Perlindungan Hukum Bagi Pihak Pembeli yang Beritikad Baik dalam Jual Beli Tanah
Perlindungan Hukum Bagi Pihak Pembeli yang Beritikad Baik dalam Jual Beli Tanah
Hamdaliah
Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat. Jl. Brigjend H. Hasan Basri Komplek Unlam Banjarmasin 70123 Indonesia Telp/Fax: +62 511 3307877 E-mail: hamdaliahadvokat@gmail.com.
Diterima: 25/7/2016; Revisi: 23/08/2016; Disetujui: 21/09/2016`
Abstract: The purpose of this research is to study the legal protection of a good faith buyer in sale and purchase of land against bad faith seller and to study the judges’ consideration in assessing the presence or absence of good faith in a sale and purchase agreement in case of dispute. The method of this research is normative legal research by studying the legal norms related to the object of research. Legal resources that have been using in this research were primary legal resources, secondary legal resources, and other resources which are not derived from the literature in order to support the analysis. Cases are included in order to cope with the problems well and precisely. The approach applied in this research is conceptual approach, by referring to the ideas and doctrines developed in the jurisprudence, especially with regard to analysis of the issues being dealt with, Type of the research is inventory of legislation. The collected rules shall become the reference in analyzing the issue as pointed out in the problem formulation of this research. The results of this show that: firstly, legal protection to a good faith buyer in the implementation of an agreement in this case the sale and purchase of land starting from pre-agreement stage up to post-agreement stage up to post-agreement stage must be enforced as stipulated in Article 1341, Article 1491 and Article 1942 of Civil Code. The content of the sale and purchase of land should also be rational or fair in accordance with the context of good faith as stipulated in Article 1338 paragraph (3) of the Civil Code, Secondly, the judges in their considerations have not yet got deep and consistent understanding on the meaning of good faith stated in Article 1338 paragraph (3) of the Civil Code. The standard applied by the judges in considering the existence of good faith in a land case or implementation of sale and purchase of land is objective standard, namely by referring to the attitude of the parties in performing the agreement. The assessment on the content of the sale and purchase agreement must be based on rationality and fairness.
Keywords: Legal Protection, buyers, Goodwill, Sale and Purchase of Land. Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perlindungan hukum dari
pembeli itikad baik dalam jual beli tanah terhadap penjual itikad buruk dan mempelajari pertimbangan hakim dalam menilai ada tidaknya itikad baik dalam perjanjian jual beli dalam kasus sengketa. Metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan mempelajari norma-norma hukum yang terkait dengan objek penelitian. Sumber hukum yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah sumber utama hukum, sumber sekunder hukum, dan sumber daya lain yang tidak berasal dari literatur untuk mendukung analisis. Kasus yang termasuk dalam rangka untuk mengatasi masalah dengan baik dan tepat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual, dengan mengacu pada ide-ide dan doktrin yang dikembangkan dalam hukum, terutama berkaitan dengan analisis masalah yang ditangani, Jenis penelitian ini adalah persediaan undang- undang. Aturan yang dikumpulkan akan menjadi acuan dalam menganalisis masalah seperti yang ditunjukkan dalam perumusan masalah penelitian ini. Hasil ini menunjukkan bahwa: pertama, perlindungan hukum kepada pembeli itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian dalam hal ini jual beli tanah mulai dari tahap pra-perjanjian sampai dengan pasca- kesepakatan tahap hingga pasca-kesepakatan tahap keharusan ditegakkan sebagaimana diatur dalam Pasal 1341, Pasal 1491 dan Pasal 1942 KUH Perdata. Isi dari jual beli tanah juga harus rasional atau adil sesuai dengan konteks itikad baik sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, Kedua, para hakim dalam pertimbangan mereka belum mendapat mendalam dan pemahaman yang konsisten tentang makna itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata.Standar yang diterapkan oleh hakim dalam mempertimbangkan adanya itikad baik dalam kasus tanah atau pelaksanaan jual beli tanah adalah standar obyektif, yaitu dengan mengacu pada sikap para pihak dalam melakukan perjanjian.Hasil pemeriksaan atas isi dari perjanjian jual beli harus didasarkan pada rasionalitas dan keadilan.
Kata-Kata kunci: Perlindungan Hukum, pembeli, Goodwill, Jual Beli Tanah.
PENDAHULUAN
pernbangunan untuk digunakan bagi kemak- muran rakyat. Tanah rnerupakan salah satu
Jual beli tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan pokok manusia juga dapat di guna-
kehidupan rnasyarakat sehari-hari. Kejujuran kan sebagai kegiatan rnanusia, seperti tempat
atau itikad baik dalam jual beli merupakan tertinggal dan pembangunan.
faktor yang penting sehingga pernbeli yang beritikad baik akan rnendapat perlindungan
Maka manusia berlomba-lomba untuk hukum secara wajar, sedangkan yang tidak rnenguasai dan rnemiliki bidang tanah yang beritikad baik tidak perlu rnendapat per-
diinginkan karena memiliki bidang ekonomis lindungan hukum.
bagi segala aspek kehidupan manusia. Dengan ini untuk menciptakan kemakmuran dan
Tanah rnerupakan peranan penting kesejahteraan rakyat, maka permasalahan
dalam kehidupan manusia baik sebagai yang berkaitan dengan penggunaan pemilikan
surnber kehidupan rnaupun sebagai bentuk surnber kehidupan rnaupun sebagai bentuk
diketahui barang tersebut sebenarnya bukan historis telah membuktikan bahwa tanah milik penjual. sangat berhubungan erat dengan perilaku
Ketentuan jual beli menurut hukum rnasyarakat bahkan tanah dapat menimbulkan
adat dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun masalah bila sendi-sendi perubahan tidak 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang
memiliki aturan sama sekali. menyatakan bahwa proses jual beli bersifat Betapa pentingnya tanah sebagai sumber
tunai, terang, dan jelas yang berarti bahwa daya hidup, maka tidak ada sekelompok masya-
jual beli dan perpindahan hak milik sudah rakatpun di dunia ini yang tidak me miliki
terjadi apabila antara penjual dan pembeli norma-norma atau aturan-aturan ter tentu
sudah mencapai kata sepakat mengenai harga dalam masalah pertahanan ini, pen duduk
dan barangnya sesuai dengan kesepakatan ber tambah, pemikiran manusia ber kembang
bersama. Salah satu permasalahan dalam dan berkembang pulalah sistem, pola, struktur
hukum perdata terutama perjanjian jual beli dan tata cara manusia menentukan sikapnya
adalah mengenai perlindungan terhadap terhadap tanah.
pembeli beritikad baik. Itikad baik menurut Seiring dengan perubahan dan per kem-
Subekti adalah kejujuran. Orang yang beritikad bangan pola pikir, pola hidup, dan kehi-
baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada dupan manusia maka dalam soal per tanah-
pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan anpun terjadi perubahan, terutama dalam tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk hal pemilikan dan penguasaannya dalam hal
yang kemudian hari akan menimbulkan ini tentang kepastian hukum dan kepastian
ke sulitan-kesulitan. Menurut Yurisprudensi hak atas nama yang sedang atau yang akan
Mahkamah Agung, jual beli yang dilakukan dimilikinya.
hanya berpura-pura (proforma) saja hanya mengikat terhadap pihak yang membuat
Secara lahiriah, kehidupan manusia perjanjian, dan tidak mengikat kepada pihak
tidaklah dikendalikan tanpa hukum yang ketiga yang membeli dengan itikat baik.
mengaturnya termasuk dalam suatu perjanjian Itikad baik merupakan salah satu asas perj-
jual beli. Tujuan perjanjian jual beli adalah anjian yang diatur dalam Pasal 1338 ayat
memindahkan hak milik atau barang dari (3) KUHPerdata, bahwa perjanjian harus
penjual kepada pembeli. Perjanjian jual dilaksanakan dengan itikad baik. Pembeli
beli selain bersifat konsensual juga bersifat yang telah bertindak dengan itikad baik harus
obligatoir dalam arti meletakkan hak dan dilindungi dan jual beli yang bersangkutan
kewajiban bagi para pihak yaitu pihak penjual
haruslah dianggap sah.
dan pihak pembeli. Seringkali dalam jual beli pembeli melakukan jual beli atas barang
Contoh kasus pihak pembeli dirugikan, tanpa diketahui apakah penjual adalah pemilik
yaitu A membeli sebidang tanah beserta barang atau bukan karena terhadap barang bangunan ruko di atasnya kepada B, yang
bergerak terdapat suatu suatu asas barang terletak di Jalan Garuda, Kelurahan Komet, siapa yang menguasai kebendaan bergerak di-
Kota Banjarbaru, dengan ukuran luas 95 anggap sebagai pemiliknya. Sehingga sering-
M2 (sembilan puluh lima meter persegi), M2 (sembilan puluh lima meter persegi),
hana dapat dikatakan pada dasarnya setiap PPAT di Banjarbaru. Setelah membeli pe nerimaan yang diwujudkan dalam bentuk dari B, A tidak langsung menempatinya pernyataan penerimaan baik tertulis maupun dan tidak melakukan balik nama di BPN lisan menunjukkan saat lahirnya perjanjian. Kota Banjarbaru. Setelah beberapa bulan
Suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang kemudian A meminta bantuan kepada C dengan seseorang yang lain atau lebih akan untuk proses balik nama sertipikat di BPN
menimbulkan suatu hubungan hukum yang Banjarbaru, namun sampai satu tahun tidak
dinamakan perikatan, jadi dapat disimpulkan selesai-selesai, temyata C tidak mengurusnya,
perjanjian adalah sumber perikatan di atas dasar tersebut kemudian A melaporkan
samping sumber lainnya Wirjono Prodjodikoro,
C ke polisi Pelaihari dan selanjutnya diproses mengemukakan arti perjanjian sebagai suatu di Pengadilan Negeri Pelaihari, dengan hasil
hubungan hukum mengenai harta benda putusannya menyatakan C bersalah melakukan
antara dua pihak. dalam mana pihak berjanji penipuan dan/atau penggelapan.
atau dianggap berjanji untuk melakukan Kemudian A mengurus sendiri ke BPN
sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu Banjarbaru untuk balik nama sertipikat,
hal, sedang pihak lain berhak menuntut namun diketahui temyata sudah dibalik 2 pelaksanaan janji itu
nama kepada D. Setelah ditelusuri temyata D Menurut KUH Perdata, Buku Ketiga membeli dari E, dan E telah membeli dari B,
memuat asas-asas umum yang merupakan jual beli antara E dan B juga melalui Notaris/
pedoman yang menjadi batas atau rambu- PP AT di Banjarbaru. Atas kejadian tersebut A
rambu dalam membuat perjanjian, yaitu: sebagai pembeli yang beritikad baik kemudian
a. Asas kebebasan berkontrak; mengajukan gugatan perdata terhadap B,
b. Asas konsensualisme;;
E, dan D, dengan dasar gugatan perbuatan
c. Asas pacta sunt servanda; melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)
di Pengadilan Negeri Banjarbaru. 1 d. Asas kepribadian (personalitas);
e. Asas itikad baik
TEORI
Masing-masing asas perjanjian tersebut Jual beli adalah perjanjian konsensuil terdapat berbagai penjelasan dari para ahli dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1458
hukum. Hal ini disebabkan KUHPerdata sendiri Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak memberikan penjelasannya Tentang yang berbunyi: jual beli itu telah dianggap kebebasan berkontrak, Kartini Muljadi dan terjadi antara kedua belah pihak, seketika
Gunawan Widjaja, mengemukakan asas ini setelah orang-orang ini mencapai kata sepakat
mendapatkan dasar eksistensinya dalam tentang kebendaan dan harganya, meskipun rumusan Pasal 13-20 angka 4 KUHPerdata kebendaan itu belum diserahkan maupun
sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal harganya belum dibayar.
1337 KUHPerdata. Artinya, semua perjanjian dap-at dibuat dan diselenggarakan oleh setiap
2 R. Wiijono Prodjodikoro ,1983, Azas-Azas 1 Perkara perdata No.05 / Pdt.G / 2015 / PN.Bjb
Hukum Perdata, Bandung, Sumur, hlm.9 Hukum Perdata, Bandung, Sumur, hlm.9
Salim HS, mengemukakan asas kebebasan tersebut. Ini berlaku sebagai perikatan bagi berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan para pihak yang berjanji tidak memerlukan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini
formalitas, walaupun demikian untuk mem berikan kebebasan kepada para pihak
menjaga kepentingan pihak debitor (atau untuk: 4
yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata. 7
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun. Mariam Darus Badrulzaman, mengemuka-
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, kan teori saat terjadinya kesepakatan per-
dan persyaratannya.
janjian: 8
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu
a. Teori kehendak (wilstheorie), yang meng- tertulis atau lisan.
ajarkan kesepakatan terjadi pada saat Handri Raharjo, mengemukakan asas ke-
kehendak pihak penerima dinyatakan, bebasan berkontrak bermakna setiap orang
misalnya dengan menulis surat. bebas membuat perjanjian dengan siapapun,
b. Teori pengiriman (verzendtheorie), yang apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak mengajarkan kesepakatan terjadi pada melanggar undang-undang, ketertiban umum, saat kehendak dinyatakan dikirim oleh dan kesusilaan (Pasal 1337 dan 1338 KUH
pihak yang menerima tawaran. Dalam perkembangannya asas
Perdata). 5
ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relatif c. Teori pengetahuan (vernemingstheorie), (kebebasan berkontrak yang bertanggung
yang mengajarkan pihak yang menawarkan jawab). Asas inilah yang menyebabkan hukum
seharusnya sudah mengetahui bahwa perjanjian bersistem terbuka.
tawarannya diterima. Tentang asas konsensualisme, menurut d. Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie),
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja , 6 yang mengajarkan kesepakatan ter- dapat ditemui dalam rumusan Pasal 1320
jadi pada saat pernyataan kehendak angka 1 KUHPerdata, pada dasarnya semua
dianggap layak diterima oleh pihak yang perjanjian yang dibuat secara lisan antara
menawarkan.
dua atau lebih orang telah mengikat, dan Henry P. Panggabean, mengutip per- nyataan Subekti, bahwa hukum perjanjian
dari KUHPerdata mencakup asas konsen-
3 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2004,
Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta,
sualisme yang melahirkan perjanjian cukup
PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 45-46.
dengan sepakat saja dan perjanjian itu
4 Salim HS, 2003, Hukum Kontrak Teorie Teknik
(dan dengan”perikatan” yang ditimbulkan
Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Graflka,
Karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau
hlm.9. 5 Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di
Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, hlm.
7 Ibid, hlm.40
43-44 8 Mariam Darius Badrulzaman, 2001, Kompilasi 6 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op.cit,
Hukum Perikatan, Bandung, PT. Citra Aditya hlm.34-35.
Bakti, hlm.94 Bakti, hlm.94
mereka. 14
detik yang lain yang terkemudian atau yang Salim HS, mengemukakan asas pacta sebelumnya. 9 Asas konsesualisme merupakan
sunt servanda atau disebut juga dengan tuntutan kepastian hukum bahwa orang yang
asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan hidup dalam masyarakat yang teratur harus dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
dipegang perkataannya atau ucapannya, untuk servanda adalah asas bahwa hakim atau pihak mengukur atau menilai apakah telah tercapai
ketiga harus menghormati substansi kontrak suatu consensus harus dilihat pada pernyataan-
yang dibuat oleh para pihak sebagaimana pernyataan yang telah dilakukan oleh kedua
layaknya sebuah undang-undang. 15 Mereka belah pihak, pada satu pihak ada yang tidak boleh melakukan intervensi terhadap menawarkan (offerte) dan dilain pihak yang substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan perselisihan tentang apakah telah dilahirkan
menerima penawaran itu. 10 Dan apabila timbul
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang suatu perjanjian atau tidak maka hakim atau
berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah pengadilan yang akan menetapkannya. 11 berlaku sebagai undang-undang”. 16
Tentang asas pacta sun servanda, oleh Tentang asas itikad baik (Goede Trouw), Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja 12 Purwahid Patrik menunjuk Pasal 1338 ayat
diterjemahkan menjadi perjanjian berlaku (3) dan Pasal 1339 KUH Perdata. Dengan sebagai undang-undang. Oleh Kartini dimasukkannya itikad baik dalam pelaksanaan Muljadi dan Gunawan Widjaja lebih jauh perjanjian berarti tidak lain harus menafsirkan mengemukakan asas yang diatur dalam perjanjian itu berdasarkan keadilan dan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata merupakan
kepatuhan. Menafsirkan suatu perjanjian konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233
adalah menetapkan akibat-akibat yang KUHPerdata, yang menyatakan bahwa setiap
terjadi. 17
perikatan dapat lahir dari undang-undang
13 maupun karena perjanjian. Tentang asas kepribadian (Personalitas), Jadi perjanjian menurut Mariam Darius Badrulzaman, pada adalah sumber dari perikatan. Sebagai
asasnya suatu perjanjian berlaku bagi pihak perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas
yang mengadakan perjanjian itu sendiri. Asas kehendak para pihak secara sukarela, maka
ini merupakan asas pribadi (Pasal 1315 jo segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui
1340 KUHPerdata). Para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak
9 Henry P. Panggabean, 2011, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden sebagai Alasan (Baru) untuk Pembatalan Perjanjian
14 Ibid
(Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda), Yogyakarta, Liberty, hlm.15
15 Salim HS, Op.cit, hlm. 10-11 10 Ibid
16 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op.cit,
hlm.69
11 Ibid, hlm. 16 17 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar Hukum
12 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op. cit, Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian hlm.59
dan dari Undang-undang), Bandung, CV. Mandar 13 Ibid
Maju, hlm.67.
ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga (beding ten behoove van derden) Pasal 1317 KUHPerdata. 18
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 19
lebih jauh menjelaskan tentang asas personalia yang menurutnya dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata, yang ber bunyi: “pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.
Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata, menunjuk pada kewenangan bertindak dari seorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Secara spesifik ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata ini menunjuk pada kewenangan bertindak untuk dan atas namanya sendiri. Dengan kapasitas kewenangan tersebut, sebagai seorang yang cakap bertindak dalam hukum, maka setiap tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang perorangan, sebagai subyek hukum pribadi yang mandiri, akan mengikat diri pribadi tersebut, dan dalam lapangan perikatan, mengikat seluruh harta kekayaan yang dimiliki olehnya secara pribadi. Pasal 11-31 KUHPerdata berlaku bagi dirinya pribadi, yang menentukan: “Segala kebendaan milik debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
18 Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, hlm.94 19 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op.cit,
hlm.l4-15.
menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan”. 20
Kata “jual beli” menunjukkan bahwa salah satu pihak dinamakan penjual, sedang- kan dari pihak lain dinamakan pembeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang ber timbal balik itu adalah besesuai dengan istilah Belanda “koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt” (menjual), sedangkan yang lainnya menjual “koop” (membeli). Dalam bahasa Inggris jual beli disebut dengan hanya “sale” saja yang berarti “penjualan” (hanya dilihat dari sudut si penjual), begitu pula dalam bahasa Prancis disebut hanya dengan “vente” yang berarti “penjualan”, sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan “kauf” yang berarti “pembeli”.
Pada saat terjadinya jual beli maka harus terpenuhi unsur pokok (essentialia), dimana perjanjian jual beli adalah barang dan harga berdasarkan asas konsensualisme. Perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensuil dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata, yang berbunyi: “Jual beli sudah dianggap terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan dan harga belum dibayar. Kata sepakat dapat diberikan secara tegas maupun diam-diam. Secara tegas dapat dilakukan secara tertulis, lisan maupun suatu benda tertentu. Secara tertulis seperi akta oetentik maupun akta di bawah tangan.
20 Ibid
Terjadinya kata sepakat terdapat empat teori, kinkan terlambat lahimya perjanjian yaitu: 21
karena menunda-nunda untuk membuka
1. Teori Ucapan (Uitings Theorie), ini surat penawaran dan sukar untuk berpijak kepada salah satu prinsip
mengetahui secara pasti kapan penerima hukum bahwa suatu kehendak baru
tawaran mengetahui isi surat penawaran. memiliki arti apabila kehendak itu telah
Kesepakatan dimaksudkan bahwa para dinyatakan. Jadi menurut teori ini kata
pihak-pihak yang bersangkutan tercapai sepakat terjadi pada saat pihak yang sesuaatu persesuaian kehendak, artinya menerima penawaran telah menulis surat
apa yang dikehendaki oleh yang satu sama jawaban yang menyatakan dia menerima
dengan yang dikehendaki oleh satu lainnya, surat pernyataan. Kelemahan dari teori
tetapi itu belum dapat dikatakan sepakat ini adalah tidak adanya kepastian hukum
sebelum kedua belah pihak mengucapkan karena pihak yang memberikan tawaran kata-kata “setuju”, “oke” dan “accorcd’ 22 dan tidak tahu persis kapan pihak yang lain sebagainya atau dengan bersama-sama menerima tawaran tersebut memberikan
menaruh tandatangan di bawah pernyataan- jawaban.
pernyataan tertulis sebagai tanda kedua belah
2. Teori Pengiriman (Verzendings Theorie), pihak su-dah setuju isi pernyataan tersebut. menurut teori ini kesepakatan terjadi Apa yang dikehendaki dalam hal ini misalnya apabila pihak yang menerima penawaran
adalah yang satu ingin melepaskan haknya telah mengirimkan jawaban atas atas suatu barang asal diberi sejumlah uang penawaran yang diajukan kepadanya.
tertentu sebanyak gantinya, sedangkan yang Kelemahan teori ini adalah kadang lainnya ingin memperoleh atau memiliki
terjadi perjanjian yang telah lahir diluar hak milik atas batang tersebut, dan bersedia pengetahuan orang yang melakukan
memberikan sejumlah uang sebagai gantinya penawaran tersebut, selain itu akan kepada pemilik barang. 23 muncul pe-rsoalan jika penerima menunda-
METODE
nunda untuk mengirimkan jawaban.
3. Teori Penerimaan (Ontvangs Theorie), Jenis penelitian yang digunakan oleh terjadi pada saat pihak yang menawarkan
peneliti sesuai dengan latar belakang perumusan menerima langsung surat jawaban dari masalah dan manfaat yang diharapkan, pihak yang menerima tawaran.
adalah penelitian hukum normative dengan meneliti norma-norma hukum yang berkaitan
4. Teori Pengetahuan (Vernemings Theorie) dengan obyek penelitian. Bahan hukum yang
bahwa kesepakatan terjadi pada saat digunakan adalah bahan hukum primer, bahan
yang melakukan penawaran menge tahui hukum sekunder, bahan hukum tidak yang
bahwa penawaranya telah oleh pihak berasal dari peneletian kepustakaan untuk
yang menerima penerimaan tersebut. mendukung analisis maka diajukan kasus agar
Kelemahan teori ini antara lain memung-
21 Ramli, Ahmad, M, 2006, Cyber Law dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung, Refika
22 Ibid
Aditama, hlm.21
23 Ibid, hlm.23 23 Ibid, hlm.23
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, Dalam penelitian ini peneliti meng-
dan bahan hukum tersier dihimpun dan diolah gunakan tipe penelitian yang berkaitan berdasarkan langkah-langkah normatif, yaitu
dengan permasalahan yang dianalisis, mengadakan inventarisasi, kemudian dianalisis yaitu melalui pendekatan undang-undang secara kualitatif untuk memberikan jawaban (statute approach), dalam hal ini peneliti atas permasalahan dalam penelitian ini. akan menelaah KUHPerdata, Buku Ketiga,
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
tentang Perikatan, khususnya perikatan yang lahir dari perjanjian dan asas-asas dalam
A. Jual Beli Menurut Hukum Adat,
suatu perjanjian, lebih khusus penelitian
Hukum Perdata (KUHPerdata), dan
akan meneliti asas hukum itikad baik dalam
Hukum Agraria.
hukum perjanjian tersebut. Sebagaimana Berbicara jual beli tidak terlepas dari dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki, 24 konsep perjanjian secara mendasar se bagai-
arti pentingnya asas-asas hukum, adalah bagi mana termuat dalam Pasal 1313 KUHPerdata pembentukan hukum memberikan landasan yang menegaskan bahwa per janjian adalah
secara garis besar mengenai ketentuan- suatu perbuatan dengan mana satu orang ke tentuan yang perlu dituangkan dalam atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
aturan-aturan hukum, bagi penerapan hukum satu orang lain atau lebih. Ketentuan sangat membantu digunakannya penafsiran
yang mengatur tentang perjanjian terdapat dan penemuan hukum maupun analogi, bagi dalam Buku III KUHPerdata yang memiliki
pengembangan ilmu hukum mempunyai sifat terbuka artinya ketentuan-keten- kegunaan untuk menunjukkan berbagai tuannya dapat dikesampingkan sehingga aturan hukum yang pada tingkat lebih tinggi
berfungsi mengatur saja. 26 Sifat terbuka dari sebenarnya merupakan satu kesatuan. 25 KUHPerdata ini tercermin dalam Pasal 1338
Selain itu peneliti menggunakan pendekatan ayat (1) KUHPerdata yang mengandung asas konseptual (conceptual approach), yang kebebasan berkontrak maksudnya setiap orang
beranjak dari pandangan dan doktrin yang bebas untuk menentukan bentuk macam dan berkembang dalam ilmu hukum, khususnya
isi perjanjian asalkan tidak bertentangan yang berkaitan dengan analisis terhadap dengan peraturan perundang-undangan yang
permasalahan yang diangkat. berlaku, kesusilaan, dan ketertiban umum, Sifat penelitian ini deskriptif, yaitu serta selalu memperhatikan syarat sahnya
menggambarkan dan menjelaskan hasil analisis perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal terhadap obyek penelitian “Perlindungan 1320 KUHPerdata yang mengatakan bahwa
Hukum Bagi Pihak Pembeli Yang Beritikad syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai Baik Dalam Jual Beli Tanah”.
berikut: 27
1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian.
24 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian 26 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op.cit, Hukum, Jakarta, Prenada Media, hlm.79
hlm.359
25 Ibid
27 Ibid
2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian merupakan syarat sahnya perjanjian yang
3. Suatu hal tertentu bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya
4. Suatu sebab yang halal. sejak semula dianggap tidak pemah ada pe- Kesepakatan berarti adanya persesuaian
rjanjian. Pada kenyataannya banyak perjanjian kehendak para pihak yang membuat
yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sehingga dalam melakukan suatu
perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur perjanjian tidak boleh ada paksaan, kekhilafan
kesepakatan sebagai persesuian kehendak dari dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog).
para pihak yang membuat perjanjian yang Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat
sekarang saat ini telah mengalami pergeseran sahnya suatu perjanjian, maksudnya para
dalam pelaksanaannya. 30
pihak yang melakukan perjanjian haruslah Jual beli di Indonesia secara umum
telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun masih bersifat pluralisme karena jual beli
atau telah menikah, sehat mentalnya serta dalam masyarakat masih berdasarkan pada
diperkenankan oleh undang undang. Apabila tiga hukum yang berbeda sesuai dengan
orang yang belum dewasa hendak melakukan kesepakatan dari masing-masing pihak, tiga
sebuah perjanjian, maka dapat diwakili hukum yang berlaku dalam jual beli yaitu: 31
oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili
1. Ketentuan Hukum Adat mengenai jual beli oleh pengampu atau curatonya. 28 Suatu hal
benda bergerak dan benda tidak begerak tertentu berhubungan dengan objek perjanjian,
termasuk tanah.
2. Ketentuan Kitab Undang–Undang Hukum dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan
maksudnya objek perjanjian itu harus jelas,
Perdata (KUH-Perdata), mengenai jual jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang
beli benda bergerak dan benda tidak serta mungkin untuk dilakukan para pihak.
bergerak sepanjang bukan mengenai Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian
tanah.
termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad
3. Ketentuan Undang-Undang No.5 Tahun baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata,
1960 tentang Pokok-Pokok Agraria suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai
(UUPA) mengenai benda tidak bergerak kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan
khususnya tanah.
sebuah perjanjian. 29 Jual beli tanah menurut hukum adat Kesepakatan para pihak dan kecakapan terdapat satu perbuatan hukum, yaitu hak
para pihak merupakan syarat sahnya atas tanah berpindah dari penjual kepada perjanjian yang bersifat subyektif. Apabila pembeli pada saat dibayarnya harga tanah
tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat secara tunai (contant) oleh pembeli kepada dibatalkan artinya selama dan sepanjang para
penjual.
pihak tidak membatalkan perjanjian, maka Jual beli tanah menurut hukum adat bukan perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan
merupakan perjanjian sebagaimana yang suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal
ditegaskan dalam Pasal 1457 KUHPerdata,
28 Ibid, hlm.360
30 Ibid
29 Ibid
31 Ibid, hlm. 361 31 Ibid, hlm. 361
ltikad baik adalah suatu pengertian yang tanah dari pemegang hak (penjual) kepada abstrak dan sulit untuk dirumuskan, sehingga pihak lain (pembeli) dengan pembayaran
orang lebih banyak merumuskannya melalui sejumlah uang secara tunai (contant) dan
peristiwa-peristiwa di pengadilan. ltikad dilakukan di hadapan kepala desa/kepala adat
baik dalam pelaksanaan perjanjian berkaitan setempat (bersifat terang).
dengan masalah kepatutan dan kepantasan. Kesulitan dalam perumusan mengenai
B. Perjanjian Jual Beli dan Pihak Yang Beritikad Baik.
definisi itikad baik tersebut tidak menjadikan itikad baik sebagi suatu istilah yang asing,
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan melainkan hanya terlihat pada perbedaan
hukum antara dua orang atau pihak, berdasarkan definisi yang diberikan oleh beberapa ahli, mana pihak yang satu berhak menuntut termasuk dalam Black’s Law Dictionary. sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak lain
32 ltikad baik menurut M.L Wry adalah: berkewajiban untuk memenuhi tuntutan.
“Perbuatan tanpa tipu daya, tanpa tipu Hubungan hukum yang menerbitkan
muslihat, tanpa cilat-cilat, akal-akal, tanpa perikatan itu, bersumber pada apa yang
mengganggu pihak lain, tidak dengan disebut dengan perjanjian atau sumber lainnya,
melihat kepentingan sendiri saja, tetapi yaitu undang undang. Dengan demikian
juga dengan melihat kepentingan orang hubungan antara perikatan dengan perjanjian
lain”. 35
adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan Dalam Black’s Law Dictiona-ry Itikad
perikatan. Perjanjian adalah sumber terpenting baik didefenisikan sebagai: “In or with good
yang melahirkan perikatan, karena perjanjian faith, honestly, openly and sincerely, without
merupakan perbuatan hukum yang dilakukan deceit or fraudtruly, actually, without simu-
oleh dua pihak, sedangkan perikatan lahir
lation or pretense.” 36
dari undang-undang dibuat tanpa kehendak dari para pihak yang bersangkutan. Jadi
Selanjutnya Sutan Remy Sjahdeini secara perikatan adalah suatu pengertian yang umum menggambarkan itikad baik sebagai
abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal 37 berikut: “ltikad baik adalah niat dari pihak yang konkrit atau merupakan suatu peristiwa. 33 yang satu dalam suatu perjanjian untuk tidak merugikan mitra janjinya maupun tidak
Jual beli yang dimaksudkan disini adalah jual beli hak atas tanah. Dalam praktik disebut jual beli tanah. Secara yuridis, yang
34 Muhammad, Faiz, Kemungkinan diajukan Perkara dengan Klausula Arbitrase ke Muka Pengadilan,
diperjualbelikan adalah hak atas tanah bukan
www.panmuhammadfaiz.co, diunduh 12
tanahnya.
Nopember 2015, hlm.2
Dalam perjanjian dikenal asas itikad
35 Khoirul, Hukum Kontrak, Slide 1.Ppt.
baik, yang artinya setiap orang yang membuat Http//:Sunan-ampel.ac.id, diunduh tanggal 20
Desember 2016
perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
36 Ibid 37 Sjahdeni Sutan Remy. 1993, Kebebasan
32 Subekti.R, 1978, Hukum Perjanjian, Cetakan VII, Berkontrak dan Perlindungan Seimbang bagi Bandung, Intermasa, hlm.1
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia. 33 Ibid. hlm. 2
Jakarta, lnstitut Bankir Indonesia, hlm.94 Jakarta, lnstitut Bankir Indonesia, hlm.94
pihak mulai melakukan negosiasi hingga Muliadi Nur, sebagai berikut: 38 mencapai kesepakatan danfase pelaksanaan
Asas itikad baik ini dapat di-bedakan kontrak. Jenis standar subjektif itikad baik yaitu atas itikad baik yang subyektif dan itikad membebaskan konotasi moralistik dari motif baik yang obyektif. Itikad baik dalam terlarang atau ketidakjujuran. Itu membedakan pengertian yang subyektif dapat diartikan pihak-pihak yang sengaja melakukan diskresi sebagai kejujuran seseorang atas dalam bagi alasan yang diperbolehkan kontrak, melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu dan pihak-pihak yang bertindak bagi alasan apa yang terletak pada sikap batin seseorang
yang tidak diperbolehkan kontrak. Itikad pada saat diadakan suatu perbuatan hukum.
baik dapat terjadi jika suatu pihak yang Sedang itikad baik dalam pengertian yang
melakukan diskresi memiliki suatu exclude obyektif dimaksudkan adalah pelaksanaan reason, seperti suatu pergerakan harga yang
suatu perjanjian yang harus didasarkan pada menguntungkan, dan dimotivasi oleh alasan norma kepatutan atau apa yang dirasakan untuk tidak memberi keuntungan kontrak. Ini patut dalam suatu masyarakat.
terjadi standar subjektif yang difokuskan pada maksud at-au kehendak (intention), dengan
Itikad baik secara subyektif menunjuk tidak mensyaratkan motif yang salah terla-rang
pada sikap batin atau unsur yang ada dalam
atau ketidakjujuran. 42
diri pembuat, sedangkan itikad baik dalam arti obyektif lebih pada hal-hal diluar diri
C. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli
pelaku. Mengenai pengertian itikad baik
Yang Beritikad Baik Dari Penjual Yang
secara subyektif dan obyektif, dinyatakan
Tidak Beritikad Baik.
Dalam jual beli, khususnya jual beli tanah, subyektif, yaitu apakah yang bersangkutan tentunya ada hal-hal yang harus diperhatikan,
oleh Muhamad Faiz bahwa: 39 “ltikad baik
sendiri menyadari bahwa tindakannya seperti status hukum tanah tersebut, apakah bertentangan dengan itikad baik, sedangkan dalam sengketa atau sedang dalam jaminan
itikad baik obyektif adalah kalau pendapat atau tidak, hal itu biasanya tercantum dalam umum menganggap tindakan yang demikian surat pernyataan tidak dalam sengketa, yang
adalah bertentangan dengan itikad baik”. 40 ditandatangani oleh penjual dan ketahui Itikad baik dalam sebuah penjanjian harus
oleh pejabat daerah dimana obyek jual beli ada sejak perjanjian baru akan disepakati, tersebut berada. Tidak dipungkiri perbuatan artinya itikad baik ada pada saat negosiasi hukum seperti jual beli sering dilakukan prakesepakatan perjanjian, dinyatakan oleh dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ridwan Khairandy bahwa: 41 Itikad baik sudah
Pada hakikatmya perjanjian jual beli itu bertujuan untuk memindahkan suatu hak
38 Nur, Muliadi. Asas Kebebasan Berkontrak dalam
milik atas suatu barang yang diperjualbelikan
Kaitannya dengan Perjanjian Baku (Standard Contract). www.pojokhukum.com, diunduh
karena dalam jual beli pihak penjual wajib
tanggal 15 Desember 2015.
menyerahkan barang yang dijualnya itu
39 Muhammad, Faiz, Op. cit, hlm.5
kepada pembeli, sedangkan pihak pembeli
40 Ibid 41 Ridwan, Khairandy, Op.cit, hlm. 190
42 Ibid, hlm.205 42 Ibid, hlm.205
tersebut kurang lengkap karena bentuk per- Perlindungan hukum bagi pembeli lindungan dan subyek yang dilindungi berbeda yang beritikad baik juga harus melakukan
antara satu dengan lainnya, oleh karena pen daftaran tanah ke Kantor Pertanahan perlindungan itu adalah: “upaya atau bentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (1)
pelayanan yang diberikan oleh hukum kepada Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 subjek hukum serta hal-hal yang menjadi objek
tentang Pendaftaran Tanah. 46 yang dilindungi” Perlindungan hukum bagi para pihak
Pengertian perlindungan hukum lainnya dalam perjanjian apabila perjanjian pengikatan
adalah suatu perlindungan yang diberikan jual beli tersebut dibuat dihadapan atau oleh
terhadap subyek hukum dalam bentuk pejabat yang berwenang dalam hal ini notaris
perangkat hukum yang bersifat preventif atau pejabat pembuat akta tanah, dengan
maupun bersifat repsesif, baik yang tertulis dibuatnya perjanjian tersebut dalam bentuk maupun tidak tertulis. Dengan kata lain
akta notaris atau akta pejabat pembuat akta perlindungan hukum sebagai gambaran dari tanah, maka dengan sendirinya akta per-
fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum janjian tersebut menjadi akta yang notariil
dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. sehingga kekuatan perlindungannya sesuai 47 dengan perlindungan terhadap akta otentik Suatu pembentukan peraturan perundang- dan kembali kepada ketentuan yang terdapat
undangan merupakan wujud perlindungan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berlaku
secara preventif, karena mencegah terjadinya sebagai undang-undang bagi para pihak. 43 sengketa.
Perlindungan hukum menurut Satjipto Perlindungan preventif yang terkait Raharjo, adalah: “memberikan pengayoman
dengan jual beli tanah, bagi pembeli yang terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang
beritikad baik terhadap penjual yang tidak dirugikan orang lain dan perlindungan itu beritikad baik, dengan memberikan saksi
diberikan kepada masyarakat agar dapat dalam setiap perjanjian, hal ini setidaknya menikmati semua hak-hak yang diberikan dapat meminimalisir terjadinya resiko.
oleh hukum”. 44 Keterangan ·saksi nantinya dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan, hal tersebut
Perlindungan hukum menurut Maria Theresia Geme, adalah: “Berkaitan dengan
45 Maria Theresia Geme, 2012, “Perlindungan
tindakan negara untuk melakukan sesuatu
Hukum terhadap Masyarakat Hukum Adat dalam
dengan (memberlakukan hukum negara secara
Pengelolaan Cagar Alam Wattu Ata Kabupaten
eksklusif) dengan tujuan untuk memberikan Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Malang,
Disertasi Program Dokter Ilmu Hukum Fakutas
jaminan kepastian hak-hak seseorang atau
Hukum Universitas Brawijaya hlm.99. 46 Salim HS & Erlies Septiana Nurbaini, 2013,
Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi, Jakarta, PT.RajaGrafindo Persada, hlm. 262.
43 Sarjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, 47 Salman,http://prasxo. wordpress.com/20 PT. Citra Aditya Bakti, hlm.54
11102/17I /definisi-perlindungan-hukum/ diakses 44 Ibid
pada tanggal l8 Desember 2015.
diatur dalam buku ke empat KUHPerdata, pemilikan, transaksi, pendaftaran, penjaminan, yakni: “Kesaksian adalah kepastian hukum pemanfaatan, penguasaan dan sengketa hak yang dibeikan kepada Hakim di persidangan
ulayat. 50
tentang peristiwa yang disengketakan dengan Konflik pertanahan merupakan per- jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi
selisihan pertanahan antara orang perseorang- oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam
an, kelompok, golongan, organisasi, badan perkara, yang dipanggil dipersidangan”. 48 hukum atau lembaga yang mempunyai
Perlindungan hukum represif bertujuan untuk kecenderungan atau sudah berdampak luas menyelesaikan sengketa. Dalam hal sengketa
secara sosiopolitis. 51 Perkara pertanahan jual beli tanah ini dapat dilakukan gugatan adalah perselisihan pertanahan yang penyele-
perdata ke pengadilan negeri, hal ini sekaligus saiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan untuk menghindari “eighnt reichting” (main
atau putusan lembaga peradilan yang masih hakim sendiri).
dimintakan penanganan perselisihannya di BPNRI. 52
D. Sengketa Pertanahan Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah
Beberapa faktor hukum yang menjadi akar dari konflik pertanahan belakangan ini
Konflik menurut pengertian hukum adalah
antara lain: 53
perbedaan pendapat, perselisihan paham, sengketa antara dua pihak tentang hak dan a. Tumpang Tindih Peraturan. kewajiban pada saat dan keaadaan yang sama.
Undang-Undang Pokok Agraria sebagai Secara umum konflik atau perselisihan paham,
induk dari peraturan di bidang sumber sengketa diartikan dengan pendapat yang
daya agraria lainnya, dalam perjalanannya berlainan antar dua pihak mengenai ma-salah
dibuat beberapa Peraturan Perundang- tertentu pada saat atau keadaan yang sama.
Undangan yang berkaitan dengan sumber Selanjutnya kata “Konflik” menurut kamus
daya agraria tetapi tidak menempatkan ilmiah popular adalah pertentangan, pertikaian,
Undang-Undang Pokok Agraria sebagai persengketaan, dan perselisihan. 49 undang-undang induknya, bahkan justru
Sengketa pertanahan adalah perselisihan menempatkan Undang-Undang Pokok pertanahan antara orang perseorangan, badan
Agraria sejajar dengan undang-undang hukum atau lembaga yang tidak berdampak
agraria. Undang-Undang Pokok Agraria luas secara sosiopolitis. Penekanan yang tidak
yang mulanya merupakan payung berdampak luas inilah yang membedakan
hukum bagi kebijakan pertanahan di defenisi sengketa pertanahan dengan definisi
Indonesia menjadi tidak berfungsi dan konflik pertanahan. Sengketa tanah dapat
secara substansial bertentangan dengan berupa sengketa administratif, sengketa
diterbitkannya berbagai peraturan perdata, sengketa pidana terkait dengan
perundang-undangan sektoral seperti UU Kehutanan, UU Pokok Pertambangan,
48 Maria Theresia Geme, Op.cit, hlm. 120 49 P. Parlindungan, 1994, Pendaftaran Tanah
50 Ibid
Indonesia (Berdasarkan P.P.24 Tahun 1997) Di/
51 Ibid
engkapi Dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (P.P. 37 Tahun 1998),
52 Ibid, hlm. 160
Bandung, CV. Mandar Maju. hlm . 159
53 Ibid, hlm. 161-162
UU Transmigrasi dan lain-lain. baik melalui kelahiran maupun migrasi
b. Tumpang Tindih Peradilan. serta urbanisasi, serta jumlah lahan yang tetap, menjadikan tanah sebagai
Pada saat ini terdapat tiga lembaga per- komoditas ekonomi yang nilainya sangat
adilan yang dapat menangani suatu kon- flik pertanahan yaitu Peradilan Perdata, tinggi, sehingga setiap jengkal tanah
dipertahankan sekuatnya. Peradilan Pidana dan Peradilan Tata
Usaha Negara. Dalam bentuk konflik Tipologi kasus pertanahan merupakan jenis tertentu, salah satu pihak yang menang sengketa, konflik dan atau perkara pertanahan
secara perdata belum tentu menang yang disampaikan atau diadukan dan ditangani secara pidana (dalam hal konflik disertai
oleh Badan Pertanahan Nasional, secara garis tindak pidana). 56 besar dikelompokkan menjadi:
Beberapa Faktor Non Hukum antara lain: 54
1. Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapatan,
a. Tumpang tindih penggunaan tanah. kepentingan mengenai status penguasaan
Sejalan dengan waktu, pertumbuhan pen- di atas tanah tertentu yang tidak atau
duduk yang cepat mengakibatkan jumlah belum dilekati hak (tanah Negara),
penduduk bertambah, sedangkan produksi maupun yang telah dilekati hak oleh
pangan tetap atau mungkin berkurang
pihak tertentu.
karena banyak tanah pertanian yang beralih fungsi. Tidak dapat dihindarkan 2. Sengketa batas, yaitu perbedaan pen- bahwa dalam sebidang tanah yang sama
dapat, nilai kepentingan mengenai letak, dapat timbul kepentingan yang berbeda. 55
batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh
b. Nilai ekonomis tanah tinggi. Badan Pertanahan Nasional Republik
c. Kesadaran masyarakat meningkat adanya Indonesia maupun yang masih dalam perkembangan global serta peningkatan proses penetapan batas. perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berpengaruh pada peningkatan
3. Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, kesadaran masyarakat. Pola pikir masya-
nilai atau pendapat, kepentingan mengenai rakat terhadap masyarakatpun ikut
status penguasaan di atas tanah tertentu berubah. Terkait tanah sebagai aset pem-
yang berasal dari warisan. bangunan, maka muncul perubahan pola
4. Jual berkali-kali, yaitu perbedaan per- pikir masyarakat terhadap penguasaan
sepsi, nilai atau pendapat, kepentingan tanah, yaitu tidak lagi menempatkan
mengenai status penguasaan di atas tanah sebagai sumber produksi akan tetapi
tanah tertentu yang diperoleh dari jual men jadikan tanah sebagai sarana untuk
beli kepada lebih dari 1 orang. investasi atau komoditas ekonomi.
5. Sertipikat ganda, yaitu perbedaan per-
d. Tanah tetap, penduduk bertambah. Per- sepsi, nilai atau pendapat, kepentingan tumbuhan penduduk yang sangat cepat
mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki sertipikat hak atas tanah lebih dari satu.
54 Ibid 55 Ibid
56 Ibid, hlm. 164-166
6. Sertipikat pengganti, yaitu perbedaan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan
hakim yang bersifat rahasia”. mengenai suatu bidang tanah tertentu
Musyawarah majelis merupakan perun- yang telah diterbitkan sertipikat hak atas
dingan yang dilakukan oleh hakim untuk tanah pengganti.
mengambil kesimpulan terhadap sengketa
7. Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan yang sedang diadili untuk selanjut nya persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan
dituangkan dalam putusan. Dalam musya- mengenai suatu bidang tanah tertentu warah majelis ini, hakim diperbolehkan karena adanya Akta Jual Beli palsu.
untuk mengajukan pendapat berbeda
8. Kekeliruan penunjukan batas, yaitu (dissenting opinion) sepanjang didasari pada perbedaan pendapat, nilai kepentingan 57 argumentasi yang kuat dan rasional. Putusan
mengenai letak, batas dan luas bidang hakim harus dilandasi atas pertimbangan tanah yang diakui satu pihak yang teiah
hukum (legal reasoning, ratio decidendi) ditetapkan oleh Badan Pertanahan yang komprehensif. Putusan hakim yang Nasional Republik Indonesia berdasarkan
tidak cukup pertimbangannya menyebabkan penunjukan batas yang salah.
putusan tersebut dapat dikatagorikan onvoldoende gemotiveerd. Keadaan demikian
9. Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, merupakan permasalahan yuridis, karenanya
nilai kepentingan mengenai letak, batas dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih
dan luas bidang tanah yang diakui satu
tinggi.
pihak tertentu karena terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya.
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
10. Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan menyatakan: “Putusan pengadilan selain
persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan harus alasan dan dasar putusan, juga memuat
mengenai putusan badan peradilan yang pasal tertentu dari peraturan perundang-
berkaitan dengan subyek atau obyek undangan yang bersangkutan atau sumber
hak atas tanah atau mengenai prosedur hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
penerbitan hak atas tanah tertentu. mengadili” 58 Kemudian dengan maksud yang
E. Studi Kasus Dan Pertimbangan Hakim
sama, Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1)
R.Bg, menyatakan: “Hakim karena jabatannya Baik Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah. waktu bermusyawarah wajib mencukupkan
Dalam Menilai Ada Tidaknya ltikad
Putusan hakim harus didasarkan pada segala alasan hukum yang tidak dikemukakan hasil musyawarah majelis. Hal ini merupakan
oleh kedua belah pihak”. Pasal tersebut secara keniscayaan dalam proses pengambilan tegas memerintahkan kepada hakim untuk
keputusan oleh hakim. Segala pendapat atau memberikan pertimbangan yang cukup dan argumentasi hukum dikemukakan oleh masing-
lengkap dalam setiap putusannya. Cukup masing hakim anggota majelis sebagaimana
dan lengkap di sini ditafsirkan sebagai diatur dalam Pasal 14 Undang-undang keadaan dimana hakim tersebut telah mem-
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman, yang menyatakan: “Putusan
57 M. Natsir Asnawi, 2014, Hermeneuitika Putusan Hakim, Yogyakarta, UII Press, hlm. 43
58 Ibid, hlm. 44 58 Ibid, hlm. 44
Dari berbagai putusan terlihat bahwa pengadilan belum memiliki pemahaman yang mendalam dan konsisten tentang makna itikad baik yang dimaksud Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Kemudian berkaitan dengan sikap pengadilan tentang itikad baik ini terlihat bahwa pada mulanya pengadilan lebih mengedepankan asas facta sunt servanda dan mengesampingkan itikad baik. Belakangan, itikad baik lebih dikedepankan Bahkan, dengan itikad baik, penerapan facta sunt servanda dikesampingkan.
Dewasa ini dalam berbagai sistem hukum, itikad baik dalam pelaksanaan kontrak adalah mengacu kepada isi perjanjian yang harus rasional dan atau patut. Itikad baik dalam konteks Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata harus didasarkan pada kerasionalan dan kepatutan.