Survei Sosial-Ekonomi di dalam dan di sekitar Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur

PUBLIKASI HASIL KERJASAMA POLITEKNIK PERTANIAN KUPANG, UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA DAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA DENGAN WWF 2018

  

Survei Sosial-Ekonomi di dalam

dan di sekitar Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur

  

SURVEI SOSIAL EKONOMI DI DAN SEKITAR SUAKA ALAM PERAIRAN FLORES TIMUR

Penulis Marthen Robby Pellokila : Universitas Nusa Cendana Chaterina Agusta Paulus: Universitas Nusa Cendana Kontributor

Mengki Yakobis Mooy, Wiliam Moses Sengaji, Efrin Antinia Dollu, Raymons Januar Nomseo, Aris Ndena,

Denis Ndena, Imanulel Jefry Thomi Tung Lau, Aloysius Bestol Ignatia Dyahapsari, Rizal, Estradivari, , …..

  ©2017 WWF-Indonesia. Perbanyakan dan diseminasi bahan-bahan di dalam buku ini untuk kegiatan pendidikan maupun tujuan-tujuan non komersial diperbolehkan tanpa memerlukan izin tertulis dari

pemegang hak cipta selama sumber disebutkan dengan benar. Perbanyakan dari bahan-bahan dari buku

ini untuk dijual atau tujuan komersial lainnya tidak diperbolehkan tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta.

  Foto Sampul oleh: Chaterina Paulus /Universitas Nusa Cendana, NTT Desain & Tata Letak oleh: Ignatia Dyahapsari/WWF-Indonesia

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas kemurahannya maka Laporan Akhir Survei Sosial Ekonomi di dan Sekitar Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur dapat diterbitkan. Sejak tahun 2014, WWF- Indonesia bekerja dengan menggunakan pendekatan eco-regional dengan memprioritaskan 3 bentang laut, salah satunya adalah Bentang Laut Sunda Banda (Sunda Banda Seascape - SBS) yang juga menjadi fokus utama dalam mengukur keberhasilan pengelolaan. Dalam menilai efektivitas pengelolaan perlu dilakukan pengumpulan data sosial dan ekologi secara bekala dari wilayah-wilayah yang berada di dalam kawasan SBS sebagai acuan berhasil tidaknya pengelolaan yang dilakukan serta sebagai rekomendasi untuk pengelola.

  Tujuan dilakukannya survei sosial di SAP Flores Timur dan Laut Sekitarnya adalah untuk mendapatkan data repetisi dan informasi terkini mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di dan di sekitar SAP Flores Timur, dan untuk memberikan rekomendasi pengelolaan adaptif kepada pemerintah. Selain itu, hasil dari survei ini dapat digunakan untuk memberikan informasi untuk EKKP3K dan EAFM dan untuk menilai dampak dari penetapan SAP Flores Timur beserta Laut di sekitar masing-masing SAP terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Survei ini akan mengkaji usaha-usaha konservasi yang dilakukan untuk dampak yang baik bagi masyarakat. Diharapkan hasil analisa ini dapat membantu para pengambil kebijakan di Kabupaten Flores Timur untuk mengidentifikasi kegiatan pembangunan atau ekonomi yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi seoptimal mungkin bagi masyarakat Flores Timur dan memiliki dampak negatif yang paling sedikit bagi lingkungan di sekitarnya.

  Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung proses studi ini secara partisipatif. Hasil studi ini akan sangat mendukung upaya pembangunan kawasan di dan sekitar SAP Flores Timur. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan dan dibuat sebagaimana mestinya, atas kerjasama serta kepercayaannya kami ucapkan terima kasih.

  Kupang, Februari 2018 Tim Penyusun

  Daftar Isi

  Kata Pengantar Ringkasan

  I. PENDAHULUAN

  I.1 Latar Belakang

  I.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  II. METODOLOGI

  II.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

  II.2 Batasan Pengambilan Data Tata Kelola Sumber daya Laut dalam Survei Cepat

  II.3 Parameter yang Diamati (Berdasarkan Protokol dan Kuesioner)

  II.4 Metode Pengumpulan Data

  II.4.1 Focus Group Discussion (FGD)

  II.4.2 Wawancara Informan Kunci

  II.5 Analisa Data

  III. HASIL DAN DISKUSI

   III.1 Hasil Survei I Desa Kontrol (Pulau Solor dan Pulau Flores)

  III.1.1 Kawasan Penting

  III.1.2 Area Tangkapan (Fishing Ground)

  III.1.2.1 Habitat dan Spesies Penting

  III.1.2.2 Area Pelarangan Penangakapan (No-Fishing)

  III.1.3 Lokasi Pendaratan Ikan

  III.1.4 Pihak Terlibat

  III.1.4.1 Kelompok pengguna dan kelembagaan masyarakat

  III.1.4.2 Stakeholder

  III.1.5 Tata Kelola

  III.1.5.1 Aturan Pengelolaan

  III.1.5.2 Keterlibatan Kelompok

  III.1.6 Pengambilan Keputusan Terkait Pemanfaatan dan Pengelolaan SDL

  III.1.7 Potensi Konflik Kepentingan

  III.1.8 Dampak dari Pengelolaan dan Manfaat Terbesar

  III.1.8.1 Dampak Sosial dan Dampak Ekologi dari Pengelolaan

  III.1.8.2 Penerima Manfaat Terbesar

  III.1.9 Praktik Pengelolaan Masyarakat Lokal

   III.2 Hasil Survei II Desa Kontrol dan Sampel (Pulau Lembata, Pulau Adonara dan Pulau Flores)

  III.2.1 Kawasan Penting

  III.2.2 Area Tangkapan (Fishing Ground)

  III.2.2.1 Habitat dan Spesies Penting

  III.2.2.2 Area Pelarangan Penangakapan (No-Fishing)

  III.2.3 Lokasi Pendaratan Ikan

  III.2.4 Pihak Terlibat

  III.2.4.1 Kelompok pengguna dan kelembagaan masyarakat

  III.2.4.2 Stakeholder

  III.2.5 Tata Kelola

  III.2.5.1 Aturan Pengelolaan

  III.2.5.2 Keterlibatan Kelompok

  III.2.6 Pengambilan Keputusan Terkait Pemanfaatan dan Pengelolaan SDL

  III.2.7 Potensi Konflik Kepentingan

  III.2.8 Dampak dari Pengelolaan dan Manfaat Terbesar

  III.2.8.1 Dampak Sosial dan Dampak Ekologi dari Pengelolaan

  III.2.8.2 Penerima Manfaat Terbesar

  III.2.9 Praktik Pengelolaan Masyarakat Lokal

IV. KESIMPULAN

  IV.1 Survei I Desa Kontrol (Pulau Solor dan Pulau Flores)

  IV.2 Survei II Desa Kontrol dan Sampel (Pulau Lembata, Pulau Adonara dan Pulau Flores)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  

I. PENDAHULUAN

  I.1 Latar Belakang

  Kabupaten Flores Timur merupakan kabupaten kepulauan yang terdiri dari 17 pulau (3 buah pulau yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni) pulau yang dihuni antara lain adalah Pulau Flores bagian timur, Pulau Adonara, dan Pulau Solor. Luas wilayah daratan 1.812,85 km² dan luas laut 2.064,65 km² dengan perincian yaitu Flores Timur daratan 1.066,87 km², Pulau Adonara 519,64 km², Pulau Solor 226,34 km² (BPS Flotim, 2017). Flores Timur memilki 4 gunung berapi, yaitu Gunung Lewotobi Laki-laki, Gunung Lewotobi Perempuan, Gunung Leraboleng serta Gunung Boleng. Terletak antara 8º40” - 8º40” LS dan 122º20 “ BT dan berbatasan dengan Laut Flores di sebelah utara, sebelah selatan Laut Sawu, sebelah timur Kabupaten Lembata dan sebelah barat Kabupaten Sikka. Secara administratif Kabupaten Flores Timur terdiri dari 19 wilayah kecamatan, 229 desa dan 21 kelurahan, yang termasuk dalam desa pesisir tercatat sebanyak 121 desa (Gambar 1). Secara topografi bentangan alam Kabupaten Flores Timur merupakan wilayah yang topografinya terdiri dari perbukitan dan pegunungan dengan beberapa faktor lainnya, seperti :

  § Kemiringan : 0 – 12 % (417.20 km²), 12 – 40 % (799.86 km²) dan > 40 % (615.79 km²) § Ketinggihan : 0 – 12 m (568.81 km²), 100 – 500 m (934.63 km²) dan > 500 m (291.41 km²) § Tekstur Tanah : Kasar (934.63 km² ), Sedang (856,17 km² ) dan Halus (38.56 km²)

KEC. SOLOR

  Gambar 1. Peta Kabupaten Flores Timur Hasil penelitian Bessie, 2013 menyatakan bahwa penilaian domain sumber daya ikan di Kabupaten Flores

  Timur menunjukkan skor rendah dengan kecenderungan penangkapan ikan berlebih (overfisihing). Beberapa faktor penyebab rendahnya produksi perikanan adalah, kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia seperti pembuangan limbah dan sampah ke laut, kerusakan ekosistem laut seperti overfishing dan kerusakan terumbu karang, dan aktivitas lain seperti reklamasi yang mempengaruhi kondisi laut Indonesia. Kerusakan laut merupakan akibat dari aktivitas manusia dalam pemenuhan kebutuhan akan sumber daya alam sebagai upaya pemenuhan permintaan pasar. Rendahnya prosuksi perikanan tidak hanya disebabkan oleh kerusakan lingkungan namun juga disebabkan oleh pemanfaatan potensi laut yang tidak optimal dan kerentanan serta adanya konflik pemanfaatan laut. Faktor kerentanan timbul dari sifat pekerjaan mereka. Masyarakat pesisir sebagian besar bekerja sebagai nelayan diketahui rentan terhadap bahaya alam, isolasi dan variabilitas iklim seringkali menghambat kemampuan mereka untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk mendukung penghidupan mereka (Paulus dan Fauzi, 2017). Kerentanan di pesisir dan laut dapat berdampak pada ketidakpastian waktu dan lokasi terjadinya potensi perikanan tangkap nelayan tangkap menjadi lebih sulit menyusun rencana waktu melaut dan lokasi yang dituju. Pemanfaatan potensi laut Indonesia yang kurang optimal ini juga disebabkan oleh rendahnya dukungan infrastruktur, permodalan, sumber daya manusia yang rendah, kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi terutama terkait perikanan dan kelautan, dan kurangnya kelembagaan terhadap sektor kelautan. Solusi atas permasalahan diatas adalah pengelolaan.

  Paulus dan Sobang, 2015 menyatakan bahwa salah satu dari beberapa tantangan pengembangan kegiatan perikanan adalah belum terpetakannya potensi perikanan kelautan secara akurat serta lemahnya kontrol implementasi rencana tata ruang yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya. Penerapan Rencana Tata Ruang Luat/ Rencana Zonasi meruapakan jalan keluar dari permasalahan diatas, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 27 Tahun 2007 pasal 1, rencana zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktural dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Pada tanggal 13 November 2017 lalu, Pemerintah Daerah Provinsi NTT telah menetapkan Peraturan Daerah Provinsi NTT Nomor 4 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi NTT Tahun 2017-2037. RZWP3K diperlukan karena kebutuhan manusia akan sumber daya alam termasuk dari laut semakin meningkat, disisi lain sumber daya laut tidak dapat mengejar tingginya tuntutan tersebut. Selain itu laut dianggap “milik bersama” atau open access yang menyebabkan pihak lain ingin mengambil manfaat sebesar-besarnya yang mengakibatkan pemanfaatan sumber daya laut yang berlebihan, adanya mekanisme pasar juga menyebabkan sumber daya laut yang tidak dapat dinilai dengan uang akan kalah bersaing dalam ruang laut.

  Dalam rencana tata ruang laut atau rencana zonasi membawa keuntungan dalam bidang ekonomi, lingkungan, keuntungan sosial budaya, dan keuntungan strategis. Keuntungan dalam bidang ekonomi diantaranya adalah: dengan adanya rencana zonasi dapat memfasilitasi percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan memberikan kepastian hukum bagi kegiatan di perairan laut, dapat membantu untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang sesuai untuk dimanfaatkan, serta untuk mendorong pemanfaatan ruang dan sumber daya laut dan pesisir dengan efisien. Dalam bidang lingkungan dapat memberi keuntungan seperti dapat mengurangi dampat negatif dari pemanfaatan pesisir, mengidentifikasi daerah-daerah yang penting secara ekologi dan kelangsungan kehidupan habitat laut dan pesisir, menjamin ruang laut untuk keaenekaragaman hayati dan konservasi hayati. Dalam bidang sosial budaya memberi keuntungan yaitu sebagai pendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan keterlibatan dalam proses perencanaan, serta melindungi ruang yang secara turun temurun dimanfaatkan untuk kepentingan sosial budaya masyarakat.

  Sedangkan keuntungan strategisnya adalah mengurangi konflik pemanfaatan ruang baik antara pemanfaatan yang tidak kompatibel maupun ketimpangan antara pemanfaatan manusia dengan kelestarian lingkungan alam, memberikan landasan bagi pengambilan kebijakan pemanfaatan sumber daya, seta mengakomodir kepentingan nasional seperti pengembangan energy alternative terbarukan dan untuk pertahanan (Fransiska, 2017). Produksi perikanan akan meningkat jika diimbangi dengan kondisi laut dan pesisir yang semakin membaik, ruang laut yang bebas dari pencemaran, ruang laut dengan ekosistem yang terjaga, dan terjaganya segala biodiversitas. Selain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan produksi perikanan juga dipengaruhi manajemen pemanfaatan sumber daya laut yang baik dan sesuai dengan ketersediaan ruang laut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan potensi kekayaan laut Indonesia dapat dilakukan dengan menetapkan rencana ruang laut dan zonasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ruang laut yang direncanakan.

  Dalam perencanaan ruang laut alangkah baiknya jika memperhatikan kearifan lokal dan budaya yang ada di wilayah tersebut, serta melibatkan masyarakat dalam perencanaannya. Sehingga tidak terjadi ketimpang tindihan antara masyarakat dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Selain itu jika melibatkan masyarakat setempat dalam proses perencanannya maka masyarakat akan merasa berkewajiban untuk menjaga ruang laut tersebut. Menurut Pellokila dan Paulus, 2013 penting untuk diingat bahwa setiap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam (kegiatan ekonomi lain) tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi dan saling memberikan dampak bagi satu sama lain. Oleh karena itu, studi ini mencoba mengukur perubahan produktivitas atau pendapatan dari suatu kegiatan ekonomi tertentu akibat dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekonomi lain (Skenario Pilihan Pembangunan).Dengan adanya perencanaan, infrastruktur yang memadai, serta aturan yang berlaku diharapkan dapat menciptakan ruang laut dengan kondisi lingkungan, ekosistem yang terjaga dengan diikuti potensi laut dan hasil yang melimpah dengan peningkatan perekonomian.

I.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Tujuan dilakukannya survei sosial di dalam maupun di luar area SAP Flores Timur dan sekitarnya adalah untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di dan di sekitar SAP Flores Timur dan sekitarnya, untuk memberikan rekomendasi pengelolaan adaptif kepada pemerintah. Selain itu, hasil dari survei ini dapat digunakan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai pola pemanfaatan sumber daya laut di SAP Flores Timur dan sekitarnya terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Survei ini telah dilaksanakan berkat kerjasama dari pihak WWF-Indonesia bersama dengan Universitas Nusa Cendana.

  Manfaat penelitian bagi masyarakat pesisir perlu menjaga wilayah perairan untuk kelestarian biota laut, sedangkan untuk pengelola Suaka Aalam Peraiaran (SAP) Flores Timur, Pulau-pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Flores Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terhadap kondisi perikanan dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu sesuai Peraturan Daerah Provinsi NTT Nomor 4 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi NTT Tahun 2017-2037.

  

II. METODE

  II.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

  Pelaksanaan kegiatan survei sosial ekonomi di dan sekitar SAP Flores Timur berlangsung pada Bulan Oktober- Desember 2017. Kegiatan ini berlangsung pada 27 desa yang terdiri dari 7 desa sampel di luar SAP Flores Timur dan 20 desa sampel di dalam SAP Flores Timur. Namun karena alasan keamanan 1 (satu) desa dalam SAP dikeluarkan dari desa sampel yakni Desa Nelalamadike, Kecamatan Ile Boleng, Kabupaten Flores Timur, sehingga total desa sampel dalam kawasan SAP berjumlah 19 desa.

  SAP Flores Timur di Kabupaten Flores Timur dicadangkan pada tahun 2013 melalui Surat Keputusan Bupati No. 4 Tahun 2013, sebesar 150,000 hektar. Wilayah pencadangan ini merupakan rumah untuk karang, ikan, mangrove, lamun serta biota laut penting lainnya dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Pengamatan akan dilakukan di desa-desa dalam dan luar SAP Flores Timur. Lokasi pengamatan akan dilakukan di 26 desa atau sebanyak 319 rumah tangga untuk di dalam dan di luar SAP Flores Timur. Jumlah sampel ini sama dengan sampel pada data awal di tahun 2014. Gambaran lokasi desa sampel survei sosial ekonomi di sekitar SAP Flores Timur disajikan pada Gambar 2 di bawah ini.

  Gambar 2. Lokasi Pengambilan Data di luar dan Area SAP Flores Timur Wilayah survei I merupakan desa kontrol yang ditandai oleh poligon berwarna merah pada Gambar 2. Wilayah survei I terdiri atas 13 (tiga belas) desa yang meliputi 11 desa bagian timur dan selatan di Pulau Solor dan 2 desa di bagian selatan Pulau Flores. Tabel 1 menyajikan nama desa, kode lokasi dan jumlah responden yang ada dalam lokasi survei I.

  Tabel 1 Nama Desa, Kode Lokasi dan Jumlah Responden Survei I

  20 Bama – Demon Pagong – Pulau Flores 165

  15 Waiburak – Adonara Timur– Pulau Adonara 145

  9

  16 Lamawolo – Ile Boleng – Pulau Adonara 146

  8

  17 Bungalawan– Ile Boleng – Pulau Adonara 147

  7

  18 Harubala– Ile Boleng – Pulau Adonara 148

  6

  19 Nelerereng– Ile Boleng – Pulau Adonara 151

  8 Kawasan di Luar SAP

  9

  14 Terong – Adonara Timur – Pulau Adonara 144

  21 Kawalelo – Demon Pagong – Pulau Flores 166

  8

  22 Lamika – Demon Pagong – Pulau Flores 167

  11

  23 Banitobo – Lebatukan – Pulau Adonara 168

  6

  24 Dikesare – Lebatukan – Pulau Adonara 169

  6

  25 Lerahinga – Lebatukan – Pulau Adonara 170

  7

  26 Tapolangu – Lebatukan – Pulau Adonara 171

  8

  9

  

No Nama Desa Survei I (P. Solor dan P. Flores) Kode Lokasi/Desa Jumlah Responden FGD

Kawasan Suaka Alam Perairan (SAP)

  7

  1 Dani Wato – Pulau Solor 155

  4

  2 Kenere – Pulau Solor 163

  5

  3 Balaweling I – Pulau Solor 154

  5

  4 Ongalereng – Pulau Solor 158

  12

  5 Sulengwaseng – Pulau Solor 164

  10

  6 Ritaebang – Pulau Solor 159

  7 Karawatung – Pulau Solor 156

  13 Riang Bura – Pulau Flores 153

  9

  8 Kalike Aimatan – Pulau Solor 162

  6

  9 Bubu Atagamu – Pulau Solor 161

  4

  10 Tanah Lein – Pulau Solor 160

  10

  11 Lewo Tanah Ole – Pulau Solor 157

  5

  12 Nurri – Pulau Flores 152

  15

  5 Sumber: Survei Sosial Ekonomi SAP Flotim, 2017

  II.2 Batasan Pengambilan Data Tata Kelola Sumber daya Laut dalam Survei Cepat Pengambilan data menggunakan prinsip desain Ostrom (1990) untuk institusi sumber daya bersama.

  Metode survei cepat terintegrasi melalui pendekatan survei lapangan kemudian wawancara dengan informan kunci dilapangan sekaligus melakukan diskusi kelompok fokus terhadap tata kelola sumber daya laut di di luar dan dalam area SAP Flores Timur. Survei cepat dilakukan terhadap 26 desa yang ada di luar dan dalam area SAP Flores Timur. Diskusi kelompok fokus dilakukan dengan melibatkan beberapa orang seperti kepala desa, sekretaris desa, tokoh agama, nelayan, kelompok usaha masyarakat, badan pembangunan desa (BPD), kelompok wanita desa dan tokoh pemuda. Kemudian dilanjutkan dengan wawancara informan kunci untuk berdiskusi secara mendalam mengenai pemanfaatan sumber daya laut di lokasi survei. Pelaksanaan diskusi kelompok fokus dan wawancara semi-terstruktur dengan informan kunci untuk memahami tata kelola sumber daya laut di di luar dan dalam area SAP Flores Timur. Pemantauan sosial-ekonomi di SAP Flores Timur dan sekitarnya mengadopsi metodologi yang dibangun oleh WWF dan partner di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) dan Bentang Laut Sunda Banda. Metode ini menggabungkan pengukuran kuantitatif mengenai indikator kesejahteraan masyarakat (termasuk Tujuan Pembangunan Milenium/MDGs) dan Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to

  

Fisheries Management/EAFM), dan pengukuran kualitatif tata kelola sumber daya laut, sehingga analisa statistik

memungkinkan untuk ditriangulasi dengan narasi kualitatif.

  II.3 Parameter yang Diamati (Berdasarkan Protokol dan Kuesioner)

  Beberapa parameter yang diamati meliputi 4 (empat) komponen: (a) Pengaturan pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya laut (b) Peraturan terkait sumber daya laut (c) Pemantauan dan penegakan hukum (d) Resolusi konflik

  II.4 Metode Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data terbagi atas 2 (dua) bagian yaitu melalui Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Informan Kunci di luar dan dalam area SAP Flores Timur.

  II.4.1 Focus Group Discussion (FGD)

  Diskusi kelompok terarah dilakukan untuk mendokumentasikan ilmu pengetahuan kolektif terkait tata kelola sumber daya laut di antara penduduk lokal di dalam kawasan TPK dan lokasi di luar kawasan konservasi, yang berfokus pada bagaimana keputusan diambil di dalam TPK dan peraturan yang mengatur sumber daya laut. Kemudian mendokumentasikan sejauh mana pengguna lokal berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan kegiatan pemantauan dan penegakan hukum yang terkait dengan sumber daya laut. Keseluruhan FGD yang dilakukan sejumlah 19 kali untuk kawasan SAP dan di lar SAP dengan melibatkan total responden sebanyak 199 orang.

  II.4.2 Wawancara Informan Kunci

  Ilmu pengetahuan kolektif dari kelompok terarah akan dilengkapi dengan serangkaian wawancara mendalam dengan informan kunci dari grup pengguna lokal, pengelola sumber daya laut dan pemangku kepentingan lainnya. Setiap instrumen yang tersedia dimodifikasi berdasarkan konteks lokal, menanyakan peserta tentang sumber daya, pengguna, dan kondisi yang terjadi dalam geografi tertentu.Total jumlah responden untuk KII sebanyak 78 orang responden

  II.5 Analisa Data

  Analisis data hasil FGD dan KII dilakukan “content analysis” dan analisis kualitatif dengan mendeskripsikan semua variabel yang diteliti secara jelas dan akurat.

III. HASIL DAN DISKUSI

  Hasil dan diskusi data di luar dan Area SAP Flores Timur dibagi menjadi 2 (dua) bagian survei yaitu: Survei I meliputi 13 (tiga belas) desa kontrol di Pulau Solor dan Pulau Flores, dan Survei II meliputi 6 (enam) desa control di Pulau Adonara (Kecamatan Adonara Timur, 2 desa dan Kecamatan Ille Boleng, 4 desa) dan 7 (tujuh) desa sampel di Pulau Lembata (4 desa) dan Pulau Flores (3 desa) .

  III.1..1. Kawasan Penting

  III.1.1.1. Kawasan Penting di Kawasan SAP

  Kawasan penting dalam survei ini meliputi 19 wilayah perairan penting yaitu: Tanjung Podor, Teluk Kowo, Tanjung Bledewutun, Tanjung Lamawohong, Tanjung Wailonga, Tanjung Lereng, Selat Flores dan Laut Sawu, Selat Lamakera, Selat Boleng dan Selat Solor. . Tabel 2 menyajikan lokasi penangkapan ikan, jenis perahu dan nama kawasan pada survei di kawasan SAP.

  Pada kenyataannya batasan internal dan eksternal tidak ada dalam wilayah perairan pada survei di kawasan SAP. Nelayan masih bebas untuk melaut dan tidak memiliki batasan yang dipatuhi dan berlaku untuk semua nelayan di SAP. Untuk itu, batasan internal dan eksternal dibuat berdasarkan prakiraan jarak terjauh nelayan melaut sebagai batasan maksimal dari internal. Batasan internal merupakan batasan yang digunakan untuk masyarakat nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan. Batasan internal ini dapat digunakan secara bebas oleh masyarakat di Pulau Solor, Pulau Adonara dan Pulau Flores maupun masyarakat yang ada di pulau-pulau sekitarnya. Pada batasan eksternal, diukur dari luar batasan internal ke arah Laut Sawu dan Laut Flores. Pada batasan eksternal ini, masyarakat masih dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan jarak yang agak jauh dari batasan internal namun dengan jenis perahu masyarakat yang masih tradisional menyebabkan masyarakat jarang melakukan kegiatan penangkapan ikan pada batasan eksternal tersebut.

  Kawasan-kawasan penting yang ada di dan sekitar SAP Flores Timur ini merupakan kawasan-kawasan yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat nelayan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan. Kawasan- kawasan penting ini juga sering didatangi oleh masyarakat yang berada di sekitar Kabupaten Flores Timur, seperti nelayan dari Pulau Alor, Pulau Lembata, dan pulau lainnya dari bagian barat Pulau Flores. Secara rinci kawasan penting sebagai lokasi penangkapan ikan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Jenis perahu yang digunakan oleh masyarakat pada masing-masing desa sampel ini adalah perahu yang paling sering digunakan untuk melakukan perjalanan menuju kawasan-kawasan penting tersebut. Tabel 2 Lokasi Penangkapan Ikan, Jenis Perahu dan Nama Kawasan pada Survei Kawasan SAP

  No Nama Desa Daerah Tangkapan Jenis Perahu Nama Kawasan

  1 Dani Wato Selat Flores Sampan SAP Flores Timur

  2 Kenere Laut Sawu Ketinting SAP Flores Timur

  3 Balaweling I Selat Flores Perahu Motor SAP Flores Timur

  3GT

  4 Ongalereng Tanjung Podor / Selat Solor Perahu Motor SAP Flores Timur

  <3GT

  5 Sulengwaseng Laut Sawu Sampan SAP Flores Timur

  6 Ritaebang Selat Flores Sampan SAP Flores Timur

  7 Karawatung Tanjung Podor / Selat Solor Ketinting SAP Flores Timur

  8 Kalike Aimatan Teluk Kowo / Laut Sawu Sampan SAP Flores Timur

  9 Bubu Atagamu Teluk Kowo / Laut Sawu Sampan SAP Flores Timur

  No Nama Desa Daerah Tangkapan Jenis Perahu Nama Kawasan

  10 Tanah Lein Tanjung Bledewutun / Laut Sawu Sampan SAP Flores Timur

  11 Lewo Tanah Ole Tanjung Lamawohong / Laut Sawu Sampan SAP Flores Timur

  

12 Nurri Tanjung Wailonga / Selat Flores Perahu Motor di Luar SAP Flores Timur

  <3GT

  13 Riang Bura Tanjung Lereng / Laut Sawu Sampan SAP Flores Timur

  14 Bungalawan Selat Boleng/Selat Lamakera sampan SAP Flores Timur

  15 Waiburak Selat Solor/Selat Lamakera Body/sampan SAP Flores Timur

  16 Nelerereng

  SAP Flores Timur Selat Boleng Body/sampan

  (Gayak

  17 Lamawolo Body/sampan SAP Flores Timur

  Selat Boleng

  18 Harubala Selat Boleng

  SAP Flores Timur sampan

  19 Terong Selat Solor/Selat Lamakera Body/sampan SAP Flores Timur Sumber: Survei Sosial Ekonomi SAP Flotim, 2017

  Untuk kawasan yang masuk dalam SAP yakni di pulau Adonara, Kecamatan Adonara Timur yakni Desa Terong dan Desa Waiburak daerah penangkapan ikannya terletak di Selat Solor dan Selat Lamakera. Untuk Kecamatan Ile Boleng yakni Desa Bungalawan, Lamawolo, Harubala dan Nelerereng (Gayak) kawasan penangkapan ikannya meliputi Selat Boleng dan Selat Lamakera.

  Berdasarkan pada hasil wawancara pada kawasan SAP di Kecamatan Ile Boleng, diketahui bahwa hampir sebagian besar masyarakat yang mendiami sekitar pantai mereka sebenarnya bukan nelayan karena sumber mata pencaharian mereka adalah petani yakni untuk kasus di desa Nelerereng, Harubala, Lamawolo dan Bungalawan. Hanya sebagian kecil dari nelayan yang mempunyai perahu. Selebihnya mereka hanya menggunakan alat pancing tradisional dan alat tradisional lainnya untuk menangkap ikan pada saat air surut (berkarang). Pengecualian untuk desa Terong dan Waiburak di Kecamatan Adonara Timur sebagian besar mereka yang mendiami daerah pantai adalah nelayan menggunakan sampan/body bermotor.

  Sebagian besar nelayan dalam menangkap ikan menggunakan sampan tanpa motor bahkan ada banyak yang hanya mengandalkan alat pancing semata atau alat tangkap tradisional lainnya pada saat pasang surut dan ada sebagian kecil lagi yang menggunakan sampan dengan motor (ketinting) atau body dengan motor tapi dengan kapasitas yang kecil di bawah 3 GT.

  Berdasarkan hasil wawancara pada saat dilakukan FGD dan wawancara dengan informan kunci daerah- daerah penangkapan ikan tersebut baik yang ada di dalam SAP maupun di luar SAP adalah daerah yang sering dikunjungi oleh para nelayan setempat. Umumnya batas internal dari daerah penangkapan ikan terkait dengan batas desa namun, tidak menutup kemungkinan bahwa daerah penangkapan ikan bisa melewati jauh di luar dari batas-batas tradisional desa tergantung jenis perahu yang digunakan. Dan sebaliknya, tidak tertutup kemungkinan juga bahwa nelayan dari desa lain menangkap ikan melampui batas laut yang secara tradisional masuk dalam kawasan desa tertentu. Dengan demikian agak menyulitkan untuk menentukan di mana batas internal dan eksternal dari kawasan penangkapan ikan pada masing-masing desa.

  Sebagian besar masyarakat (61,5%) yang berada di sekitar SAP ini masih menggunakan jenis perahu yang masih sederhana yaitu sampan tanpa mesin penggerak, dan hanya sebagian kecil (38,5%) masyarakat yang menggunakan perahu dengan mesin penggerak termasuk perahu motor dan ketinting. Kondisi inilah yang menyebabkan masyarakat nelayan hanya melakukan kegiatan penangkapan ikan di dalam kawasan dengan batasan internal saja. Gambar 3. Jenis Armada Penangkapan Berdasarkan Kepemilikan di dalam dan di luar Area SAP Flores Timur Gambar 3 menyajikan jenis armada penangkapan berdasarkan kepemilikan di dalam dan luar wilayah SAP Flores Timur. Berdasarkan Gambar 3 kepemilikan armada penangkapan di dalam SAP Flores Timur sebesar 51,04%, sedangkan 49% merupakan kepemilikan di luar SAP Flores Timur. Armada penangkapan berupa Perahu Sampan dan Bubu mendominasi untuk kepemilikan di dalam SAP Flores Timur, sebaliknya untuk kepemilikan armada penangkapan berupa Perahu Motor (kurang dari dan lebih dari 3GT) dan Ketinting berasal dari luar SAP Flores Timur.

III.1.1.2. Kawasan Penting di Luar SAP

  Kawasan penangkapan ikan yang merupakan kawasan penting bagi masyarakat nelayan setempat untuk desa-desa yang berada di luar kawasan SAP yakni di Kabupaten Lembata, Kecamatan Lebatukan, yang meliputi desa Dikesari, Tapolangu dan Lerahinga adalah Teluk Lewaling dan Teluk Waihinga, sementara untuk desa Banitobo adalah Teluk Waiteba. Untuk daratan pulau Flores tepatnya di Kabupaten Flores Timur, Kecamatan Demon Pagong yakni Desa Bama kawasan penangkapan ikannya adalah Selat Flores, Desa Lamika, Teluk Konga dan Desa Kawalelo adalah Tanjung Kawalelo.

  Tabel 3 Lokasi Penangkapan Ikan, Jenis Perahu dan Nama Kawasan pada Survei di Luar Kawasan SAP

  No Nama Desa Daerah Tangkapan Jenis Perahu Nama Kawasan

  1 Dikesari (Comparison)-Pulau

  Di luar SAP Flores Timur Teluk Lewaling Body/sampan

  Lembata

  2 Tapolangu(Comparison)-Pulau

  Di luar SAP Flores Timur Lewaling Body/sampan

  Lembata

  3 Lerahinga (Comparison)-Pulau

  Di luar SAP Flores Timur Body/sampan

  Teluk Waihinga Lembata

  4 Banitobo (Comparison)-Pulau

  Di luar SAP Flores Timur Teluk Waiteba sampan

  Lembata

  

5 Bama (Comparison)-Pulau Flores Di luar SAP Flores Timur

  Selat Flores Body/sampan

  

6 Kawalelo (Comparison)-Pulau Flores Di luar SAP Flores Timur

  Tanjung Kawalelo Body/sampan

  

6 Lamika (Comparison)-Pulau Flores Body/sampan Di luar SAP Flores Timur

  Teluk Konga

  Sumber: Survei Sosial Ekonomi SAP Flotim, 2017

  Kawasan di luar SAP yakni di Kabupaten Lembata, Kecamatan Lebatukan yakni untuk kasus di desa Banitobo semenjak tahun 1979 pada saat terjadi gelombang tsunami besar sebagai akibat dari longsornya kawasan pengunungan disekitar pantai di Kecamatan Atadei yang memakan puluhan korban jiwa (Jeffery, 1981), masyarakat di desa tersebut tidak lagi mendiami daerah sekitar pantai di teluk Waiteba. Sebagian besar masyarakat direlokasi dari kawasan pantai di teluk Waiteba ke Desa Lerahinga, Tapolagu dan desa-desa sekitarnya. Sebagian lagi tetap menetap di Desa Banitobo tetapi di kawasan pegunungan. Dengan demikian pengawasan untuk kawasan pantai di area sekitar teluk Waiteba sangat terbatas. Bagi masyarakat yang pergi ke daerah pantai untuk menangkap ikan hanya mengandalkan alat pancing tradisional semata, dapat dikatakan tidak lagi ditemui perahu/sampan yang menjadi milik masyarakat desa Banitobo di sana.

  Berdasarkan pada hasil wawancara FGD, KI dan juga pengamatan di desa Dikesari, Tapolangu dan Lerahinga sebagian besar masyarakat yang bermukim di daerah pantai mereka adalah sebagian besar nelayan tetapi juga pada musim penghujan mereka juga adalah petani. Di Ketiga desa ini banyak dijumpai perahu sampan bahkan juga ada beberapa body. Untuk kasus di Kabupaten Flores Timur, Kecamatan Demon Pagong, Desa Lamika masih dapat dijumpai beberapa perahu sampan dan body. Dulunya sebagian besar masyarakat di desa Lamika berdiam di area pantai namun beberapa tahun belakangan ini mereka direlokasi menjauh dari daerah pantai dekat dengan jalan raya trans Flores. Untuk Desa Kawalelo sebagian besar masyarakat yang bermukim di daerah pantai mereka adalah sebagian besar nelayan dan juga petani ladang. Hal yang sama terdapat di desa Kawalelo terdapat pula di desa Bama yakni sebagian besar masyarakat yang mendiami daerah pantai sebagain besar mereka adalah nelayan dan juga petani ladang. Didaerah pantai di kedua desa ini tidak jarang juga dijumpai perahu sampan/body yang tertambat.

  III.1.2 Area Tangkapan (Fishing Ground)

  III.1.2.1.1. Habitat dan Spesies Penting di Kawasan SAP

  Terdapat 4 (empat) habitat penting berada di dalam dan di sekitar SAP Flores Timur adalah bakau (mangrove), padang lamun, Ulva sp. (sejenis rumput laut) dan terumbu karang. Spesies penting yang ada di sekitar SAP Flores Timur ada 5 (lima) yaitu Pari Manta, Lumba-lumba, Paus, Hiu dan Penyu. Hampir semua spesies penting ini ada di 19 (sembilan belas) desa sampel pada survei di kawasan SAP. Keberadaan hewan predator tingkat atas seperti Hiu, Paus yang selalu ada pada setiap perairan desa sample menunjukkan bahwa keseimbangan ekosistem terutama dalam rantai makanan masih terjaga. Beberapa arti penting tentang keberadaan penyu di suatu perairan adalah: (1) menandakan daerah tersebut masih bebas polusi (karena penyu bernafas dengan paru-paru), (2) penyu dapat memberikan makan ikan atau biota laut sekitarnya dengan sisa metabolisme dari penyu tersebut, dan (3) Terjadi pemindahan unsur hara dari tempat subur ke tempat lain saat penyu bermigrasi sehingga daerah yang dilewatinya menjadi subur.

  Tabel 4 Jenis Habitat dan Spesies di SAP Flores Timur

  No Nama Desa Jenis Habitat Jenis Spesies

  

1 Dani Wato Terumbu Karang, Hutan Bakau, Pari Manta, Lumba-lumba, Paus, Hiu

  Padang Lamun, Rumput Laut alami paus, Penyu Hijau dan Penyu Sisik

  

2 Kenere Terumbu Karang, Hutan Bakau, Hiu Bodoh, Paus, Penyu Hijau, Pari

  Rumput Laut alami Manta, Lumba-lumba

  

3 Balaweling I Terumbu Karang, Hutan Bakau, Pari Manta, Paus, Penyu, Hiu Putih,

  Padang Lamun, Rumput Laut alami Lumba-lumba

  4 Ongalereng

  Paus, Hiu, Pari Manta, Penyu Hijau, Terumbu Karang, Hutan Bakau

  Lumba-lumba

  5 Sulengwaseng Terumbu Karang, Hutan Bakau, Paus, Penyu, Hiu, Pari Manta,

  Padang Lamun Lumba-lumba

  

6 Ritaebang Terumbu Karang, Hutan Bakau, Penyu Hijau, Lumba-lumba, Hiu, Pari

  Rumput Laut alami Manta, Paus

  7 Karawatung

  Lumba-lumba, Paus, Hiu, Penyu Terumbu Karang

  Sisik, Pari Manta

  8 Kalike Aimatan

  Terumbu Karang, Hutan Bakau Paus, Lumba-lumba, Penyu, Pari

  No Nama Desa Jenis Habitat Jenis Spesies

  Manta, Hiu

  9 Bubu Atagamu

  Paus, Lumba-lumba, Pari Manta, Hiu, Terumbu Karang

  Penyu Sisik dan Penyu Hijau

  10 Tanah Lein

  Penyu Hijau, Hiu, Paus, Lumba- Terumbu Karang lumba, Pari Manta

  11 Lewo Tanah Ole

  Paus, Hiu, Lumba-lumba, Pari Manta, Terumbu Karang

  Penyu

  

12 Nurri Terumbu Karang, Hutan Bakau, Paus, Lumba-lumba, Penyu, Hiu, Pari

  Padang Lamun Manta

  13 Riang Bura

  Paus, Hiu, Lumba-lumba, Pari Manta, Terumbu Karang

  Penyu

  14 Bungalawan

  Kembung, Tongkol, Cumi-cumi Pantai Berpasir, Terumbu karang

  Tuna

  15 Waiburak Pantai Berpasir, Terumbu karang Tongkol, Kembung, Tuna

  Padang lamun Pari Manta, Hiu

  16 Nelerereng (Gayak) ( Pantai Berpasir, Terumbu karang Kerapu, Kembung

  Hutan bakau/mangrove Tongkol

  17 Lamawolo

  Kerapu, Tongkol, Kakap Pantai Berpasir, Terumbu karang

  Kembung

  18 Harubala Pantai Berpasir, Terumbu karang Lada, Kembung, Kakap

  Padang lamun Kerapu

  19 Terong Pantai Berpasir, Terumbu karang

  Tongkol, Kembung, Kerapu, Lada, Padang lamun, Hutan

  Kakap bakau/mangrove

  Sumber: Survei Sosial Ekonomi SAP Flotim, 2017

  Berdasarkan pada hasil wawancara pada saat FGD ditemukan 4 (empat) jenis habitat penting baik yang berada di dalam kawasan SAP di Kecamatan Adonara Timur dan Kecamatan Ile Bo;leng yakni hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan pantai berpasir. Ke-empat jenis habitat ini hampir tersebar merata di dalam dan di luar kawasan SAP.

  Kondisi habitat penting yakni hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan pantai berpasir di kawasan SAP yakni di pulau Adonara (Kec. Adonara Timur dan Kec. Ile Boleng) tidak lebih baik dari yang terdapat pada kawasan di luar SAP. Hutan mangrove hanya terdapat sedikit di desa Terong (Kec. Adonara Timur) dan Nelerereng (Kec. Ile Boleng). Sementara untuk desa Waiburak, Bungalawan, Lamawolo dan Harubala tidak terdapat hutan mangrove. Pantai berpasir terdapat di Desa Terong, Waiburak dan sedikit di desa Bungalawan yakni di pantai Watu Tena di mana menjadi tempat penyu menempatkan telurnya. Dan di pantai Watu Tena ini juga menjadi tempat tambatan perahu nelayan selain dari nelayan di Desa Bungalawan yakni nelayan dari desa Lamawolo dan Harubala menambatkan perahu mereka di sana. Kondisi terumbu karang di kawasan SAP umumnya rusak berat sebagai akibat dari praktek menangkap ikan dengan menggunakan bom pada tahun-tahun sebelumnya walaupun sekarang praktek tersebut sudah jarang terjadi tetapi dalam skala kecil dan sembunyi sembunyi masih tetap dilakukan. Padang lamun terdapat di desa Terong, Waiburak dan sedikit di desa Harubala.

  Spesies yang penting untuk daerah dalam kawasan SAP dan di luar SAP terdiri dari jenis ikan-ikan pelagis (tuna, kembung, hiu, lumba-lumba, paus, tongkol ) dan demersal (pari manta, kakap, karapu, lada) selain itu terdapat pula penyu hijau, teripang, kima, cumi-cumi.

  Pada umumnya, nelayan pada 19 di dalam SAP Flores Timur masih menggunakan alat tangkap sederhana seperti pancing dan pukat seperti yang disajikan pada Gambar 3, sedangkan Tabel 4 menyajikan beberapa hasil tangkapan nelayan di Pulau Solor dan Pulau Flores dengan menggunakan alat tangkap yang umumnya digunakan pada Gambar 4.

  Alat Tangkap Pukat Pantai Alat Tangkap Perangkap (Bubu) Alat Tangkap Pancing Tangan Alat Tangkap Pancing Panah

  Kegiatan Meting atau Berkarang (Mengambil hasil laut pada saat air laut surut) Gambar 4. Alat Tangkapan dan Aktifitas Penangkapan di Lokasi Survei

  Berdasarkan alat tangkap dan aktfitas penangkapan seperti pada Gambar 3 diatas, didapatkan hasil tangkapan seperti pada Tabel 5. berikut. Tabel 5. Hasil Tangkapan Nelayan berdasarkan Alat Tangkap yang Sederhana

  No Alat Tangkap Hasil Laut yang didapat

  1 Pukat Pantai Jenis-jenis ikan pelagis dan ikan demersal diantaranya adalah: Ikan

  Teri ( Stolepharus spp), jenis-jenis Udang (Shrimp), Biji Nangka (Parupeneus spp), Ikan Cucut (Shark), Bulu Ayam ( Setipinna spp), Pari (rays) dan Beloso (Saurida spp) dan lainya.

  2 Bubu Dasar Udang-udangan, Ikan Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp),

  Kerapu (Epinephelus spp), Kakap (Latjanus spp), Ekor Kuning (Caeslo

spp), Kepiting, dan Rajungan.

  

3 Pancing Pari (rays), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap

  (Latjanus spp), Ekor Kuning (Caeslo spp), Ikan Kurisi (Nemitharus nemathoporus), Ikan Hiu (Sphyrna blochii) dan lainya.

  

4 Panah Gurita, Cumi-cumi, Ikan Baronang (Siganus spp), berbagai macam Ikan

  Kerapu, Kakap (Latjanus spp), Kepiting, dan Rajungan dan berbagai macam ikan karang lainnya.

  

5 Metting/Berkarang (Serokan) Gurita, Cumi-cumi, Ikan Baronang (Siganus spp), berbagai macam Ikan

  Kerapu, berbagai macam Kepiting, Rajungan, berbagai macam ikan karang, berbagai macam sayur laut ( agar-agar), dan berbagai macam siput atau Kerang–kerangan.

  Sumber: Survei Sosial Ekonomi SAP Flotim, 2017

III.1.2.1.2. Habitat dan Spesies Penting di Luar Kawasan SAP

  Kondisi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan pantai berpasir di luar kawasan SAP di Kabupaten Flores Timur, Kecamatan Demon Pagong yakni di desa Lamika, Kawalelo dan Bama cukup baik. Kasus di desa Bama di mana terjadi abrasi pantai yang cukup meluas oleh pemerintah desa setempat dan masyarakat dilakukan gerakan untuk menanam bakau. Kasus di desa Kawalelo samahalnya yang terjadi di Kecamatan Lebatukan, masyarakat nelayan prihatin dengan pengembangan budidaya mutiara. Di sekitar area pengembangan mutiara masyarakat nelayan tidak diperkenankan untuk menangkap ikan di area tersebut pada hal justru menurut masyarakat setempat di kawasan pengembangan mutiara tersebut terdapat banyak ikan yang bias ditangkap. Masyarakat tidak pernah mengathui dari mana perijinan pengembangan mutiara tersebut dan kapan berakhirnya. Mereka yang bekerja di area pengembangan mutiara tenaga kerja berasal dari luar desa. Hal iniserupa dengan yang terjadi Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata.

  Kondisi ke-empat jenis habitat penting yakni hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan pantai berpasir di kawasan di luar SAP dapat dijumpai di desa Dikesari, Tapolangu dan Lerahinga di Kabupaten Lembata, Kecamatan Lebatukan.Namun masyarakaat nelayan di ketiga desa ini yakni Dikesari, Tapolangu dan Lerahinga cukup prihatin dengan adanya pengembangan budidaya mutiara yang berkembang cukup pesat. Dikuatirkan bahwa pengembangan budidaya mutiara di kawasan penangkapan ikan di ketiga desa ini yakni di teluk Lewaling dan Waihinga dapat membawa dampak buruk bagi keberlangsungan kehidupan terumbu karang di sana. Kondisi yang cukup memprihatinkan terdapat di desa Banitobo yang mana menurut wawancara pada saat FGD diketahui kondisi terumbu karang mengalami rusak berat akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bom. Bahkan sehari sebelum meninggalkan desa Banitobo menurut informasi dari masyarakat malam hari sebelumnya telah dilihat beberapa nelayan dari luar desa yang menggunakan bom. Yang tersisa di pantai Banitobo (Teluk Waiteba) hanyalah pantai berpasir. Tidak terdapat lagi terdapat hutan mangrove atau padang lamun.

  Tabel 6 Jenis Habitat dan Spesies di Luar Kawasan SAP Flores Timur