (y-ref).

  3 k yang

  1 k k dan

  Selanjutnya, dengan berbagai macam nilai , ,

  6 hingga detik ke- 50 , kecepatan generator konvergen menuju 1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil.

  Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke- 3 , 1 hingga detik ke- , 50 kecepatan generator konvergen menuju 1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil.

  1    k k k

  2

  3

  Gambar 4. Analisis Kestabilan Sistem untuk 40000 ; 136 ; 4000

     k k k

  1

  2

  3

   Untuk : 40000 ; 136 ; 4000

  • 30
  • 20
  • 10

  • -5

  • >

    -30

  • -25

  • -20

  • -15

  • -10

  •   40

      2

      60

      70

      80 90 100

      

    5

    Error Kecepatan Generator Waktu (s)

    50 Waktu (s)

        dengan kecepatan angin s m v /

      1

      E rr o r K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s )

      3 ) 235 , ( 47 ,

      3

      2

      2

      P v r v r      

      ( 2 )  sehingga: 5 , l l wt

       47 , dan jari-jari rotor m r

      p C maksimum

      Pada Tugas Akhir ini, digunakan

      p wt C v r P  

       

      2

      3

      50

      40

      30

      K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s ) y-referensi vs y-aktual y- r ef I y- r ef I I y- r ef I I I y- r ef I V y- r ef V y- r ef VI y- aktual I y- aktual I I y- aktual I I I y- aktual I V y- aktual V y- aktual VI

      30

      20

      10

      60

      70

      80 90 100

      10

      20

      30

      40

    20 Error Kecepatan Generator

      10

      20

      20

      30

      40

      50

      60

      70

      80 90 100

      10

      Waktu (s) E rr o r K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s ) Error I Error I I Error I I I Error I V Error V Error VI

      10

      1

      Perhitungan daya yang dapat dihasilkan oleh sebuah sistem konversi energi angin (turbin angin) dihasilkan oleh jari-jari rotor ) ( r adalah sebagai berikut [5]:

      error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin mengecil tepat mulai detik ke-

      3

      5 , 29 kecepatan generator masih mempunyai

      Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke- hingga detik ke- ,

      1    k k k

      2

      3

      8

      2 ,

      Gambar 8. Error Kecepatan Generator untuk 9 , 6 ; 7 , 4 ;

      1    k k k

      2

      8

      36 hingga detik ke- . 100

      7 , 4 ; 2 ,

      k k k Gambar 7. y-referensi vs y-aktual untuk 9 , 6 ;

        

      1

      2

      3

      8

      4 ; 2 ,

      : 9 , 6 ; 7 ,

       Untuk

    • 30
    • 20
    • 10

      ) (

      50

      

      diterapkan di wilayah Indonesia yang memiliki potensi angin yang cukup, maka kebutuhan akan turbin angin disesuaikan dengan besarnya daya yang dihasilkan dari masing-masing turbin angin.

      3 sampai . / 7 s m Jika turbin angin ini

      Indonesia memiliki karakteristik angin rata-rata yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara pengguna sistem konversi energi angin seperti Finlandia dan Amerika Serikat. Daerah di Indonesia umumnya memiliki kecepatan angin antara s m /

      error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin mengecil tepat mulai detik ke- 6 , 5 hingga detik ke- . 100

      6 , 3 kecepatan generator masih mempunyai

      Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke- hingga detik ke- ,

      

    k

      

      

    3

      k 40000

      2

      : 40000 ; 136 ; 4000

      k ; 136

      

      1

      Gambar 10. Error Kecepatan Generator untuk ; 4000

      Error I Error II Error III Error IV Error V Error VI

      k k k Gambar 9. y-referensi vs y-aktual untuk 40000 ; 136 ; 4000

        

      1

      2

      3

       Untuk

    35 Waktu (s)

      78 , 20 kW

      Tabel. 1. Daya Turbin Angin vs Kecepatan Rotor Kecepatan Rotor Kecepatan Angin Daya yang Dihasilkan

      5

      10

      15

      20

      25

      30

      K e ce p a ta n G e n e ra to r (r a d /s ) y-referensi vs y-aktual y-ref I y-ref II y-ref III y-ref IV y-ref V y-ref VI y-aktual I y-aktual II y-aktual III y-aktual IV y-aktual V y-aktual VI

      30   / s m

      / s rad

      semakin besar pula daya yang dihasilkan dari turbin angin seperti yang terlihat pada Tabel 1:

      70

      3 sampai , / 7 s m maka

      30 s rad

      l /  5  sampai . /

      kecepatan rotor s rad

      ( 3 )  sampai s m / 7 dan

      2

      1    k k k

      2

      3

      80 90 100

      60

        .

      30   / s m

      7

      30   / s m

      25 , 15 kW / s rad

        .

      6

      30   / s m

      60 , 10 kW / s rad

        .

      5

      79 , 6 kW / s rad

      50

        .

      4

      30   / s m

        / s rad

      3   . 82 , 3 kW

      10

      20

      30

      40

      Pada Gambar 11, terlihat bahwa semakin besar kecepatan rotor dengan kecepatan angin antara s m /

    4 Daya Turbin Angin vs Kecepatan Rot or

      x 10

      2.5 v= 3m/ s v= 4m/ s v= 5m/ s

      2 v= 6m/ s ) tt v= 7m/ s a W (

      1.5 in g n A in rb

      1 u T a y a D

      0.5

      5

      10

      15

      20

      25

    30 Kecepat an Rotor (rad/ s)

      Gambar 11. Grafik Daya Turbin Angin vs Kecepatan Rotor

      VI. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis dan simulasi konversi energi angin menjadi energi listrik diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

      1. Dari hasil simulasi terlihat bahwa untuk nilai k , k , dan k

      1

      2

      3

      yang memenuhi kriteria kestabilan Routh Hurwitz, sistem akan stabil.

      2. Dari hasil simulasi nilai k , k , dan k yang diubah berturut-

      1

      2

      3

      turut terlihat bahwa sistem yang paling stabil dan memiliki keakuratan sistem yang baik adalah sistem untuk

      k  4000 ; k  136 ; k  40000 , dan sistem yang memiliki

      1

      2

      3

      performansi yang baik adalah sistem untuk

      k  1 , 4 ; k  , 4 ; k  , 2 .

      1

      2

      3

      3. Semakin tinggi kecepatan angin dan kecepatan rotor maka akan menghasilkan daya yang semakin besar.

      Saran yang penulis berikan untuk penelitian selanjutnya adalah:

      1. Untuk penelitian selanjutnya, sistem konversi energi angin dapat dikaji dengan menggunakan metode sliding mode

      control, PI control, QFT robust control, ataupun On-Off control.

      2. Untuk penelitian selanjutnya, penentuan daya maksimal yang dihasilkan dari tubin angin yang lebih optimal dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Power Point Tracking (MPPT).

      DAFTAR PUSTAKA

      [1] A. Khulaifah, “Optimisasi Penempatan Turbin Angin di Area Ladang Angin Menggunakan Algoritma Genetika”. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Tugas Akhir D3 Jurusan Teknik Elektro (2009). [2]

    I. Munteanu, A. I. Bratcu, N. A. Cutulius, dan E. Ceangâ, Optimal Control of Wind Energy Systems. Jerman : Springer (2008).

      [3] W. J. Jemai, H. Jerbi, dan M. N. Abdelkrim, “Synthesis of An Aprroximate Feedback Nonlinear Control Based on Optimization Method,” WSEAS Transactions on Systems and Control, Vol 5 (2010) 646- 655. [4] E. Hendricks, Linear System Control. Verlag Berlin Heidelberg: Springer (2008). [5] A. Muhammad dan F. Hartono, “Pembuatan Kode Desain dan Analisis