04 UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999)
DAN
PRINSIP-PRINSIP HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pertemuan 4
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999)
Undang-undang Perlindungan Konsumen
(disingkat UUPK) diundangkan pada tanggal 20
April 1999 dan dinyatakan efektif berlaku satu
tahun setelah diundangkannya mulai tanggal 20
April 2000.
Merupakan payung hukum (umbrella act) bagi
perundang-undangan lainnya yang menyangkut
konsumen.
Dalam penjelasan UUPK dinyatakan bahwa
perlindungan konsumen terbuka atas undangundang yang baru yang pada dasarnya memuat
ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999)
Sebelum adanya Undang-undang Perlindungan
Konsumen, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata
dan Kitab Undang Undang Hukum Dagang yang
merupakan produk peninggalan zaman penjajahan
Belanda, tetapi telah menjadi pedoman dalam
menyelesaikan kasus kasus untuk melindungi
konsumen yang mengalami kerugian atas cacatnya
barangyang dibelinya. Meskipun KUHPerdata dan
KUHDagang itu tidak mengenal istilah konsumen,
tetapi didalamnya istilah “pembeli” , “penyewa”,
“tertanggung”,
atau
“penumpang
yang
tidak
membedakan mereka sebagai konsumen akhir atau
konsumen antara.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999)
Dalam kegiatan aktivitas usaha, kepentingan
konsumen lahir karena adanya peranan konsumen
yang telah memberikan sumbangan besar kepada
pengusaha sebagai penyedia dan produk. Konsumen
juga telah memberikan sumbangan besar kepada
penyedia dan produk. Konsumen juga telah
memberikan sumbangan besar kepada pelaku usaha
dari barang dan jasa yang dibelinya, yang
merupakan
pihak
yang
menentukan
dalam
pemupukan modal yang diperlukan pengusaha
untuk mengembangkan usahanya dan pada akhirnya
konsumen menjadi penentu roda perekonomian.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
UUPK terdiri 15 Bab dan 65 Pasal.
Ketentuan Umum
Bab I Pasal 1, memuat pengertian-pengertian tentang
kata dan istilah yang dipergunakan dalam undangundang ini.
Asas dan Tujuan
Bab II Pasal 2 dan Pasal 3, memuat 5 (lima) asas
perlindungan konsumen yaitu asas manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.
Selain itu tujuan yang hendak dicapai adalah
meningkatkan kesadaran konsumen untuk melindungi
diri,
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Hak dan Kewajiban
Bab III, pasal 4 dan 5 mengatur hak dan kewajiban
konsumen.
Pasal 6 dan 7 mengatur hak dan kewajiban produsen
sebagai pelaku usaha
Perbuatan Yang dilarang Bagi Pelaku Usaha
Bab IV, pasal 8-17 mengatur sejumlah perbuatan yang
terlarang untuk dilakukan oleh pengusaha dalam
menjalankan usahanya, berkaitan dengan:
Memproduksi dan/atau mengedarkan produk yang tidak sesuai
standar yang disyaratkan oleh UU;
Promosi dan periklanan yang tidak sesuai dengan keterangan
yang dinyatakan dalam iklan/promosi, label, etiket tsb ;
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Perbuatan Yang dilarang Bagi Pelaku Usaha
berkaitan dengan:
Penjualan dengan cara obral dan sejenisnya , apabila barang
tsb cacat, bekas, tercemar tanpa memberikan informasi yang
lengkap dan benar atas barang dimaksud;
Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan yang paling baik atas barang tsb;
Tidak sesuai dengan mutu, komposisi, tingkatan, proses
pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label,etiket;
Tidak mengikuti ketentuan produksi secara halal;
Tidak mencantumkan penjelsan barang yang memuat
ukuran,berat/isi, komposisi,netto, atauran pakai, tanggal
kadaluarsa,tanggal pembuatan, akibat sampingan,nama dan
alamat pelaku usaha;
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Ketentuan pencantuman Klausula Baku
Pasal 18 mengatur batasan-batasan penggunaan
klausula baku dalam transaksi konsumen.
Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan
kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha
berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Larangan pencantuman dalam Klausula Baku
apabila terdapat : pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha, pelaku usaha berhak menolak
menyerahkan barang yang dibeli konsumen,pelaku
usaha berhak menolak kembali uang atas barang
/jasa yang dibeli konsumen.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Bab VI, pasal 19-28, mengatur tanggungjawab pelaku
usaha didalam menjalankan usahanya; terdiri atas:
Tanggungjawab publik;
Tanggungjawab privat.
Contoh : Tanggung Jawab kerugian atas
kerusakan,pencemaran, tanggung jawab atas kerugian
konsumen.
Pembinaan dan Pengawasan
Bab VII, pasal 29-30, memuat ketentuan –ketentuan
tentang pelaksanaan dan pembinaan usaha dalam
rangka perlindungan konsumen sehingga tujuan dari
undang-undang ini dapat tercapai.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN)
Bab VIII, pasal 31-43 memuat ketentuan- ketentuan
tentang fungsi, tugas, susunan organisasi, dan
keanggotaan dari sebuah badan yang
bertanggungjawab dalam meningkatkan
perlindungan kepada konsumen secara nasional.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM)
Bab IX, pasal 44 memuat ketentuan- ketentuan
tentang eksistensi serta tugas lembaga konsumen
swadaya masyarakat.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Penyelesaian Sengketa
Bab X, pasal 45 – 48 memuat ketentuanketentuan tentang penyelesaian sengketa
konsumen, baik di dalam maupun diluar
pengadilan.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK)
Bab XI, pasal 49-58 memuat ketentuanketentuan tentang eksistensi, tugas dan
wewenang Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK)
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Penyidikan
Bab XII pasal 59 memuat ketentuanketentuan tentang penyidikan perkara
konsumen yang diduga memuat unsur-unsur
pidana.
Sanksi
Bab XIII pasal 60-63 memuat ketentuanketentuan tentang penjatuhan sanksi, baik
sanksi administratif maupun sanksi pidana
kepada pelaku pelanggaran undang-undang
ini.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Ketentuan Peralihan
Bab XIV pasal 64 memuat ketentuan- ketentuan
tentang peralihan dari keadaan yang lalu ke
keadaan pada masa berlakunya undang-undang ini.
Ketentuan Penutup
Bab XV pasal 65 memuat ketentuan- ketentuan
tentang :
Berlakunya undang-undang ini (20 April 2000);
Membutuhkan cukup banyak peraturan pelaksanaan
berupa peraturan pemerintah (PP)
Perlu adanya penyesuaian kondisi perusahaan dengan
tuntutan undang-undang.
PRINSIP-PRINSIP
HUKUM
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab
dalam Hukum
Kesalahan (liability based on fault);
Praduga Selalu Bertanggung-jawab
(Presumption of liability);
Praduga Selalu Tidak Bertanggungjawab (Presumption of nonliability);
Tanggung jawab mutlak (strict liability);
Pembatasan tanggung jawab (limitation
of liability)
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan ( liability
based on fault):
Seseorang dimintakan pertanggung-jawabannya bila
terdapat unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365, segala perbuatan yang membawa
kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang
bersalah untuk mengganti kerugian yang diderita
oleh orang atau pelaku usaha tsb , Contoh : Iklan
minyak goreng dalam brosur di Supermarket
potongan harga Rp 9500,- dicoret jadi Rp.8500,sehingga terdapat potongan Rp.1000,- padahal di
kasir masih menggunakan harga Rp.9500,kebanyakan konsumen tidak cek bon.
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Konsumen berlomba lomba untuk membeli minyak goreng
tersebut sehingga pesaing mengalami penurunan omzet dan
konsumen di tipu. (Pasal 382 KUHPidana mengenai persaingan
usaha yang dilakukan dengan curang dengan secara tidak jujur
artinya berkaitan dengan perbuatan penipuaan. Penipuan dan
perbuatan curangnya harus terbukti.
Pasal 1366 , Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya tetapi juga unuk
kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati
hati dan
1367 Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian
yang disebabkan perbuatan sendiri tetapi juga kerugian yang
disebabkan perbuatan orang yang menjadi tanggungannya
atau disebabkan barang yang berada di bawah
pengawasannya.;
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Pasal 1365 KUHPerdata dikenal
sebagai perbuatan melawan hukum
mengharuskan terpenuhinya 4
(empat) unsur, yaitu:
Adanya perbuatan;
Adanya unsur kesalahan;
Adanya kerugian yang diderita;
Adanya hubungan kausalitas antara
kesalahan dan kerugian.
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Kesalahan yang dimaksud adalah
bertentangan dengan:
Undang-undang;
Kepatutan;
Kesusilaan dalam masyarakat.
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Pembebanan tanggung jawab ini mengikuti
ketentuan Pasal 163 Herziene
Indonesische Reglement (HIR) atau Pasal
283 Rechtsreglement Buitengewesten
(Rbg) dan Pasal 1865 KUHPerdata:
Barangsiapa mengakui mempunyai suatu hak,
harus membuktikan adanya hak atau peristiwa
itu (actorie incumbit probatio).
Asas audit et alterm partem atau asas
kedudukan yang sama antara semua pihak
yang berpekara.
Vicarious Liability
Pasal 1367 KUHPerdata dikenal doktrin
vicarious liability dan corporate liability
doktrin vicarious liability ( respondent
superior, let the naster answer) mengandung
pengertian majikan bertanggung jawab atas
kerugian yang ditimbulkan oleh karyawannya.
doktrin corporate liability, korporasi yang
menaungi suatu kelompok kerja
bertanggungjawab terhadap tenaga-tenaga
yang dipekerjakannya.
Prinsip Praduga Selalu
Bertanggung-jawab (Presumption
of liability)
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat
dianggap selalu bertanggung jawab
(Presumption of liability), sampai dapat
membuktikan dia tidak bersalah. Beban
pembuktian ada pada tergugat.
Contoh dalam hukum pengangkutan.
Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab
kalau dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
ditimbulkan oleh hal-hal diluar kekuasaannya.
Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab
kalau dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil suatu
tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya
kerugian.
Prinsip Praduga Selalu
Bertanggung-jawab (Presumption
of liability)
Prinsip ini merupakan pembuktian terbalik
(omkering van bewijslast) yang didalam hukum
pidana bertentangan dengan asas hukum praduga
tidak bersalah (presumption of innocence).
Pasal 19, 22 pembuktian adanya kesalahan dalam kasus
pidana merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha tanpa dapat menutup kemungkinan bagi jaksa untuk
melakukan pembuktian (dimaksudkan utnuk menerapkan
sistem beban pembuktian terbalik) dan 23 Pelaku usaha
yang menolak atau tidak memberi tanggapan atau tidak
memenuhi gantu rugi atas tuntutan konsumen dapat
digugat melalui Badan Penyelesaian sengketa konsumen
atau Badan Peradilan tempat kedudukan konsumen.
Praduga Selalu Tidak
Bertanggung-jawab (Presumption
of nonliability)
Prinsip ini kebalikan dari di atas. Prinsip
Praduga Selalu Tidak Bertanggung-jawab
(Presumption of nonliability) hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang
sangat terbatas, dan pembatasan demikian
umumnya dapat dibenarkan.
Contoh dalam hukum pengangkutan.
Kehilangan atau kerusakan dalam cabin/
bagasi tangan yang umumnya dibawa dan
diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah
tanggung jawab dari penumpang.
Prinsip Tanggung jawab mutlak (strict
liability);
Prinsip Tanggung jawab mutlak (strict
liability adalah prinsip tanggung
jawab yang menetapkan kesalahan
tidak sebagai faktor yang
menentukan, namun ada
pengecualiannya, misal force majeure.
Asas tanggung jawab ini
dipergunakan dalam product liability
(akan dibahas kemudian)
Prinsip Pembatasan tanggung jawab
(limitation of liability)
Prinsip Pembatasan tanggung jawab
(limitation of liability) sering dilakukan
oleh pelaku usaha dengan
mencantumkan klausula eksonerasi
dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Misal dalam pengiriman barang bila
terjadi kerugian, toko hanya bertanggung
jawab 4 (empat) kali biaya pengiriman.
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999)
DAN
PRINSIP-PRINSIP HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pertemuan 4
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999)
Undang-undang Perlindungan Konsumen
(disingkat UUPK) diundangkan pada tanggal 20
April 1999 dan dinyatakan efektif berlaku satu
tahun setelah diundangkannya mulai tanggal 20
April 2000.
Merupakan payung hukum (umbrella act) bagi
perundang-undangan lainnya yang menyangkut
konsumen.
Dalam penjelasan UUPK dinyatakan bahwa
perlindungan konsumen terbuka atas undangundang yang baru yang pada dasarnya memuat
ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999)
Sebelum adanya Undang-undang Perlindungan
Konsumen, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata
dan Kitab Undang Undang Hukum Dagang yang
merupakan produk peninggalan zaman penjajahan
Belanda, tetapi telah menjadi pedoman dalam
menyelesaikan kasus kasus untuk melindungi
konsumen yang mengalami kerugian atas cacatnya
barangyang dibelinya. Meskipun KUHPerdata dan
KUHDagang itu tidak mengenal istilah konsumen,
tetapi didalamnya istilah “pembeli” , “penyewa”,
“tertanggung”,
atau
“penumpang
yang
tidak
membedakan mereka sebagai konsumen akhir atau
konsumen antara.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999)
Dalam kegiatan aktivitas usaha, kepentingan
konsumen lahir karena adanya peranan konsumen
yang telah memberikan sumbangan besar kepada
pengusaha sebagai penyedia dan produk. Konsumen
juga telah memberikan sumbangan besar kepada
penyedia dan produk. Konsumen juga telah
memberikan sumbangan besar kepada pelaku usaha
dari barang dan jasa yang dibelinya, yang
merupakan
pihak
yang
menentukan
dalam
pemupukan modal yang diperlukan pengusaha
untuk mengembangkan usahanya dan pada akhirnya
konsumen menjadi penentu roda perekonomian.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
UUPK terdiri 15 Bab dan 65 Pasal.
Ketentuan Umum
Bab I Pasal 1, memuat pengertian-pengertian tentang
kata dan istilah yang dipergunakan dalam undangundang ini.
Asas dan Tujuan
Bab II Pasal 2 dan Pasal 3, memuat 5 (lima) asas
perlindungan konsumen yaitu asas manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum.
Selain itu tujuan yang hendak dicapai adalah
meningkatkan kesadaran konsumen untuk melindungi
diri,
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Hak dan Kewajiban
Bab III, pasal 4 dan 5 mengatur hak dan kewajiban
konsumen.
Pasal 6 dan 7 mengatur hak dan kewajiban produsen
sebagai pelaku usaha
Perbuatan Yang dilarang Bagi Pelaku Usaha
Bab IV, pasal 8-17 mengatur sejumlah perbuatan yang
terlarang untuk dilakukan oleh pengusaha dalam
menjalankan usahanya, berkaitan dengan:
Memproduksi dan/atau mengedarkan produk yang tidak sesuai
standar yang disyaratkan oleh UU;
Promosi dan periklanan yang tidak sesuai dengan keterangan
yang dinyatakan dalam iklan/promosi, label, etiket tsb ;
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Perbuatan Yang dilarang Bagi Pelaku Usaha
berkaitan dengan:
Penjualan dengan cara obral dan sejenisnya , apabila barang
tsb cacat, bekas, tercemar tanpa memberikan informasi yang
lengkap dan benar atas barang dimaksud;
Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan yang paling baik atas barang tsb;
Tidak sesuai dengan mutu, komposisi, tingkatan, proses
pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label,etiket;
Tidak mengikuti ketentuan produksi secara halal;
Tidak mencantumkan penjelsan barang yang memuat
ukuran,berat/isi, komposisi,netto, atauran pakai, tanggal
kadaluarsa,tanggal pembuatan, akibat sampingan,nama dan
alamat pelaku usaha;
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Ketentuan pencantuman Klausula Baku
Pasal 18 mengatur batasan-batasan penggunaan
klausula baku dalam transaksi konsumen.
Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan
kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha
berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Larangan pencantuman dalam Klausula Baku
apabila terdapat : pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha, pelaku usaha berhak menolak
menyerahkan barang yang dibeli konsumen,pelaku
usaha berhak menolak kembali uang atas barang
/jasa yang dibeli konsumen.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Bab VI, pasal 19-28, mengatur tanggungjawab pelaku
usaha didalam menjalankan usahanya; terdiri atas:
Tanggungjawab publik;
Tanggungjawab privat.
Contoh : Tanggung Jawab kerugian atas
kerusakan,pencemaran, tanggung jawab atas kerugian
konsumen.
Pembinaan dan Pengawasan
Bab VII, pasal 29-30, memuat ketentuan –ketentuan
tentang pelaksanaan dan pembinaan usaha dalam
rangka perlindungan konsumen sehingga tujuan dari
undang-undang ini dapat tercapai.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN)
Bab VIII, pasal 31-43 memuat ketentuan- ketentuan
tentang fungsi, tugas, susunan organisasi, dan
keanggotaan dari sebuah badan yang
bertanggungjawab dalam meningkatkan
perlindungan kepada konsumen secara nasional.
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat (LPKSM)
Bab IX, pasal 44 memuat ketentuan- ketentuan
tentang eksistensi serta tugas lembaga konsumen
swadaya masyarakat.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Penyelesaian Sengketa
Bab X, pasal 45 – 48 memuat ketentuanketentuan tentang penyelesaian sengketa
konsumen, baik di dalam maupun diluar
pengadilan.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK)
Bab XI, pasal 49-58 memuat ketentuanketentuan tentang eksistensi, tugas dan
wewenang Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK)
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Penyidikan
Bab XII pasal 59 memuat ketentuanketentuan tentang penyidikan perkara
konsumen yang diduga memuat unsur-unsur
pidana.
Sanksi
Bab XIII pasal 60-63 memuat ketentuanketentuan tentang penjatuhan sanksi, baik
sanksi administratif maupun sanksi pidana
kepada pelaku pelanggaran undang-undang
ini.
SUBSTANSI UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
(UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN
1999)
Ketentuan Peralihan
Bab XIV pasal 64 memuat ketentuan- ketentuan
tentang peralihan dari keadaan yang lalu ke
keadaan pada masa berlakunya undang-undang ini.
Ketentuan Penutup
Bab XV pasal 65 memuat ketentuan- ketentuan
tentang :
Berlakunya undang-undang ini (20 April 2000);
Membutuhkan cukup banyak peraturan pelaksanaan
berupa peraturan pemerintah (PP)
Perlu adanya penyesuaian kondisi perusahaan dengan
tuntutan undang-undang.
PRINSIP-PRINSIP
HUKUM
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab
dalam Hukum
Kesalahan (liability based on fault);
Praduga Selalu Bertanggung-jawab
(Presumption of liability);
Praduga Selalu Tidak Bertanggungjawab (Presumption of nonliability);
Tanggung jawab mutlak (strict liability);
Pembatasan tanggung jawab (limitation
of liability)
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan ( liability
based on fault):
Seseorang dimintakan pertanggung-jawabannya bila
terdapat unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365, segala perbuatan yang membawa
kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang
bersalah untuk mengganti kerugian yang diderita
oleh orang atau pelaku usaha tsb , Contoh : Iklan
minyak goreng dalam brosur di Supermarket
potongan harga Rp 9500,- dicoret jadi Rp.8500,sehingga terdapat potongan Rp.1000,- padahal di
kasir masih menggunakan harga Rp.9500,kebanyakan konsumen tidak cek bon.
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Konsumen berlomba lomba untuk membeli minyak goreng
tersebut sehingga pesaing mengalami penurunan omzet dan
konsumen di tipu. (Pasal 382 KUHPidana mengenai persaingan
usaha yang dilakukan dengan curang dengan secara tidak jujur
artinya berkaitan dengan perbuatan penipuaan. Penipuan dan
perbuatan curangnya harus terbukti.
Pasal 1366 , Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya tetapi juga unuk
kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati
hati dan
1367 Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian
yang disebabkan perbuatan sendiri tetapi juga kerugian yang
disebabkan perbuatan orang yang menjadi tanggungannya
atau disebabkan barang yang berada di bawah
pengawasannya.;
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Pasal 1365 KUHPerdata dikenal
sebagai perbuatan melawan hukum
mengharuskan terpenuhinya 4
(empat) unsur, yaitu:
Adanya perbuatan;
Adanya unsur kesalahan;
Adanya kerugian yang diderita;
Adanya hubungan kausalitas antara
kesalahan dan kerugian.
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Kesalahan yang dimaksud adalah
bertentangan dengan:
Undang-undang;
Kepatutan;
Kesusilaan dalam masyarakat.
Prinsip Tanggung Jawab
Berdasarkan Unsur Kesalahan
(liability based on fault);
Pembebanan tanggung jawab ini mengikuti
ketentuan Pasal 163 Herziene
Indonesische Reglement (HIR) atau Pasal
283 Rechtsreglement Buitengewesten
(Rbg) dan Pasal 1865 KUHPerdata:
Barangsiapa mengakui mempunyai suatu hak,
harus membuktikan adanya hak atau peristiwa
itu (actorie incumbit probatio).
Asas audit et alterm partem atau asas
kedudukan yang sama antara semua pihak
yang berpekara.
Vicarious Liability
Pasal 1367 KUHPerdata dikenal doktrin
vicarious liability dan corporate liability
doktrin vicarious liability ( respondent
superior, let the naster answer) mengandung
pengertian majikan bertanggung jawab atas
kerugian yang ditimbulkan oleh karyawannya.
doktrin corporate liability, korporasi yang
menaungi suatu kelompok kerja
bertanggungjawab terhadap tenaga-tenaga
yang dipekerjakannya.
Prinsip Praduga Selalu
Bertanggung-jawab (Presumption
of liability)
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat
dianggap selalu bertanggung jawab
(Presumption of liability), sampai dapat
membuktikan dia tidak bersalah. Beban
pembuktian ada pada tergugat.
Contoh dalam hukum pengangkutan.
Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab
kalau dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
ditimbulkan oleh hal-hal diluar kekuasaannya.
Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab
kalau dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil suatu
tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya
kerugian.
Prinsip Praduga Selalu
Bertanggung-jawab (Presumption
of liability)
Prinsip ini merupakan pembuktian terbalik
(omkering van bewijslast) yang didalam hukum
pidana bertentangan dengan asas hukum praduga
tidak bersalah (presumption of innocence).
Pasal 19, 22 pembuktian adanya kesalahan dalam kasus
pidana merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha tanpa dapat menutup kemungkinan bagi jaksa untuk
melakukan pembuktian (dimaksudkan utnuk menerapkan
sistem beban pembuktian terbalik) dan 23 Pelaku usaha
yang menolak atau tidak memberi tanggapan atau tidak
memenuhi gantu rugi atas tuntutan konsumen dapat
digugat melalui Badan Penyelesaian sengketa konsumen
atau Badan Peradilan tempat kedudukan konsumen.
Praduga Selalu Tidak
Bertanggung-jawab (Presumption
of nonliability)
Prinsip ini kebalikan dari di atas. Prinsip
Praduga Selalu Tidak Bertanggung-jawab
(Presumption of nonliability) hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang
sangat terbatas, dan pembatasan demikian
umumnya dapat dibenarkan.
Contoh dalam hukum pengangkutan.
Kehilangan atau kerusakan dalam cabin/
bagasi tangan yang umumnya dibawa dan
diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah
tanggung jawab dari penumpang.
Prinsip Tanggung jawab mutlak (strict
liability);
Prinsip Tanggung jawab mutlak (strict
liability adalah prinsip tanggung
jawab yang menetapkan kesalahan
tidak sebagai faktor yang
menentukan, namun ada
pengecualiannya, misal force majeure.
Asas tanggung jawab ini
dipergunakan dalam product liability
(akan dibahas kemudian)
Prinsip Pembatasan tanggung jawab
(limitation of liability)
Prinsip Pembatasan tanggung jawab
(limitation of liability) sering dilakukan
oleh pelaku usaha dengan
mencantumkan klausula eksonerasi
dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
Misal dalam pengiriman barang bila
terjadi kerugian, toko hanya bertanggung
jawab 4 (empat) kali biaya pengiriman.