PENATAAN KAWASAN SELOKAN MATARAM DITINJA
USULAN PENELITIAN
PENATAAN KAWASAN SELOKAN MATARAM DITINJAU DARI ASPEK
HUKUM TATA RUANG DI KABUPATEN SLEMAN
A. Latar Belakang
Ruang adalah suatu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan,
dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya. Ruang dan wilayah merupakan suatu masalah yang kompleks.
Unsur-unsur penyusun yang terdiri dari beragam karakter menjadi salah satu
pemicu terjadinya hal tersebut. Manusia sebagai individu ataupun masyarakat
menjadi pelaku utama di dalam pola kehidupan ruang wilayah. Masingmasing individu memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda. Untuk
memenuhi hal seperti ini terjadilah suatu aktivitas atau yang lebih dikenal
sebagai interaksi. Semakin banyak aktivitas, maka ruang yang digunakan juga
bertambah banyak. Hal ini berimplikasi terhadap pola penggunaan ruang
dalam suatu komunitas. Aktivitas yang terjadi antara lain pola distribusi
penduduk, perekonomian, pemerintahan, lalu lintas, dan berbagai aktivitas
lainnya menggunakan ruang dalam jumlah yang besar. Namun, hal ini
berbanding terbalik dengan jumlah ruang yang terbatas.
Aktivitas yang terus bertambah akan menimbulkan berbagai macam
permasalahan terutama masalah pemanfaatan ruang dalam konteks kehidupan
sosial masyarakat. Jika terus menerus terjadi tanpa adanya kepedulian untuk
1
melakuan langkah-langah pengaturan akan memperburuk kondisi ruang
tersebut. Misalnya, angka pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah
setiap tahunnya jika tidak diikuti dengan penyediaan sarana infrastruktur,
maka pelayanan kebutuhan masyarakat tidak akan optimal. Selain itu,
pertambahan jumlah penduduk membutuhkan lahan yang lebih luas untuk
perumahan bagi mereka. Penyediaan lahan yang terbatas akan menyebabkan
timbulnya konversi lahan berupa pemanfaatan lahan-lahan yang tidak
semestinya diperuntukkan bagi pemukiman penduduk. Suatu kondisi yang
menyebabkan sering timbulnya beragam permasalahan kota yang berdampak
buruk terhadap lingkungan.
Perencanaan ruang menjadi suatu solusi tepat untuk mengurangi
dampak buruk di masa yang akan datang. Aktivitas yang terjadi di dalam
ruang harus diikuti dengan suatu intervensi untuk memperbaiki kondisi yang
ada. Perencanaan adalah suatu proses pencapaian suatu tujuan tertentu.
Pengertian perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan
masing-masing
disiplin
ilmu.
Perencanaan
adalah
suatu
proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai
suatu upaya penyusunan program baik program yang sifatnya umum maupun
yang spesifik, baik jangka pendek maupun jangka panjang . Sehingga hakekat
dari perencanaan itu sendiri adalah suatu proses mengkondisikan situasi
sekarang menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
2
Perencanaan merupakan proyeksi untuk masa depan. Segala tindakan
untuk tujuan masa depan jelas mempunyai hubungan erat dengan apa yang
dimiliki sekarang. Tindakan tersebut di atas didasari oleh pemikiran pragmatis
rasional untuk suatu kurun waktu tertentu. Perencanaan mendasari
pembangunan, karena pembangunan berarti perencanaan dan peleksanaan.
Dengan demikian, perencanaan dan kemudian perancangan merupakan proses
yang mendahului pelaksanaan. Pembangunan dapat pula diartikan sebagai
usaha merubah nilai suatu keadaan ke keadaan lain yang memiliki mutu lebih
baik. Karena perencanaan dimaksudkan untuk waktu yang akan datang,
jelaslah bahwa setiap perencana harus dapat memperkirakan berbagai situasi
yang akan terjadi di kemudian hari.
Perencanaan dipahami sebagai sebuah upaya manusia guna meregulasi
sebuah kondisi di masa yang akan datang. Proses ini dilakukan dengan
menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah
ke dalam wilayah praktis, dengan mempertimbangkan kepentingan publik.
Berkembangnya zaman, pertumbuhan kota-kota di dunia semakin pesat.
Terdapat berbagai asumsi pembangunan berupa full employment, equal
productivity, rational-effeciant menjadi paradoks dalam konteks realitas sosial.
Perencanaan adalah suatu siklus yang terdiri kegiatan penyususnan rencana,
pelaksanaan serta monitoring rencana tersebut. Hal inilah yang menyebabkan
perencanaan pembangunan memerlukan suatu aturan main sebagai acuan
dalam pelaksanaannya.
3
Kabupaten Sleman yang berada di bagian di utara provinsi DIY
merupakan lumbung padi bagi provinsi DIY dan sekitarnya. Letaknya yang
berada di Lereng Gunung Merapi memaksa Kabupaten Sleman menjadi
kawasan resapan air. Namun pada kenyataannya yang tumbuh bukan kawasan
lumbung padi melainkan perumahan-perumahan besar dan bangunanbangunan tinggi yang tumbuh disana. Sebenarnya, permasalahan mengenai
pola penggunaan lahan telah diatur dalam dokumen Rencana Tata Ruang
Kabupaten Sleman. Rencana tata ruang tidak hanya menyangkut kawasan
resapan, kawasan perumahan atau kawasan pertanian, namun juga meliputi
juga kawasan jalan sebagai sarana transportasi.
Rencana Tata Ruang Kabupaten Sleman adalah suatu dokumen yang
diharapkan
menjadi
kerangka
bertindak
dalam
melakukan
proses
pembangunan. Dokumen ini diharapkan menjadi suatu bahan pertimbangan
bagi Pemerintah untuk menentukan arah pengembangan kawasan, termasuk
kawasan di sepanjang Selokan Mataram. Dahulu di sepanjang pinggir Selokan
Mataram banyak digunakan atau dimanfaatkan masyarakat untuk membangun
rumah semi permanent, warung atau kios-kios. Namun karena lalu lintas di
sepanjang Selokan Mataram samakin padat, maka dilakukanlah pelebaran
jalan di sepanjang Selokan Mataram. Pelebaran jalan di sepanjang Selokan
Mataram tidak hanya dimaksudkan untuk memperlancar arus lalu lintas,
namun juga dimaksudkan untuk memperindah pemandangan agar tidak
didirikan bangunan-bangunan liar.
4
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan
yang diketengahkan oleh penulis adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan penataan ruang untuk pelebaran jalan di
sepanjang Selokan Mataram Kabupaten Sleman?
2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penataan ruang untuk
pelebaran jalan di sepanjang Selokan Mataram Kabupaten Sleman?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan penataan ruang untuk pelebaran jalan di
sepanjang Selokan Mataram Kabupaten Sleman.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penataan
ruang untuk pelebaran jalan di sepanjang Selokan Mataram Kabupaten
Sleman.
D. Tinjauan Pustaka
Menurut istilah geografi umum, yang dimaksud dengan ruang/space
adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera, tempat
hidup tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Menurut geografi regional,
ruang dapat merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu
“Batas menurut keadaan fisik, sosial, atau pemerintahan, yang terjadi dari
5
sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di bawahnya serta lapisan udara
di atasnya”.1
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi
ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah
tempat manusia atau makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang berasal dari bahasa latin spatium, dalam bahasa Inggris space.
Pengertian ruang biasanya dikaitkan dengan suatu tempat yang menunjukkan
benda-benda terletak (seolah-olah sebagai wadah). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa ruang dikaitkan dengan tempat atau wadah. Jika orang
mempunyai ruang berarti mempunyai tempat untuk melakukan kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan.
Pengertian ruang menurut penjelasan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang mencakup:
1)
Ruang daratan
adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan daratan,
termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut
terendah.
2)
Ruang lautan
adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut
dimulai dari sisi laut garis laut terendah, termasuk dasar laut dan
bagian bumi di bawahnya dimana Republik Indonesia mempunyai hak
dan yurisdiksi.
3)
Ruang udara
adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan
sekitar wilayah Negara dan melekat pada bumi, dimana Republik
Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
1
Johana Jayadinata, Tata Guna Tana Dalam Perencanaan Pembangunan Perkotaan dan
Wilayah, ITB, Bandung, 1992, hal. 8.
6
Dalam penjelasan selanjutnya dinyatakan bahwa pengertian ruang
udara (air space) tidak sama dengan pengertian ruang angkasa (outer space).
Ruang angkasa beserta isinya seperti bulan dan benda-benda langit lainnya
adalah bagian dari antariksa, yang merupakan ruang diluar ruang udara.
Ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara merupakan satu
kesatuan ruang yang tidak dapat dipisahkan, ruang-ruang tersebut mempunyai
potensi yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan tingkat intensitas yang
berbeda untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Potensi itu
antara lain sebagai tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan,
industri, pertambangan, sebagai jalur perhubungan, sebagai obyek wisata,
sebagai sumber energi, atau sebagai tempat penelitian dan percobaan.
Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur
tercakup pengertian kata serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan. Karena itu, pada tata ruang, yang ditata adalah tempat berbagai
kegiatan serta sarana dan prasarananya. Suatu tata ruang yang baik dapat
dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut penataan ruang.
Tata ruang didefinisikan sebagai suatau proses kegiatan dalam rangka
menata atau menyusun bentuk struktur dan pola pemanfataan ruang secara
efisien dan efektif. Dalam definisi tersebut ada beberapa makna yang
terkandung di dalamnya:
1.
Dalam tata ruang terdapat suatu proses yang terkandung di
dalamnya.
2.
Kegiatan tersebut adalah menata atau menyusun struktur dan
pola pemanfaatan ruang.
7
3.
Adanya kegiatan yang sifatnya lebih efisien dan efektif,
sehingga dapat menghindarkan penggunaan ruang yang berlebihan.2
Rencana tata ruang diharapkan mencakup perencanaan struktur dan
pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara, dan tata guna sumber daya alam. Aspek-aspek dalam penataan ruang
perkotaan meliputi sebagai berikut:
1. Letak geografis dan fisik kota. Beberapa kota memiliki tata kota yang
spesifik karena letak geografis yang khas seperti kota Pontianak yang
terletak tepat di garis katulistiwa; kota-kota yang berbatasan langsung
dengan laut seperti DKI Jakarta, Surabaya, kota-kota yang dilalui oleh
sungai besar seperti Palembang, Samarinda, dan seterusnya.
2. Nilai-nilai sejarah berdirinya suatu kota yang ditandai oleh adanya
bangunan-bangunan bersejarah yang ada di kota tersebut. Seperti
penataan kota Semarang dan Yogyakarta di antaranya, dalam tata
ruang perkotaannya memperhatikan bangunan-bangunan bersejarah
yang ada.
3. Adat-istiadat dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Seperti
yang dimiliki oleh kota Yogyakarta, Solo, kota-kota di Pulau Bali, dan
seterusnya.
4. Potensi alam yang dimiliki dan yang dapat dikembangkan. Seperti
pada Kota Bandung yang terletak di daerah pegunungan.
5. Nilai-nilai keagamaan yang kuat dan dapat diperhitungkan dalam
penataan ruang perkotaan, seperti pada kota Banda Aceh.
6. Potensi sumberdaya manusia yang dimiliki (termasuk di dalamnya
lembaga yang mampu membuat perencanaan tata ruang untuk
kotanya). Umumnya yang melatarbelakangi penataan kota-kota
metropolitan di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Semarang, Bandung,
Surabaya.3
Sebagaimana yang umum terjadi permasalahan dalam penataan ruang
perkotaan adalah terjadinya penghancuran terhadap tatanan sosial yang sudah
ada. Selain itu perkembangan dan penatan ruang kota-kota di Indonesia pada
dewasa ini, menunjukkan kecenderungan homogenitas yang disebabkan oleh
2
3
Budi Supriyanto, Tata Ruang Dalam Pembangunan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 1996, hal.
26.
Ibid, hal. 3-4.
8
keseragaman dalam membuat rencana tata ruang tanpa melihat bahwa masingmasing kota mempunyai ciri khas sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan:
1.
Adanya kecenderungan untuk mengutamakan efisiensi dalam
setiap investasi tanpa memperhitungkan nilai-nilai lain seperti potensi
yang ada di daerah tersebut serta keunikan dari tiap-tiap daerah yang
dapat dijadikan aset untuk pengembangan kota di masa depan;
2.
Kecenderungan homogenitas kota didorong oleh perwujudan
idealisme negara kesatuan, sehingga rencana tata ruang kota di
Indonesia harus memperlihatkan ciri kesamaan yang dipandang
sebagai cermin dari wujud persatuan;
3.
Besarnya peran pemerintah pusat dalam menentukan perencanaan
tata ruang daerah, menjadikan produk tata ruang yang dulu sangat
homogen;
4.
Kurangnya pemanfaatan lembaga lokal dalam membuat rencana
tata ruang suatu kota juga sangat mempengaruhi terjadinya
keseragaman dalam pembuatan rencana tata ruang kota.4
Beragamnya kondisi fisik kota dan budaya masyarakat Indonesia,
seharusnya permasalahan perbedaan atau keaneka-ragaman yang ada di
masing-masing daerah dapat menjadi suatu kekuatan dalam melakukan
rencana tata ruang dan bukan menjadi kelemahan, sehingga pola yang
digunakan dalam penataan ruang perkotaan yang ada saat ini tidak lagi sama
antara satu kota dengan kota lainnya. Di sisi lain memang masih diperlukan
suatu guidelines (garis yang memberikan arah) dalam membuat rencana tata
ruang yang bersifat makro, namun perlu dibedakan apabila sudah menyangkut
pembuatan rencana tata ruang yang bersifat detail seperti rencana tata ruang
perkotaan.
Perkembangan kota-kota di Indonesia, dapat dilihat dari:
1.
4
Peranan dan fungsi kota, yang dahulu dualistik sebagai
pusat pemerintahan dan pusat perdagangan, kini telah berkembang
menjadi pusat informasi, pusat inovasi teknologi dan pusat akumulasi
modal. Bahkan lebih jauh lagi, kota telah berperan sebagai pintu
Ibid, hal. 6.
9
gerbang kemakmuran bagi daerah pedesaan. Kota telah menjadi
indikator untuk mengukur kemakmuran suatu negara. Karenanya,
paradigma lama bahwa kota merupakan benteng (fungsi kekuasaan)
dan fungsi permukiman (fungsi perlindungan), dalam menghadapi era
globalisasi sudah harus ditinggalkan.
2.
Perkembangan fisik kota, karena alasan praktis dan
efisiensi, telah tumbuh mengikuti perkembangan jalur transportasi dan
dirancang dengan tipe bangunan yang homogen. Model perencanaan
tata ruang kota yang disusun dengan kriteria yang seragam, turut
mendorong pertumbuhan kota menjadi homogen. Padahal
sesungguhnya, rancang bangun kota pantai (coastal city) tidak harus
sama dengan kota gunung (inland city). Pola perkembangan fisik kota
yang demikian, untuk masa depan sudah harus ditinggalkan.
Karenanya perlu dicari model-model rancang bangun kota yang
mengacu pada kondisi fisik wilayah dan bersumber pada akar budaya
masyarakat setempat. Ini menjadi paradigma baru di masa mendatang
dan dapat disebut sebagai model rancang bangun yang bernuansa
lokal.
3.
Pergeseran nilai-nilai sosial budaya masyarakat
perkotaan, cenderung mengarah pada budaya individualistis dan
materialistis. Hal ini sering tidak dapat dihindari karena adanya
pengaruh dari luar yang berakulturasi dengan nilai yang mentradisi
dan berkembang menjadi nilai-nilai sosial yang baru. Pergeseran nilainilai ini perlu dikendalikan untuk mencegah lunturnya semangat
gotong royong dan paguyuban yang menjadi akar dari falsafah
kehidupan bermasyarakat Bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
paradigma baru pembangunan masyarakat perkotaan di masa datang
perlu dikendalikan melalui perkuatan jati diri dan falsafah hidup
masyarakat setempat.5
Adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, maka pelaksanaan penataan ruang perkotaan di Indonesia diharapkan
tidak lagi sama, dan lebih bervariasi sesuai dengan potensi (sumber daya alam
dan sumber daya manusia) serta keunikan yang ada di daerah tersebut.
Dengan kata lain, pengembangan dan penataan ruang perkotaan yang akan
datang hendaknya mempunyai ciri khas masing-masing daerah.
Pelaksanaan tata ruang kota akan menjadi dasar yang penting untuk
membangun masa depan perkotaan yang lebih terarah dan konkrit. Beberapa
5
Ibid, hal. 10.
10
aspek yang akan mendasari pelaksanaan pembangunan perkotaan di masa
depan adalah:
1. Penghargaan terhadap nilai-nilai sejarah berdirinya kota yang
kemudian sekaligus dilestarikan.
2. Penggalian potensi kebhinekaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia
di mana masing-masing kota memiliki sumber daya internal yang
perlu dikembangkan.
3. Mendorong perwujudan otonomi daerah yang lebih nyata.
4. Mengantisipasi pengaruh globalisasi, agar tidak terbawa arus
globalisasi.
5. Memberdayakan sumber daya lokal maupun lembaga lokal dalam
membuat rencana tata ruang kota untuk daerahnya.6
Penataan ruang perkotaan yang bercirikan kedaerahan akan berhasil
apabila:
Menghargai ciri khas dari daerah lainnya, sehingga daerah-daerah
di satu kota akan selalu saling bergantungan satu dengan lainnya.
2.
Melibatkan peran aktif ketiga aktor pembangunan dalam
melakukan kemitraan. Ini merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan
penataan ruang bercirikan lokal.
3.
Menetapkan visi dan misi kota dalam pembangunan yang akan
sangat besar berpengaruh bagi tercapainya penataan ruang perkotaan
yang bercirikan lokal di Indonesia.7
1.
Tata ruang kota adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang
kota yang mencangkup kawasan lindung dan kawasan budidaya, baik
direncanakan maupun tidak yang menunjukkan jenjang dan keterkaitan
pemanfaatan ruang kota. Penataan ruang kota ini merupakan proses yang
meliputi perencanaan pemanfaatan dan pengendalian tata ruang kota.
Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang sangat luas
tetapi sekaligus juga seringkali punya konotasi sempit terbatas pada
perencanaan dan perancangan fisik semata-mata. Padahal sudah semenjak
6
7
Ibid, hal. 12.
Ibid, hal. 15.
11
beberapa tahun yang lampau perencanaan kota dan daerah yang menekankan
arti fisik, serba deterministik dan menomorduakan manusia dengan segenap
keunikan perilakunya, telah banyak mendapat kecaman.
Kevin Lynch dalam tulisannya menyatakan bahwa penampilan dan wajah
kota bagaikan mimpi buruk, tunggal rupa, serba sama, tak berwajah, lepas
dari alam, dan sering tidak terkendali, tidak manusiawi. Air dan udaranya
kotor, jalan-jalan sangat berbahaya sangat dipadati kendaraan, papan
reklame mengganggu pandangan, pengerasan suara memekakan telinga.8
Jurang kaya miskin makin menganga mencolok mata, komunitas yang
guyub pecah menjelma masyarakat yang patembayan yang dilandasi
penalaran kalkulatif dan kepekaan moral yang disepakati bersama makin
meluntur. “Para perencana kota dituding ikut andil dalam penciptaan
kesemrawutan dan kekacauan”.9
Penataan ruang kota sungguh rumit dan pelik karena mau tidak mau
menyangkut benturan antara pendekatan-pendekatan teknik, komersial dan
kemanusiaan. Selain itu keunikan lain berkaitan dengan proses perkembangan
kota yang statis, melainkan selalu dinamis. Penduduk selalu berubah dan
bergerak, seringkali susah ditebak. Oleh karena itu pola tata ruang kota yang
terlalu ketat dan kaku tidak bisa tanggap terhadap perubahan.
Untuk mengatasi masalah semacam itu disarankan suatu bentuk
perencanaan yang terbuka dengan menentukan bagian-bagian tertentu dari
sistem kota memberikan peluang bagi bagian-bagian lain (termasuk yang
tidak dapat diperkirakan sebelumnya) untuk bergerak secara spontan.
8
9
Eko Budiharjo, Kota Berkelanjutan, Alumni, Bandung, 1997, hal. 3.
Ibid, hal. 22.
12
Perencanaan kota terbuka yang luwes ini memungkinkan penjabaran
nilai, kebutuhan hidup dan gaya hidup yang berbeda dalam suatu lingkungan
yang dinamik. Kelompok-kelompok penghuni kota yang berdatangan dengan
mudah menyesuaikan diri dan membentuk kembali secara kreatif organisasi
ruang, waktu, makna, dan komunikasinya.
Dalam
keterlibatannya
diperencanaan
kota
dan
lingkungan,
masyarakat seringkali dilihat sekedar sebagai konsumen yang pasif. Memang
mereka diberi tempat untuk aktifitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan
bermukim, akan tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses
penentuan kelayakan dan perencanaannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, menurut Eko Budihardjo ada beberapa
kelemahan dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan
pembangunan dan lingkungan hidup di Indonesia antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perencanaan terlalu berorientasi pada pencapaian
tujuan ideal berjangka panjang, yang sering meleset akibat banyaknya
ketidak pastian. Di sisi lain terdapat jenis-jenis perencanaan yang
disusun dengan landasan pemikiran pemecahan masalah ad hoc yang
berjangka pendek, kurang berwawasan luas.
Produk akhir berupa rencana tata ruang yang baik tidak
selalu menghasilkan penataan ruang yang baik pula, tetapi didukung
oleh para pengelolaan perkotaan dan daerah yang handal, dilengkapi
mekanisme pengawasan dan pengendalian pembangunan yang jelas.
Terlihat kecenderungan yang kuat bahwa perencanaan
tata ruang terlalu berat ditekankan pada aspek penataan ruang dalam
arti fisik dan visual.
Keterpaduan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan selama ini terkesan sekadar sebagai slogan
atau hiasan bibir belaka.
Peran serta masyarakat daklam proses perencanaan tata
ruang dan lingkungan hidup masih sangat terbatas.
Adanya kata “grey area” yaitu yang berupa rencana
kawasan “urban design” yang sesungguhnya merupakan titik temu
13
antara perencanaan kota yang berdemensi dua dengan perancangan
arsitektur yang berdemensi tiga.
7.
Kekurangpekaan para penentu kebijakan, dan juga
beberapa kalangan profesional, terhadap warisan peninggalan kuno
yang pada hakikatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
sejarah perkotaan.
8.
Penekanan perencanaan kota dan daerah cenderung
lebih berat pada aspek lingkungan binaan dan kurang memperhatikan
pendayagunaan atau optimalisasi lingkungan alamiah.
9.
Tipisnya wibawa dan kekuatan hukum suatu produk
rencana tata ruang.10
Pada dasarnya, penataan ruang perlu dilakukan untuk mengelola
konflik dalam alokasi dan/atau distribusi pemanfaatan berbagai sumber daya
secara efisien, adil dan berkelanjutan. Konflik yang dimaksud baik konflik
terpendam maupun yang terbuka karena salah satu pihak telah bertindak untuk
melaksanakan tujuannya yang berbenturan dengan tujuan dan kepentingan
pihak lainnya. Untuk menghindari ataupun mengatasi konflik demikian
diperlukan peran serta semua pihak.
Adapun tujuan peran serta masyarakat dalam penataan ruang adalah:
1.
2.
Meningkatkan mutu, proses dan hasil penataan ruang.
Meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan tanggung jawab
masyarakat tentang pemanfaatan dan pengaturan pemanfaatan sumber
daya alam.
3.
Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan
penataan ruang.11
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 menetapkan bahwa
masyarakat berhak dan wajib berperan serta dalam keseluruhan proses
penataan ruang, yaitu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Permendagri Nomor 9 Tahun 1998
menetapkan secara cukup rinci bagaimana dan pada saat mana masyarakat
10
11
Ibid, hal. 40.
Warta Kebijakan, Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang, 6 Agustus 2002, hal. 3.
14
dapat ikut berperan serta. Secara umum bentuk peran serta masyarakat belum
meliputi keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, tetapi lebih berbentuk
pemberian bantuan terhadap proses yang dilaksanakan pemerintah.
E. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dimana acuan/tolak ukur
dalam permasalahan dilihat dari sudut pandang aturan hukum yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian diperoleh melalui studi kepustakaan dan penelitian
lapangan:
a.
Studi kepustakaan, yaitu: penelitian yang dilakukan dengan cara
melakukan studi pustaka. Berdasarkan studi kepustakaan akan
diperoleh data sekunder dengan berupa:
1)
Bahan
hukum
primer,
yaitu:
beberapa
peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan.
2)
Bahan hukum sekunder, yaitu: beberapa teori dan literatur
yang berkaitan dengan permasalahan.
3)
Bahan hukum tersier, yaitu: beberapa buku seperti kamus
dan ensiklopedi.
b.
Penelitan lapangan, yaitu berupa penelitian dengan meninjau
langsung ke lokasi penelitian.
15
1)
Lokasi penelitian, yaitu di Kabupaten Sleman.
2)
Nara sumber, yaitu: Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten
Sleman.
3)
Responden adalah 10 (sepuluh) orang warga masyarakat
yang di sepanjang Selokan Mataram. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan “Purposive Sampling”,
yaitu pengambilan sampel telah ditentukan terlebih dahulu sesuai
dengan tujuan penelitian.12
2. Metode Pengumpulan Data
a.
Data kepustakaan, yaitu data yang diambil diperoleh dari bukubuku, perundang-undangan, karya ilmiah maupun tulisan-tulisan
ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.
b.
Data Lapangan terdiri dari:
Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dengan
nara sumber tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan.
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian, baik dari penelitian kepustakaan
maupun penelitian lapangan, kemudian dianalisis dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dilapangan maupun
kepustakaan, disusun secara sistematis setelah diseleksi berdasarkan
permasalahan dan dilihat kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku,
selanjutnya disimpulkan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan.
12
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1981, hal. 15.
16
PENATAAN KAWASAN SELOKAN MATARAM DITINJAU DARI ASPEK
HUKUM TATA RUANG DI KABUPATEN SLEMAN
A. Latar Belakang
Ruang adalah suatu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan,
dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya. Ruang dan wilayah merupakan suatu masalah yang kompleks.
Unsur-unsur penyusun yang terdiri dari beragam karakter menjadi salah satu
pemicu terjadinya hal tersebut. Manusia sebagai individu ataupun masyarakat
menjadi pelaku utama di dalam pola kehidupan ruang wilayah. Masingmasing individu memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda. Untuk
memenuhi hal seperti ini terjadilah suatu aktivitas atau yang lebih dikenal
sebagai interaksi. Semakin banyak aktivitas, maka ruang yang digunakan juga
bertambah banyak. Hal ini berimplikasi terhadap pola penggunaan ruang
dalam suatu komunitas. Aktivitas yang terjadi antara lain pola distribusi
penduduk, perekonomian, pemerintahan, lalu lintas, dan berbagai aktivitas
lainnya menggunakan ruang dalam jumlah yang besar. Namun, hal ini
berbanding terbalik dengan jumlah ruang yang terbatas.
Aktivitas yang terus bertambah akan menimbulkan berbagai macam
permasalahan terutama masalah pemanfaatan ruang dalam konteks kehidupan
sosial masyarakat. Jika terus menerus terjadi tanpa adanya kepedulian untuk
1
melakuan langkah-langah pengaturan akan memperburuk kondisi ruang
tersebut. Misalnya, angka pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah
setiap tahunnya jika tidak diikuti dengan penyediaan sarana infrastruktur,
maka pelayanan kebutuhan masyarakat tidak akan optimal. Selain itu,
pertambahan jumlah penduduk membutuhkan lahan yang lebih luas untuk
perumahan bagi mereka. Penyediaan lahan yang terbatas akan menyebabkan
timbulnya konversi lahan berupa pemanfaatan lahan-lahan yang tidak
semestinya diperuntukkan bagi pemukiman penduduk. Suatu kondisi yang
menyebabkan sering timbulnya beragam permasalahan kota yang berdampak
buruk terhadap lingkungan.
Perencanaan ruang menjadi suatu solusi tepat untuk mengurangi
dampak buruk di masa yang akan datang. Aktivitas yang terjadi di dalam
ruang harus diikuti dengan suatu intervensi untuk memperbaiki kondisi yang
ada. Perencanaan adalah suatu proses pencapaian suatu tujuan tertentu.
Pengertian perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan
masing-masing
disiplin
ilmu.
Perencanaan
adalah
suatu
proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan dapat pula diartikan sebagai
suatu upaya penyusunan program baik program yang sifatnya umum maupun
yang spesifik, baik jangka pendek maupun jangka panjang . Sehingga hakekat
dari perencanaan itu sendiri adalah suatu proses mengkondisikan situasi
sekarang menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
2
Perencanaan merupakan proyeksi untuk masa depan. Segala tindakan
untuk tujuan masa depan jelas mempunyai hubungan erat dengan apa yang
dimiliki sekarang. Tindakan tersebut di atas didasari oleh pemikiran pragmatis
rasional untuk suatu kurun waktu tertentu. Perencanaan mendasari
pembangunan, karena pembangunan berarti perencanaan dan peleksanaan.
Dengan demikian, perencanaan dan kemudian perancangan merupakan proses
yang mendahului pelaksanaan. Pembangunan dapat pula diartikan sebagai
usaha merubah nilai suatu keadaan ke keadaan lain yang memiliki mutu lebih
baik. Karena perencanaan dimaksudkan untuk waktu yang akan datang,
jelaslah bahwa setiap perencana harus dapat memperkirakan berbagai situasi
yang akan terjadi di kemudian hari.
Perencanaan dipahami sebagai sebuah upaya manusia guna meregulasi
sebuah kondisi di masa yang akan datang. Proses ini dilakukan dengan
menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah
ke dalam wilayah praktis, dengan mempertimbangkan kepentingan publik.
Berkembangnya zaman, pertumbuhan kota-kota di dunia semakin pesat.
Terdapat berbagai asumsi pembangunan berupa full employment, equal
productivity, rational-effeciant menjadi paradoks dalam konteks realitas sosial.
Perencanaan adalah suatu siklus yang terdiri kegiatan penyususnan rencana,
pelaksanaan serta monitoring rencana tersebut. Hal inilah yang menyebabkan
perencanaan pembangunan memerlukan suatu aturan main sebagai acuan
dalam pelaksanaannya.
3
Kabupaten Sleman yang berada di bagian di utara provinsi DIY
merupakan lumbung padi bagi provinsi DIY dan sekitarnya. Letaknya yang
berada di Lereng Gunung Merapi memaksa Kabupaten Sleman menjadi
kawasan resapan air. Namun pada kenyataannya yang tumbuh bukan kawasan
lumbung padi melainkan perumahan-perumahan besar dan bangunanbangunan tinggi yang tumbuh disana. Sebenarnya, permasalahan mengenai
pola penggunaan lahan telah diatur dalam dokumen Rencana Tata Ruang
Kabupaten Sleman. Rencana tata ruang tidak hanya menyangkut kawasan
resapan, kawasan perumahan atau kawasan pertanian, namun juga meliputi
juga kawasan jalan sebagai sarana transportasi.
Rencana Tata Ruang Kabupaten Sleman adalah suatu dokumen yang
diharapkan
menjadi
kerangka
bertindak
dalam
melakukan
proses
pembangunan. Dokumen ini diharapkan menjadi suatu bahan pertimbangan
bagi Pemerintah untuk menentukan arah pengembangan kawasan, termasuk
kawasan di sepanjang Selokan Mataram. Dahulu di sepanjang pinggir Selokan
Mataram banyak digunakan atau dimanfaatkan masyarakat untuk membangun
rumah semi permanent, warung atau kios-kios. Namun karena lalu lintas di
sepanjang Selokan Mataram samakin padat, maka dilakukanlah pelebaran
jalan di sepanjang Selokan Mataram. Pelebaran jalan di sepanjang Selokan
Mataram tidak hanya dimaksudkan untuk memperlancar arus lalu lintas,
namun juga dimaksudkan untuk memperindah pemandangan agar tidak
didirikan bangunan-bangunan liar.
4
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan
yang diketengahkan oleh penulis adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan penataan ruang untuk pelebaran jalan di
sepanjang Selokan Mataram Kabupaten Sleman?
2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penataan ruang untuk
pelebaran jalan di sepanjang Selokan Mataram Kabupaten Sleman?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, maka penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan penataan ruang untuk pelebaran jalan di
sepanjang Selokan Mataram Kabupaten Sleman.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penataan
ruang untuk pelebaran jalan di sepanjang Selokan Mataram Kabupaten
Sleman.
D. Tinjauan Pustaka
Menurut istilah geografi umum, yang dimaksud dengan ruang/space
adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera, tempat
hidup tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Menurut geografi regional,
ruang dapat merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu
“Batas menurut keadaan fisik, sosial, atau pemerintahan, yang terjadi dari
5
sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di bawahnya serta lapisan udara
di atasnya”.1
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi
ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah
tempat manusia atau makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidupnya.
Ruang berasal dari bahasa latin spatium, dalam bahasa Inggris space.
Pengertian ruang biasanya dikaitkan dengan suatu tempat yang menunjukkan
benda-benda terletak (seolah-olah sebagai wadah). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa ruang dikaitkan dengan tempat atau wadah. Jika orang
mempunyai ruang berarti mempunyai tempat untuk melakukan kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan.
Pengertian ruang menurut penjelasan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang mencakup:
1)
Ruang daratan
adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan daratan,
termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut
terendah.
2)
Ruang lautan
adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut
dimulai dari sisi laut garis laut terendah, termasuk dasar laut dan
bagian bumi di bawahnya dimana Republik Indonesia mempunyai hak
dan yurisdiksi.
3)
Ruang udara
adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan
sekitar wilayah Negara dan melekat pada bumi, dimana Republik
Indonesia mempunyai hak yurisdiksi.
1
Johana Jayadinata, Tata Guna Tana Dalam Perencanaan Pembangunan Perkotaan dan
Wilayah, ITB, Bandung, 1992, hal. 8.
6
Dalam penjelasan selanjutnya dinyatakan bahwa pengertian ruang
udara (air space) tidak sama dengan pengertian ruang angkasa (outer space).
Ruang angkasa beserta isinya seperti bulan dan benda-benda langit lainnya
adalah bagian dari antariksa, yang merupakan ruang diluar ruang udara.
Ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara merupakan satu
kesatuan ruang yang tidak dapat dipisahkan, ruang-ruang tersebut mempunyai
potensi yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan tingkat intensitas yang
berbeda untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Potensi itu
antara lain sebagai tempat melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan,
industri, pertambangan, sebagai jalur perhubungan, sebagai obyek wisata,
sebagai sumber energi, atau sebagai tempat penelitian dan percobaan.
Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur
tercakup pengertian kata serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan. Karena itu, pada tata ruang, yang ditata adalah tempat berbagai
kegiatan serta sarana dan prasarananya. Suatu tata ruang yang baik dapat
dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut penataan ruang.
Tata ruang didefinisikan sebagai suatau proses kegiatan dalam rangka
menata atau menyusun bentuk struktur dan pola pemanfataan ruang secara
efisien dan efektif. Dalam definisi tersebut ada beberapa makna yang
terkandung di dalamnya:
1.
Dalam tata ruang terdapat suatu proses yang terkandung di
dalamnya.
2.
Kegiatan tersebut adalah menata atau menyusun struktur dan
pola pemanfaatan ruang.
7
3.
Adanya kegiatan yang sifatnya lebih efisien dan efektif,
sehingga dapat menghindarkan penggunaan ruang yang berlebihan.2
Rencana tata ruang diharapkan mencakup perencanaan struktur dan
pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara, dan tata guna sumber daya alam. Aspek-aspek dalam penataan ruang
perkotaan meliputi sebagai berikut:
1. Letak geografis dan fisik kota. Beberapa kota memiliki tata kota yang
spesifik karena letak geografis yang khas seperti kota Pontianak yang
terletak tepat di garis katulistiwa; kota-kota yang berbatasan langsung
dengan laut seperti DKI Jakarta, Surabaya, kota-kota yang dilalui oleh
sungai besar seperti Palembang, Samarinda, dan seterusnya.
2. Nilai-nilai sejarah berdirinya suatu kota yang ditandai oleh adanya
bangunan-bangunan bersejarah yang ada di kota tersebut. Seperti
penataan kota Semarang dan Yogyakarta di antaranya, dalam tata
ruang perkotaannya memperhatikan bangunan-bangunan bersejarah
yang ada.
3. Adat-istiadat dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Seperti
yang dimiliki oleh kota Yogyakarta, Solo, kota-kota di Pulau Bali, dan
seterusnya.
4. Potensi alam yang dimiliki dan yang dapat dikembangkan. Seperti
pada Kota Bandung yang terletak di daerah pegunungan.
5. Nilai-nilai keagamaan yang kuat dan dapat diperhitungkan dalam
penataan ruang perkotaan, seperti pada kota Banda Aceh.
6. Potensi sumberdaya manusia yang dimiliki (termasuk di dalamnya
lembaga yang mampu membuat perencanaan tata ruang untuk
kotanya). Umumnya yang melatarbelakangi penataan kota-kota
metropolitan di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Semarang, Bandung,
Surabaya.3
Sebagaimana yang umum terjadi permasalahan dalam penataan ruang
perkotaan adalah terjadinya penghancuran terhadap tatanan sosial yang sudah
ada. Selain itu perkembangan dan penatan ruang kota-kota di Indonesia pada
dewasa ini, menunjukkan kecenderungan homogenitas yang disebabkan oleh
2
3
Budi Supriyanto, Tata Ruang Dalam Pembangunan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 1996, hal.
26.
Ibid, hal. 3-4.
8
keseragaman dalam membuat rencana tata ruang tanpa melihat bahwa masingmasing kota mempunyai ciri khas sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan:
1.
Adanya kecenderungan untuk mengutamakan efisiensi dalam
setiap investasi tanpa memperhitungkan nilai-nilai lain seperti potensi
yang ada di daerah tersebut serta keunikan dari tiap-tiap daerah yang
dapat dijadikan aset untuk pengembangan kota di masa depan;
2.
Kecenderungan homogenitas kota didorong oleh perwujudan
idealisme negara kesatuan, sehingga rencana tata ruang kota di
Indonesia harus memperlihatkan ciri kesamaan yang dipandang
sebagai cermin dari wujud persatuan;
3.
Besarnya peran pemerintah pusat dalam menentukan perencanaan
tata ruang daerah, menjadikan produk tata ruang yang dulu sangat
homogen;
4.
Kurangnya pemanfaatan lembaga lokal dalam membuat rencana
tata ruang suatu kota juga sangat mempengaruhi terjadinya
keseragaman dalam pembuatan rencana tata ruang kota.4
Beragamnya kondisi fisik kota dan budaya masyarakat Indonesia,
seharusnya permasalahan perbedaan atau keaneka-ragaman yang ada di
masing-masing daerah dapat menjadi suatu kekuatan dalam melakukan
rencana tata ruang dan bukan menjadi kelemahan, sehingga pola yang
digunakan dalam penataan ruang perkotaan yang ada saat ini tidak lagi sama
antara satu kota dengan kota lainnya. Di sisi lain memang masih diperlukan
suatu guidelines (garis yang memberikan arah) dalam membuat rencana tata
ruang yang bersifat makro, namun perlu dibedakan apabila sudah menyangkut
pembuatan rencana tata ruang yang bersifat detail seperti rencana tata ruang
perkotaan.
Perkembangan kota-kota di Indonesia, dapat dilihat dari:
1.
4
Peranan dan fungsi kota, yang dahulu dualistik sebagai
pusat pemerintahan dan pusat perdagangan, kini telah berkembang
menjadi pusat informasi, pusat inovasi teknologi dan pusat akumulasi
modal. Bahkan lebih jauh lagi, kota telah berperan sebagai pintu
Ibid, hal. 6.
9
gerbang kemakmuran bagi daerah pedesaan. Kota telah menjadi
indikator untuk mengukur kemakmuran suatu negara. Karenanya,
paradigma lama bahwa kota merupakan benteng (fungsi kekuasaan)
dan fungsi permukiman (fungsi perlindungan), dalam menghadapi era
globalisasi sudah harus ditinggalkan.
2.
Perkembangan fisik kota, karena alasan praktis dan
efisiensi, telah tumbuh mengikuti perkembangan jalur transportasi dan
dirancang dengan tipe bangunan yang homogen. Model perencanaan
tata ruang kota yang disusun dengan kriteria yang seragam, turut
mendorong pertumbuhan kota menjadi homogen. Padahal
sesungguhnya, rancang bangun kota pantai (coastal city) tidak harus
sama dengan kota gunung (inland city). Pola perkembangan fisik kota
yang demikian, untuk masa depan sudah harus ditinggalkan.
Karenanya perlu dicari model-model rancang bangun kota yang
mengacu pada kondisi fisik wilayah dan bersumber pada akar budaya
masyarakat setempat. Ini menjadi paradigma baru di masa mendatang
dan dapat disebut sebagai model rancang bangun yang bernuansa
lokal.
3.
Pergeseran nilai-nilai sosial budaya masyarakat
perkotaan, cenderung mengarah pada budaya individualistis dan
materialistis. Hal ini sering tidak dapat dihindari karena adanya
pengaruh dari luar yang berakulturasi dengan nilai yang mentradisi
dan berkembang menjadi nilai-nilai sosial yang baru. Pergeseran nilainilai ini perlu dikendalikan untuk mencegah lunturnya semangat
gotong royong dan paguyuban yang menjadi akar dari falsafah
kehidupan bermasyarakat Bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
paradigma baru pembangunan masyarakat perkotaan di masa datang
perlu dikendalikan melalui perkuatan jati diri dan falsafah hidup
masyarakat setempat.5
Adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, maka pelaksanaan penataan ruang perkotaan di Indonesia diharapkan
tidak lagi sama, dan lebih bervariasi sesuai dengan potensi (sumber daya alam
dan sumber daya manusia) serta keunikan yang ada di daerah tersebut.
Dengan kata lain, pengembangan dan penataan ruang perkotaan yang akan
datang hendaknya mempunyai ciri khas masing-masing daerah.
Pelaksanaan tata ruang kota akan menjadi dasar yang penting untuk
membangun masa depan perkotaan yang lebih terarah dan konkrit. Beberapa
5
Ibid, hal. 10.
10
aspek yang akan mendasari pelaksanaan pembangunan perkotaan di masa
depan adalah:
1. Penghargaan terhadap nilai-nilai sejarah berdirinya kota yang
kemudian sekaligus dilestarikan.
2. Penggalian potensi kebhinekaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia
di mana masing-masing kota memiliki sumber daya internal yang
perlu dikembangkan.
3. Mendorong perwujudan otonomi daerah yang lebih nyata.
4. Mengantisipasi pengaruh globalisasi, agar tidak terbawa arus
globalisasi.
5. Memberdayakan sumber daya lokal maupun lembaga lokal dalam
membuat rencana tata ruang kota untuk daerahnya.6
Penataan ruang perkotaan yang bercirikan kedaerahan akan berhasil
apabila:
Menghargai ciri khas dari daerah lainnya, sehingga daerah-daerah
di satu kota akan selalu saling bergantungan satu dengan lainnya.
2.
Melibatkan peran aktif ketiga aktor pembangunan dalam
melakukan kemitraan. Ini merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan
penataan ruang bercirikan lokal.
3.
Menetapkan visi dan misi kota dalam pembangunan yang akan
sangat besar berpengaruh bagi tercapainya penataan ruang perkotaan
yang bercirikan lokal di Indonesia.7
1.
Tata ruang kota adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang
kota yang mencangkup kawasan lindung dan kawasan budidaya, baik
direncanakan maupun tidak yang menunjukkan jenjang dan keterkaitan
pemanfaatan ruang kota. Penataan ruang kota ini merupakan proses yang
meliputi perencanaan pemanfaatan dan pengendalian tata ruang kota.
Tata ruang dan lingkungan hidup mengandung arti yang sangat luas
tetapi sekaligus juga seringkali punya konotasi sempit terbatas pada
perencanaan dan perancangan fisik semata-mata. Padahal sudah semenjak
6
7
Ibid, hal. 12.
Ibid, hal. 15.
11
beberapa tahun yang lampau perencanaan kota dan daerah yang menekankan
arti fisik, serba deterministik dan menomorduakan manusia dengan segenap
keunikan perilakunya, telah banyak mendapat kecaman.
Kevin Lynch dalam tulisannya menyatakan bahwa penampilan dan wajah
kota bagaikan mimpi buruk, tunggal rupa, serba sama, tak berwajah, lepas
dari alam, dan sering tidak terkendali, tidak manusiawi. Air dan udaranya
kotor, jalan-jalan sangat berbahaya sangat dipadati kendaraan, papan
reklame mengganggu pandangan, pengerasan suara memekakan telinga.8
Jurang kaya miskin makin menganga mencolok mata, komunitas yang
guyub pecah menjelma masyarakat yang patembayan yang dilandasi
penalaran kalkulatif dan kepekaan moral yang disepakati bersama makin
meluntur. “Para perencana kota dituding ikut andil dalam penciptaan
kesemrawutan dan kekacauan”.9
Penataan ruang kota sungguh rumit dan pelik karena mau tidak mau
menyangkut benturan antara pendekatan-pendekatan teknik, komersial dan
kemanusiaan. Selain itu keunikan lain berkaitan dengan proses perkembangan
kota yang statis, melainkan selalu dinamis. Penduduk selalu berubah dan
bergerak, seringkali susah ditebak. Oleh karena itu pola tata ruang kota yang
terlalu ketat dan kaku tidak bisa tanggap terhadap perubahan.
Untuk mengatasi masalah semacam itu disarankan suatu bentuk
perencanaan yang terbuka dengan menentukan bagian-bagian tertentu dari
sistem kota memberikan peluang bagi bagian-bagian lain (termasuk yang
tidak dapat diperkirakan sebelumnya) untuk bergerak secara spontan.
8
9
Eko Budiharjo, Kota Berkelanjutan, Alumni, Bandung, 1997, hal. 3.
Ibid, hal. 22.
12
Perencanaan kota terbuka yang luwes ini memungkinkan penjabaran
nilai, kebutuhan hidup dan gaya hidup yang berbeda dalam suatu lingkungan
yang dinamik. Kelompok-kelompok penghuni kota yang berdatangan dengan
mudah menyesuaikan diri dan membentuk kembali secara kreatif organisasi
ruang, waktu, makna, dan komunikasinya.
Dalam
keterlibatannya
diperencanaan
kota
dan
lingkungan,
masyarakat seringkali dilihat sekedar sebagai konsumen yang pasif. Memang
mereka diberi tempat untuk aktifitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan
bermukim, akan tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses
penentuan kelayakan dan perencanaannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, menurut Eko Budihardjo ada beberapa
kelemahan dalam proses perencanaan, implementasi dan pengelolaan
pembangunan dan lingkungan hidup di Indonesia antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perencanaan terlalu berorientasi pada pencapaian
tujuan ideal berjangka panjang, yang sering meleset akibat banyaknya
ketidak pastian. Di sisi lain terdapat jenis-jenis perencanaan yang
disusun dengan landasan pemikiran pemecahan masalah ad hoc yang
berjangka pendek, kurang berwawasan luas.
Produk akhir berupa rencana tata ruang yang baik tidak
selalu menghasilkan penataan ruang yang baik pula, tetapi didukung
oleh para pengelolaan perkotaan dan daerah yang handal, dilengkapi
mekanisme pengawasan dan pengendalian pembangunan yang jelas.
Terlihat kecenderungan yang kuat bahwa perencanaan
tata ruang terlalu berat ditekankan pada aspek penataan ruang dalam
arti fisik dan visual.
Keterpaduan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan selama ini terkesan sekadar sebagai slogan
atau hiasan bibir belaka.
Peran serta masyarakat daklam proses perencanaan tata
ruang dan lingkungan hidup masih sangat terbatas.
Adanya kata “grey area” yaitu yang berupa rencana
kawasan “urban design” yang sesungguhnya merupakan titik temu
13
antara perencanaan kota yang berdemensi dua dengan perancangan
arsitektur yang berdemensi tiga.
7.
Kekurangpekaan para penentu kebijakan, dan juga
beberapa kalangan profesional, terhadap warisan peninggalan kuno
yang pada hakikatnya merupakan bagian tidak terpisahkan dalam
sejarah perkotaan.
8.
Penekanan perencanaan kota dan daerah cenderung
lebih berat pada aspek lingkungan binaan dan kurang memperhatikan
pendayagunaan atau optimalisasi lingkungan alamiah.
9.
Tipisnya wibawa dan kekuatan hukum suatu produk
rencana tata ruang.10
Pada dasarnya, penataan ruang perlu dilakukan untuk mengelola
konflik dalam alokasi dan/atau distribusi pemanfaatan berbagai sumber daya
secara efisien, adil dan berkelanjutan. Konflik yang dimaksud baik konflik
terpendam maupun yang terbuka karena salah satu pihak telah bertindak untuk
melaksanakan tujuannya yang berbenturan dengan tujuan dan kepentingan
pihak lainnya. Untuk menghindari ataupun mengatasi konflik demikian
diperlukan peran serta semua pihak.
Adapun tujuan peran serta masyarakat dalam penataan ruang adalah:
1.
2.
Meningkatkan mutu, proses dan hasil penataan ruang.
Meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan tanggung jawab
masyarakat tentang pemanfaatan dan pengaturan pemanfaatan sumber
daya alam.
3.
Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan
penataan ruang.11
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 menetapkan bahwa
masyarakat berhak dan wajib berperan serta dalam keseluruhan proses
penataan ruang, yaitu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Permendagri Nomor 9 Tahun 1998
menetapkan secara cukup rinci bagaimana dan pada saat mana masyarakat
10
11
Ibid, hal. 40.
Warta Kebijakan, Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang, 6 Agustus 2002, hal. 3.
14
dapat ikut berperan serta. Secara umum bentuk peran serta masyarakat belum
meliputi keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, tetapi lebih berbentuk
pemberian bantuan terhadap proses yang dilaksanakan pemerintah.
E. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dimana acuan/tolak ukur
dalam permasalahan dilihat dari sudut pandang aturan hukum yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
2. Bahan Penelitian
Bahan penelitian diperoleh melalui studi kepustakaan dan penelitian
lapangan:
a.
Studi kepustakaan, yaitu: penelitian yang dilakukan dengan cara
melakukan studi pustaka. Berdasarkan studi kepustakaan akan
diperoleh data sekunder dengan berupa:
1)
Bahan
hukum
primer,
yaitu:
beberapa
peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan.
2)
Bahan hukum sekunder, yaitu: beberapa teori dan literatur
yang berkaitan dengan permasalahan.
3)
Bahan hukum tersier, yaitu: beberapa buku seperti kamus
dan ensiklopedi.
b.
Penelitan lapangan, yaitu berupa penelitian dengan meninjau
langsung ke lokasi penelitian.
15
1)
Lokasi penelitian, yaitu di Kabupaten Sleman.
2)
Nara sumber, yaitu: Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten
Sleman.
3)
Responden adalah 10 (sepuluh) orang warga masyarakat
yang di sepanjang Selokan Mataram. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan “Purposive Sampling”,
yaitu pengambilan sampel telah ditentukan terlebih dahulu sesuai
dengan tujuan penelitian.12
2. Metode Pengumpulan Data
a.
Data kepustakaan, yaitu data yang diambil diperoleh dari bukubuku, perundang-undangan, karya ilmiah maupun tulisan-tulisan
ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.
b.
Data Lapangan terdiri dari:
Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung dengan
nara sumber tentang hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan.
3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian, baik dari penelitian kepustakaan
maupun penelitian lapangan, kemudian dianalisis dengan menggunakan
metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dilapangan maupun
kepustakaan, disusun secara sistematis setelah diseleksi berdasarkan
permasalahan dan dilihat kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku,
selanjutnya disimpulkan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan.
12
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1981, hal. 15.
16