Makalah PEMULIAAN TANAMAN Penyerbukan si

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Salah satu upaya yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan hasil
pertanian adalah dengan penggunaan bibit unggul. Sifat bibit unggul pada
tanaman dapat timbul secara alami karena adanya seleksi alam dan dapat juga
timbul karena adanya campur tangan manusia. Persilangan merupakan salah
satu cara untuk menghasilkan rekombinasi gen. Secara teknis, persilangan
dilakukan dengan cara memindahkan tepung sari kekepala putik pada tanaman
yang diinginkan sebagai tetua, baik pada tanaman yang menyerbuk sendiri
(self polination crop) maupun pada tanaman yang menyerbuk silang (cross
polination crop).
Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis
karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul
(favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru akan berakibat depresi
inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah.
Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur, dan hasilnya tinggi justru diperoleh
dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot.
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara
tetua berupa galur inbrida. Varietas hibrida dapat dibentuk pada tanaman
menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Jagung merupakan tanaman
pertama yang dibentuk menghasilkan varietas hibrida secara komersial.

a) Permasalahan
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas permasalahan yang
dibahas dalam makalah ini, yaitu :



Bagaimana melakukan persilangan pada tanaman jagung?
Apakah metode dalam pemuliaan tanaman Jagung?

b) Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pemuliaan Tanaman serta memberikan informasi
kepada pembaca tentang Penyerbukan Silang pada Tanaman.

B. Pembahasan
1. Pengertian Penyerbukan Silang pada Jagung
Jagung (Zea Mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis
rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat
kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan

lingkungan tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun
jagung tumbuh pada setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan
terletak pada bagian terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi
penyerbukan silang.

Jagung merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya
ditentukan pada saat inisiasi bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe,
lama penyinaran, dan suhu. Jagung disebut juga tanaman berumah satu
(monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu
tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari axillaryapices tajuk. Bunga
jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman.
Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual.
Selama proses perkembangan, primordia stamen pada axillary bunga tidak
berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia
ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga
jantan.
Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel
vegetatif, dua gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding
tebalnya terbentuk dari dua lapisan, exine dan intin, dan cukup keras.
Karena adanya perbedaan perkembangan bunga pada spikelet jantan yang

terletak di atas dan bawah dan ketidak sinkronan matangnya spike, maka
pollen pecah secara kontinyu dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau
lebih. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary
yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang
hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang
rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot.
Tanaman jagung adalah protandry, di mana pada sebagian besar
varietas, bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut
bunga betina muncul (silking). Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari
spikelet yang terletak pada spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai
(tassel), kemudian turun ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta
serbuk sari. Serbuk sari sangat ringan dan jatuh karena gravitasi atau
tertiup angin sehingga terjadi penyerbukan silang.

Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya
rambut tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak
terpengaruh. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan
(anthesis silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang
kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti
peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar

nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan
terhambat sehingga menurunkan hasil. Cekaman abiotis umumnya
mempengaruhi nilai ASI, seperti pada cekaman kekeringan dan temperatur
tinggi. Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan
menempel pada rambut tongkol. Hampir 95% dari persarian tersebut
berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari
serbuk sari tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung disebut
tanaman bersari silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar dari
serbuk sari berasal dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung
3-6 hari, bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut
tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup
(viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai
dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah
penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan
kemudian kering.
Pada hibridisasi jagung, hal pertama yang dilakukan adalah
pemilihan tetua jantan. Tetua jantan dipilih berdasarkan fenotip. Jika
bunga jantan tersebut sudah mekar sebagian, maka sudah memenuhi
kriteria untuk dijadikan tetua persilangan. Langkah selanjutnya adalah
penyungkupan terhadap bunga tersebut menggunakan kertas sungkup

untuk dijadikan tetua persilangan pada esok harinya. Tetua betina juga
dipilih berdasarkan fenotip dengan dicirikan tongkol jagung tersebut
masih mempunyai rambut yang pendek. Sebelum polinasi dilakukan,

terlebih dahulu rambut jagung dipotong hingga mendekati kulit jagung
atau biasa disebut klobot jagung. Setelah itu, klobot jagung dibuka sedikit
agar nanti saat polinasi, serbuk sari dapat masuk atau menyerbuk
sempurna pada putik. Setelah itu, hal selanjutnya yang dilakukan adalah
melakukan hibridisasi atau persilangan dengan cara menabur-naburkan
serbuk sari dari tetua jantan diatas rambut jagung yang sudah dipotong dan
melakukan pengamatan.
Keberhasilan suatu persilangan buatan dapat dilihat kira-kira satu
minggu setelah dilakukan penyerbukan. Jika calon buah mulai membesar
dan tidak rontok maka kemungkinan telah terjadi pembuahan. Sebaliknya,
jika calon buah tidak membesar atau rontok maka kemungkinan telah
terjadi kegagalan pembuahan. Keberhasilan penyerbukan buatan yang
kemudian diikuti oleh pembuahan (Kurniawan, 2012).
Menurut Sujiprihati et.al (2007), faktor yang mempengaruhi
hibridisasi terjadinya faktor internal dan juga eksternal. Faktor internal
terjadi pada waktu tanam berbunga, yaitu: penyesuaian waktu berbunga

dan waktu emaskulasi dan penyerbukan. Sedangkan faktor internal antara
lain cuaca saat penyerbukan, pemilihan tetua, dan pengetahuan tentang
organ reproduksi dan tipe penyerbukan. Keberhasilan persilangan
dipengaruhi oleh dua factor yaitu; suhu dan cahaya. Pada suhu udara yang
dingin, suaca gelap atau musim hujan, saat berbungan akan terhambat.
Suhu yang panas, cuaca cerah, dan musim kemarau akan mempercepat
pembungaan. Suhu dan cahaya ketika siang hari terletak pada puncaknya
(Syukur, 2009).
Untuk mendapatkan populasi superior, perbaikan populasi
dilakukan secara kontinyu melalui perbaikan dalam populasi (Intra
population improvement) dan perbaikan antar poopulasi (interpopulation
improvement). Seleksi dalam populasi bertujuan memperbaiki populasi
secara langsung, sedangkan seleksi antar populasi bertujuan memperbaiki

persilangan antar populasi atau memperbaiki galur hibrida yang berasal
dari dua populasi terpilih secara resiprok. Prinsip dasar dalam perbaikan
populasi, yaitu meningkatkan frekuensi gen baik (desirable genes)
sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk karakter yang
ditentukan. Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan dalam
perbaikan populasi, yang juga melibatkan seleksi generasi silang diri

(selfing) akan membantu meningkatkan toleransi terhadap inbreeding dan
meningkatkan kapasitas populasi untuk menghasilkan galur-galur yang
lebih vigor dan unggul. Beberapa peneliti telah melaporkan kemajuan
seleksi pada jagung menggunakan seleksi berulang bolak balik (resiprocal
recurrent selection). Dari seleksi berulang bolak balik ini Badan Litbang
Pertanian telah menghasilkan tiga varietas unggul jagung bersari bebas
dan delapan hibirida.

2. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung
 Seleksi Massa (Mass Selection)
Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual yang
mempunyai karakter-karakter yang diinginkan dan hasil biji
tanaman terpilih dicampur untuk generasi berikutnya. Seleksi massa
tanpa ada evaluasi famili. Prosedur seleksi massa tidak berbeda
dengan seleksi massa untuk tanaman menyerbuk sendiri. Seleksi
massa merupakan prosedur yang sederhana dan mudah, sudah
dipraktekkan petani sejak dimulainya pembudidayaan tanaman.
Seleksi

massa


kemungkinan

dapat

dijadikan

dasar

untuk

domestikasi tanaman menyerbuk silang dan seleksi massa adalah
dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman
menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan
tanaman.
Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada tanaman
jagung dipilih berdasarkan tetua betina, karena asal tetua betinanya
diketahui d engan pasti yaitu tanaman yang terpilih, sedang tetua
jantan yaitu asal tepungsari yang menyerbuki tanaman terpilih tidak
diketahui. Untuk karakter yang dapat dipilih sebelum berbunga,

seleksi dapat dilakukan untuk kedua tetua, baik tetua jantan maupun
tetua betina. Tanaman yang tidak terpilih dibuang sehingga
penyerbukan terjadi antara tanaman terpilih atau dibuat persilangan
buatan antara tanaman terpilih. Seleksi berdasarkan kedua tetua
akan memberikan kemajuan seleksi yang lebih besar daripada
seleksi berdasarkan satu tetua saja.
Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu tanaman,
sehingga apabila lahannya mempunyai kesuburan yang tidak merata
(heterogen) maka tanaman yang terpilih belum tentu karena
pengaruh genetik, sehingga salah pilih. Untuk mengurangi faktor
lingkungan ini Gardner et al. (1981) telah berhasil menaikkan hasil
biji jagung varietas Hays-Golden dengan total respon kenaikan 23%
dari populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di atas 10
tahun), dan respon tiap generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner
dengan menggunakan seleksi massa terhadap hasil biji jagung
tersebut, karena digunakannya beberapa tehnik untuk memperbaiki
efisiensi seleksi individu tanaman, yakni dengan cara:
 Seleksi dibatasi pada hasil saja, pengukuran yang lebih teliti
pada biji-biji yang telah dikeringkan sampai kadar air konstan.




Lahan pertanaman berukuran 0.2 – 0.3 ha dipelihara dengan
pemberian pupuk, irigasi dan pengendalian gulma yang seragam

untuk memperkecil keragaman lingkungan.
 Lahan percobaan dibagi menjadi petak-petak yang lebih kecil


dengan ukuran ± 4 x 5 m.
Petak-petak seleksi terdiri dari 4 baris masing-masing 10



tanaman.
Tekanan seleksi 10% dilakukan secara seragam pada 4000 –
5000 tanaman, yakni 4 tanaman unggul dipilih dari masing-

masing petak kecil yang terdiri dari 40 tanaman.
 Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)

Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada
tanaman lain disebut head-to-row, yakni satu malai satu baris.
Merupakan “halfsib selection” Bagan pemuliaan ini awalnya
dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan, (1994) di Universitas
Illinois untuk menyeleksi persentase kandungan minyak dan protein
yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan seleksi ini
merupakan modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan
pengujian keturunan (progeny test) dari tanaman yang terseleksi,
untuk membantu/memperlancar seleksi yang didasarkan atas
keadaan fenotip individu tanaman. Langkah-langkah pelaksanaan
seleksi ear-to-row:
Musim I: Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan
fenotipnya

dari

populasi

yang

beragam

dan

mengadakan

persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya dipanen terpisah.
Musim II: Sebagian biji dari masing-masing tongkol ditanam
dalam barisan-barisan keturunan yang terisolasi, dan sisanya
disimpan. Seleksi setiap individu fenotip tanaman yang terbaik pada
baris keturunan dengan membandingkan baris-baris keturunan.

Musim III: Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior
dicampur untuk ditanam di tempat yang terisolasi dan terjadi
perkawinan acak.
Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi fenotip-fenotip
individu tanaman yang baik untuk diteruskan ke siklus berikutnya.
Tanaman di dalam baris-baris keturunan adalah saudara tiri (half
sibs), dengan demikian metode ini memasukkan pengujian tanpa
ulangan dari keturunan-keturunan bersari bebas dari tanaman
terpilih. Karena kita memilih satu tongkol satu baris, maka
kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya inbreeding cukup
besar. Karena satu tongkol menjadi satu baris yang dalam baris itu
merupakan satu famili. Timbulnya inbreeding ini mengurangi


kemajuan genetik pada proses seleksinya.
Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)
Musim 1, Tanam populasi dasar sekitar 3000 – 5000 tanaman.
Pilih 300 – 400 tanaman yang mempunyai karakter yang
dikehendaki dan buat silang diri untuk menghasilkan galur S1.
Panen terpisah tanaman hasil silangdiri yang masih mempunyai
karakter yang diinginkan.
Musim 2, Biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap
tongkol ditanam satu baris dengan ±25 tanaman. Seleksi secara
fisual dilakukan antara famili dan dalam famili (baris) yang
tanamannya tegap, tidak rebah, bebas hama penyakit dan
sebagainya, dan pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk
silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol, pilih 1 - 3
tongkol hasil silangdiri tiap baris terpilih dan diperoleh biji S2.
Musim 3, Biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji
dari tongkol hasil silangdiri (S2) satu tongkol satu baris dengan 1525 tanaman. Seleksi diteruskan antara baris dan dalam baris. Pilih 3

- 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat silangdiri. Panen
terpisah masing-masing tongkol dan diperoleh biji S3.
Musim 4, Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri
(S3) yang terpilih tanaman lagi seperti pada musim 3. Silangdiri
dilakukan lagi sampai generasi keenam (S6) untuk memperoleh
galur yang mendekati homozigot. Pada pembuatan galur dapat
dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan
inokulasi/investasi buatan.
 Seleksi Curah (Bulk Selection)
Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur biji
dengan jumlah yang sama dari tongkol hasil silangdiri. Apabila
dilakukan silang diri 300 tanaman ambil 4 biji dari tiap tongkol
untuk ditanam lagi. Lakukan silang diri lagi 300 tanaman yang
dikehendaki dan ambil lagi 4 biji dari tiap tongkol dan pekerjaan ini
dilakukan 4 generasi dan galur S4 ini dievaluasi daya gabungnya.
Modifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi daya gabung pada
S1 dan galur terpilih dilanjutkan silangdiri tetapi biji dari 1-3
tongkol dari hasil silang diri masing-masing galur terpilih dicampur
dan silang diri dilanjutkan sampai mencapai homozigot. Seleksi
curah dapat menghemat biaya dan dapat dilakukan dengan banyak


populasi sekaligus.
Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection)
Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke
generasi dengan diselingi oleh persilangan antara tanaman-tanaman
terseleksi agar terjadi rekombinasi. Sparague and Brimhall (1952)
telah menggunakan prosedur seleksi ini dalam menaikkan kadar
minyak yang tinggi pada varietas jagung ”Stiff Stalk Synthetic”.
Langkah-langkah pelaksanaan seleksi fenotip berulang adalah:
Musim I : Tanam ±100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan
sendiri (selfing) bijinya diuji kandungan minyaknya.

Musim II : Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak
tertinggi ditanam satu tongkol satu baris dan saling silang
(Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah yang sama dari tiap tongkol
dicampur untuk diseleksi pada generasi berikutnya.
 Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum (Recurrent Selection
for General Combining Ability)
Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan anggapan
bahwa daya gabung dapat ditentukan sejak dini. Prosedur seleksi
sebagai berikut:
Musim I : Tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman
yang mempunyai karakter yang diinginkan. Lakukan persilangan
sendiri (selfing) tanaman terpilih tersebut untuk memperoleh galur
S1. Saat panen hanya dipilih tanaman-tanaman yang masih
menunjukkan karakter yang diinginkan.
Musim II: Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat
persilangan antara galur S1 dengan populasi asal. Populasi itu
sendiri digunakan sebagai tetua penguji. Sisa benih S1 disimpan
untuk digunakan dalam rekombinasi.
Musim III: Evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang
diperoleh pada musim kedua. Evaluasi dalam rancangan acak
kelompok atau rancangan latis umum (generalized lattice) dengan 2
– 4 ulangan pada 1 – 3 lokasi. Berdasarkan evaluasi ini pilih famili
superior.
Musim IV: Rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan
biji S1 hasil pada musim pertama dengan cara perbandingan jantan
betina untuk membentuk populasi baru.
Musim V: Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4
dan buat persilangan sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua.
 Seleksi Silang Balik (Backcross)
Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur yang
sudah ada tetapi perlu ditambah karakter yang lain seperti

ketahanan terhadap hama penyakit. Galur yang hendak diperbaiki
yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-karakternya tetap
dipertahankan kecuali karakter yang hendak diintrogressikan dari
tetua donor. Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galur
donor X, selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur
A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A akan diperoleh
galur A’ yang karakternya sama dengan galur tetapi mengandung
gen yang diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang balik
harus jelas karakter yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama
proses seleksi. Pada tanaman F1 mengandung 50% gen-gen galur A,
silang balik 1 (BC1) peluangnya 75%, bc2 meningkat menjadi
87,5%, bc3 peluangnya menjadi 93,75% dan bc4 meningkat
peluangnya

menjadi

96,875%.

Namun

harus

diikuti

daya

gabungnya jangan sampai berubah dari galur pasangannya dalam
pembuatan hibrida.

Gambar 1. Metode penyerbukan silang tanaman jagung

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas tentang Penyerbukan Silang Tanaman
Jagung dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.

Hibridisasi merupakan proses kawin antar individu persilangan
interspesifik

atau

individu

genetik

berbeda

dari

hibridisasi

intraspesifik. Persilangan merupakan penyerbukan silang antara tetua
yang berbeda susunan genetiknya yang bertujuan penggabungan sifat
2.

genotip yang baru serta memperluas keragaman genetik.
Hal pertama yang dilakukan hibridisasi jagung adalah pemilihan
tetua jantan. Tetua jantan dipilih berdasarkan fenotipdengan ciri
bunga jantan tersebut sudah mekar sebagian. Sedangkan tetua betina
juga dipilih berdasarkan fenotip dengan dicirikan tongkol jagung
tersebut masih mempunyai rambut yang pendek.

3.

Jagung yang akan disilangkan masih belum menunjukkan masa
generatif. Keberhasilan dalam proses persilangan terdiri dari 2 faktor,

4.

yakni suhu dan juga cuaca.
Metode yang digunakan dalam pemuliaan tanaman Jagung adalah
Seleksi Massa (Mass Selection), Seleksi Satu Tongkol Satu Baris
(Ear-to-Row), Seleksi Pedigri (Pedigree Selection), Seleksi Curah
(Bulk Selection), Seleksi, Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent
Selection), Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum (Recurrent
Selection for General Combining Ability), Seleksi Silang Balik
(Backcross).

DAFTAR PUSTAKA
Alexander,D.E. dan Creech. 1977. Breeding special nutritional and industrial types.
In Corn and Corn Improvement. The American Society of Agronomy Inc.
Hallauer, A. R. and J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative genetics in Maize Breeding.
Iowa State Univ. Press, Ames.
Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanuddin dan Subandi. 2002. Perkembangan teknologi
budidaya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al., (eds.) Ekonomi
Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan.
P. 37-72.
Pingali, P. 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs:
Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/2000.
Mexico, D.F. : CIMMYT.
Subandi, M. Ibrahim, dan A. Blumenshein. 1988. Koordinasi Program Penelitian
Nasional : JAGUNG. Puslitbangtan, Bogor.
Moentono, M.D. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida. Jagung.
Pustlitbangtan, Bogor.

Zuber, M.S., W.H. Skrdla, and B.H. Choe. 1975. Survey of maize selections for
endosperm lysine content. Crop Sci. 15: 93-94.
Vasal, S.K. 2000. The Quality Protein Maize story. Food and Nutrition Bulletin. 21
( 4): 445-450.
Mertz ET., L.S. Bates, and O.E. Nelson. 1964. Mutant gene that changes protein
composition and increases lysine content of maize endosperm. Science 145:
279-280.
Nelson, O.E., E.T. Mertz, and L.S. Bates. 1965. Second mutant gene affecting the
amino acid pattern of maize endosperm proteins. Science. 150: 1469-1470.
Purseglove. 1992. Tropicals Crops, Monocotyledons. Longmann. London.
Gardner, E.J. and D.P. Snusta. 1981. Principles of Genetic. Six Edition. John Wiley
and Sons. New York.
Dahlan, M.M., 1994. Pemuliaan tanaman. Diktat Bahan Kuliah Pemuliaan Tanaman.
Fakultas pertanian. Universitas Putra Bangsa Surabaya. 95p.

MAKALAH PEMULIAAN TANAMAN

PENYERBUKAN SILANG TANAMAN JAGUNG

Disusun oleh :
NAMA

: Edi Sungkono

NIM

: 15542111000978

PROGRAM STUDI S1 AGROTEKNOLOGI
SEKOLAH TINGGI PERTANIAN
KUTAI TIMUR
2016