Analisis Financial Distress Dengan Pende
ANALISIS FINANCIAL DISTRESS DENGAN PENDEKATAN DATA MINING PADA
INDUSTRI MANUFAKTUR GO-PUBLIC DI INDONESIA
Nabila Firdausi, Naning Aranti Wessiani dan Budi Santosa
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: [email protected] ; [email protected] ; [email protected]
ABSTRAK
Financial distress adalah tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum
terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Dengan mengetahui kondisi financial distress pada
perusahaan manufaktur terbuka di Indonesia maka dapat dilakukan berbagai tindakan
pencegahan kebangkrutan. Pada penelitian ini dilakukan dua tahapan yakni : clustering data
mining dengan data-data keuangan 135 perusahaan manufaktur selama periode tahun 2004
hingga 2008 dan analisa rasio-rasio keuangan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
merujuk pada rumusan Z-Score Altman yang telah digunakan untuk menilai kebangkrutan
perusahaan manufaktur di dunia. Tahap clustering dilakukan dengan metode K-Means dan
Fuzzy C-Means. Setelah didapatkan hasil cluster, kedua metode ini dibandingkan untuk
menemukan metode terbaik yang selanjutnya akan dianalisa. Hasil clustering yang digunakan
adalah K-Means clustering karena memiliki nilai SSE (Sum of Squared Error) dan icdrate
(internal cluster dispersion rate) terkecil dibandingkan Fuzzy C-Means. Kemudian hasil KMeans clustering dianalisis dengan pendekatan rasio-rasio keuangan dan didapatkan bahwa
klaster 1 merupakan klaster perusahaan manufaktur yang non-financial distress sedangkan
klaster 2 merupakan klaster perusahaan manufaktur yang mengalami kondisi financial distress.
Perusahaan pada klaster 2 perlu melakukan pembenahan dan pencegahan agar tidak berlanjut
pada kebangkrutan.
Kata kunci: financial distress, clustering, data mining, K-Means, Fuzzy C-Means, analisis rasio
keuangan
ABSTRACT
Financial distress is a stage of decline in a company's financial condition prior to the
bankruptcy or liquidation. By knowing the condition of financial distress in an open
manufacturing company in Indonesia, it can be done a variety of bankruptcy preventive action.
This study conducted in two stages namely: clustering financial data of 135 manufacturing firms
over the period 2004 to 2008 and financial ratios analysis. Used variables in this study refers to
the Altman Z-Score formula that has been used to assess bankruptcy manufacturing companies
in the world. Cluster phase performed by the K-Means and Fuzzy C-Means method. Having
obtained the results of the cluster, these two methods compared to find the best method that will
be analyzed further. The clustering results used K-Means clustering because it has a smallest
value of SSE (Sum of Squared Error) and icdrate (internal cluster dispersion rate) than Fuzzy
C-Means. The K-Means clustering results were analyzed with financial ratios approach and it
found that the first cluster is non financial distress of manufacturing companies while the
second cluster is financial distress manufacturing companies. The second cluster’s company
need immediate action to prevent bankruptcy.
Keyword : financial distress, clustering, data mining, K-Means, Fuzzy C-Means, financial ratios
analysis
1
1.
Pendahuluan
Financial distress adalah kondisi yang
menunjukkan kondisi dimana arus kas
perusahaan saat itu sangat rendah dan
perusahaan sedang menderita kerugian akan
tetapi belum sampai mengakibatkan
kebangkrutan
(Purnanandam,
2008).
Dengan mendapatkan informasi kondisi
financial distress perusahaan maka para
pemegang
saham
dapat
melakukan
pengambilan keputusan terhadap modal
yang ditanamkannya. Di Indonesia,
penelitian terkait analisis financial distress
sangat terbatas. Padahal jika ditinjau dari
aspek manfaatnya, analisis kondisi financial
distress sangat dibutuhkan oleh seluruh
stakeholder
perusahaan,
termasuk
didalamnya pemerintah Indonesia.
Mhd Hasymi (2005) melakukan
penelitian menentukan dan menganalisis
faktor internal dan eksternal penyebab
financial distress pada PT.X dan
menurutnya faktor penyebab kesulitan
keuangan secara internal : (1) Kesulitan arus
kas, (2) Besar jumlah hutang, (3) Kerugian
dari kegiatan operasi perusahaan. faktor
eksternal yakni : (1) Kenaikan harga BBM
memicu kenaikan biaya produksi, (2)
Kenaikan
tingkat
bunga
pinjaman.
Berdasarkan Almilia (2003), penelitianpenelitian yang berkaitan dengan kondisi
financial
distress
perusahaan
pada
umumnya menggunakan rasio keuangan
perusahaan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini
akan dilakukan analisis financial distress
dengan menggunakan pendekatan data
mining dan mengambil studi kasus pada
industri manufaktur yang telah go public di
Indonesia. Data mining merupakan suatu
kegiatan yang meliputi pengumpulan,
pemakaian data historis untuk menentukan
keteraturan, pola atau hubungan dalam set
data berukuran besar (Santosa, 2007). Salah
satu tugas utama dari data mining adalah
pengelompokan (clustering) dimana data
yang dikelompokkan belum mempunyai
contoh kelompok. Data penelitian ini
berasal dari laporan keuangan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI (Bursa
Efek Indonesia) dalam kurun waktu lima
tahun yakni mulai tahun 2004 hingga 2008.
Data yang digunakan adalah variabelvariabel model Z-Score (Altman, 1984)
yang telah digunakan secara luas dalam
mengidentifikasi kondisi financial distress
pada perusahaan manufaktur di dunia. Data
ini kemudian akan dikelompokkan dengan
metode K-Means Clustering dan Fuzzy CMeans Clustering sehingga didapatkan
pengelompokan perusahaan manufaktur
tersebut termasuk dalam kelompok financial
distress atau tidak. Kemudian hasil
pengelompokan
akan
dibandingkan
sehingga dapat diketahui metode clustering
apakah yang terbaik antara K-Means dan
Fuzzy C-Means. Hasil pengelompokan
berupa perusahaan manufaktur apa saja
yang termasuk dalam pengelompokan
financial distress atau non financial
distress.
2.
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode K-Means dan Fuzzy C-Means clustering
serta menganalisinya dengan pendekatan rasio
keuangan. Akan tetapi, sesuai dengan ruang
lingkup permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini maka metode yang digunakan
dibatasi pada data perusahaan manufaktur
terbuka di Indonesia saja. Adapun tahapan
dalam penelitian ini adalah tahap identifikasi
yaitu identifikasi permasalahan, perumusan
tujuan dan manfaat. Dilanjutkan dengan studi
literatur
dilakukan
untuk
mendapatkan
gambaran mengenai permasalahan yang ada.
Selanjutnya adalah tahap pengumpulan data,
Data yakni laporan keuangan 135
perusahaan manufaktur terbuka di Indonesia
selama periode tahun 2004 – 2008. Dalam
penelitian ini digunakan lima variabel Z-Score
Altman dan dilakukan operasionalisasi laporan
keuangan tersebut kedalam lima variabel.
Setelah itu dilakukan pengolahan data dengan
metode K-Means dan FCM untuk kemudian
hasilnya dibandingkan. Perbandingan dilakukan
dengan cara menghitung nilai SSE (Sum of
Squared Error) serta icdrate (internal cluster
disprersion rate). Metode yang memiliki nilai
SSE dan icdrate terkecil merupakan metode
terbaik. Hasil olah data dengan metode terbaik
tersebut dianalisis dengan pendekatan analisis
rasio keuangan.
3.
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Berikut menjelaskan menganai tahap
pengumpulan dan pengolahan data yang
2
dilakukan dalam penelitian. Data
digunakan diperoleh dari website BEI.
yang
3.1 Operasionalisasi Variabel
Terdapat
perbedaan
klasifikasi
perusahaan manufaktur terbuka antara JASICA
dengan ICMD, setelah berdiskusi dengan Pak
Rudy Yulianto selaku Information & Marketing
Unit Staff dari BEI (Bursa Efek Indonesia),
beliau menyatakan klasifikasi yang digunakan
adalah klasifikasi ICMD untuk perusahaan
manufaktur namun hanya hingga kode B19 saja.
Oleh karena itu, penulis mendaftar semua
perusahaan manufaktur yang memiliki kode
ICMD B01 hingga B19 sebagai perusahaan
manufaktur amatan. Terdapat total 168
perusahaan manufaktur terbuka yang terdaftar di
Indonesia, namun dari jumlah tersebut terdapat
perusahaan yang telah merger dengan
perusahaan lain maupun sudah tidak beroperasi
lagi. Terpilih 135 perusahaan yang konsisten
mengeluarkan laporan keuangan selama periode
amatan sebagai perusahaan .
Setelah data laporan keuangan seluruh
perusahaan manufaktur terbuka diperoleh,
dilaksanakan operasionalisasi variabel dari
laporan keuangan tersebut sehingga didapatkan
nilai variabel X1, X2, X3, X4, dan X5. Kelima
variabel ini merupakan variabel yang
bersumber dari rumusan Z-Score Altman revisi
yang ditemukan pada tahun 1984, sebagai
berikut:
X1 = (current assets-current liabilities) / total
assets
X2 = retained earnings / total assets
X3 = EBIT / total assets
X4 = book value of equity / book value of total
debt
X5 = sales / total assets
3.1.1 X1, Working Capital/Total Assets
Variabel X1 ini adalah rasio
(perbandingan) working capital yakni current
assets dikurangi current liabilities dibagi total
assets. Ini adalah pengukuran dari total assets
perusahaan
sehubungan
dengan
total
kapitalisasi. Working capital ditetapkan
sebagai perbedaan antara aktiva lancar
(current assets) dan kewajiban lancar (current
liabilities). Likuiditas dan karakteristik
ukurannya dipertimbangan dengan tegas. Pada
umumnya sebuah perusahaan yang mengalami
kerugian operasional terus menerus akan
mengalami penyusutan aktiva lancar (current
assets) dalam hubungannya dengan total
assets. Dari tiga rasio likuiditas yang
dievaluasi, rasio ini yang paling baik (Altman,
2000). Variabel X1 ini didapatkan dengan
mengambil data nilai aktiva lancar (current
assets) dan kewajiban lancar (current
liabilities) dari laporan keuangan setiap
perusahaan beserta nilai total aktiva (total
assets). Aktiva lancar ini dikurangi dengan
kewajiban lancar kemudian dibagi dengan
total aktiva sehingga didapatkan nilai variabel
X 1.
3.1.2 X2, Retained Earnings/Total Assets
Retained earnings (laba ditahan)
adalah akun (nilai) yang melaporkan jumlah
total pendapatan yang diinvestasikan kembali
dan/atau kerugian dari perusahaan atas
keseluruhan masa berdirinya. Akun tersebut
juga disebut sebagai surplus yang diperoleh
(earned surplus). X2 ini mengukur
profitabilitas kumulatif dari waktu ke waktu
adalah apa yang disebut sebelumnya sebagai
rasio "baru". Usia perusahaan secara implisit
dipertimbangkan dalam rasio ini. Misalnya,
perusahaan yang relatif muda (baru saja
berdiri) mungkin akan menunjukkan rasio
RE/TA rendah karena tidak memiliki waktu
untuk membangun dan menambah laba
kumulatifnya
3.1.3 X3, EBIT / Total Assets
Rasio ini adalah ukuran dari
produktivitas asli dari aset perusahaan, rasio
ini
bersifat
independen
dari
setiap
pajak atau faktor leverage. Insolvency dalam
pengertian kebangkrutan terjadi saat total
kewajiban melebihi penilaian aktiva (assets)
perusahaan dengan nilai yang ditentukan oleh
kemampuan menghasilkan laba dari aset.
Rasio ini secara terus menerus melebihi
ukuran profitabilitas lain, termasuk arus kas
(Altman, 2000).
3.1.4 X4, Book Value of Equity / Book Value of
Liabilities
Ekuitas menggambarkan dana yang
disediakan untuk bisnis perusahaan oleh
pemilik perusahaan. Dana ini terbagi menjadi
dua bentuk, investasi langsung dan retained
earnings. Investasi langsung terjadi ketika
saham sudah terjual habis atau seorang
pengusaha menanamkan uangnya pada bisnis
3
perusahaan (Lasher, 1997). Ekuitas diukur
dengan nilai pasar gabungan dari semua
saham, lebih disukai dan umum, sementara
kewajiban (liabilities) mencakup kewajiban
lancar (kewajiban jangka pendek) dan
kewajiban tidak lancar (kewajiban jangka
panjang). Pengukuran ini menunjukkan berapa
banyak aset perusahaan dapat mengalami
penurunan nilai (diukur dengan nilai pasar
ekuitas ditambah hutang) sebelum kewajiban
melebihi aset dan perusahaan menjadi
bangkrut.
3.1.5 X5, Sales / Total Assets
Rasio perputaran modal adalah rasio
keuangan standar yang menggambarkan
kemampuan menghasilkan penjualan dari aset
perusahaan. Ini adalah salah satu pengukuran
dari kapasitas manajemen dalam berurusan
dengan kondisi kompetitif. Rasio akhir ini
cukup penting karena merupakan rasio yang
paling sedikit signifikan secara individual.
Bahkan, berdasarkan uji signifikansi statistik
univariat, rasio ini tidak muncul sama sekali.
Namun, karena hubungan yang unik pada
variabel lain dalam model Z-Score, sales /
total assets rasio menempati peringkat kedua
dalam kontribusinya terhadap kemampuan
diskriminatif keseluruhan model. (Altman,
2000).
K-Means Clustering
Algoritma K-Means Clustering adalah sebagai
berikut :
1. Pilih jumlah klaster k. Inisialisasi k
pusat klaster ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Cara random
sering digunakan, pusat-pusat klaster
diberi nilai awal dengan angka-angka
random dan digunakan sebagai pusat
klaster awal.
2. Tempatkan setiap data/obyek ke
klaster terdekat, kedekatan kedua
obyek ditentukan berdasarkan jarak
kedua obyek tersebut. Demikian juga
kedekatan suatu data ke klaster
tertentu ditentukan jarak antara data
dengan pusat klaster. Dalam tahap ini
perlu dihitung jarak tiap data ke tiap
pusat klaster. Jarak paling dekat
antara satu data dengan satu klaster
tertentu akan menentukan suatu data
masuk dalam klaster mana.
3. Hitung kembali pusat klaster dengan
keanggotaan klaster yang sekarang.
Pusat klaster adalah rata-rata dari
semua data/obyek dalam klaster
tertentu. Jika dikehendaki dapat juga
memakai median dari klaster tersebut.
Rata-rata (mean) bukan satu-satunya
ukuran yang dapat digunakan.
4. Tugaskan kembali setiap obyek
dengan menggunakan pusat klaster
yang baru. Jika pusat klaster sudah
tidak berubah lagi, maka proses
pengklasteran selesai. Bila berubah,
maka kembali ke langkah no.3 hingga
pusat klaster tidak berubah lagi.
Fuzzy C-Means Clustering
Algoritma Fuzzy C-Means Clustering
sederhana (Irawan&Satriyanto, 2008) adalah
sebagai berikut :
1. Input data yang akan di cluster X, berupa
matriks ukuran n x m (n=jumlah sampel
data, m=atribut setiap data)
2. Tentukan:
Jumlah cluster (c)
Pangkat (w)
Maksimum iterasi (MaxIter)
Error terkecil yang diharapkan (ε)
Fungsi obyektif awal (P0 = 0)
Iterasi awal (t=1)
3. Bangkitkan bilangan random Uik, dimana
i=1,2,3..,n; k=1,2,..,c; sebagai elemenelemen partisi awal U.
Uik =
4. Hitung pusat cluster ke-k: Vkj, dengan
k=1,2,..,c; dan j=1,2…,m.
Vkj =
5. Hitung fungsi obyektif pada iterasi ke-t, Pt:
Pt=
6. Hitung perubahan matriks partisi, dengan:
i=1,2,..n; dan k=1,2,..c. :
4
7. Cek kondisi berhenti :
Jika: ( | Pt – Pt-1 | < ε) atau ( t >
maxIter) : maka berhenti.
Jika tidak : t=t+1, maka ulangi
langkah ke-4.
Data diolah dengan metode K-Means dan FCM
dengan bantuan software Matlab® sehingga
hasilnya didapatkan sebagai berikut :
nilai SSE menunjukkan performansi klaster
menghitung jumlah kuadrat error tiap metode.
Eviritt dalam Mingoti & Lima (2006)
membandingkan metode klaster yang terbaik
dengan mengevaluasi performansi algoritma
dengan menggunakan prosentase rata-rata dari
klasifikasi yang benar (recovery rate) dan nilai
persebaran data-data dalam klaster (internal
cluster dispersion rate) dari hasil akhir
pengelompokan yang didefinisikan dengan
rumusan berikut:
icdrate = 1 -
= 1 – R2
Tabel 1 Hasil Pengelompokan Kedua Metode
K-Means
Fuzzy C-Means
Anggota Anggota Anggota Anggota
Tahun
Klaster 1 Klaster 2 Klaster 1 Klaster 2
2004
15
120
17
118
2005
19
116
19
116
2006
6
129
7
128
2007
16
119
24
111
2008
20
115
24
111
Metode
3.2 Perbandingan FCM dan K-Means Cluster
Membandingkan
antara
hasil
pengelompokan metode klastering dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan rumusan.
Salah satunya adalah dengan menghitung
performansi klaster dengan cara menghitung
nilai SSE dari hasil pengolahan data dan
menghitung persebaran (internal cluster
dispersion rate) dalam masing-masing klaster
yang telah dibentuk.
Salah satu cara yang paling sering
dipakai dan cukup sederhana adalah jumlah dari
kesalahan kuadrat yakni SSE (Sum Squared4.2
Error) dengan rumusan sebagai berikut :
SSE =
Keterangan :
k
= Jumlah Klaster
Di
= Set Data D ke-i
x
= Nilai Set Data
mi
= Mean (rata-rata) dari Setiap Klaster
Nilai icdrate yang semakin kecil
menunjukkan perbedaan keanggotaan tiap
kelompok
klaster
kecil
yang
artinya
pengelompokan berdasar data yang sangat mirip
dikelompokkan dalam satu klaster sedangkan
Keterangan =
SSB = Sum of Squared Between-Groups =
SST
= Total Sum of Squared Partition =
R2
k
n
dj0
= Recovery Rate = SSB/SST
= Jumlah Klaster
= Jumlah Data dalam Klaster
= Jarak Euclidean antara nilai tengah
klaster jth dan keseluruhan nilai rata-rata
data
= Jarak Euclidean antara data observasi
lth dan keseluruhan contoh rata-rata data
dl
4.
Analisis Hasil Penelitian
Berikut merupakan analisis dari hasil
klastering FCM, K-Means, perbedaan
pengelompokan kedua metode serta analisis
rasio keuangan.
4.1 Klastering Fuzzy C-Means
Klastering Fuzzy C-Means (FCM)
memiliki keanggotaan tidak mutlak, dimana
satu data dapat menjadi anggota lebih dari
satu klaster. Batas-batas klaster dalam KMeans adalah tegas (hard) sedangkan dalam
Fuzzy C-Means adalah samar (soft). Dalam
FCM, pusat klaster dihitung dengan mencari
rata-rata dari semua titik dalam suatu klaster
dengan diberi bobot berupa tingkat
keanggotaan (degree of belonging) dalam
klaster tersebut. Klaster yang terbentuk
dengan metode ini memiliki anggota yang
berbeda dan jumlah anggota berbeda dengan
hasil klaster dengan K-Means.
Perbedaan jumlah anggota klaster
dengan K-Means tidak terlalu besar seperti
tercantum pada Tabel 4.8 di bab sebelumnya.
5
Pada tahun 2004 dengan metode K-Means,
jumlah anggota klaster 1 sebesar 15
perusahaan dan klaster 2 sebesar 120
perusahaan. Sedangkan dengan metode Fuzzy
C-Means, jumlah anggota klaster 1 sebesar 17
perusahaan dan klaster 2 sebesar 118
perusahaan.
Tabel 2. Perbandingan Nilai SSE dan icdrate
SSE
icdrate
Tahun
Amatan K-Means Fuzzy C-Means K-Means Fuzzy C-Means
2004
193.9716
195.2958
0.4238
0.4267
2005
194.1835
194.1835
0.4086
0.4086
2006
2007
332.623
258.2303
336.5744
262.5563
0.4310
0.5335
0.4361
0.5424
2008
266.9591
273.2748
0.5204
0.5327
4.2 Klastering K-Means
Tujuan dari klastering K-Means
adalah memisahkan data menjadi sejumlah k
klaster tertentu. Konsep klaster ini
berdasarkan
tingkat
kemiripan
data
berdasarkan jarak Euclidean. Pada penelitian
ini dilakukan proses klastering menjadi dua
klaster. Perbedaan jumlah anggota klaster
dengan Fuzzy C-Means tidak terlalu besar
seperti tercantum pada Tabel 3.
Setelah
dilakukan
perbandingan
pengolahan data dengan menghitung nilai SSE
dan icdrate, didapatkan bahwa pada penelitian
ini metode K-Means lebih baik daripada
metode Fuzzy C-Means. Sehingga hasil
pengelompokan yang dianalisis lebih lanjut
adalah hasil pengelompokan K-Means.
Tabel 3. Tabel Perbandingan Nilai
Metode K-Means Clustering
Tahun
Anggota Anggota
Klaster 1 Klaster 2
SSE
icdrate
2004
15
120
193.9716
0.4238
2005
19
116
194.1835
0.4086
2006
6
129
332.623
0.4310
2007
2008
16
20
119
115
258.2303
266.9591
0.5335
0.5204
Keanggotaan perusahaan manufaktur
terbuka masing-masing klaster tiap periode
terlampir dalam lampiran C, D, E, F, G. Pada
sub bab selanjutnya akan dianalisis klaster 1 dan
klaster 2 dengan menganalisis latar belakang
keuangan setiap anggota klaster sehingga dapat
ditarik kesimpulan manakah klaster yang
merupakan klaster berisi perusahaan dengan
kondisi financial distress dan perusahaan
manakah yang tidak terkena kondisi financial
distress (non-financial distress).
Suatu perusahaan dapat dikatakan
mengalami kondisi financial distress jika
memiliki indikasi sebagai berikut:
1. Beberapa tahun mengalami laba bersih
(net income) operasi negatif (dalam
penelitian Whitaker 1999 dan Almilia &
Kristijadi 2003, menggunakan laba
bersih operasi atau net operating
income).
2. Selama dua tahun berturut-turut tidak
melakukan pembayaran deviden (sesuai
dengan penelitian Lau 1987).
3. Analisis
laporan
keuangan
dari
perusahaan serta perbandingannya
dengan perusahaan lain. (sesuai dengan
penelitian Foster 1986).
4.3
Analisis
Perbedaan
Pengelompokan Perusahaan
Pada tahun 2007 terdapat perbedaan
pengelompokan antara pengelompokan dengan
K-Means dan FCM terbanyak bila dibandingkan
dengan tahun-tahun yang lain. PT Eterindo
Wahanatama Tbk (ETWA) dikelompokkan
dalam klaster 1 oleh K-Means sedangkan oleh
FCM dikelompokkan dalam klaster 2. Terdapat
pula beberapa perusahaan yang dikelompokkan
K-Means
kedalam
klaster
2
namun
dikelompokkan FCM dalam klaster 1 sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
PT Asahimas Flast Glass Tbk
PT Astra Otoparts Tbk
PT Delta Djakarta Tbk
PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk
PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk
PT Langgeng Makmur Industry Tbk
PT Pyridam Farma Tbk
PT Roda Vivatex Tbk
PT Taisho Pharmaceutical Indonesia
Tbk (Sebelumnya: PT Bristol-Myers
Squibb Indonesia)
Kemudian diperiksa kondisi keuangan
perusahaan-perusahaan tersebut dan didapatkan
hasil bahwa semua perusahaan tersebut tidak
memiliki nilai EBITDA negatif dan selalu
6
membayarkan dividennya selama periode lima
tahun amatan. Nilai variabel-variabel X1 hingga
X5 bernilai positif kecuali variabel X1 PT Roda
Vivatex Tbk.
Karena nilai-nilai variabelnya positif
dan tidak terpaut jauh sehingga pengelompokan
cenderung samar yang berakibat nilai dapat
dimasukkan ke klaster yang berbeda untuk
metode yang berbeda. Perbedaan ini dapat
terjadi karena metode FCM memiliki perbedaan
dengan K-Means, batas-batas klaster dalam
FCM bersifat samar (soft) sehingga pada
pengelompokan variabel-variabel perusahaan
diatas tidak terdapat batas yang jelas sehingga
perusahaan diatas termasuk dalam klaster 1
sementara pada metode K-Means dengan batas
klaster yang jelas, karena nilai nilai variabel
kedua perusahaan ini memiliki kemiripan
dengan variabel dalam klaster 2 maka
digolongkan dalam klaster 2 yakni klaster
financial distress.
4.4 Analisis Rasio Keuangan
Menurut Hadibroto,dkk (1994) terdapat
dua cara pembandingan untuk menilai rasiorasio yang telah diperoleh, yaitu :
membandingkan rasio sekarang dengan rasio
tahun lalu pada perusahaan yang sama dan
membandingkan rasio-rasio suatu perusahaan
dengan rasio-rasio kelompok perusahaan yang
sejenis (rasio industri).
4.4.1 Rasio X1
Pada umumnya sebuah perusahaan yang
mengalami kerugian operasional terus
menerus akan mengalami penyusutan
aktiva lancar (current assets) dalam
hubungannya dengan total assets.
Semakin tinggi nilai rasio-nya semakin
bagus karena berarti perusahaan mampu
membayar hutang jangka pendeknya
dengan lancar (Fess, 1984).
4.4.2. Rasio X2
Perusahaan dengan nilai RE/TA tinggi
memiliki sejarah profitabilitas yang baik
dan kemampuan untuk berdiri dari
tahun kerugian yang buruk (McClure,
2011). Ini menunjukkan semakin tinggi
nilai RE/TA semakin baik dan semakin
rendah nilai RE/TA semakin buruk.
4.4.3 Rasio X3
Rasio Daya Laba Dasar (EBIT/TA)
mencoba
mengukur
efektivitas
perusahaan
dalam memanfaatkan
seluruh
sumber
dayanya,
yang
menunjukkan rentabilitas ekonomi
perusahaan (Agnes Sawir, 2003).
Semakin tinggi rasio ini berarti semakin
efektif perusahaan dalam memanfaatkan
seluruh
sumber
dayanya
dalam
pencapaian laba sehingga perusahaan
dapat menunda terjadinya kondisi
financial distress. Sembiring (2010)
dalam hasil penelitiannya menyatakan
bahwa semakin tinggi rasio EBIT/TA
suatu perusahaan maka semakin besar
kemungkinan
perusahaan
tersebut
terhindar dari kondisi financial distress.
Sehingga semakin tinggi nilai rasio ini
semakin baik dan semakin rendah
nilainya semakin buruk.
4.4.4 Rasio X4
Apabila nilai hutang (liabilities) lebih
tinggi daripada nilai ekuitas, umumnya
berarti bahwa perusahaan telah agresif
dalam pertumbuhan dengan pembiayaan
menggunakan hutang. Hal ini dapat
menghasilkan laba yang mudah
menguap sebagai akibat dari beban
bunga tambahan. Jika banyak hutang
digunakan untuk membiayai operasi
meningkat (hutang yang tinggi terhadap
ekuitas), perusahaan ini berpotensi
menghasilkan pendapatan lebih dari itu
tanpa pembiayaan luar yang bila
dilanjutkan akan semakin memperbesar
jumlah hutang. Hal ini dapat
menyebabkan kebangkrutan, yang akan
membuat pemegang saham tidak
mendapatkan apa-apa. Bila nilai
liabilities
melebihi
asset
maka
perusahaan akan menjadi insolvent
(Altman, 1977). Sehingga semakin
tinggi nilai rasio X4 ini semakin baik,
semakin rendah nilainya semakin buruk.
4.4.5 Rasio X5
X5 merupakan rasio Sales / Total Assets
(S/TA) yang menunjukkan efektivitas
penggunaan seluruh harta perusahaan
dalam rangka menghasilkan penjualan
atau menggambarkan berapa rupiah
penjualan bersih yang dapat dihasilkan
7
oleh setiap rupiah yang diinvestasikan
dalam bentuk harta perusahaan. Jika
perputarannya lambat, ini menunjukkan
bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar
dibanding dengan kemampuan untuk
menjual (Agnes Sawir 2003 : 17).
Dengan demikian semakin tinggi rasio
S/TA, semakin kecil kemungkinan
perusahaan mengalami kondisi financial
distress. Semakin tinggi semakin baik,
semakin rendah semakin buruk.
Selanjutnya
setiap
rasio
dinilai
berdasarkan semakin tinggi nilainya semakin
baik atau sebaliknya, kemudian didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Analisis
Klaster 1
Analisa Rasio
Klaster 2
(non financial
per Tahun
(financial distress)
distress)
2004
2005
2006
2007
2008
v
v
v
v
v
financial distrees
financial distrees
financial distrees
financial distrees
financial distrees
Warna kuning dan tanda checklist pada
tabel diatas ini menunjukkan bahwa nilai
klaster 1 lebih baik daripada klaster 2 dan
memperkecil kemungkinan mengalami kondisi
kesulitan keuangan.
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4
bahwa mayoritas hasil analisis menyatakan
nilai klaster 1 adalah nilai tertinggi dan klaster
2 meraih nilai terendah. Pada analisis rasio
tahun 2008, klaster 1 merupakan kelompok
perusahaan yang rawan terkena kondisi
financial distress dibandingkan klaster 2. Hal
ini terjadi karena nilai-nilai variabel pada
klaster 1 dan 2 tidak terlalu berbeda jauh dan
trend fluktuasi grafiknya pun tidak jauh
berbeda.
Secara keseluruhan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa klaster 1 merupakan
kelompok perusahaan non financial distress
sedangkan klaster 2 merupakan kelompok
perusahaan yang mengalami kondisi financial
distress.
6. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Dari metode unsupervised clustering (KMeans dan Fuzzy C-Means Clustering)
didapatkan nilai SSE terkecil dan nilai
icdrate terkecil diperoleh metode K-Means
Clustering pada tahun 2004, 2005, 2006,
2007 dan 2008. Nilai SSE terkecil pada KMeans Clustering menunjukkan bahwa total
kesalahan kuadrat yang terjadi pada
pengelompokan metode tersebut kecil
sehingga metode tersebut dapat dikatakan
memiliki nilai error terkecil dan lebih baik
dibandingkan metode Fuzzy C-Means. Pada
metode
FCM,
keragaman
dalam
kelompok/klaster (Sum of Squared Within)
pada kolom SSW bernilai tertinggi serta
keragaman antar kelompok/klaster (Sum of
Squared Between) pada kolom SSB bernilai
paling rendah sehingga metode FCM
memiliki
nilai
icdrate
tertinggi
dibandingkan
K-Means.
Hal
ini
menunjukkan pada pengelompokkan dengan
menggunakan metode FCM, terdapat
banyak data-data berbeda dalam tiap
kelompok/klaster yang terbentuk dan
tercermin pada nilai SSW yang tinggi. Serta
sedikitnya
perbedaan
data
antar
kelompok/klaster yang terbentuk dapat
dikatakan perbedaan antar klaster 1 dan 2
tidak jauh berbeda yang tercermin pada nilai
SSB yang rendah.
2. Nilai icdrate terkecil pada seluruh metode
K-Means tercipta karena keragaman dalam
kelompok (SSW) yang terbentuk sangat
kecil dan keragaman antar kelompok (SSB)
sangat tinggi. Oleh karena itu antara metode
K-Means dengan Fuzzy C-Means setelah
dibandingkan dengan mempertimbangkan
nilai SSE dan icdrate, didapatkan metode
K-Means sebagai metode terbaik.
3. Hasil pengelompokan dengan metode KMeans Clustering didapatkan pada tahun
2004, jumlah anggota klaster 1 sebanyak 15
dan klaster 2 sebanyak 120 perusahaan.
Pada tahun 2005, jumlah anggota klaster 1
sebanyak 19 dan klaster 2 sebanyak 116
perusahaan. Pada tahun 2006, jumlah
anggota klaster 1 sebanyak 6 perusahaan
dan klaster 2 sebanyak 129 perusahaan.
Pada tahun 2007, jumlah anggota klaster 1
8
sebanyak 16 perusahaan dan klaster 2
sebanyak 119 perusahaan. Pada tahun 2008,
jumlah anggota klaster 1 sebanyak 20
perusahaan dan klaster 2 sebanyak 115
perusahaan.
4. Dari hasil Analisis klaster dan Analisis
kelima
rasio
keuangan
(variabel
X1,X2,X3,X4,X5) setiap tahun didapatkan
kesimpulan bahwa:
1. Klaster 1 merupakan kelompok
perusahaan manufaktur terbuka
dengan kondisi non financial
distress. Kelompok ini mempunyai
jumlah anggota paling sedikit dan
memiliki catatan nilai rasio-rasio
positif serta nilai EBITDA positif.
2. Klaster 2 merupakan kelompok
perusahaan manufaktur terbuka
yang mengalami kondisi financial
distress. Kelompok ini mempunyai
kelompok dengan jumlah anggota
terbanyak dan memiliki catatan nilai
rasio-rasio negatif serta nilai
EBITDA minus (negatif).
5. Perusahaan-perusahaan
yang
secara
konsisten termasuk dalam klaster 1 selama
periode amatan (2004-2008), adalah sebagai
berikut :
1. PT Betonjaya Manunggal Tbk
(BTON)
2. PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk
(DPNS)
3. PT Intanwijaya Internasional Tbk
(INCI)
4. PT Lion Metal Works Tbk (LION)
5. PT Merck Tbk (MERK)
6. PT Mustika Ratu Tbk (MRAT)
7. PT Mandom Indonesia Tbk (TCID)
8. PT Tempo Scan Pacific Tbk
(TSPC)
Perusahaan INCI, MRAT dan TCID selama
periode lima tahun amatan selalu berada di
klaster 1. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi keuangan tiga perusahaan ini sangat
baik, dengan nilai rasio-rasio X1 hingga X5
yang positif dan bernilai lebih tinggi.
6. Perusahaan-perusahaan
yang
secara
konsisten termasuk dalam klaster 2 selama
periode amatan (2004-2008), adalah sebagai
berikut :
1. PT Akasha Wira International Tbk
(sebelumnya:
PT
Ades
Waters
Indonesia Tbk) (ADES)
2. PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG)
3. PT Tiga Pilar Sejahtera Foof Tbk
(AISA)
4. PT Argha Karya Prima Industry Tbk
(AKPI)
5. PT Alumindo Light Metal Industry Tbk
(ALMI)
6. PT Aqua Golden Mississippi Tbk
(AQUA)
7. PT Astra-Graphia Tbk (ASGR)
8. PT Astra International Tbk (ASII)
9. PT Astra Otoparts Tbk (AUTO)
10. PT Sepatu Bata Tbk (BATA)
11. PT BAT Indonesia Tbk (BATI)
12. PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk
(BIMA)
13. PT Indo Kordsa Tbk (BRAM)
14. PT Berlina Tbk (BRNA)
15. PT Barito Pacific Tbk (BRPT)
16. PT Cahaya Kalbar Tbk (CEKA)
17. PT Colorpak Indonesia Tbk (CLPI)
18. PT Century Textile Industry (CENTEX)
Tbk (CNTX)
19. PT Davomas Abadi Tbk (DAVO)
20. PT Dynaplast Tbk (DYNA)
21. PT Eratex Djaja Tbk (ERTX)
22. PT Ever Shine Textile Industry Tbk
(ESTI)
23. PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST)
24. PT Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW)
25. PT Fortune Mate Indonesia Tbk (FMII)
26. PT Titan Kimia Nusantara Tbk
(sebelumnya: PT Faprolindo Nusa
Industri Tbk) (FPNI)
27. PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR)
28. PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
29. PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL)
30. PT Panasia Indosyntec Tbk (HDTX)
31. PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA)
32. PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)
33. PT Kageo Igar Jaya Tbk (IGAR)
34. PT Intikeramik Alamasri Industry Tbk
(IKAI)
35. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk
(IMAS)
36. PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF)
37. PT Indal Aluminium Industry Tbk
(INAI)
38. PT Indofood Sukses Makmur Tbk
(INDF)
39. PT Indorama Syntetics Tbk (INDR)
9
40. PT Indospring Tbk (INDS)
41. PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
(INKP)
42. PT Intraco Penta Tbk (INTA)
43. PT Inter Delta Tbk (INTD)
44. PT Jembo Cable Company Tbk (JECC)
45. PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
(JKSW)
46. PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF)
47. PT Karwell Indonesia Tbk (KARW)
48. PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI)
49. PT Kabelindo Murni Tbk (KBLM)
50. PT Kedawung Setia Industrial Tbk
(KDSI)
51. PT Kedaung Indah Can Tbk (KICI)
52. PT Resource Alam Indonesia Tbk
(KKGI)
53. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)
54. PT Perdana Bangun Pusaka Tbk
(KONI)
55. PT
Leyand
International
Tbk
(Sebelumnya: PT Lapindo Internasional
Tbk) (LAPD)
56. PT Langgeng Makmur Industry Tbk
(LMPI)
57. PT Lionmesh Prima Tbk (LMSH)
58. PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN)
59. PT Lautan Luas Tbk (LTLS)
60. PT Modern Internasional Tbk (MDRN)
61. PT Multi Bintang Indonesia Tbk
(MLBI)
62. PT Multipolar Tbk (MLPL)
63. PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL)
64. PT Mayora Indah Tbk (MYOR)
65. PT Apac Citra Centertex Tbk (MYTX)
66. PT Nipress Tbk (NIPS)
67. PT Panasia Filament Inti Tbk (PAFI)
68. PT Pan Brothers Tex Tbk (PBRX)
69. PT Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO)
70. PT
Asia
Pacific
Fibers
Tbk
(Sebelumnya: PT Polysindo Eka
Perkasa Tbk) (POLY)
71. PT Prima Alloy Steel Tbk (PRAS)
72. PT Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN)
73. PT Pioneerindo Gourmet International
Tbk (PTSP)
74. PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY)
75. PT Bentoel International Investama Tbk
(RMBA)
76. PT Surabaya Agung Industry Pulp &
Kertas Tbk (SAIP)
77. PT Supreme Cable Manufacturing &
Commerce Tbk (SCCO)
78. PT Schering-Plough Indonesia Tbk
(SCPI)
79. PT Siwani Makmur Tbk (SIMA)
80. PT Surya Intrindo Makmur Tbk
(SIMM)
81. PT Sekar Laut Tbk (SKLT)
82. PT SMART Tbk (SMAR)
83. PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB)
84. PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM)
85. PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
(SOBI)
86. PT Suparma Tbk (SPMA)
87. PT Taisho Pharmaceutical Indonesia
Tbk (Sebelumnya: PT Bristol-Myers
Squibb Indonesia) (SQBI)
88. PT Indo Acidatama Tbk (Sebelumnya:
PT Sarasa Nugraha Tbk) (SRSN)
89. PT Sunson Textile Manufacture Tbk
(SSTM)
90. PT Siantar Top Tbk (STTP)
91. PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI)
92. PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA)
93. PT Tembaga Mulia Semanan Tbk
(TBMS)
94. PT Tifico Fiber Indonesia Tbk
(Sebelumnya: PT Teijin Indonesia Fiber
Tbk) (TFCO)
95. PT Tira Austenite Tbk (TIRA)
96. PT Tirta Mahakam Resources Tbk
(TIRT)
97. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
(TKIM)
98. PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO)
99. PT Trias Sentosa Tbk (TRST)
100. PT Tunas Ridean Tbk (TURI)
101. PT Ultra Jaya Milk Tbk (ULTJ)
102. PT Unggul Indah Cahaya Tbk (UNIC)
103. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
104. PT Voksel Electric Tbk (VOKS)
Dari
total
138
perusahaan
manufaktur, jumlah perusahaan manufaktur
terbuka yang masuk dalam klaster 2 selama
lima tahun berturut-turut berjumlah 103
perusahaan. Hal ini mengindikasikan
perusahaan-perusahaan yang terancam
terkena financial distress jika tidak
melakukan perbaikan dan perubahan
internal. Terdapat hal yang menarik yakni
beberapa anggota klaster 2 ini merupakan
perusahaan-perusahaan terkenal di kalangan
masyarakat seperti PT Gudang Garam Tbk,
PT Aqua Golden Mississippi Tbk, PT
Sepatu Bata Tbk hingga PT Unilever
10
Indonesia Tbk. Hal ini harus menjadi
perhatian pihak managemen sehingga dapat
menghindarkan perusahaan dari keadaan
insolvency
atau
kebangkrutan.
Pengembangan kasus financial distress
dengan metode data mining selain
clustering dapat dilakukan jika terdapat data
historis sebelumnya, namun pengukuran
kondisi financial distress suatu perusahaan
hingga sekarang masih dalam tahap
penelitian berkelanjutan.
Saran
Berikut adalah saran perbaikan untuk
perusahaan sekaligus saran yang diberikan
untuk usulan penelitian selanjutnya dengan
topic atau bahasan yang sama :
1. Bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) sebaiknya
perlu dilakukan pendataan ulang serta
melengkapi
data
laporan
keuangan
perusahaan di website maupun di arsip.
Sejak BES (Bursa Efek Surabaya) dan BEJ
(Bursa Efek Jakarta) merger pada tahun
2007, banyak data hilang dari server
maupun perpustakaan BEI sehingga
membuat penulis dan masyarakat kesulitan
mendapatkan data-data keuangan dan
pendukung yang lengkap secara online dan
gratis. Dalam kenyataannya, data keuangan
yang hilang tersebut sebagian besar dimiliki
oleh pihak ketiga dan mengharuskan
kompensasi materiil bila ingin mendapatkan
data.
2. Bagi penelitian yang akan datang, dengan
bahasan yang sama sebaiknya mencoba
memprediksi kondisi financial distress
dengan pendekatan supervised learning,
namun hal ini dapat tercapai apabila ada
data historis yang akurat ataupun diadakan
pra-penelitian terlebih dahulu. Dapat pula
menggunakan metode clustering yang
lainnya.
7. Daftar Pustaka
Agusta, Yudi, 2007, “K-Means, Penerapan,
Permasalahan dan Metode Terkait”,
Jurnal Sistem dan Informatika, Vol. 3.
Altman, E.I, Max L. Heine, 2000, “Predicting
Financial Distres of Companies :
Revisiting The Z-Score and ZETA®
Models”, Journal of Finance
Altman, E.I., 1968, "Financial Ratios,
Discriminant
Analysis
and
the
Prediction of Corporate Bankruptcy",
Journal of Finance, Vol. 23, pp 589 –
609
Altman, E.I., R.G. Haldeman, dan P. Narayanan,
1997, "Zeta Analysis, a New Model for
Identifying
Bankruptcy
Risk
of
Corporation", Journal of Banking and
Finance, Vol. 1, pp 29 – 54
Dun & Bradstreet, 1994, “The Failure Record”
and annually.
Fisher, L., 1959, “Determinants of Risk
Premiums on Corporate Bonds”,
Journal of Political Economy, June
Foster, George. 1986. “Financial Statement
Analysis”. Prentice Hall, Englewood
Cliffs, New Jersey.
Hadibroto, S, Dachnial Lubis, Sudrajat
Sukadam,
1994,
Dasar-dasar
Akuntansi,
Pengantar
Ilmu
Akuntansi, Edisi Revisi Cetakan
Pertama, Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta.
Han, J. dan Kamber, M., 2006, “Data mining:
Concepts and Techniques
(2nd)”,
Elsevier Inc.
Helfert, Erich A., 1991, Analisis Laporan
Keuangan, Edisi
Ketujuh,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Helfert, Erich A., 1997, Teknik Analisis
Keuangan: Petunjuk Praktis untuk
Mengelola
dan
Mengukur
Kinerja Perusahaan, Edisi Kedelapan,
Erlangga, Jakarta.
Husnan, Dr.Suad dan dra. Enny Pudjiastuti,
MBA Akt., 1994, Dasar-Dasar
Manajemen Keuangan, Unit Penerbit
dan
Percetakan
AMP
YKPN,
Yogyakarta.
Irandha, Irma P.W., 2008, “Analisis Keluarga
Miskin dengan Menggunakan Metode
Fuzzy C-Means Clustering”, Paper
Tugas Akhir D4 Teknik Informatika.
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,
Surabaya
Irawan M. Isa, Satriyanto Edi, 2008, "Virtual
Pointer Untuk Identifikasi Isyarat
Tangan Sebagai Pengendali Gerakan
Robot Secara Real-Time", Bidang Ilmu
Komputer – Jurusan Matematika
FMIPA – Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya, Surabaya.
Lailiya,
Arinda
Rachmi,
2010,
“Pengelompokkan Kabupaten/Kota di
Jawa Timur Berdasarkan Kesamaan
11
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Pengangguran Terbuka dengan
Metode Hirarki dan Non Hirarki”,
Tugas Akhir tidak diterbitkan, Institut
Teknologi
Sepuluh
Nopember
Surabaya, Surabaya
Lasher, William R., 1997, “Practical Financial
Management”,
West
Publishing
Company, St Paul, Minneapolis
Lau, A.H, 1997, “A Five State Financial
distress Prediction Model”, Journal of
Accounting Research Volume 25: 127128
Luciana Spica Almilia & Kristijadi, 2003,
"Analisis Rasio Keuangan untuk
Memprediksi Kondisi Financial distress
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Jakarta", JAAI,
Desember, Vol.7 No.2, pp 1-28
Mahiarestya Widiaputri, 2010, "Analisis Rasio
Keuangan untuk Memprediksi Kondisi
Financial distress pada Perusahaan
Manufaktur yang Go Public", Tugas
Akhir Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur,
Mhd Hasymi, 2007, "Analisis Penyebab
Kesulitan Keuangan (Financial distress)
Studi Kasus pada Perusahaan Bidang
Konstruksi PT. X", Tesis S2 Magister
Sains
Akuntansi
Universitas
Diponegoro Semarang, November, pp
33-54
Mingoti, Sueli A. & Lima, Joab O., 2007,
“Comparing SOM Neural Network with
Fuzzy
C-Means,
K-Means
and
Traditional Hierarchical Clustering
Algorithms”, European Journal of
Operational Research 174 : 1742-1759
Pungky Rionaldy, 2010, "Analisis Rasio
Keuangan untuk Memprediksi Kondisi
Financial distress Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia", Skripsi Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “
Veteran “ Jawa Timur, Mei, pp 81 – 112
Purnanandam, Amiyatosh., 2008, "Financial
distress
and
Corporate
Risk
Management: Theory and Evidence",
Journal of Financial Economics 87, pp
706-739
Qiu, Dingxi, 2010, "A Comparative Study of KMeans Algorithm and the Normal
Mixture Model for Clustering: Bivariate
Homoscedastic Case", Journal of
Statistical Planning and Inference,
Elsevier B.V, Issue 140, pp 1701-1711
Santosa, Budi, 2007, Data mining Terapan
dengan MATLAB, Edisi Pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Santosa, Budi, 2007, DATA MINING: Teknik
Pemanfaatan Data untuk Keperluan
Bisnis, Edisi Pertama, Graha Ilmu,
Yogyakarta
Sawir, Agnes, 2003, Analisis Kinerja
Keuangan
dan
Perencanaan
Keuangan
Perusahaan,
Cetakan
Ketiga, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Wahyuni, Febriana Santi, 2009, “Penggunaan
Cluster-Based Sampling
Untuk
Penggalian Kaidah Asosiasi Multi
Obyektif”, Jurusan Teknik Informatika,
Fakultas
Teknologi
Industri,
Institut Teknologi Nasional-Malang
Whitaker, R. B, 1999, "The Early Stages of
Financial
distress".
Journal
of
Economics and Finance, Volume 23:
123-133.
Mc Clure, Ben. 2011. Fundamental Analysis.
http://www.investopedia.com/articles/fundamen
tal/04/021104.asp#ixzz1hoUCmj5q
diakses
pada tanggal 23 September 2011
Bursa Efek Indonesia. http://www.idx.co.id
diakses pada tanggal 18 April 2011
12
INDUSTRI MANUFAKTUR GO-PUBLIC DI INDONESIA
Nabila Firdausi, Naning Aranti Wessiani dan Budi Santosa
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: [email protected] ; [email protected] ; [email protected]
ABSTRAK
Financial distress adalah tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum
terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Dengan mengetahui kondisi financial distress pada
perusahaan manufaktur terbuka di Indonesia maka dapat dilakukan berbagai tindakan
pencegahan kebangkrutan. Pada penelitian ini dilakukan dua tahapan yakni : clustering data
mining dengan data-data keuangan 135 perusahaan manufaktur selama periode tahun 2004
hingga 2008 dan analisa rasio-rasio keuangan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
merujuk pada rumusan Z-Score Altman yang telah digunakan untuk menilai kebangkrutan
perusahaan manufaktur di dunia. Tahap clustering dilakukan dengan metode K-Means dan
Fuzzy C-Means. Setelah didapatkan hasil cluster, kedua metode ini dibandingkan untuk
menemukan metode terbaik yang selanjutnya akan dianalisa. Hasil clustering yang digunakan
adalah K-Means clustering karena memiliki nilai SSE (Sum of Squared Error) dan icdrate
(internal cluster dispersion rate) terkecil dibandingkan Fuzzy C-Means. Kemudian hasil KMeans clustering dianalisis dengan pendekatan rasio-rasio keuangan dan didapatkan bahwa
klaster 1 merupakan klaster perusahaan manufaktur yang non-financial distress sedangkan
klaster 2 merupakan klaster perusahaan manufaktur yang mengalami kondisi financial distress.
Perusahaan pada klaster 2 perlu melakukan pembenahan dan pencegahan agar tidak berlanjut
pada kebangkrutan.
Kata kunci: financial distress, clustering, data mining, K-Means, Fuzzy C-Means, analisis rasio
keuangan
ABSTRACT
Financial distress is a stage of decline in a company's financial condition prior to the
bankruptcy or liquidation. By knowing the condition of financial distress in an open
manufacturing company in Indonesia, it can be done a variety of bankruptcy preventive action.
This study conducted in two stages namely: clustering financial data of 135 manufacturing firms
over the period 2004 to 2008 and financial ratios analysis. Used variables in this study refers to
the Altman Z-Score formula that has been used to assess bankruptcy manufacturing companies
in the world. Cluster phase performed by the K-Means and Fuzzy C-Means method. Having
obtained the results of the cluster, these two methods compared to find the best method that will
be analyzed further. The clustering results used K-Means clustering because it has a smallest
value of SSE (Sum of Squared Error) and icdrate (internal cluster dispersion rate) than Fuzzy
C-Means. The K-Means clustering results were analyzed with financial ratios approach and it
found that the first cluster is non financial distress of manufacturing companies while the
second cluster is financial distress manufacturing companies. The second cluster’s company
need immediate action to prevent bankruptcy.
Keyword : financial distress, clustering, data mining, K-Means, Fuzzy C-Means, financial ratios
analysis
1
1.
Pendahuluan
Financial distress adalah kondisi yang
menunjukkan kondisi dimana arus kas
perusahaan saat itu sangat rendah dan
perusahaan sedang menderita kerugian akan
tetapi belum sampai mengakibatkan
kebangkrutan
(Purnanandam,
2008).
Dengan mendapatkan informasi kondisi
financial distress perusahaan maka para
pemegang
saham
dapat
melakukan
pengambilan keputusan terhadap modal
yang ditanamkannya. Di Indonesia,
penelitian terkait analisis financial distress
sangat terbatas. Padahal jika ditinjau dari
aspek manfaatnya, analisis kondisi financial
distress sangat dibutuhkan oleh seluruh
stakeholder
perusahaan,
termasuk
didalamnya pemerintah Indonesia.
Mhd Hasymi (2005) melakukan
penelitian menentukan dan menganalisis
faktor internal dan eksternal penyebab
financial distress pada PT.X dan
menurutnya faktor penyebab kesulitan
keuangan secara internal : (1) Kesulitan arus
kas, (2) Besar jumlah hutang, (3) Kerugian
dari kegiatan operasi perusahaan. faktor
eksternal yakni : (1) Kenaikan harga BBM
memicu kenaikan biaya produksi, (2)
Kenaikan
tingkat
bunga
pinjaman.
Berdasarkan Almilia (2003), penelitianpenelitian yang berkaitan dengan kondisi
financial
distress
perusahaan
pada
umumnya menggunakan rasio keuangan
perusahaan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini
akan dilakukan analisis financial distress
dengan menggunakan pendekatan data
mining dan mengambil studi kasus pada
industri manufaktur yang telah go public di
Indonesia. Data mining merupakan suatu
kegiatan yang meliputi pengumpulan,
pemakaian data historis untuk menentukan
keteraturan, pola atau hubungan dalam set
data berukuran besar (Santosa, 2007). Salah
satu tugas utama dari data mining adalah
pengelompokan (clustering) dimana data
yang dikelompokkan belum mempunyai
contoh kelompok. Data penelitian ini
berasal dari laporan keuangan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI (Bursa
Efek Indonesia) dalam kurun waktu lima
tahun yakni mulai tahun 2004 hingga 2008.
Data yang digunakan adalah variabelvariabel model Z-Score (Altman, 1984)
yang telah digunakan secara luas dalam
mengidentifikasi kondisi financial distress
pada perusahaan manufaktur di dunia. Data
ini kemudian akan dikelompokkan dengan
metode K-Means Clustering dan Fuzzy CMeans Clustering sehingga didapatkan
pengelompokan perusahaan manufaktur
tersebut termasuk dalam kelompok financial
distress atau tidak. Kemudian hasil
pengelompokan
akan
dibandingkan
sehingga dapat diketahui metode clustering
apakah yang terbaik antara K-Means dan
Fuzzy C-Means. Hasil pengelompokan
berupa perusahaan manufaktur apa saja
yang termasuk dalam pengelompokan
financial distress atau non financial
distress.
2.
Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode K-Means dan Fuzzy C-Means clustering
serta menganalisinya dengan pendekatan rasio
keuangan. Akan tetapi, sesuai dengan ruang
lingkup permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini maka metode yang digunakan
dibatasi pada data perusahaan manufaktur
terbuka di Indonesia saja. Adapun tahapan
dalam penelitian ini adalah tahap identifikasi
yaitu identifikasi permasalahan, perumusan
tujuan dan manfaat. Dilanjutkan dengan studi
literatur
dilakukan
untuk
mendapatkan
gambaran mengenai permasalahan yang ada.
Selanjutnya adalah tahap pengumpulan data,
Data yakni laporan keuangan 135
perusahaan manufaktur terbuka di Indonesia
selama periode tahun 2004 – 2008. Dalam
penelitian ini digunakan lima variabel Z-Score
Altman dan dilakukan operasionalisasi laporan
keuangan tersebut kedalam lima variabel.
Setelah itu dilakukan pengolahan data dengan
metode K-Means dan FCM untuk kemudian
hasilnya dibandingkan. Perbandingan dilakukan
dengan cara menghitung nilai SSE (Sum of
Squared Error) serta icdrate (internal cluster
disprersion rate). Metode yang memiliki nilai
SSE dan icdrate terkecil merupakan metode
terbaik. Hasil olah data dengan metode terbaik
tersebut dianalisis dengan pendekatan analisis
rasio keuangan.
3.
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Berikut menjelaskan menganai tahap
pengumpulan dan pengolahan data yang
2
dilakukan dalam penelitian. Data
digunakan diperoleh dari website BEI.
yang
3.1 Operasionalisasi Variabel
Terdapat
perbedaan
klasifikasi
perusahaan manufaktur terbuka antara JASICA
dengan ICMD, setelah berdiskusi dengan Pak
Rudy Yulianto selaku Information & Marketing
Unit Staff dari BEI (Bursa Efek Indonesia),
beliau menyatakan klasifikasi yang digunakan
adalah klasifikasi ICMD untuk perusahaan
manufaktur namun hanya hingga kode B19 saja.
Oleh karena itu, penulis mendaftar semua
perusahaan manufaktur yang memiliki kode
ICMD B01 hingga B19 sebagai perusahaan
manufaktur amatan. Terdapat total 168
perusahaan manufaktur terbuka yang terdaftar di
Indonesia, namun dari jumlah tersebut terdapat
perusahaan yang telah merger dengan
perusahaan lain maupun sudah tidak beroperasi
lagi. Terpilih 135 perusahaan yang konsisten
mengeluarkan laporan keuangan selama periode
amatan sebagai perusahaan .
Setelah data laporan keuangan seluruh
perusahaan manufaktur terbuka diperoleh,
dilaksanakan operasionalisasi variabel dari
laporan keuangan tersebut sehingga didapatkan
nilai variabel X1, X2, X3, X4, dan X5. Kelima
variabel ini merupakan variabel yang
bersumber dari rumusan Z-Score Altman revisi
yang ditemukan pada tahun 1984, sebagai
berikut:
X1 = (current assets-current liabilities) / total
assets
X2 = retained earnings / total assets
X3 = EBIT / total assets
X4 = book value of equity / book value of total
debt
X5 = sales / total assets
3.1.1 X1, Working Capital/Total Assets
Variabel X1 ini adalah rasio
(perbandingan) working capital yakni current
assets dikurangi current liabilities dibagi total
assets. Ini adalah pengukuran dari total assets
perusahaan
sehubungan
dengan
total
kapitalisasi. Working capital ditetapkan
sebagai perbedaan antara aktiva lancar
(current assets) dan kewajiban lancar (current
liabilities). Likuiditas dan karakteristik
ukurannya dipertimbangan dengan tegas. Pada
umumnya sebuah perusahaan yang mengalami
kerugian operasional terus menerus akan
mengalami penyusutan aktiva lancar (current
assets) dalam hubungannya dengan total
assets. Dari tiga rasio likuiditas yang
dievaluasi, rasio ini yang paling baik (Altman,
2000). Variabel X1 ini didapatkan dengan
mengambil data nilai aktiva lancar (current
assets) dan kewajiban lancar (current
liabilities) dari laporan keuangan setiap
perusahaan beserta nilai total aktiva (total
assets). Aktiva lancar ini dikurangi dengan
kewajiban lancar kemudian dibagi dengan
total aktiva sehingga didapatkan nilai variabel
X 1.
3.1.2 X2, Retained Earnings/Total Assets
Retained earnings (laba ditahan)
adalah akun (nilai) yang melaporkan jumlah
total pendapatan yang diinvestasikan kembali
dan/atau kerugian dari perusahaan atas
keseluruhan masa berdirinya. Akun tersebut
juga disebut sebagai surplus yang diperoleh
(earned surplus). X2 ini mengukur
profitabilitas kumulatif dari waktu ke waktu
adalah apa yang disebut sebelumnya sebagai
rasio "baru". Usia perusahaan secara implisit
dipertimbangkan dalam rasio ini. Misalnya,
perusahaan yang relatif muda (baru saja
berdiri) mungkin akan menunjukkan rasio
RE/TA rendah karena tidak memiliki waktu
untuk membangun dan menambah laba
kumulatifnya
3.1.3 X3, EBIT / Total Assets
Rasio ini adalah ukuran dari
produktivitas asli dari aset perusahaan, rasio
ini
bersifat
independen
dari
setiap
pajak atau faktor leverage. Insolvency dalam
pengertian kebangkrutan terjadi saat total
kewajiban melebihi penilaian aktiva (assets)
perusahaan dengan nilai yang ditentukan oleh
kemampuan menghasilkan laba dari aset.
Rasio ini secara terus menerus melebihi
ukuran profitabilitas lain, termasuk arus kas
(Altman, 2000).
3.1.4 X4, Book Value of Equity / Book Value of
Liabilities
Ekuitas menggambarkan dana yang
disediakan untuk bisnis perusahaan oleh
pemilik perusahaan. Dana ini terbagi menjadi
dua bentuk, investasi langsung dan retained
earnings. Investasi langsung terjadi ketika
saham sudah terjual habis atau seorang
pengusaha menanamkan uangnya pada bisnis
3
perusahaan (Lasher, 1997). Ekuitas diukur
dengan nilai pasar gabungan dari semua
saham, lebih disukai dan umum, sementara
kewajiban (liabilities) mencakup kewajiban
lancar (kewajiban jangka pendek) dan
kewajiban tidak lancar (kewajiban jangka
panjang). Pengukuran ini menunjukkan berapa
banyak aset perusahaan dapat mengalami
penurunan nilai (diukur dengan nilai pasar
ekuitas ditambah hutang) sebelum kewajiban
melebihi aset dan perusahaan menjadi
bangkrut.
3.1.5 X5, Sales / Total Assets
Rasio perputaran modal adalah rasio
keuangan standar yang menggambarkan
kemampuan menghasilkan penjualan dari aset
perusahaan. Ini adalah salah satu pengukuran
dari kapasitas manajemen dalam berurusan
dengan kondisi kompetitif. Rasio akhir ini
cukup penting karena merupakan rasio yang
paling sedikit signifikan secara individual.
Bahkan, berdasarkan uji signifikansi statistik
univariat, rasio ini tidak muncul sama sekali.
Namun, karena hubungan yang unik pada
variabel lain dalam model Z-Score, sales /
total assets rasio menempati peringkat kedua
dalam kontribusinya terhadap kemampuan
diskriminatif keseluruhan model. (Altman,
2000).
K-Means Clustering
Algoritma K-Means Clustering adalah sebagai
berikut :
1. Pilih jumlah klaster k. Inisialisasi k
pusat klaster ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Cara random
sering digunakan, pusat-pusat klaster
diberi nilai awal dengan angka-angka
random dan digunakan sebagai pusat
klaster awal.
2. Tempatkan setiap data/obyek ke
klaster terdekat, kedekatan kedua
obyek ditentukan berdasarkan jarak
kedua obyek tersebut. Demikian juga
kedekatan suatu data ke klaster
tertentu ditentukan jarak antara data
dengan pusat klaster. Dalam tahap ini
perlu dihitung jarak tiap data ke tiap
pusat klaster. Jarak paling dekat
antara satu data dengan satu klaster
tertentu akan menentukan suatu data
masuk dalam klaster mana.
3. Hitung kembali pusat klaster dengan
keanggotaan klaster yang sekarang.
Pusat klaster adalah rata-rata dari
semua data/obyek dalam klaster
tertentu. Jika dikehendaki dapat juga
memakai median dari klaster tersebut.
Rata-rata (mean) bukan satu-satunya
ukuran yang dapat digunakan.
4. Tugaskan kembali setiap obyek
dengan menggunakan pusat klaster
yang baru. Jika pusat klaster sudah
tidak berubah lagi, maka proses
pengklasteran selesai. Bila berubah,
maka kembali ke langkah no.3 hingga
pusat klaster tidak berubah lagi.
Fuzzy C-Means Clustering
Algoritma Fuzzy C-Means Clustering
sederhana (Irawan&Satriyanto, 2008) adalah
sebagai berikut :
1. Input data yang akan di cluster X, berupa
matriks ukuran n x m (n=jumlah sampel
data, m=atribut setiap data)
2. Tentukan:
Jumlah cluster (c)
Pangkat (w)
Maksimum iterasi (MaxIter)
Error terkecil yang diharapkan (ε)
Fungsi obyektif awal (P0 = 0)
Iterasi awal (t=1)
3. Bangkitkan bilangan random Uik, dimana
i=1,2,3..,n; k=1,2,..,c; sebagai elemenelemen partisi awal U.
Uik =
4. Hitung pusat cluster ke-k: Vkj, dengan
k=1,2,..,c; dan j=1,2…,m.
Vkj =
5. Hitung fungsi obyektif pada iterasi ke-t, Pt:
Pt=
6. Hitung perubahan matriks partisi, dengan:
i=1,2,..n; dan k=1,2,..c. :
4
7. Cek kondisi berhenti :
Jika: ( | Pt – Pt-1 | < ε) atau ( t >
maxIter) : maka berhenti.
Jika tidak : t=t+1, maka ulangi
langkah ke-4.
Data diolah dengan metode K-Means dan FCM
dengan bantuan software Matlab® sehingga
hasilnya didapatkan sebagai berikut :
nilai SSE menunjukkan performansi klaster
menghitung jumlah kuadrat error tiap metode.
Eviritt dalam Mingoti & Lima (2006)
membandingkan metode klaster yang terbaik
dengan mengevaluasi performansi algoritma
dengan menggunakan prosentase rata-rata dari
klasifikasi yang benar (recovery rate) dan nilai
persebaran data-data dalam klaster (internal
cluster dispersion rate) dari hasil akhir
pengelompokan yang didefinisikan dengan
rumusan berikut:
icdrate = 1 -
= 1 – R2
Tabel 1 Hasil Pengelompokan Kedua Metode
K-Means
Fuzzy C-Means
Anggota Anggota Anggota Anggota
Tahun
Klaster 1 Klaster 2 Klaster 1 Klaster 2
2004
15
120
17
118
2005
19
116
19
116
2006
6
129
7
128
2007
16
119
24
111
2008
20
115
24
111
Metode
3.2 Perbandingan FCM dan K-Means Cluster
Membandingkan
antara
hasil
pengelompokan metode klastering dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan rumusan.
Salah satunya adalah dengan menghitung
performansi klaster dengan cara menghitung
nilai SSE dari hasil pengolahan data dan
menghitung persebaran (internal cluster
dispersion rate) dalam masing-masing klaster
yang telah dibentuk.
Salah satu cara yang paling sering
dipakai dan cukup sederhana adalah jumlah dari
kesalahan kuadrat yakni SSE (Sum Squared4.2
Error) dengan rumusan sebagai berikut :
SSE =
Keterangan :
k
= Jumlah Klaster
Di
= Set Data D ke-i
x
= Nilai Set Data
mi
= Mean (rata-rata) dari Setiap Klaster
Nilai icdrate yang semakin kecil
menunjukkan perbedaan keanggotaan tiap
kelompok
klaster
kecil
yang
artinya
pengelompokan berdasar data yang sangat mirip
dikelompokkan dalam satu klaster sedangkan
Keterangan =
SSB = Sum of Squared Between-Groups =
SST
= Total Sum of Squared Partition =
R2
k
n
dj0
= Recovery Rate = SSB/SST
= Jumlah Klaster
= Jumlah Data dalam Klaster
= Jarak Euclidean antara nilai tengah
klaster jth dan keseluruhan nilai rata-rata
data
= Jarak Euclidean antara data observasi
lth dan keseluruhan contoh rata-rata data
dl
4.
Analisis Hasil Penelitian
Berikut merupakan analisis dari hasil
klastering FCM, K-Means, perbedaan
pengelompokan kedua metode serta analisis
rasio keuangan.
4.1 Klastering Fuzzy C-Means
Klastering Fuzzy C-Means (FCM)
memiliki keanggotaan tidak mutlak, dimana
satu data dapat menjadi anggota lebih dari
satu klaster. Batas-batas klaster dalam KMeans adalah tegas (hard) sedangkan dalam
Fuzzy C-Means adalah samar (soft). Dalam
FCM, pusat klaster dihitung dengan mencari
rata-rata dari semua titik dalam suatu klaster
dengan diberi bobot berupa tingkat
keanggotaan (degree of belonging) dalam
klaster tersebut. Klaster yang terbentuk
dengan metode ini memiliki anggota yang
berbeda dan jumlah anggota berbeda dengan
hasil klaster dengan K-Means.
Perbedaan jumlah anggota klaster
dengan K-Means tidak terlalu besar seperti
tercantum pada Tabel 4.8 di bab sebelumnya.
5
Pada tahun 2004 dengan metode K-Means,
jumlah anggota klaster 1 sebesar 15
perusahaan dan klaster 2 sebesar 120
perusahaan. Sedangkan dengan metode Fuzzy
C-Means, jumlah anggota klaster 1 sebesar 17
perusahaan dan klaster 2 sebesar 118
perusahaan.
Tabel 2. Perbandingan Nilai SSE dan icdrate
SSE
icdrate
Tahun
Amatan K-Means Fuzzy C-Means K-Means Fuzzy C-Means
2004
193.9716
195.2958
0.4238
0.4267
2005
194.1835
194.1835
0.4086
0.4086
2006
2007
332.623
258.2303
336.5744
262.5563
0.4310
0.5335
0.4361
0.5424
2008
266.9591
273.2748
0.5204
0.5327
4.2 Klastering K-Means
Tujuan dari klastering K-Means
adalah memisahkan data menjadi sejumlah k
klaster tertentu. Konsep klaster ini
berdasarkan
tingkat
kemiripan
data
berdasarkan jarak Euclidean. Pada penelitian
ini dilakukan proses klastering menjadi dua
klaster. Perbedaan jumlah anggota klaster
dengan Fuzzy C-Means tidak terlalu besar
seperti tercantum pada Tabel 3.
Setelah
dilakukan
perbandingan
pengolahan data dengan menghitung nilai SSE
dan icdrate, didapatkan bahwa pada penelitian
ini metode K-Means lebih baik daripada
metode Fuzzy C-Means. Sehingga hasil
pengelompokan yang dianalisis lebih lanjut
adalah hasil pengelompokan K-Means.
Tabel 3. Tabel Perbandingan Nilai
Metode K-Means Clustering
Tahun
Anggota Anggota
Klaster 1 Klaster 2
SSE
icdrate
2004
15
120
193.9716
0.4238
2005
19
116
194.1835
0.4086
2006
6
129
332.623
0.4310
2007
2008
16
20
119
115
258.2303
266.9591
0.5335
0.5204
Keanggotaan perusahaan manufaktur
terbuka masing-masing klaster tiap periode
terlampir dalam lampiran C, D, E, F, G. Pada
sub bab selanjutnya akan dianalisis klaster 1 dan
klaster 2 dengan menganalisis latar belakang
keuangan setiap anggota klaster sehingga dapat
ditarik kesimpulan manakah klaster yang
merupakan klaster berisi perusahaan dengan
kondisi financial distress dan perusahaan
manakah yang tidak terkena kondisi financial
distress (non-financial distress).
Suatu perusahaan dapat dikatakan
mengalami kondisi financial distress jika
memiliki indikasi sebagai berikut:
1. Beberapa tahun mengalami laba bersih
(net income) operasi negatif (dalam
penelitian Whitaker 1999 dan Almilia &
Kristijadi 2003, menggunakan laba
bersih operasi atau net operating
income).
2. Selama dua tahun berturut-turut tidak
melakukan pembayaran deviden (sesuai
dengan penelitian Lau 1987).
3. Analisis
laporan
keuangan
dari
perusahaan serta perbandingannya
dengan perusahaan lain. (sesuai dengan
penelitian Foster 1986).
4.3
Analisis
Perbedaan
Pengelompokan Perusahaan
Pada tahun 2007 terdapat perbedaan
pengelompokan antara pengelompokan dengan
K-Means dan FCM terbanyak bila dibandingkan
dengan tahun-tahun yang lain. PT Eterindo
Wahanatama Tbk (ETWA) dikelompokkan
dalam klaster 1 oleh K-Means sedangkan oleh
FCM dikelompokkan dalam klaster 2. Terdapat
pula beberapa perusahaan yang dikelompokkan
K-Means
kedalam
klaster
2
namun
dikelompokkan FCM dalam klaster 1 sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
PT Asahimas Flast Glass Tbk
PT Astra Otoparts Tbk
PT Delta Djakarta Tbk
PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk
PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk
PT Langgeng Makmur Industry Tbk
PT Pyridam Farma Tbk
PT Roda Vivatex Tbk
PT Taisho Pharmaceutical Indonesia
Tbk (Sebelumnya: PT Bristol-Myers
Squibb Indonesia)
Kemudian diperiksa kondisi keuangan
perusahaan-perusahaan tersebut dan didapatkan
hasil bahwa semua perusahaan tersebut tidak
memiliki nilai EBITDA negatif dan selalu
6
membayarkan dividennya selama periode lima
tahun amatan. Nilai variabel-variabel X1 hingga
X5 bernilai positif kecuali variabel X1 PT Roda
Vivatex Tbk.
Karena nilai-nilai variabelnya positif
dan tidak terpaut jauh sehingga pengelompokan
cenderung samar yang berakibat nilai dapat
dimasukkan ke klaster yang berbeda untuk
metode yang berbeda. Perbedaan ini dapat
terjadi karena metode FCM memiliki perbedaan
dengan K-Means, batas-batas klaster dalam
FCM bersifat samar (soft) sehingga pada
pengelompokan variabel-variabel perusahaan
diatas tidak terdapat batas yang jelas sehingga
perusahaan diatas termasuk dalam klaster 1
sementara pada metode K-Means dengan batas
klaster yang jelas, karena nilai nilai variabel
kedua perusahaan ini memiliki kemiripan
dengan variabel dalam klaster 2 maka
digolongkan dalam klaster 2 yakni klaster
financial distress.
4.4 Analisis Rasio Keuangan
Menurut Hadibroto,dkk (1994) terdapat
dua cara pembandingan untuk menilai rasiorasio yang telah diperoleh, yaitu :
membandingkan rasio sekarang dengan rasio
tahun lalu pada perusahaan yang sama dan
membandingkan rasio-rasio suatu perusahaan
dengan rasio-rasio kelompok perusahaan yang
sejenis (rasio industri).
4.4.1 Rasio X1
Pada umumnya sebuah perusahaan yang
mengalami kerugian operasional terus
menerus akan mengalami penyusutan
aktiva lancar (current assets) dalam
hubungannya dengan total assets.
Semakin tinggi nilai rasio-nya semakin
bagus karena berarti perusahaan mampu
membayar hutang jangka pendeknya
dengan lancar (Fess, 1984).
4.4.2. Rasio X2
Perusahaan dengan nilai RE/TA tinggi
memiliki sejarah profitabilitas yang baik
dan kemampuan untuk berdiri dari
tahun kerugian yang buruk (McClure,
2011). Ini menunjukkan semakin tinggi
nilai RE/TA semakin baik dan semakin
rendah nilai RE/TA semakin buruk.
4.4.3 Rasio X3
Rasio Daya Laba Dasar (EBIT/TA)
mencoba
mengukur
efektivitas
perusahaan
dalam memanfaatkan
seluruh
sumber
dayanya,
yang
menunjukkan rentabilitas ekonomi
perusahaan (Agnes Sawir, 2003).
Semakin tinggi rasio ini berarti semakin
efektif perusahaan dalam memanfaatkan
seluruh
sumber
dayanya
dalam
pencapaian laba sehingga perusahaan
dapat menunda terjadinya kondisi
financial distress. Sembiring (2010)
dalam hasil penelitiannya menyatakan
bahwa semakin tinggi rasio EBIT/TA
suatu perusahaan maka semakin besar
kemungkinan
perusahaan
tersebut
terhindar dari kondisi financial distress.
Sehingga semakin tinggi nilai rasio ini
semakin baik dan semakin rendah
nilainya semakin buruk.
4.4.4 Rasio X4
Apabila nilai hutang (liabilities) lebih
tinggi daripada nilai ekuitas, umumnya
berarti bahwa perusahaan telah agresif
dalam pertumbuhan dengan pembiayaan
menggunakan hutang. Hal ini dapat
menghasilkan laba yang mudah
menguap sebagai akibat dari beban
bunga tambahan. Jika banyak hutang
digunakan untuk membiayai operasi
meningkat (hutang yang tinggi terhadap
ekuitas), perusahaan ini berpotensi
menghasilkan pendapatan lebih dari itu
tanpa pembiayaan luar yang bila
dilanjutkan akan semakin memperbesar
jumlah hutang. Hal ini dapat
menyebabkan kebangkrutan, yang akan
membuat pemegang saham tidak
mendapatkan apa-apa. Bila nilai
liabilities
melebihi
asset
maka
perusahaan akan menjadi insolvent
(Altman, 1977). Sehingga semakin
tinggi nilai rasio X4 ini semakin baik,
semakin rendah nilainya semakin buruk.
4.4.5 Rasio X5
X5 merupakan rasio Sales / Total Assets
(S/TA) yang menunjukkan efektivitas
penggunaan seluruh harta perusahaan
dalam rangka menghasilkan penjualan
atau menggambarkan berapa rupiah
penjualan bersih yang dapat dihasilkan
7
oleh setiap rupiah yang diinvestasikan
dalam bentuk harta perusahaan. Jika
perputarannya lambat, ini menunjukkan
bahwa aktiva yang dimiliki terlalu besar
dibanding dengan kemampuan untuk
menjual (Agnes Sawir 2003 : 17).
Dengan demikian semakin tinggi rasio
S/TA, semakin kecil kemungkinan
perusahaan mengalami kondisi financial
distress. Semakin tinggi semakin baik,
semakin rendah semakin buruk.
Selanjutnya
setiap
rasio
dinilai
berdasarkan semakin tinggi nilainya semakin
baik atau sebaliknya, kemudian didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Analisis
Klaster 1
Analisa Rasio
Klaster 2
(non financial
per Tahun
(financial distress)
distress)
2004
2005
2006
2007
2008
v
v
v
v
v
financial distrees
financial distrees
financial distrees
financial distrees
financial distrees
Warna kuning dan tanda checklist pada
tabel diatas ini menunjukkan bahwa nilai
klaster 1 lebih baik daripada klaster 2 dan
memperkecil kemungkinan mengalami kondisi
kesulitan keuangan.
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4
bahwa mayoritas hasil analisis menyatakan
nilai klaster 1 adalah nilai tertinggi dan klaster
2 meraih nilai terendah. Pada analisis rasio
tahun 2008, klaster 1 merupakan kelompok
perusahaan yang rawan terkena kondisi
financial distress dibandingkan klaster 2. Hal
ini terjadi karena nilai-nilai variabel pada
klaster 1 dan 2 tidak terlalu berbeda jauh dan
trend fluktuasi grafiknya pun tidak jauh
berbeda.
Secara keseluruhan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa klaster 1 merupakan
kelompok perusahaan non financial distress
sedangkan klaster 2 merupakan kelompok
perusahaan yang mengalami kondisi financial
distress.
6. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Dari metode unsupervised clustering (KMeans dan Fuzzy C-Means Clustering)
didapatkan nilai SSE terkecil dan nilai
icdrate terkecil diperoleh metode K-Means
Clustering pada tahun 2004, 2005, 2006,
2007 dan 2008. Nilai SSE terkecil pada KMeans Clustering menunjukkan bahwa total
kesalahan kuadrat yang terjadi pada
pengelompokan metode tersebut kecil
sehingga metode tersebut dapat dikatakan
memiliki nilai error terkecil dan lebih baik
dibandingkan metode Fuzzy C-Means. Pada
metode
FCM,
keragaman
dalam
kelompok/klaster (Sum of Squared Within)
pada kolom SSW bernilai tertinggi serta
keragaman antar kelompok/klaster (Sum of
Squared Between) pada kolom SSB bernilai
paling rendah sehingga metode FCM
memiliki
nilai
icdrate
tertinggi
dibandingkan
K-Means.
Hal
ini
menunjukkan pada pengelompokkan dengan
menggunakan metode FCM, terdapat
banyak data-data berbeda dalam tiap
kelompok/klaster yang terbentuk dan
tercermin pada nilai SSW yang tinggi. Serta
sedikitnya
perbedaan
data
antar
kelompok/klaster yang terbentuk dapat
dikatakan perbedaan antar klaster 1 dan 2
tidak jauh berbeda yang tercermin pada nilai
SSB yang rendah.
2. Nilai icdrate terkecil pada seluruh metode
K-Means tercipta karena keragaman dalam
kelompok (SSW) yang terbentuk sangat
kecil dan keragaman antar kelompok (SSB)
sangat tinggi. Oleh karena itu antara metode
K-Means dengan Fuzzy C-Means setelah
dibandingkan dengan mempertimbangkan
nilai SSE dan icdrate, didapatkan metode
K-Means sebagai metode terbaik.
3. Hasil pengelompokan dengan metode KMeans Clustering didapatkan pada tahun
2004, jumlah anggota klaster 1 sebanyak 15
dan klaster 2 sebanyak 120 perusahaan.
Pada tahun 2005, jumlah anggota klaster 1
sebanyak 19 dan klaster 2 sebanyak 116
perusahaan. Pada tahun 2006, jumlah
anggota klaster 1 sebanyak 6 perusahaan
dan klaster 2 sebanyak 129 perusahaan.
Pada tahun 2007, jumlah anggota klaster 1
8
sebanyak 16 perusahaan dan klaster 2
sebanyak 119 perusahaan. Pada tahun 2008,
jumlah anggota klaster 1 sebanyak 20
perusahaan dan klaster 2 sebanyak 115
perusahaan.
4. Dari hasil Analisis klaster dan Analisis
kelima
rasio
keuangan
(variabel
X1,X2,X3,X4,X5) setiap tahun didapatkan
kesimpulan bahwa:
1. Klaster 1 merupakan kelompok
perusahaan manufaktur terbuka
dengan kondisi non financial
distress. Kelompok ini mempunyai
jumlah anggota paling sedikit dan
memiliki catatan nilai rasio-rasio
positif serta nilai EBITDA positif.
2. Klaster 2 merupakan kelompok
perusahaan manufaktur terbuka
yang mengalami kondisi financial
distress. Kelompok ini mempunyai
kelompok dengan jumlah anggota
terbanyak dan memiliki catatan nilai
rasio-rasio negatif serta nilai
EBITDA minus (negatif).
5. Perusahaan-perusahaan
yang
secara
konsisten termasuk dalam klaster 1 selama
periode amatan (2004-2008), adalah sebagai
berikut :
1. PT Betonjaya Manunggal Tbk
(BTON)
2. PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk
(DPNS)
3. PT Intanwijaya Internasional Tbk
(INCI)
4. PT Lion Metal Works Tbk (LION)
5. PT Merck Tbk (MERK)
6. PT Mustika Ratu Tbk (MRAT)
7. PT Mandom Indonesia Tbk (TCID)
8. PT Tempo Scan Pacific Tbk
(TSPC)
Perusahaan INCI, MRAT dan TCID selama
periode lima tahun amatan selalu berada di
klaster 1. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi keuangan tiga perusahaan ini sangat
baik, dengan nilai rasio-rasio X1 hingga X5
yang positif dan bernilai lebih tinggi.
6. Perusahaan-perusahaan
yang
secara
konsisten termasuk dalam klaster 2 selama
periode amatan (2004-2008), adalah sebagai
berikut :
1. PT Akasha Wira International Tbk
(sebelumnya:
PT
Ades
Waters
Indonesia Tbk) (ADES)
2. PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG)
3. PT Tiga Pilar Sejahtera Foof Tbk
(AISA)
4. PT Argha Karya Prima Industry Tbk
(AKPI)
5. PT Alumindo Light Metal Industry Tbk
(ALMI)
6. PT Aqua Golden Mississippi Tbk
(AQUA)
7. PT Astra-Graphia Tbk (ASGR)
8. PT Astra International Tbk (ASII)
9. PT Astra Otoparts Tbk (AUTO)
10. PT Sepatu Bata Tbk (BATA)
11. PT BAT Indonesia Tbk (BATI)
12. PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk
(BIMA)
13. PT Indo Kordsa Tbk (BRAM)
14. PT Berlina Tbk (BRNA)
15. PT Barito Pacific Tbk (BRPT)
16. PT Cahaya Kalbar Tbk (CEKA)
17. PT Colorpak Indonesia Tbk (CLPI)
18. PT Century Textile Industry (CENTEX)
Tbk (CNTX)
19. PT Davomas Abadi Tbk (DAVO)
20. PT Dynaplast Tbk (DYNA)
21. PT Eratex Djaja Tbk (ERTX)
22. PT Ever Shine Textile Industry Tbk
(ESTI)
23. PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST)
24. PT Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW)
25. PT Fortune Mate Indonesia Tbk (FMII)
26. PT Titan Kimia Nusantara Tbk
(sebelumnya: PT Faprolindo Nusa
Industri Tbk) (FPNI)
27. PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR)
28. PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
29. PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL)
30. PT Panasia Indosyntec Tbk (HDTX)
31. PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA)
32. PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)
33. PT Kageo Igar Jaya Tbk (IGAR)
34. PT Intikeramik Alamasri Industry Tbk
(IKAI)
35. PT Indomobil Sukses Internasional Tbk
(IMAS)
36. PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF)
37. PT Indal Aluminium Industry Tbk
(INAI)
38. PT Indofood Sukses Makmur Tbk
(INDF)
39. PT Indorama Syntetics Tbk (INDR)
9
40. PT Indospring Tbk (INDS)
41. PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
(INKP)
42. PT Intraco Penta Tbk (INTA)
43. PT Inter Delta Tbk (INTD)
44. PT Jembo Cable Company Tbk (JECC)
45. PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk
(JKSW)
46. PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF)
47. PT Karwell Indonesia Tbk (KARW)
48. PT KMI Wire and Cable Tbk (KBLI)
49. PT Kabelindo Murni Tbk (KBLM)
50. PT Kedawung Setia Industrial Tbk
(KDSI)
51. PT Kedaung Indah Can Tbk (KICI)
52. PT Resource Alam Indonesia Tbk
(KKGI)
53. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)
54. PT Perdana Bangun Pusaka Tbk
(KONI)
55. PT
Leyand
International
Tbk
(Sebelumnya: PT Lapindo Internasional
Tbk) (LAPD)
56. PT Langgeng Makmur Industry Tbk
(LMPI)
57. PT Lionmesh Prima Tbk (LMSH)
58. PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN)
59. PT Lautan Luas Tbk (LTLS)
60. PT Modern Internasional Tbk (MDRN)
61. PT Multi Bintang Indonesia Tbk
(MLBI)
62. PT Multipolar Tbk (MLPL)
63. PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL)
64. PT Mayora Indah Tbk (MYOR)
65. PT Apac Citra Centertex Tbk (MYTX)
66. PT Nipress Tbk (NIPS)
67. PT Panasia Filament Inti Tbk (PAFI)
68. PT Pan Brothers Tex Tbk (PBRX)
69. PT Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO)
70. PT
Asia
Pacific
Fibers
Tbk
(Sebelumnya: PT Polysindo Eka
Perkasa Tbk) (POLY)
71. PT Prima Alloy Steel Tbk (PRAS)
72. PT Prasidha Aneka Niaga Tbk (PSDN)
73. PT Pioneerindo Gourmet International
Tbk (PTSP)
74. PT Ricky Putra Globalindo Tbk (RICY)
75. PT Bentoel International Investama Tbk
(RMBA)
76. PT Surabaya Agung Industry Pulp &
Kertas Tbk (SAIP)
77. PT Supreme Cable Manufacturing &
Commerce Tbk (SCCO)
78. PT Schering-Plough Indonesia Tbk
(SCPI)
79. PT Siwani Makmur Tbk (SIMA)
80. PT Surya Intrindo Makmur Tbk
(SIMM)
81. PT Sekar Laut Tbk (SKLT)
82. PT SMART Tbk (SMAR)
83. PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB)
84. PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM)
85. PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk
(SOBI)
86. PT Suparma Tbk (SPMA)
87. PT Taisho Pharmaceutical Indonesia
Tbk (Sebelumnya: PT Bristol-Myers
Squibb Indonesia) (SQBI)
88. PT Indo Acidatama Tbk (Sebelumnya:
PT Sarasa Nugraha Tbk) (SRSN)
89. PT Sunson Textile Manufacture Tbk
(SSTM)
90. PT Siantar Top Tbk (STTP)
91. PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk (SULI)
92. PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA)
93. PT Tembaga Mulia Semanan Tbk
(TBMS)
94. PT Tifico Fiber Indonesia Tbk
(Sebelumnya: PT Teijin Indonesia Fiber
Tbk) (TFCO)
95. PT Tira Austenite Tbk (TIRA)
96. PT Tirta Mahakam Resources Tbk
(TIRT)
97. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
(TKIM)
98. PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO)
99. PT Trias Sentosa Tbk (TRST)
100. PT Tunas Ridean Tbk (TURI)
101. PT Ultra Jaya Milk Tbk (ULTJ)
102. PT Unggul Indah Cahaya Tbk (UNIC)
103. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
104. PT Voksel Electric Tbk (VOKS)
Dari
total
138
perusahaan
manufaktur, jumlah perusahaan manufaktur
terbuka yang masuk dalam klaster 2 selama
lima tahun berturut-turut berjumlah 103
perusahaan. Hal ini mengindikasikan
perusahaan-perusahaan yang terancam
terkena financial distress jika tidak
melakukan perbaikan dan perubahan
internal. Terdapat hal yang menarik yakni
beberapa anggota klaster 2 ini merupakan
perusahaan-perusahaan terkenal di kalangan
masyarakat seperti PT Gudang Garam Tbk,
PT Aqua Golden Mississippi Tbk, PT
Sepatu Bata Tbk hingga PT Unilever
10
Indonesia Tbk. Hal ini harus menjadi
perhatian pihak managemen sehingga dapat
menghindarkan perusahaan dari keadaan
insolvency
atau
kebangkrutan.
Pengembangan kasus financial distress
dengan metode data mining selain
clustering dapat dilakukan jika terdapat data
historis sebelumnya, namun pengukuran
kondisi financial distress suatu perusahaan
hingga sekarang masih dalam tahap
penelitian berkelanjutan.
Saran
Berikut adalah saran perbaikan untuk
perusahaan sekaligus saran yang diberikan
untuk usulan penelitian selanjutnya dengan
topic atau bahasan yang sama :
1. Bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) sebaiknya
perlu dilakukan pendataan ulang serta
melengkapi
data
laporan
keuangan
perusahaan di website maupun di arsip.
Sejak BES (Bursa Efek Surabaya) dan BEJ
(Bursa Efek Jakarta) merger pada tahun
2007, banyak data hilang dari server
maupun perpustakaan BEI sehingga
membuat penulis dan masyarakat kesulitan
mendapatkan data-data keuangan dan
pendukung yang lengkap secara online dan
gratis. Dalam kenyataannya, data keuangan
yang hilang tersebut sebagian besar dimiliki
oleh pihak ketiga dan mengharuskan
kompensasi materiil bila ingin mendapatkan
data.
2. Bagi penelitian yang akan datang, dengan
bahasan yang sama sebaiknya mencoba
memprediksi kondisi financial distress
dengan pendekatan supervised learning,
namun hal ini dapat tercapai apabila ada
data historis yang akurat ataupun diadakan
pra-penelitian terlebih dahulu. Dapat pula
menggunakan metode clustering yang
lainnya.
7. Daftar Pustaka
Agusta, Yudi, 2007, “K-Means, Penerapan,
Permasalahan dan Metode Terkait”,
Jurnal Sistem dan Informatika, Vol. 3.
Altman, E.I, Max L. Heine, 2000, “Predicting
Financial Distres of Companies :
Revisiting The Z-Score and ZETA®
Models”, Journal of Finance
Altman, E.I., 1968, "Financial Ratios,
Discriminant
Analysis
and
the
Prediction of Corporate Bankruptcy",
Journal of Finance, Vol. 23, pp 589 –
609
Altman, E.I., R.G. Haldeman, dan P. Narayanan,
1997, "Zeta Analysis, a New Model for
Identifying
Bankruptcy
Risk
of
Corporation", Journal of Banking and
Finance, Vol. 1, pp 29 – 54
Dun & Bradstreet, 1994, “The Failure Record”
and annually.
Fisher, L., 1959, “Determinants of Risk
Premiums on Corporate Bonds”,
Journal of Political Economy, June
Foster, George. 1986. “Financial Statement
Analysis”. Prentice Hall, Englewood
Cliffs, New Jersey.
Hadibroto, S, Dachnial Lubis, Sudrajat
Sukadam,
1994,
Dasar-dasar
Akuntansi,
Pengantar
Ilmu
Akuntansi, Edisi Revisi Cetakan
Pertama, Pustaka LP3ES Indonesia,
Jakarta.
Han, J. dan Kamber, M., 2006, “Data mining:
Concepts and Techniques
(2nd)”,
Elsevier Inc.
Helfert, Erich A., 1991, Analisis Laporan
Keuangan, Edisi
Ketujuh,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Helfert, Erich A., 1997, Teknik Analisis
Keuangan: Petunjuk Praktis untuk
Mengelola
dan
Mengukur
Kinerja Perusahaan, Edisi Kedelapan,
Erlangga, Jakarta.
Husnan, Dr.Suad dan dra. Enny Pudjiastuti,
MBA Akt., 1994, Dasar-Dasar
Manajemen Keuangan, Unit Penerbit
dan
Percetakan
AMP
YKPN,
Yogyakarta.
Irandha, Irma P.W., 2008, “Analisis Keluarga
Miskin dengan Menggunakan Metode
Fuzzy C-Means Clustering”, Paper
Tugas Akhir D4 Teknik Informatika.
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,
Surabaya
Irawan M. Isa, Satriyanto Edi, 2008, "Virtual
Pointer Untuk Identifikasi Isyarat
Tangan Sebagai Pengendali Gerakan
Robot Secara Real-Time", Bidang Ilmu
Komputer – Jurusan Matematika
FMIPA – Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya, Surabaya.
Lailiya,
Arinda
Rachmi,
2010,
“Pengelompokkan Kabupaten/Kota di
Jawa Timur Berdasarkan Kesamaan
11
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Pengangguran Terbuka dengan
Metode Hirarki dan Non Hirarki”,
Tugas Akhir tidak diterbitkan, Institut
Teknologi
Sepuluh
Nopember
Surabaya, Surabaya
Lasher, William R., 1997, “Practical Financial
Management”,
West
Publishing
Company, St Paul, Minneapolis
Lau, A.H, 1997, “A Five State Financial
distress Prediction Model”, Journal of
Accounting Research Volume 25: 127128
Luciana Spica Almilia & Kristijadi, 2003,
"Analisis Rasio Keuangan untuk
Memprediksi Kondisi Financial distress
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Jakarta", JAAI,
Desember, Vol.7 No.2, pp 1-28
Mahiarestya Widiaputri, 2010, "Analisis Rasio
Keuangan untuk Memprediksi Kondisi
Financial distress pada Perusahaan
Manufaktur yang Go Public", Tugas
Akhir Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur,
Mhd Hasymi, 2007, "Analisis Penyebab
Kesulitan Keuangan (Financial distress)
Studi Kasus pada Perusahaan Bidang
Konstruksi PT. X", Tesis S2 Magister
Sains
Akuntansi
Universitas
Diponegoro Semarang, November, pp
33-54
Mingoti, Sueli A. & Lima, Joab O., 2007,
“Comparing SOM Neural Network with
Fuzzy
C-Means,
K-Means
and
Traditional Hierarchical Clustering
Algorithms”, European Journal of
Operational Research 174 : 1742-1759
Pungky Rionaldy, 2010, "Analisis Rasio
Keuangan untuk Memprediksi Kondisi
Financial distress Pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia", Skripsi Jurusan
Akuntansi
Fakultas
Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “
Veteran “ Jawa Timur, Mei, pp 81 – 112
Purnanandam, Amiyatosh., 2008, "Financial
distress
and
Corporate
Risk
Management: Theory and Evidence",
Journal of Financial Economics 87, pp
706-739
Qiu, Dingxi, 2010, "A Comparative Study of KMeans Algorithm and the Normal
Mixture Model for Clustering: Bivariate
Homoscedastic Case", Journal of
Statistical Planning and Inference,
Elsevier B.V, Issue 140, pp 1701-1711
Santosa, Budi, 2007, Data mining Terapan
dengan MATLAB, Edisi Pertama,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Santosa, Budi, 2007, DATA MINING: Teknik
Pemanfaatan Data untuk Keperluan
Bisnis, Edisi Pertama, Graha Ilmu,
Yogyakarta
Sawir, Agnes, 2003, Analisis Kinerja
Keuangan
dan
Perencanaan
Keuangan
Perusahaan,
Cetakan
Ketiga, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Wahyuni, Febriana Santi, 2009, “Penggunaan
Cluster-Based Sampling
Untuk
Penggalian Kaidah Asosiasi Multi
Obyektif”, Jurusan Teknik Informatika,
Fakultas
Teknologi
Industri,
Institut Teknologi Nasional-Malang
Whitaker, R. B, 1999, "The Early Stages of
Financial
distress".
Journal
of
Economics and Finance, Volume 23:
123-133.
Mc Clure, Ben. 2011. Fundamental Analysis.
http://www.investopedia.com/articles/fundamen
tal/04/021104.asp#ixzz1hoUCmj5q
diakses
pada tanggal 23 September 2011
Bursa Efek Indonesia. http://www.idx.co.id
diakses pada tanggal 18 April 2011
12