The Analysis Of Change In Mangrove Coverage Area In North Coast In East Flores Based On Geographic Information System

  Agrisa Vol. 7 No. 2 Desember 2018 ISSN : 2301 - 5365

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN MANGROVE DI PANTAI UTARA FLORES TIMUR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

  The Analysis Of Change In Mangrove Coverage Area In North Coast In East Flores Based On Geographic Information System Elisabeth B.L. Openg, Ludji Michael Riwu Kaho, Norman P.L.B. Riwu Kaho

  Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Jln. Adisucipto Penfui- Kupang, NTT 85001

ABSTRAK

  Selasa, 12 Desember 1992 terjadi bencana alam nasional akibat gempa bumi di bawah laut dengan magnitudo 6,8 SR yang akhirnya menyebabkan tsunami. Tsunami yang muncul menyebabkan bencana yang cukup besar di sepanjang Pantai Utara Pulau Flores. Dampak besar dari tsunami tersebut adalah korban jiwa sekitar 2.000 orang dan kerugian harta benda. Tsunami juga menghabiskan luasan hutan mangrove di Pulau Flores tepatnya di Flores bagian Utara yaitu Flores Timur dan Maumere. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perubahan tutupan mangrove multi temporal, di Pantai Utara Flores Timur sebelum dan sesudah tsunami berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan metode OBIS (Object Based Image Segmentation) untuk mengetahui luasan tutupan mangrove dan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) untuk mengetahui kelas kerapatan mangrove melalui tajuk mangrove yang akan menunjukkan tingkat kehijauannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahun 1989 sebelum terjadinya tsunami luasan mangrove mencapai 249,31 ha dengan kelas kerapatan tertinggi mencapai 224,1 ha (89,88%), tahun 1997 tepatnya 5 tahun setelah terjadinya tsunami luasan hutan mangrove mengalami penurunan yang besar menjadi 100,36 ha dengan kelas kerapatan tertinggi hanya 57,60 ha (57,40%). Tahun 2006 luasan mangrove mengalami kenaikan yang tidak begitu besar menjadi 121,07 ha dengan kelas kerapatan jarang yang tertinggi yaitu 55,90 ha (46,17%), kenaikan luasan mangrove ini terjadi karena adanya suksesi atau perubahan sebagai akibat modifikasi lingkungan fisik dalam suatu ekosistem sehingga akan mengarah kepada terbentuknya suatu komunitas yang permanen dan mantap. tahun 2017 tepatnya 25 tahun setelah terjadinya tsunami luasan hutan mangrove mengalami peningkatan menjadi 175,70 ha dengan kelas kerapatan tertinggi yaitu 111,70 ha (63,58%), kenaikan ini dapat terjadi karena setiap spesies mangrove mempunyai kemungkinan untuk mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu, dalam hal ini dibutuhkan periode waktu 15-30 tahun untuk mangrove dapat memulihkan dirinya sendiri dan berakhir setelah mencapai ekosistem klimaks atau keadaan seimbangnya.

  Kata Kunci : Tsunami, SIG, Perubahan Tutupan Lahan, Mangrove, Suksesi.

  

ABSTRACT

  On Tuesday, 12 December 1992, a 6,8-magnitude earthquake hit Flores. The earthquake was followed straight away by a tsunami along the north coast. The devastated regencies were in East Flores and Maumere. The tsunami caused approximately 2000 casualties and millions of material lost. Besides those casualties, the tsunami also cut down the mangrove coverage in the area. The objective of this research is to know the multi-temporal alteration in mangrove coverage on the north coast on East Flores before and after the tsunami based on Geographical Information System (GIS). The methods employed in this research are Object Based Image Segmentation (OBIS) which is to capture the mangrove coverage area, and Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) which uses the degree of verdure in the mangroves

  ’ crown to indicate the density level of mangrove coverage. The result is that the number of mangrove coverage area is going upward. In 1989 the mangrove-covered 249,31 hectare (ha), with the highest density level was 224,1 ha (89,88%). Five years after the tsunami, in 1997 the coverage fell to

  Agrisa Vol. 7 No. 2 Desember 2018 ISSN : 2301 - 5365

  significantly in 2006 to 121,07 ha with the density of 55,90 ha (46,17%), the growing area of mangrove occurred due to the succession. In 2017, the mangrove coverage area rose to 175,70 ha, with the highest density level was 117,70 ha (63,58%). The growth of mangrove coverage area might happen because each mangrove species possesses the ability to recover within 15-30 years and end up at ecosystem climax or the equilibrium.

  Keywords : Tsunami, GIS, Land Cover Change, Mangrove, Succession.

   PENDAHULUAN

  Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan salah satu potensi sumber daya wilayah pesisir laut yang besar yakni hutan mangrove. Berdasarkan data BPDAS (Sekjen DPD RI, 2009), luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 4.390.756,46 ha atau 50% dari luas hutan mangrove di Asia, sedangkan skala dunia luasan tersebut setara dengan 20% potensi yang dimiliki bangsa ini. Di wilayah NTT potensi hutan mangrove mencapai 40.614,11 ha (Hidayatullah, 2014), dengan persebaran tidak merata di setiap garis pantai dari pulau-pulau yang ada. Terdapat 11 spesies mangrove yang tersebar di wilayah NTT yakni Pulau Timor, Rote, Sabu dan Semau dengan luas 19.603,12 ha, Flores dan Solor seluas 17.251,71 ha (Reinnamah, 2010), serta Flores Timur seluas 240,81 ha (BPS, 2015). Potensi yang besar ini sedang mengalami ancaman yang cukup serius. Penurunan luas hutan mangrove juga terjadi di Pulau Flores. Tahun 1992 tepatnya tanggal 12 Desember 1992 terjadi bencana alam nasional akibat gempa bumi tektonik di bawah laut dengan magnitudo 6,8 SR yang akhirnya menyebabkan tsunami. Dampak besar dari tsunami tersebut adalah korban jiwa sekitar 2.000 orang dan kerugian harta benda. Tsunami juga menghabiskan luasan hutan mangrove di Pulau Flores tepatnya di Flores bagian Utara yaitu, Maumere dan Flores Timur (Rachmat, 2016).

  Sejak terjadinya tsunami sampai tahun 2018 telah terjadi perubahan terhadap hutan mangrove. Perubahan tersebut baik secara alami maupun karena manusia yang akan mengarah pada terbentuknya suatu komunitas yang mantap dan permanen. Untuk mengetahui perubahan tersebut maka diperlukan suatu teknologi, yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan penutupan vegetasi dengan aspek keruangan yakni Sistem Informasi Geografis (SIG). Dalam rangka menjamin perkembangan dan kemajuan pada masa yang akan datang melalui rehabilitasi dan rekonstruksi tutupan mangrove yang dilakukan pemerintah bekerjasama dengan masyarakat, maka perubahan tutupan mangrove tersebut sangat perlu dipelajari.

METODE PENELITIAN

  Penelitian dilakukan di Pantai Utara Kabupaten Flores Timur, tepatnya di 3 kecamatan dengan 8 desa bagian utara dari Pulau Flores Timur yang memiliki garis pantai berbakau, yaitu Kecamatan Lewolema: Sinar Hading, Riangkotek, Ile Padung, Lewobele. Kecamatan Demon Pagong: Dusun Koliwutun, dan Kecamatan Titehena: Serinuho, Watowara, Adabang. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai Februari - Mei 2018.

  Agrisa Vol. 7 No. 2 Desember 2018 ISSN : 2301 - 5365

  Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Alat tulis, Laptop, Perangkat lunak berupa

  software Quantum GIS versi 2.18.2, Perangkat lunak berupa software SAGA GIS versi

  6.0, Perangkat lunak berupa software Google Earth Pro, GPS Handheld Garmin etrex 10, Avenza

  

Maps. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data dari beberapa sumber data yakni:

  1. Citra satelit Landsat-5 Path 112, Row 66 hasil perekaman tahun: 1989 (13 Mei 1989), tahun 1997 (03 Mei 1997), dan tahun 2006 (31 Juli 2006) yang diperoleh dari

   http://glovis.usgs.gov/ .

  2. Citra satelit Landsat-8 path 112 row 66 hasil perekaman tahun 2017 (10 Mei 2017) yang diperoleh dari http://glovis.usgs.gov/ .

  3. Peta Administrasi Kabupaten Flores Timur dengan skala 1:250.000.

  4. Data lapangan hasil ground truth. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode peginderaan jauh. Teknik yang digunakan adalah analisis OBIS (Object Based Image Segementation) untuk mendapatakan peta tutupan lahan mangrove, dimana dilakukan pemisahan untuk objek mangrove dan objek yang bukan mangrove, sehingga mendapatkan peta sebaran mangrove. NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) untuk mendapatkan luas kerapatan mangrove, yang dibagi kedalam 3 kelompok Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Nilai NDVI untuk Mangrove No Kriteria Minimum Maksimum

  1 Baik (Rapat) 0,42

  1

  2 Sedang 0,32 0,42

  3 Jarang -1 0,32

  Agrisa Vol. 7 No. 2 Desember 2018 ISSN : 2301 - 5365

  Tahapan selanjutnya adalah observasi lapangan untuk mengecek keakurasian hasil peta tutupan lahan dengan yang sebenarnya di lapangan dan tahapan terakhir adalah uji akurasi, pengujian ketelitian klasifikasi bertujuan untuk melihat kesalahan-kesalahan klasifikasi sehingga dapat diketahui persentase ketepatannya (akurasi). Pengolahan data, dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SAGA GIS dan Quantum GIS, yang dimulai dari tahap praprocessing citra satelit yang meliputi pemotongan citra landsat 5 tahun 1989, 1997, dan 2006, serta landsat 8 tahun 2017, dilakukan cropping sesuai dengan batasan daerah penelitian, setelah itu dilakukan koreksi radiometrik dan koreksi. geometrik pada citra yang akan digunakan. Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan faktor

  • –faktor yang menurunkan kualitas citra, sedangkan koreksi geometrik dilakukan untuk menyamakan lokasi secara geometris.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Hasil analisis luasan tutupan mangrove di sepanjang Pantai Utara Flores Timur untuk tahun 1989, 1997, 2006, dan 2017 dilakukan dengan menggunakan teknik klasifikasi berbasis obyek (Object Based Image Segmentation ) yang dilakukan tanpa terbimbing (Unsupervised Classification).

  Tabel 2. Luas tutupan mangrove sepanjang pantai Utara Flores Timur Luas Tutupan Mangrove Tanggal No Tahun (Ha) Citra

  1 1989

  13 Mei 1989 249,31

  2 1997

  03Mei 1997 100,36

  3 2006

  31 Juli 2006 121,07

  4 2017

  10 Mei 2017 175,70 Sumber: Hasil Analisis (2018)

  L U A S M A N G R O V E

  300 250

  249.31

  A

  200

  H

  175.7

  M A

  150

  L 121.07 A

  100.36

  D

  100 T A H U N T A H U N T A H U N T A H U

  50 N 1 9 8 9 1 9 9 7 2 0 0 6 2 0 1 7 Gambar 1. Grafik Perubahan Luas Mangrove Berdasarkan grafik diatas, terlihat bahwa penyebaran mangrove di sepanjang pantai utara Flores

  Timur dari tahun 1989 sampai 2017 cenderung berubah selama 28 tahun terakhir. Perubahan ini terjadi karena hutan mangrove dapat memulihkan diri sendiri tanpa adanya upaya restorasi melalui suksesi sekunder pada periode 15-30 tahun, apabila siklus hidrologi normal dan tersedia biji atau propagule dari ekosistem mangrove di sekitarnya (Watson, 1928; Lewis, 1982; Cintron-Molero, 1992). Pada Gambar 2, terlihat perubahan besar terjadi pada rentang tahun 1989 sampai 1997 yaikni sebesar 148,95 ha, sedangkan perubahan mangrove yang terjadi pada rentang tahun 1997 sampai 2006 adalah 20,71 ha, menunjukan peningkatan luasan mangrove di sepanjang pantai utara Flores Timur. Perubahan mangrove yang terjadi pada rentang tahun 2006 sampai tahun 2017 sebesar 54,63 ha, yang menunjukan luasan tutupan mangrove meningkat sebanyak 50% menjadi 175,70 ha.

  Perubahan Mangrove 1989-1997 Perubahan Mangrove 1997-2006 Perubahan Mangrove 2006-2017 Gambar 2. Perubahan Mangrove Tahun 1989-2017

  Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Tabel 3. Tutupan lahan mangrove tahun 1989, 1997, 2006, dan 2017 di pantai

  Utara Flores Timur

  Nilai NDVI Tutupan Lahan Mangrove Tahun 1989, 1997, 2006, dan 2017

  100.00% 90.00% 80.00%

  ) %

  70.00%

   (

  60.00%

  as u

  50.00%

  L

  40.00% 30.00% 20.00%

  Jarang Sedang Rapat 10.00%

  0.00% Tahun 1989 7.54% 2.56%

  89.88% Tahun 1997 34.17% 8.46% 57.40% Tahun 2006 46.17% 9% 44.82%

  Tahun 2017 22.48% 13.93% 63.58%

  Tahun 1989 Tahun 1997 Tahun 2006 Tahun 2017

  Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan antara tutupan lahan hutan mangrove di tahun 1989, 1997, 2006, dan tahun 2017 pada setiap kelas tutupan lahan yang dianalisis menggunakan metode

  

NDVI . Data tersebut menunjukan bahwa pada tahun 1989 hutan dengan kelas tutupan mangrove rapat

  dengan luasan sebesar 89,88% mengalami penurunan menjadi 57,40% pada tahun 1997. Berkurangnya tutupan lahan mangrove di pantai Utara Flores Timur ini sebagai akibat dari bencana alam tsunami.

  Dari tahun 1997 ke tahun 2006 kondisi tutupan hutan mangrove pada kelas rapat mengalami penurunan menjadi 44,82 %, namun kenaikan pada kelas jarang menjadi 34,17% dari 7,54% peda tahun 1989. Hal ini terjadi karena badai tsunami menerjang areal hutan mangrove yang memiliki tingkat kepadatan tinggi, dimana luasan hutan mangrove dengan kerapatan tinggi langsung berhadapan dengan hempasan gelombang lautan yang mengakibatkan tingkat kerusakan lebih besar. Luasan hutan mangrove kelas rapat mengalami penurunan lagi dari tahun 1997 sampai tahun 2006, yakni 57,40% menjadi 44,82%, sedangkan untuk kelas tutupan jarang mengalami kenaikan dari 34,17% menjadi 46,17%. Kondisi ini sebagai akibat dari proses pertumbuhan pada tingkat semai membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai menjadi kelas rapat dalam hal ini di tingkat pohon. Pada tahun 2017 tingkat kerapatan hutan mangerove pada kelas rapat mengalami kenaikan menjadi 63,58% dari 44,82% dan kelas jarang mengalami penurunan dari 46,17% menjadi 22,48% selama kurun waktu 11 tahun sebagai akibat dari suksesi sekunder dimana kawasan hutan mangrove yang pernah terdegradasi mengalami pemulihan melalui proses regenerasi alami. Pernah dilakukan upaya rehabilitasi dengan melakukan penanaman kembali di pesisir salah satu desa penelitian yakni desa Ilepadung. Namun upaya ini gagal karena masyarakat kurang mengetahui teknik penanaman dan perawatan mangrove.

  Uji Akurasi

  Tutupan lahan pada peta (Gambar 3) yang merupakan peta tumpang susun (overlay) ground control

  

point dengan pengecekan lapangan yang kemudian diuji keakurasiannya menggunakan tabel error

(Tabel 4) serta nilai hasil perhitungan akurasi. matrix

  Tabel 4. Matrix Kesalahan (Error Matrix) Tutupan Lahan Mangrove

  KLASIFIKASI Mangrove Bukan TOTAL User accuracy Mangrove Mangrove

  22 22 100%

  Bukan Mangrove

  0%

  TOTAL Producer

  22

  22 accuracy

  100% 0%

  Overall accuracy 100%

  Sumber: Hasil Analisis (2018) Kelas mangrove dapat dipetakan dengan baik, hal tersebut dibuktikan dengan tingginya akurasi user dan produser yang dihasilkan sebesar 100 %. Tinggi nilai akurasi tersebut mengindikasikan bahwa teknik klasifikasi berbasis obyek dapat dijadikan teknik alternatif dalam memetakan mangrove.

  Gambar 3. Peta Lokasi Ground Truth Pada Tutupan Mangrove Tahun 2017 Upaya Rehabilitasi Mangrove

  Rehabilitasi mangrove di berbagai tempat kerap mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan kesesuaian spesies dengan tempat tumbuhnya (Mukhilisi dan Gunawan, 2016). Metode buis bambu adalah sebuah metode penanaman sederhana menggunakan bambu sebagai pelindung tanaman, khususnya bagi daerah pantai yang memiliki gelombang besar. Lewis dan Brown (2014) dalam Mukhlisi et al, (2016) melaporkan bahwa keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove perlu mempertimbangkan kemampuan regenerasi alami dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan semai mangrove.

  Gambar 4. Sketsa Metode Buis Bambu, Sumber: Bessie, (2017)

  

PENUTUP

Simpulan

  Deteksi perubahan tutupan mangrove di lokasi penelitian relatif berubah-ubah karena terjadi penambahan dan pengurangan luasan tutupan, pengurangan luas tutupan mangrove terbesar disebabkan oleh terjadinya tsunami pada tahun 1989 dan tidak adanya upaya rehabilitasi mangrove yang benar dan tepat sampai sekarang. Sedangkan, Penambahan luas tutupan mangrove disebabkan oleh pertumbuhan alami yang memerlukan jangka waktu 28 tahun untuk bertambah sebanyak 73,61 ha. Hasil analisis tutupan lahan menunjukan akurasi keseluruhan, producer accuracy, dan user accuracy sebesar 100 % yang menunjukan jumlah piksel terklasifikasi secara benar sebagai areal mangrove sesuai dengan keadaan di lapangan.

  Saran

  Penelitian ini juga sebagai bahan pertimbangan untuk Pemerintah setempat dalam menjaga ekosistem mangrove ini dengan memberikan pelatihan kepada masyarakat mengenai pentingnya mangrove dan teknik penanaman mangrove yang benar dan tepat. Selain itu, penelitian ini dapat dilanjutkan dengan melakukan analisis perubahan tutupan mangrove yang berada di desa yang berbatasan langsung dengan pantai Utara Flores Timur yang juga terkena dampak dari terjadinya bencana alam tsunami tahun 1992.

DAFTAR PUSTAKA

  Badan Pusat Statistik. 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Flores Timur. Seksi Integrasi Pengolahan dan Deseminasi Statistik, Larantuka. Bessie, D.M. 2017. Penerapan Metode Buis Bambu dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove Berbasis

  Masyarakat di Kelurahan Oesapa. Prosiding Seminar Nasional Ke-1 Pusat Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Kupang. Departemen Kehutanan. 2006. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove Direktorat

  Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan, BPDAS Pemali Jratun. Hidayatullah, M. 2014. Keragaman jenis mangrove di NTT. Warta Cendana Balai Penelitian Kehutanan Kupang. Vol. 7, No. 1: 17-23. http://glovis.usgs.gov/ diakses pada 23 September 2017. Mukhlisi dan W. Gunawan. 2016. Regenerasi Alami Semai Mangrove di Areal Terdegradasi Taman Nasional Kutai. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 5 Issue 2: 113-122.

  Rachmat, H. 2016. Memantau Gempa Flores Tahun 1992. Majalah Geologi Populer. (On-line). http://geomagz.geologi.esdm.go.id/memantau-gempa-flores-tahun-1992/ diakses 29 Mei 2017.

  Reinnamah, Y. 2010. Makalah Ilmiah Mangrove (Hutan Bakau). Makalah Ilmiah. (On-line). http://karmelreinnamah.blogspot.co.id diakses 23 September 2017.

  Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. 2009. Potret Sumber Daya Alam

  

Indonesia . Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta.Setyawan,

  A.D. dan K. Winarno. 2006. Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove di Jawa Tengah dan penggunaan lahan di sekitarnya; kerusakan dan upaya restorasinya. Biodiversitas. Vol. 7, No. 3: 282-291.