PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN (Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu) Sustainable Development of Agrocultural (Studies on Organic Agricultural Development in Batu City)
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN (Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu)
Sustainable Development of Agrocultural (Studies on Organic Agricultural Development in Batu City)
1.2 1.3 Inneke Meilia Fadlina 1.3 , Bambang Supriyono , Saleh Soeaidy
1 Program Magister Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
2 Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu
3 Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
Abstrak
Penerapan pertanian konvensional menunjukkan dampak negatif pada perilaku, pendapatan petani serta kualitas lingkungan. Hal ini memacu pergeseran paradigma pembangunan pertanian ke arah pembangunan pertanian berkelanjutan. Pengembangan pertanian organik merupakan perwujudan nyata dari upaya pemerintah Kota Batu, Propinsi Jawa Timur untuk menerapkan pembangunan pertanian berkelanjutan. Upaya pembangunan tidak lepas dari perencanaan sebagai proses awal dari pelaksanaan pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis: 1) perencanaan pengembangan pertanian organik di Kota Batu; 2) strategi untuk mewujudkan keberlajutan perencanaan pengembangan pertanian organik di Kota Batu; 3) stakeholder dalam perencanaan pengembangan pertanian organik di Kota Batu; 4) faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam perencanaan pengembangan pertanian organik di Kota Batu. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal, yaitu: 1) perencanaan dilakukan dengan pendekatan politis, teknokratis, partisipatif, serta top down dan bottom up planning yang penerapannya disesuaikan dengan konteks perencanaan. Teknis perencanaan dan pelaksanaan dilakukan melalui koordinasi antar bidang dan antar anggota panitia pelaksana teknis; 2) belum ada keterpaduan antar sektor yang terkait pada kawasan pertanian organik di Kota Batu; 3) stakeholder yang terlibat meliputi unsur pemerintah, perguruan tinggi, praktisi dan petani. Masih ada stakeholder yang belun dilibatkan dalam perencanaan; 4)faktor pendukung diantaranya potensi SDA, dukungan sosial kemasyarakatan, dan pendukung lainnya seperti media massa. Faktor penghambat meliputi kendala teknis di lapangan; pola pikir petani yang cenderung konvensional; serta kendala administrasi.
Kata kunci: kawasan, keberlanjutan, organik, perencanaan, stakeholder.
Abstract
The application of conventional agriculture show a negative impact on behavior, farmers' income and environmental quality. This spurred a paradigm shift in agricultural development towards sustainable agricultural development. The development of organic farming is a real manifestation of the government's efforts in Batu, East Java to implement sustainable agricultural development. Development efforts can not
be separated from planning as the beginning of the implementation of the development process. This study aims to describe and analyze: 1) planning development of organic farming in Batu, 2) Sustainability planning strategies to realize the development of organic farming in Batu, 3) stakeholders in the planning of the development of organic farming in Batu, 4) supporting factors and inhibiting in planning development of organic farming in Batu.The results showed a few things, namely: 1) planning approach with political, technocratic, participatory, and top down and bottom up planning tailored to the context of the implementation plan. Technical planning and implementation were run through coordination between the field and among the members of the technical committee; 2) there is no integration between the sectors related to organic farming in Batu; 3) stakeholders involved include the government, universities, practitioners and farmers. There are still stakeholders who have not been involved in planning; 4)
Alamat korespondensi: Inneke Meilia Fadlina
Email : inn_mf@gmail.com Alamat : Dinas Pertanian dan Kehutanan, Kota Batu
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
supporting factors such as the potential of natural resources, social support, and other support such as the mass media. Inhibiting factors include technical problems in the field; farmer's mindset tend to be conventional, as well as administrative constraints.
Keywords: cluster, organic, planning, stakeholder, sustainability.
PENDAHULUAN
tidak selalu harus menggunakan suatu rencana Pelaksanaan pembangunan pertanian pada
formil. Namun demikian, suatu perencanaan sekitar empat dasa warsa ter-akhir secara pasti
yang baik akan sangat membantu suatu telah memberikan dampak negatif pada perilaku
pembangunan berencana. Perkembangan dalam dan penda-patan petani serta kualitas lingkungan
praktek dan ilmu perencanaan menyatakan sehingga
bahwa proses perencanaan itu sendiri harus pembangunan pertanian ke arah pemba-ngunan
terdiri dari formulasi rencana dan implementasi- pertanian berkelanjutan.
nya. Penjelasan tersebut menekankan penting- Pada dasarnya pembangunan pertanian
nya suatu dokumen rencana yang mampu menje- berkelanjutan (sustainable agriculture) merupa-
laskan secara gamblang tujuan, bagaimana, kan implementasi dari konsep pembangunan
kapan dan oleh siapa rencana tersebut berkelanjutan (sustainable development) yang
dilaksanakan. Karena itu dalam perencanaan bertujuan
pembangunan penting untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat tani secara luas. Hal ini
proses penyusunan ren-cana itu sendiri, aktor dilakukan
terlibat, strategi yang pertanian (kuantitas dan kualitas), dengan tetap
/stakeholder yang
digunakan, serta berbagai hal yang dapat memperhatikan kelestarian sumber daya alam
menghambat upaya dan
mendukung
maupun
perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya. dilakukan secara seimbang dan disesuaikan
lingkungan. Pembangunan
pertanian
Realita yang terjadi di Kota Batu adalah dengan
daya dukung ekosistem sehingga upaya menuju pengembangan pertanian organik kontinuitas produksi dapat dipertahankan dalam
sebagai wujud nyata pemerintah Kota Batu jangka panjang, dengan menekan tingkat
dalam rangka pembangunan pertanian berkelan- kerusakan lingkungan sekecil mungkin. Adigium
jutan tertuang sebagai kebijakan pembangunan sistem pertanian berkelanjutan antara lain better
bidang pertanian pada dokumen Rencana environment, better farming, and better living.
Strategis Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Adapun perta-nian organik merupakan salah satu
Batu Tahun 2007-2012, namun rencana aksi model perwujudan sistem pertanian berkelanjut-
pertanian organik sebagai dokumen perencanaan an (Salikin, 2003: 15-16).
yang menjadi pedoman teknis dan peta jalan Produk hortikultura yang merupakan
dalam pelaksanaan pengembangan pertanian unggulan Kota Batu harus mampu bertahan
organik di Kota Batu sampai penelitian ini sebagai ciri khas daerah, sehingga peningkatan
dilakukan belum ada. Adapun berba-gai bentuk daya saing melalui perbaikan kualitas dan
kegiatan yang terkait dengan upaya pengem- kuantitas menjadi suatu keharusan. Untuk
bangan pertanian organik di Kota Batu mulai mendukung program pengembangan menuju
gencar dilakukan sekitar tiga tahun terakhir. pertanian organik secara nasional serta sebagai
Berdasarkan permasalahan dan hal-hal upaya pemecahan masalah terkait isu-isu
penting terkait dengan perencanaan pemba- strategis yang berkembang seperti degradasi
ngunan sebagaimana telah diuraikan, maka kualitas tanah pada lahan pertanian dan
penulis tertarik untuk meneliti topik perencanaan tingginya pemakaian pestisida di Kota Batu, maka
pembangunan pertanian berkelanjutan yang kebijakan pembangunan pertanian baik tanaman
dalam penelitian ini dikaji melalui perencanaan pangan maupun hortikultura di Kota Batu
pengem-bangan pertanian organik di Kota Batu. diarahkan me-nuju pada penerapan sistem
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi- pertanian organik (go organic).
kan dan menganalisis: 1) perencanaan pengem- Setiap upaya pembangunan termasuk
bangan pertanian organik di Kota Batu; 2) pengembangan pertanian organik memerlukan
strategi untuk mewujudkan keberlajutan peren- rencana sebagai acuan pelaksanaan pembangun-
canaan pengembangan pertanian organik di Kota an. Tjokroamidjojo (1995: 31-33) menjelaskan
dalam perencanaan bahwa proses pembangunan secara berencana
Batu; 3) stakeholder
pengembangan pertanian organik di Kota Batu;
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013 J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 ISSN. 2087-2852
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
4) faktor-faktor pendukung dan penghambat pertanian serta tingginya tingkat pemakaian dalam perencanaan pengembangan pertanian
pestisida oleh petani yang ditunjukkan oleh organik di Kota Batu.
tingkat residu pestisida pada tanah dan produk hortikultura. Didukung oleh potensi SDA dan
METODE PENELITIAN
SDM yang dimiliki, maka dirancang upaya Penelitian dilakukan menggunakan pendekat-
pertanian organik dengan an kualitatif dengan lokasi penelitian di Kota
pengembangan
strategi yang berpijak pada Batu, Jawa Timur. Data yang digunakan berupa
menentukan
kondisi tujuan yang data primer melalui wawancara dan observasi
permasalahan
serta
diharapkan, yaitu mewujudkan pertanian organik lapangan, serta data sekunder yang diperoleh
dengan konsep agrowisata di Kota Batu. Dengan melalui penelaahan dokumen-dokumen yang
demikian dalam kegiatan perencanaan perlu terkait dengan fokus penelitian.
memahami kondisi wilayah perencanaan meliputi Untuk mendapatkan informasi yang akurat
permasalahan dan potensi yang dimiliki. Hal ini terkait
sesuai dengan pendapat Riyadi dan Deddy (2002: ditentukan secara sengaja (purposive sampling)
fokus penelitian
maka
informan
69-70) bahwa pengetahuan dan pemahaman pada tahap awal dan dalam pengembangannya
tentang kondisi wilayah perencanaan, baik dilakukan snow ball, artinya setelah memasuki
berupa potensi dan masalah bermanfaat dalam lapangan
menentukan pilihan strategi yang sesuai dengan informan tertentu untuk meminta keterangan,
penelitian,
peneliti menghubungi
kondisi dan kebutuhan wilayah perencanaan kemudian akan terus berkembang ke informan
serta berpengaruh pula guna memperlancar lainnya yang terkait dengan fokus penelitian
pelaksanaannya.
sampai diperoleh data dan informasi yang Upaya memahami kondisi wilayah perenca- lengkap dan menunjukkan tingkat kejenuhan
naan atau yang disebut juga sebagai kegiatan informasi. Adapun informan dalam penelitian ini
tinjauan keadaan dilakukan oleh pemerintah berjumlah 27 orang terdiri dari unsur Dinas
Kota Batu melalui pengamatan lapangan oleh PPL Pertanian dan Kehutanan Kota Batu meliputi
berkoordinasi dengan bidang teknis, kegiatan pejabat struktural, staf dan PPL; aparat desa di
penelitian berupa pengujian/analisa laboratory- lokasi kawasan organik; petani; kelompok tani;
um terhadap kualitas tanah dan residu pestisida ketua gabungan kelompok tani; pengusaha dan
pada produk hortikultura, serta mengkaji data praktisi pertanian organik di Kota Batu.
statistik pertanian. Kegiatan-kegiatan tersebut Data sekunder bersifat melengkapi data
dilakukan untuk memperoleh informasi yang primer,
lebih jelas melalui kajian secara ilmiah tentang sumber tertulis atau dokumen-dokumen yang
diperoleh dengan
mengumpulkan
kondisi tanah dan kualitas produk hortikultura berkaitan dengan fokus penelitian. Dokumen-
yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan yang dokumen tersebut diantaranya Renstra Dinas
dikemukakan oleh Tjokroamidjojo (1987: 75-76) Pertanian dan Kehutanan Kota Batu Tahun 2007-
bahwa kegiatan tinjauan keadaan, masalah dan 2012, Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan
potensi memerlukan sekali bahan-bahan statistik Kehutanan Kota Batu Tahun 2011, Batu Dalam
dan hasil-hasil penelitian. Melalui kegiatan Angka Tahun 2011, Jadwal Rencana Pelaksanaan
penelitian dan analisa data statistik yang akurat Pengembangan Kawasan Pertanian organik
akan diperoleh informasi yang jelas dan dapat Tahun 2011, Surat Keputusan tentang Panitia
dipertanggungjawabkan tentang kondisi wilayah Pelaksana
perencanaan. Hal ini penting sebagai dasar untuk Pertanian Organik, Berita Acara Sosialisasi
Teknis Pengembangan
Kawasan
menetukan tujuan dan menyusun strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Organik.
pencapaian tujuan tersebut. Analisis data menggunakan model analisis
Strategi yang digunakan dalam rencana interaktif dari Miles and Huberman (1992:20),
pengembangan pertanian organik oleh Dinas yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: reduksi
Pertanian dan Kehutanan Kota Batu pada intinya data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
adalah memasyarakatkan penerapan cara bertani yang mengarah pada penerapan pertanian orga-
HASIL DAN PEMBAHASAN
nik serta menginisiasi pembentukan kawasan
Perencanaan Pengembangan Pertanian Organik
organik sebagai pilot project. Pemilihan strategi
di Kota Batu
tersebut mengacu pada tujuan yang ingin dicapai Perencanaan
yaitu merubah cara berpikir masyarakat petani di organik didasari oleh adanya permasalahan
pengembangan
pertanian
pertanian konvensional penurunan daya dukung tanah pada lahan
(anorganik) menuju ke pertanian organik. Dengan
45
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
, No. 1, 2013 J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 ISSN. 2087-2852
J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 ISSN. 2087-2852
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013 J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
memasyarakatkan pertanian organik kepada petani diharapkan secara bertahap dapat membantu mengembalikan kualitas lahan perta- nian sehingga mampu memberikan hasil yang lebih baik, meningkatkan nilai jual produk, memberikan keuntungan kepada petani karena biaya usaha tani rendah. Dengan demikian diharapkan dapat mencapai tujuan berikutnya yaitu peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani, serta menarik wisatawan untuk mendukung arah pembangunan Kota Batu sebagai kota wisata berbasis pertanian. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang saling terkait antara permasalahan, tujuan dan pemilihan strategi sesuai dengan pendapat Tjokroamidjojo (1987: 62) dan Abe (2005: 82) bahwa perumusan tujuan perencanaan pemba- ngunan merupakan prasyarat bagi penentuan strategi yang baik.
Secara keseluruhan perencanaan pengem- bangan pertanian organik di Kota Batu mengarah pada tiga tahap pembangunan. Tahap jangka pendek ditujukan untuk merealisasikan upaya sosialisasi penerapan pertanian menuju organik; jangka menengah bertujuan memperbaiki kondisi tanah pada lahan pertanian dan jangka panjang untuk mewujudkan kawasan pertanian organik yang mengarah pada konsep agrowisata. Namun belum diketahui secara pasti mengenai rentang waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dalam masing-masing tahap. Akibatnya rangkaian kegiatan yang dilakukan bersifat parsial, tidak jelas klasifikasi kegiatan yang dilaksanakan dalam batas waktu tertentu. Dengan demikian perencanaan yang dilakukan tidak sesuai dengan konsep ruang dan waktu yang disampaikan oleh Riyadi dan Deddy (2004: 13-14)
bahwa perencanaan pembangunan sebagai tahapan dalam proses pembangunan memiliki keterkaitan dengan tahapan berikutnya sehingga membutuhkan timing yang tepat.
Perencanaan pertanian organik di Kota Batu belum memenuhi tahap perencanaan yang dikemukakan oleh Kunarjo (2002:71). Ada beberapa hal penting yang tidak dilakukan seperti penjabaran kebijakan makro ke dalam program kegiatan yang lebih rinci, karena belum disusun dokumen perencanaan strategis untuk pengembangan pertanian organik di Kota Batu. Perencanaan yang dilakukan hanya mengacu pada kebijakan umum mengenai penerapan pertanian organik ramah lingkungan pada Renstra Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu Tahun 2007-2012. Renstra tersebut belum menjabarkan secara rinci mengenai rencana
pengembangan pertanian organik. Dengan demikian tidak diketahui pedoman yang jelas serta rincian program kegiatan sebagai rangkaian upaya
dan
panduan
untuk mewujudkan pertanian organik di Kota Batu. Pengembangan pertanian organik membutuhkan proses yang panjang terkait dengan berbagai kompleksitas komponen pendukungnya baik dari pelaksana, kegiatan pendukung, dan keberlanjutannya sehingga
membutuhkan pola dasar
pembangunan
jangka panjang yang memungkinkan untuk dijabarkan dalam rencana jangka menengah dan jangka pendek agar lebih terarah sesuai dengan ciri logis dan strategis dari perencanaan
pembangunan daerah yang disampaikan oleh Syafrudin, (1993:47). Pada
tahun
2011 dirintis upaya pengembangan pertanian organik yang lebih terkonsentrasi pada beberapa kawasan, dengan sumber dana
APBD II melalui Program
Peningkatan
Ketahanan Pangan: Kegiatan
Pengembangan
Pertanian Tanaman Pangan/Hortikultura Organik. Dalam kegiatan tersebut prioritas kawasan organik yang dibentuk adalah untuk sayuran dan padi. Selanjutnya prioritas
pengembangan pertanin organik diarahkan pada masyarakat di lokasi kawasan organik.
Namun
demikian kepentingan masyarakat di luar kawasan tetap diperhatikan dan berusaha diakomodir melalui program kegiatan lain. Kebutuhan di lokasi kawasan yang tidak dapat atau belum dialokasikan melalui Program
Peningkatan
Ketahanan Pangan: Kegiatan Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan/Hortikultura Organik juga diupayakan untuk dipenuhi oleh program kegiatan lain, baik dari sumber dana APBD maupun APBN. Misalnya kebutuhan penyediaan prasarana pertanian seperti rumah kompos, alat pengolah pupuk organik, pembangunan jaringan irigasi dan jalan usaha tani dipenuhi oleh seksi prasarana pertanian pada bidang TPHP; bantuan ternak dipenuhi
oleh
bidang peternakan, dan sebagainya. Pemanfaatan berbagai sumber pembiayaan tersebut mendukung pendapat Tjokroamidjojo (1987: 12) dan Conyers (1990: 5) bahwa perencanaan
memungkinkan untuk
memanfaatkan
sumberdaya yang ada semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu. Sumber daya yang dimaksud mencakup apapun yang dianggap oleh pembuat keputusan sebagai potensi dapat digunakan untuk mencapai tujuan, dalam hal ini termasuk pula sumber dana pembangunan.
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
Secara keseluruhan perencanaan pengem- program pembangunan menjadi wilayah disiplin bangan pertanian organik di Kota Batu dilakukan
ilmu lain untuk mengolah dan menganalisanya, melalui
dalam hal ini ilmu pertanian. partisipasi serta top down dan bottom up.
3) Gabungan pendekatan top-down dan bottom- Masing-masing pendekatan dilakukan sesuai
up dilaksanakan untuk mengakomodir kebutuhan dengan konteks perencanaan sebagai berikut:
masyarakat dengan mensinkronkan program
pusat yang dapat perencanaan yang mengacu pada visi dan misi
1) Pendekatan politis terkait dengan ide awal
kegiatan
dari tingkat
mendukung upaya pengembangan pertanian kepala daerah terpilih, serta dukungan kepala
organik di Kota Batu. Diharapkan melalui usulan daerah terhadap pelaksanaan rencana. Walikota
alokasi bantuan oleh pemerintah di daerah Batu yang terpilih untuk masa jabatan 2007-2012
dalam hal ini Dinas pertanian dan Kehutanan mengusung visi Kota Batu sebagai sentra
Kota Batu dapat mengakomodir kebutuhan pariwisata berbasis pertanian. Visi tersebut
sesuai kondisi permasalahan, potensi dan memberi mandat bagi Dinas Pertanian dan
sumber daya yang dimiliki. Hal ini mendukung Kehutanan
pendapat Kuncoro (2004: 58) bahwa pelaksanaan pengelolaan potensi sumber daya yang dimiliki
untuk mampu
merencanakan
perencanaan secara top down dan bottom up dalam suatu kerangka pembangunan pertanian
akan menjamin keseimbangan prioritas nasional yang kreatif dan mampu bersinergi untuk
dengan aspirasi lokal dalam perencanaan mendukung
pembangunan daerah.
Perkembangan selanjutnya, pendekatan politik
4) pendekatan partisipatif berperan dalam semakin menguatkan untuk dilaksanakannya
menjaring aspirasi dari stakeholder sebagai dasar pengembangan pertanian organik di Kota Batu,
teknokratis, serta untuk yaitu dengan disosialisasikannya slogan “Batu Go
perencanaan
menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat Organik” oleh Walikota Batu pada tahun 2011.
bagi terlaksananya rencana yang disusun. Hal ini Karenanya pada tahun 2011 Dinas Pertanian dan
sesuai dengan pendapat Conyers (1992:154) Kehutanan
bahwa pentingnya melibatkan masyarakat dalam merealisasikan
adalah: 1) untuk organik di empat desa se-Kota Batu. Saat
rintisan
kawasan pertanian
proses
perencanaan
informasi mengenai kondisi, penelitian ini dilaksanakan, di Kota Batu sedang
memperoleh
kebutuhan, sikap masyarakat setempat, yang berlangsung proses pemilihan kepala daerah
tanpa kehadirannya maka program pemba- untuk
ngunan serta proyek-proyek akan gagal; 2) pembangunan yang disampaikan oleh calon
periode tahun
2012-2017.
Visi
meningkatkan kepercayaan masyarakat pada incumbent adalah “Mewujudkan Kota Batu
program atau proyek pembangunan yang akan sebagai sentra pertanian organik berbasis
dilaksanakan karena mereka mengetahui seluk kepariwisataan internasional”, dengan demikian
beluk proyek tersebut dan mempunyai rasa semakin menguatkan untuk dilaksanakannya
memiliki terhadap proyek tersebut; 3) bahwa pertanian organik di Kota Batu. Hal ini sesuai
merupakan hak demokrasi dengan pendapat Tjokroamidjojo (1995: 54),
partisipasi
masyarakat diperoleh bahwa aspek politik terkait pula dengan
masyarakat. Aspirasi
secara langsung dalam sosialisasi kegiatan komitmen elit kekuasaan demi terjaminnya
pengembangan kawasan pertanian organik, juga terlaksana proses pembangunan.
secara
tidak langsung melalui hasil-hasil
2) pendekatan teknokratis berperan dalam teknis musrenbang dan usulan PPL. Hal ini sesuai dan substansi perencanaan pada rencana
dengan pernyataan yang disampaikan oleh Abe pengembangan kawasan pertanian organik.
(2005: 91) bahwa partisipasi dapat dilakukan Proses perencanaan tersebut dilakukan oleh
secara langsung maupun tidak langsung. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu dengan melibatkan pihak-pihak yang paham
Strategi untuk mewujudkan keberlajutan peren-
/berkompeten di bidang pertanian organik
canaan pengembangan pertanian organik di Ko-
meliputi akademisi yaitu fakultas pertanian
ta Batu
Universitas Brawijaya dan praktisi pertanian Dalam rangka mewujudkan keberlanjutan organik di Kota Batu (PT. Herbal Estate dan Ketua
rencana pengembangan pertanian organik, pihak Gapoktan Vegory). Dengan demikian hal ini
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu sesuai
membentuk kawasan (1995:14), Muluk (2007:13), Faludi (1992:7-8),
dengan pendapat
pertanian organik yang dirintis pada tahun 2011. bahwa substansi perumusan kebijaksanaan atau
Kegiatan dilaksanakan dengan sumber dana
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
, No. 1, 2013 J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 ISSN. 2087-2852
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
APBD II melalui Program Peningkatan Ketahanan strategis karena memiliki potensi pendukung Pangan: Kegiatan Pengembangan Pertanian
sebagai daerah penghasil komoditas sayur Tanaman Pangan/Hortikultura Organik. Dalam
unggulan, infrastruktur yang memadai berupa kegiatan tersebut prioritas kawasan organik yang
jalan usaha tani dan jaringan irigasi yang dibentuk adalah untuk sayuran dan padi. Adapun
memadai, serta sering dijadikan tujuan pedagang bentuk kegiatan yang dilakukan berupa fasilitasi
sebagai pemasok sayur. Dengan demikian daerah sarana produksi yang meliputi bibit, pupuk dan
yang ditentukan sebagai kawasan sesuai dengan pestisida organik, serta pendampingan petani.
kategori daerah perencanaan strategis yang Konsep kawasan dipilih sebagai strategi
dikemukakan oleh Syafrudin (1993: 45). Dalam pengembangan pertanian organik di Kota Batu
hal ini kawasan organik merupakan kawasan karena
dimana komoditas pertanian organik berfungsi berpotensi
pola pertanian berbasis
kawasan
sebagai faktor penggerak utama kawasan. permintaan pasar, memudahkan pengawasan
pada kecukupan
pemenuhan
Kawasan organik tersebut membutuhkan dan
dukungan berbagai sektor sehingga pada tanaman (OPT), serta memberikan peluang bagi
pengendalian organisme
pengganggu
membutuhkan koordinasi dan komoditas potensial di kawasan tersebut untuk
prosesnya
kerjasama lintas sektor untuk mendukung ditangani secara proporsional. Melalui konsep
eksistensi kawasan melalui pengembangan kawasan diharapkan pula terjadi pergerakan
berbagai komponen pendukungnya meliputi aktivitas dari berbagai kegiatan lintas sektor
sektor perdagangan, industri kecil pengolahan sehingga mampu menumbuhkan perekonomian
hasil pertanian, serta infrastruktur pendukung. masyarakat setempat. Hal ini sesuai dengan
Hal ini membuka pula peluang kerjasama antar penjelasan Kementerian Pertanian (2011) yang
saling mendukung demi mendefinisikan
daerah
untuk
kawasan pertanian organik memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sebagai suatu ruang geografis yang dideliniasi
keberadaan kawasan pertanian organik. Dengan oleh batas imaginer ekosistem dan disatukan
kata lain keterpaduan lintas sektor dalam oleh fasilitas infratruktur ekonomi yang sama
diperlukan dalam sehingga membentuk kawasan yang berisi
perencanaan
wilayah
pengembangan kawasan pertanian organik berbagai kegiatan usaha berbasis pertanian
sebagai salah satu bentuk upaya dan strategi organik mulai dari penyediaan sarana produksi
perencanaan pengembangan pertanian organik budidaya, penanganan
di Kota Batu. Hal ini sesuai dengan pendapat pemasaran
pasca panen,
dan
Iryanto (2006: 94-96) bahwa paduan antara pendukungnya.
pendekatan wilayah dan pendekatan sektoral Adapun kawasan pertanian organik yang
karena masing-masing dibentuk di Kota Batu adalah sebagai berikut:
sangat
penting
mempunyai kemampuan dalam menyukseskan
1. Kawasan sayur organik Desa Sumberbrantas
suatu pembangunan.
Kecamatan Bumiaji, seluas 15 ha, dengan Pembentukan kawasan pertanian organik di komoditas yang dikembangkan antara lain
Kota Batu disusun dengan memperhatikan hal- kentang, wortel dan sawi putih
hal sebagai berikut:
2. Kawasan sayur organik Desa Sumberejo 1). Pembentukan kawasan dilakukan pada lokasi Kecamatan Batu, luas kawasan 10 ha dengan
yang memiliki potensi sebagai penghasil sayur, komoditas
dengan jenis komoditas sayuran yang banyak brokoli, cabe dan tomat
yang dikembangkan
seledri,
dibudidayakan oleh masyarakat setempat dan
3. Kawasan sayur organic Desa Torongrejo memiliki nilai ekonomis tinggi (unggulan). Hal ini Kecamatan Junrejo, luas kawasan 10 ha,
diharapkan mampu menginisiasi minat petani dengan komoditas bawang merah, kembang
untuk melaksanakan dan melanjutkan kegiatan kol, bawang daun dan jagung manis
secara mandiri. Pemilihan komoditas bernilai
ekonomis tinggi untuk pengembangan pertanian Kecamatan Junrejo, luas kawasan 10 ha
4. Kawasan padi organic
Desa
Pendem
organik tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kawasan organik dalam konteks perencanaan
Nagadevara (2010), bahwa pembangunan merupakan salah satu bentuk
Naik
dan
pengembangan pertanian organik diprioritaskan perencanaan wilayah. Hal ini dapat dilihat dari
pada komoditas yang banyak dibudidayakan pemanfaatan potensi SDA, SDM, teknologi, dan
dan memiliki nilai letak geografis dari wilayah strategis untuk
masyarakat
setempat
ekonomis tinggi. Selain itu melalui pemilihan pengembangan pertanian organik. Daerah yang
diharapkan upaya dijadikan kawasan termasuk dalam jenis daerah
komoditas
unggulan
pembangunan dapat tepat sasaran dan alokasi
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013 ISSN. 2087-2852
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
dana yang telah dikeluarkan memberi hasil singkat karena terkait dengan biaya, dan pembangunan yang nyata berupa peningkatan
pemahaman yang kurang mengenai konsep dasar produksi baik dari segi kualitas dan kuantitas
pertanian organik. Maka cara yang dapat produk unggulan.
ditempuh adalah melakukan konversi secara 2). Kegiatan yang dilaksanakan pada dasarnya
bertahap melalui metode GAP. Hal ini sesuai adalah demoplot dengan pelaksana adalah
dengan penjelasan Sutanto (2006: 203) dan petani. Adapun pihak dinas berperan sebagai
Prihandarini (2002: 65) bahwa pada tahap awal fasilitator yang mengakomodir kebutuhan sarana
pemasyarakatan pertanian organik memerlukan dan prasarana produksi organik. Hal ini
strategi dengan cara memadukan beberapa dimaksudkan agar petani dapat belajar dan
komponen pertanian organik ke dalam teknologi memahami dengan baik teknologi pertanian
konvensional yang sedang berjalan. Dalam organik karena menerapkan secara langsung.
memungkinkan untuk Dengan demikian secara perlahan namun pasti
implementasinya
penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetis, kemandirian petani
diutamakan adalah diharapkan banyak memunculkan inovasi spesifik
dapat terbentuk dan
mengoptimalkan peman-faatan limbah organik lokasi di tingkat petani terkait teknologi organik
demi menjaga kelestarian lahan dan lingkungan yang sesuai dengan kondisi pertanamannya.
dalam jangka panjang, kualitas pangan dan Pelaksanaan demoplot ini merupakan salah satu
kesehatan manusia.
teknis transfer teknologi
5). Meningkatkan nilai jual produk melalui meningkatkan SDM petani yang merupakan salah
dalam
rangka
perbaikan penanganan pasca panen dan strategi satu aspek penting dalam rangka mewujudkan
pemasaran. Strategi pemasaran yang ditempuh pembangunan
adalah memperbaiki pengemasan produk dan sebagaimana disampaikan oleh Hidayat (2007:
pertanian
berkelanjutan
tetap menjual produk yang dihasilkan dengan
49) dan Sugito (2002: 8). Peningkatan kualitas harga pasar. Pemahaman yang diberikan adalah SDM diharapkan mampu memacu tumbuhnya
biaya usaha tani secara organik yang rendah inisiatif kreatif dari masyarakat petani sehingga
sehingga meskipun dijual dengan harga pasar kelangsungan
maka petani tetap memperoleh keuntungan. Hal dipertahankan.
ini dilakukan agar petani tidak selalu menuntut 3). Upaya perubahan pola pikir menuju organik
yang tinggi pada produk yang dihasilkan, karena dilakukan melalui pelaksanaan penyuluhan,
hal tersebut dapat dicapai jika petani telah pendampingan, dan sekolah lapang petani
mempunyai sertifikat organik, padahal disisi lain selama pelaksanaan kegiatan. Pendampingan
biaya sertifikasi relatif mahal dan syarat prosedur dilakukan untuk memfasilitasi jika ada ketidak
sertifikasi yang ketat. Melalui pendekatan pahaman atau ditemukan masalah di lapang agar
pemahaman keuntungan relatif lebih rendahnya segera dapat diberikan solusi. Pola pikir yang
biaya usaha tani secara organik diharapkan benar tentang konsep pertanian organik, yaitu
mampu memacu keinginan petani untuk beralih pemahaman terhadap empat prinsip pertanian
ke organik secara berkelanjutan. organik merupakan hal dasar bagi suksesnya
konsep kawasan untuk upaya penerapan pertanian organik. Berbagai
Pemilihan
pengembangan pertanian organik sesuai dengan usaha
hasil penelitian Putri (2010) yang menunjukkan pemahaman dan perubahan pola pikir petani
yang dilakukan
tanpa
didukung
perlunya suatu pilot pertanian organik di tiap berpotensi pada kegagalan upaya penerapan
daerah. Pilot ini dapat menjadi contoh bagi pertanian organik oleh petani. Hal ini seperti
untuk berubah, karena dijelaskan oleh Agustina et.al (2002: viii) bahwa
wilayah
sekitar
masyarakat petani adalah penerapan pertanian organik dihadapkan pada
karakteristik
contoh. Pendekatan tantangan yang cukup besar karena memutar
membutuhkan
figur
kawasan juga sesuai untuk kondisi masyarakat pola pikir dalam pembangunan pertanian.
petani di Kota Batu yang luas kepemilikan 4). Teknologi peralihan konversi pertanian dari
lahannya rata-rata kecil. Hal ini sesuai dengan konvensional menuju organik ditempuh melalui
hasil penelitian Naik dan Nagadevara (2010) penerapan
bahwa penerapan pola klaster/kawasan untuk memperbanyak penggunaan bahan organik
GAP (Good
Agricultural
P,
pengembangan pertanian organik di India (pupuk dan pestisida), dan pengenalan teknologi
terbukti membantu dalam kontrol kualitas organik (penggunaan dan pembuatan secara
output yang lebih baik, mengurangi biaya mandiri oleh petani). Peralihan atau konversi ke
sertifikasi dan memungkinkan petani dengan luas arah organik sulit dilakukan dalam rentang waktu
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
, No. 1, 2013 J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 ISSN. 2087-2852
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
lahan kecil untuk turut menerapkan pola berkesinambungan maka upaya penerapan dan pertanian organik.
pengembangan pertanian organik memerlukan Kondisi pada kawasan pertanian organik yang
pengelolaan secara terpadu mulai dari tingkat dibentuk di Kota Batu masih berfokus pada
pusat (nasional) hingga ke daerah (pemerintah pembentukan sektor hulu yaitu penguatan
kota/kabupaten), yang berarti memerlukan produksi organik (on farm) dan belum melibatkan
aturan/regulasi yang mampu mengatur secara sektor lain yang terkait. Hal ini tidak sesuai
tegas dan jelas hal-hal yang menjadi tugas serta dengan konsep kawasan pertanian organik yang
kewenangan masing-masing level pemerintahan. disampaikan oleh Kementrian Pertanian. Lebih
Hal ini telah dilakukan oleh beberapa negara lanjut Budiyanto (2011: 170) menjelaskan bahwa
yang berkomitmen untuk menerapkan konsep pola klaster mengkaitkan antara input-proses-
pembangunan berkelanjutan pada agenda output dan pasar secara terangkai yang berbasis
pembangunan di negaranya. Bahkan di Cina pada suatu jenis komoditas pangan organik
dibentuk lembaga independen dibawah kemen- tertentu. Dengan demikian dalam suatu kawasan
terian untuk mewadahi aspirasi dan koordinasi diharapkan terbentuk suatu pola keterpaduan
lintas sektoral untuk menyelaraskan fungsi dan memiliki keterkaitan dengan sektor industri
pembangunan dengan tujuan pembangunan hulu-hilir yang merupakan stimulan kegiatan
berkelanjutan. Pada intinya penerapan pemba- ekonomi.
ngunan berkelanjutan memerlukan keterpaduan Konsep kawasan yang hanya menitikberatkan
dalam tiga hal, yaitu: 1) antar sektor pemba- pembangunan pada satu sektor dikhawatirkan
ngunan; 2) aktor/pelaksana; 3) kebijakan, tidak dapat memenuhi tujuan dari pembentukan
komitmen dan pengawasan oleh berbagai level kawasan tersebut. Jika penguatan sektor hulu
pemerintahan baik dari tingkat pusat sampai di tidak diimbangi dengan penguatan sektor hilir
daerah (Breton, 2007: 433-532). pada saat bersama-sama maka kemungkinan keutuhan pengembangan tidak tercapai karena
Stakeholder Pengembangan Pertanian Organik
faktor yang menampung produksi dari sektor
di Kota Batu
hulu belum siap, misalnya faktor pasar. Hal ini Pada bagian ini peneliti mengidentifikasi sesuai dengan
penjelasan Tanjung dalam stakeholder yang memiliki hubungan dengan Budiyanto (2011: 170) bahwa tidak adanya
upaya pengembangan pertanian organik dari sisi keterkaitan antar
perencanaan maupun pelaksanaannya, serta menyebabkan banyak lembaga usaha mikro, kecil
sektor hulu
dan hilir
mekanisme koordinasi yang terjalin. dan menengah gagal beroperasi karena tidak
pengembangan pertanian mendapatkan kepastian terhadap penyediaan
Perencanaan
organik di Kota Batu berdasarkan hasil penelitian input dan pemasaran output. Disisi lain
telah melibatkan beberapa pihak, baik dari keterlibatan input, proses, output dan akses
akademisi, maupun pasar sering tidak teroganisir secara benar, dan
kalangan
pemerintah,
masyarakat. Masing-masing pihak yang terlibat paket kebijakan pengembangan usaha masih
memiliki peran tersendiri. Pihak akademisi/ bersifat sangat sektoral serta tidak terfokus pada
perguruan tinggi mempunyai peran untuk satuan kelompok yang terangkai.
pemberian paket-paket teknologi sekaligus Selain itu pengembangan pertanian organik
sebagai pihak konsultan ahli yang berwenang secara umum memerlukan dukungan dari segi
memberikan saran akademis terkait permasa- adminstrasi terkait dengan regulasi, pedoman
lahan teknis yang ditemui di lapangan. Peran dan kelembagaan. Regulasi yang mengatur
Dinas Pertanian dan tentang kebijakan pengembangan pertanian
pemerintah,
yaitu
Kehutanan Kota Batu adalah sebagai fasilitator organik masih bersifat umum, yaitu pada rencana
dengan tugas memfasilitasi kebutuhan petani pembangunan daerah Kota batu (RPJPD, RPJMD,
berupa sarana produksi, dukungan infrastruktur, Renstra Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota
pendampingan dan transfer ilmu pengetahuan / Batu). Belum ada dokumen perencanaan,
teknologi pertanian organik melalui PPL/POPT, panduan dan regulasi yang bersifat khusus
serta inisiator dalam perencanaan pertanian mengatur hal-hal
organik. Pihak swasta dalam hal ini praktisi / pertanian organik. Kelembagaan yang menangani
yang berkaitan
dengan
pengusaha organik dilibatkan sebagai konsultan pertanian
dalam perencanaan. Sedangkan petani merupa- pemerintah juga belum banyak terbentuk
organik baik
swasta
maupun
kan pihak penerima manfaat sekaligus pelaku sehingga upaya pengembangan masih berjalan
utama dalam penerapan pertanian organik secara parsial. Agar dapat berjalan secara
secara teknis di lapang.
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013 ISSN. 2087-2852
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
5) Dalam teknis pelaksanaan, tim pelaksana melalui beberapa jalur koordinasi. Pada kegiatan
Peran stakeholders yang terlibat dipandu
lapangan terutama PPL dan POPT merupakan pengembangan kawasan organik, pembagian
pihak yang paling banyak berhubungan dengan peran diperjelas dengan dikeluarkannya SK
petani. Petani merupakan pihak utama sasaran Kepala DInas Pertanian dan Kehutanan tentang
penerima manfaat dan tim pelaksana teknis kegiatan. Jika dikaji
kegiatan
sebagai
pelaksana di lapang. PPL dan POPT menjalankan menggunakan konsep manajemen strategis yang
perannya untuk memberikan bimbingan/transfer menekankan pentingnya peran manajemen
teknologi, mendampingi petani dan kelompok puncak dalam koordinasi, maka pengembangan
tani selama kegiatan budidaya tanaman, serta kawasan pertanian organik di Kota Batu dapat
dengan kelompok dijelaskan sebagai berikut:
puncak terkait perkembangan
1) DPRD dan Walikota Batu menempati posisi maupun masalah yang ditemui di lapangan. sebagai
Koordinasi dapat dilakukan secara informal mengarahkan dan memberi saran/petunjuk
dewan komisaris
dengan
peran
melalui komunikasi personal maupun secara pelaksanaan kegiatan kepada manajemen puncak
formal pada rapat-rapat koordinasi yang juga melalui manajer puncak;
merupakan sarana untuk memonitor dan
evaluasi pelaksanaan kegiatan oleh manajer pengelola dan pelaksana kegiatan terdiri dari: a)
2) Kelompok manajemen
puncak
sebagai
puncak, yaitu kepala dinas. Adapun evaluasi Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan sebagai
secara khusus dilakukan melalui kerjasama penanggung jawab; b) Kabid Tanaman Pangan
dengan pihak akademisi setelah kegiatan dan Hortikultura sebagai ketua, c) Kabid.
pengembangan kawasan organik pada tahun Teknologi Pengaolahan Hasil dan Pemasaran
2011 selesai dilaksanakan. sebagai wakil ketua; d) koordinator pelaksana
Manajer puncak dalam hal ini Kepala Dinas lapangan dan anggotanya yang terdiri dari
Pertanian dan Kehutanan memiliki posisi penting beberapa komponen stakeholder, yaitu PPL,
dalam mengelola berbagai sumber daya yang POPT, ketua Gapoktan. Adapun manajer puncak
dimiliki oleh masing-masing personel/komponen dalam hal ini adalah Kepala Dinas Pertanian dan
stakeholder agar dapat memberikan kontribusi Kehutanan
yang optimal bagi kelancaran perencanaan dan
pelaksanaan rencana. Hal ini diwujudkan melalui strategis tersebut, maka pihak DPRD mempunyai
3) Sesuai kedudukan
dalam
manajemen
pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai peran menyetujui, mengontrol, dan mengawasi
dengan potensi kemampuan personil, melakukan kegiatan dalam hal persetujuan alokasi anggaran
koordinasi/komunikasi dengan anggota tim kegiatan, mengikuti perkembangan pelaksanaan
maupun pihak lain yang dapat mendukung kegiatan dan mengevaluasinya melalui laporan
kelancaran kegiatan, menyetujui keputusan pertanggungjawaban kegiatan yang disampaikan
alokasi anggaran, serta membuat keputusan oleh penanggung jawab kegiatan melalui laporan
penting berdasarkan pertimbangan rasional. Walikota
Namun demikian ada beberapa hal yang belum tertinggi di daerah (Kota).
sebagai pelaksana
pemerintahan
optimal dilakukan, misalnya belum dilakukan
perencanaan strategis secara ideal, koordinasi manajemen puncak bersama pihak konsultan
4) Dalam teknis perencanaan,
kelompok
bersifat sektoral pada bidang pertanian dan melakukan
belum memberi dampak nyata bagi komitmen rancangan kegiatan, dan menyamakan per-sepsi
anggota tim. Dengan demikian manajer puncak tentang
masih belum optimal menangani tanggung jawab kegiatan. Agar dapat berjalan secara efektif maka
maksud dan
teknis
pelaksanaan
penting untuk menajemen strategis yang efektif Kepala Dinas selaku manajer puncak menetapkan
sesuai pendapat Hunger dan Wheelen (2003: 43), SK tim pelaksana teknis kegiatan untuk
meliputi: 1) memenuhi peran utama; 2) memperjelas tugas dan kewajiban pihak-pihak
kepemimpinan eksekutif, 3) yang
memberikan
mengelola proses perencanaan strategis. Hal ini penjaringan dan penyesuaian dengan aspirasi
dilibatkan. Selanjutnya
dilakukan
terkait pula dengan posisi manajer puncak yang stakeholder sasaran
dijabat oleh Kepala Dinas belum memiliki pelaksanaan sosialisasi kegiatan. Aspirasi yang
dalam membentuk dituju
komitmen tim. Pada akhirnya pelaksanaan kesediaan petani, lokasi penanaman, komoditas
terutama kesepakatan
mengenai
kegiata kurang maksimal yang salah satunya yang ditanam, alokasi bantuan saprodi yang
ditunjukkan dengan hanya beberapa pihak yang diperlukan.
J-PAL, Vol. 4, No. 1, 2013
, No. 1, 2013 J.Exp. Life Sci. Vol. 1 No. 2, Februari 2011 56-110 ISSN. 2087-2852
Kajian tentang Pengembangan Pertanian Organik di Kota Batu (Fadlina, et al.)
aktif menjalankan perannya yaitu PPL di wilayah yang kuat bagi pelaksana serta memperjelas desa binaan.
pembagian peran stakeholders.
Berdasarkan beberapa kelemahan yang telah Pada intinya tim teknis yang dibentuk dijelaskan sebelumnya, maka perlu dilakukan
hendaknya mewakili stakeholders terkait yaitu beberapa perbaikan. Pertama yaitu melakukan
terdiri dari: 1) unsur pemerintah (SKPD terkait, perencanaan pengembangan pertanian organik
baik di tingkat kepala SKPD,kepala bidang, kepala secara lintas sektoral. Hal ini penting untuk
seksi, atau staf); 2) perwakilan masyarakat dilakukan mengingat pengembangan pertanian
seperti tokoh masyarakat/ LSM/ gapoktan/prak- organik bersifat komplek. Dengan demikian
tisi organik; 3) perwakilan akademisi dari koordinasi dilakukan dengan melibatkan SKPD
perguruan tinggi. Tim perencana yang terdiri dari pendukung, diantaranya Disperindag /UKM/ko-
perwakilan stakeholder perasi, Dinas Kesehatan dll. Hal ini sesuai dengan
berbagai
unsur
mempunyai maksud agar tim perencana mampu pendapat
menganalisis dan merumuskan rencana dari koordinasi diupayakan agar pembangunan yang
sudut pandang yang beragam sesuai latar dilaksanakan dalam berbagai sektor atau badan
anggota, namun di berbagai daerah
belakang
masing-masing
mengarah ke satu tujuan yaitu mewujudkan menghasilkan sinergi. Agar tercipta sinergi antar
berjalan serasi dan
keberhasilan pengembangan pertanian organik di stakeholders perlu dilakukan koordinasi secara
Kota Batu. Hal ini sesuai dengan pendapat Riyadi sistematis dan terarah yang mana pada dasarnya
dan Deddy (2004: 10) bahwa pihak-pihak yang hal tersebut merupakan langkah awal dari
perlu dilibatkan dalam perencanaan bisa dari perencanaan strategis.
masyarakat umum, kalangan akademisi, tokoh- Koordinasi
tokoh ormas, parpol dan elemen-eleman manajemen puncak, yaitu para pimpinan SKPD
masyarakat lainnya yang dapat memberikan yang memiliki katerkaitan cukup besar dalam
informasi penting tentang kebutuhan dasar pengembangan
pembangunan. Selanjutnya tim teknis yang penyusunan rencana dapat berasal dari pimpinan
penjaringan aspirasi Dinas Pertanian dan Kehutanan berkoordinasi
terbentuk
melakukan
stakeholder yang diperlukan untuk melakukan dengan pimpinan Bappeda serta beberapa SKPD
perencanaan strategis pendukung untuk melakukan koordinasi awal.
langkah-langkah
selanjutnya yaitu perumusan tujuan, misi, analisis Koordinasi
lingkungan (internal dan eksternal), identifikasi menghasilkan kesepakatan mengenai beberapa
strategi dan hal, yaitu: 1) pihak-pihak yang perlu dilibatkan; 2)
merumuskan visi. Data dan informasi yang perlu maksud dilakukannya perencanaan pengambang-
dijaring dari stakeholder berkaitan dengan an pertanian organik dan kesepakatan mengenai
harapan, keluhan dan impian tentang kondisi perlu atau tidak dilakukan perencanaan; 3)
pertanian organik yang akan dikembangkan. langkah-langkah yang akan dilakukan dalam
Proses perencanaan strategis yang dijelaskan proses
langkah-langkah keanggotaan tim perencanaan pengembangan
penyusunan rencana strategis oleh Bryson (2007: pertanian
55). Keterlibatan stake holder dapat mengacu pembentukan tim teknis/kelompok kerja; 4)
pada peran dan fungsi yang dijelaskan oleh pembagian peran sesuai kapasitas dan tupoksi
Sutanto, sehingga gambaran keterlibatan dan masing-masing SKPD; 5) sumber daya yang
peran stakeholder yang disarankan peneliti diperlukan dan komitmen pengerahan sumber
seperti disajikan pada Lampiran 1. daya
mekanisme koordinasi yang mendukung pelaksanaan rencana. Kesepakatan
tersebut setiap
disarankan dalam pengembangan pertanian yang dihasilkan selanjutnya disampaikan kepada
organik di Kota Batu ditampilkan pada Gambar 1. Walikota
sebagai pihak
yang
memiliki
kewenangan untuk memberi mandat sebagai
Ketua
dasar pelaksanaan perencanaan strategis, agar
(Walikota Batu)
mendapat legitimasi,
misalnya
dengan
penetapan SK tim teknis oleh Walikota. Dukungan Walikota sangat penting karena
Koordinator Pelaksana
dengan adanya kepastian mandat yang diberikan
(Ketua: Kepala Bappeda)
oleh pihak eksekutif paling tinggi di daerah diharapkan mampu memunculkan komitmen
(Kabid. Perekonomian Sekretaris Bappeda)